Perempuan Dan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Dalam
Perempuan Dan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Dalam
Oleh :
Syarifa Saimima, S.H.I., M.H.
Nip. 19771222 200604 2 002
PENDAHULUAN
Terdapat dua lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia
yaitu Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya dan
Mahkamah Konstitusi. Salah satu peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung adalah Peradilan Agama selain itu ada Peradilan
Umum, Peradilan Militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara.Peradilan Agama adalah terjemahan dari Godsdienstige
Rechtspraak, berasal dari kata godsdienst yang berarti agama;
ibadat; keagamaan, dan kata rechtspraak berarti peradilan.
Sementara itu menurut UU No. 50/2009 tentang Perubahan Kedua
atas UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa
yang dimaksud Peradilan Agama dalam undang-undang ini adalah
peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Pasal 24 ayat (2)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Arief S. (Ed.), Kamus
Hukum Lengkap, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1995, hlm. 150. Ibid.
Sedangkan UU No. 3/2006 tentang Perubahan atas UU
No. 7/1989 tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa
Peradilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama
Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud
dalam undangundang ini. Berdasarkan pengertian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa Peradilan Agama adalah
suatu daya upaya yang dilakukan untuk mencari keadilan
ataumenyelesaikan perkara-perkara tertentu bagi orang-
orang yang beragama Islam melalui lembaga-lembaga yang
berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat
yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Menurut pasal
49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama (“UU 3/2006”), yang menjadi
kewenangan dari pengadilan agama adalah perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan;
b. Waris;
c. Wasiat;
d. Hibah;
e. Infaq;
f. Shadaqah;
g. Ekonomi syariah.
Meskipun memiliki beberapa kewenangan mengadili,
perkara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Agama
75% diantaranya merupakan perkara perceraian. Data
statistik Badan Pengadilan Agama (Badilag) menunjukkan
bahwa perceraian yang terjadi tas inisiatif pihak istri (Cerai
Gugat) rata-rata berkisar 65%, sedangkan yang terjadi atas
inisiatif pihak suami (Cerai Talak) rata-rata berkisar 35%.
Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwa sangat
banyak Perempuan yang berhadapan dengan hukum di
Pengadilan Agama melalui perkara cerai gugat. Anita
Rahmawaty, “Harmoni dalam Keluarga Perempuan
karir: upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan
gender dalam Keluarga,” Palastren, 2015. H. 13
Kasus Perceraian
550000
450000
350000
250000
150000
50000
Kasus Perceraian
550000
450000
350000
250000
150000
50000
Kasus Perceraian
1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib
menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya.
2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai
Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas istrinya dan sepertiga untuk
anak atau anak-anaknya.
3. Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang wajib
diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas istrinya ialah setengah dari
gajinya.
4. Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan
karena istri berzina, dan atau istri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik
lahir maupun batin terhadap suami, dan atau istri jadi pemabuk, pemadat, dan penjudi
yang sukar disembuhkan, dan atau iseri telah meninggalkan suami selama dua tahun
berturutturut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak atas bagian
penghasilan dari bekas suaminya.
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku, apabila isteri meminta
cerai karena dimadu, dan atau suami berzina, dan atau suami melakukan kekejaman
atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap isteri, dan atau suami
menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah
meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin isteri dan tanpa alasan
Peraturan Pemerintah ini kemudian juga diperkuat oleh
Surat Kepala BKN Nomor
6437/B-AK.03/SD/F/2022.Surat itu ditujukan kepada
seluruh PNS baik di Instansi Pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota yang mana pada intinya seluruh PNS
memiliki kewajiban untuk memberikan Sebagian gajinya
kepada mantan istri dan anak-anaknya.
KESIMPULAN
PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
Mengadili perkara Perempuan Berhadapan Dengan
Hukum merupakan instrument yang dapat digunakan
para hakim dan segenap aparatur peradilan dalam
menangani perkara yang melibatkan perempuan baik
sebagai pelaku, korban, saksi. Aturan tersebut
kemudian juga dapat digunakan sebagai standar
dalam proses pemeriksaan di pengadilan dengan
tujuan agar penghapusan segala potensi diskriminasi
terhadap perempuan yang berhadapan dengan
hukum dapat terselesaikan.
Disamping itu, Pegawai Negeri Sipil wajib
memberikan contoh yang baik kepada
bawahannya dan menjadi teladan sebagai
warga negara yang baik dalam masyarakat,
termasuk dalam menyelenggarakan
kehidupan berkeluarga, maka perceraian
sejauh mungkin harus dihindarkan.
Sehingga, ketika perceraian itu harus terjadi, maka
berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1990 yang menyatakan wajibnya seorang PNS
memberikan sepertiga atau setengah dari gajinya kepada
mantanistri dan anaknya sampai mantan istri itu
menikah lagi adalah hal yang wajib dilaksanakan oleh
PNS dengan dalil menaati Pemimpin yakni dalam hal ini
Pemerintah sebagai eksekutif dan legislatif yang telah
membentuk Peraturan Pemerintah tersebut, karena
tujuan Peraturan Pemerintah itu adalah sesuatu yang
sesuai dengan syariat yaitu untuk menghindarkan
terjadinya perceraian yang merupakan perbuatan yang
paling dibenci oleh Allah SWT.