Anda di halaman 1dari 17

Land Tenure in Korea:

Tent to Twelfth Centuries


James B. Palais

- Aditya Wahyu Al Fikri


- Amira Yasmin
- Ninda Lutfianti
- Mustika Ratna Prabasanti
• Semenanjung Korea merupakan wilayah yang strategis yang diperebutkan oleh penguasa
independen yang memisahkan diri dari Silla, yaitu Gyeonghwon salah satu penguasa yang
mendirikan negara bagian Hubakche pada tahun 892.
• Sistem tanah di Koryo awalnya memberikan hibah tanah kepada berbagai macam individu,
tetapi harus dikembalikan ke negara dengan luas yang sama.
• Sistem Koryo sama seperti Dinasti Tang dan mengambil sistem konfusianisme.
• Ada perbedaan sistem koyo dengan siste, dinasti tang, yaitu tidak semua petani laki
diwajibkan untuk bertugas di militer dan mengabdi hanya mereka yang memang yang
menerima hibah tanah. Mereka berpendapat bahwa negara tidak menguasai atau memiliki
seluruh tanah, memberikan hibah tanah yang tidak memberikan kepentingan oleh negara,
dan menoleransi pribadi control kepemilikan tanah orang-orang yang ditinggalka dari
sistem peruntukkan.
• Sistem tanah di Koryo memiliki keunikan, yaitu tanah yang didapatkan petani yang berasal
dari tentara dan tanah tentara harus dikembalikan ke negara disaat pension atau kematian,
tetapi tanah tersebut tidak dikembalikan jika untuk janda dan anak yatim.
Paekchong dan han’in
• Wilayah pakechong dan han’in menganggap budak, saudagar, pengrajin, biksu Buddha, dan seluruh kasta kalangan bawah tidak
termasuk sistem chonsikwa. Kasta tersebut bukan bagian dari masalah, karena masalahnya adalah apakah petani biasa dapat
mengembalikan tanah yang sesuai dengan luas yang sama dan tergantung terhadap jenis kelamin dan usia. Sistem tersebut sama
seperti sistem tanah dinasti Tang.
• Putra laki-laki pertama mendapatkan hibah tanah, sedangkan putra laki-laki yang lain tidak mendapatkan hibah tanah. Mereka yang
tidak mendapatkan hibah tanah disebut paekchong.
• Karena jumlah putra kedua atau paekchong jauh melebihi jumlah putra tertua yang sah dan terus bertambah seiring berjalannya
waktu, hal ini melemahkan kemampuan negara untuk mengendalikan penduduk dengan sistem hibah tanah dan dinas militernya.15
Orang juga dapat menyimpulkan bahwa mayoritas petani biasa, yang diwakili oleh semua saudara laki-laki kecuali putra tertua,
dikeluarkan dari sistem hibah tanah, yang kemudian tidak dapat didasarkan pada prinsip-prinsip T'ang.
• Kerajaan korea ketika itu kekurangan pasukan barisan untuk rakyat jelata karena pasukan militer dibangkitkan oleh pemerintah.
Hal tersebut membuat paekchong direkrut oleh raja untuk memberikan pelaynan dan diberikan hibah tanah karena telah menjadi
chongho dan kunho. Ini adalah istilah-istilah yang menurut Yi Usong hanya merujuk pada rumah tangga putra tertua yang sah dari
tentara petani biasa, tetapi yang didefinisikan oleh para sarjana lain hanya sebagai rumah tangga petani biasa atau biasa yang
memperlengkapi seseorang untuk dinas militer sebagai imbalannya ia menerima hibah tanah disebut baik sebagai kun'inpn (tanah
tentara) atau chÓnpng.
• Han’in berarti orang yang menganggur. Kondisi yang tidak memungkinkan membuat han’in mendapatkan hibah tanah. Hatada
percaya bahwa penyebutan "rakyat" menunjukkan kelas tani biasa atau setidaknya termasuk petani biasa, dan oleh karena itu kedua
pemberitahuan tersebut merujuk pada hibah tanah yang sama.44 Menurut pemberitahuan ini, putra sulung yang sah seharusnya
mewarisi chónjbng dari ayahnya. Jika tidak ada anak sulung yang sah, maka urutan pewarisan adalah sebagai berikut: anak cucu
laki-laki pertama, adik laki-laki dari sulung meninggal, (3) cucu laki-laki yang tidak sah (istilahnya adalah soson, yang mungkin
dapat berarti baik cucu laki-laki dari anak laki-laki yang tidak sah, atau (4) cucu tidak sah dari anak laki-laki yang sah),45 dan (5)
cucu perempuan (yoson).
Inheritance of land grant
• Sistem tanah di Koryo seluruh kasta masyarakat mendapatkan hibah tanah yang dilihat berdasarkan dari
stratifikasi sosial. Mereka juga mendapatkan tanah pertanian dan hutan. Hal tersebut dinamakan sistem
chonsikwa.
• Ketika orang tersebut meninggal, keduanya dikembalikan kepada negara. Hanya dalam kasus pubyong [yaitu,
T'ang fu-ping, seolah-olah seorang milisi petani] mereka pertama kali mendapatkan [hibah] ketika mencapai
usia dua puluh tahun penuh, dan pada usia enam puluh mereka mengembalikannya. Jika [penerima hibah]
memiliki putra, cucu, atau kerabat dekat, mereka memindahkan [ch'e] chonjong [ke kerabat]. Jika tidak ada
[yaitu, tidak ada kerabat], maka mereka terdaftar di Kammunwi [satuan penjaga yang bertanggung jawab untuk
menjaga gerbang ibukota], dan setelah usia tujuh puluh diberi kubunjon [jatah pensiun kecil], dan sisa tanah
mereka disita [oleh pemerintah].
• Menurut hitada, yangban memiiiki dua jenis tanah, yaitu hibah chunsikwa dan hibah tanah yang diwariskan.
Hibah chunsikwa adalah ketika mereka pensiun harus dikembalikan ke negara, sedangkan hibah tanah yg dapat
diwariskan, yaitu mereka berjasa dengan raja dan diberikan perlindungan ahli waris yang disebut kong um
chonsi.
• Seperti disebutkan sebelumnya, Yi Usong kemudian berargumen bahwa hibah tanah han'in diberikan kepada
putra-putra yang tidak memegang jabatan dan putri-putri yangban dari peringkat enam sampai sembilan yang
belum menikah. Tanah-tanah ini diperkirakan akan dipegang oleh han'in laki-laki sampai mereka memenuhi
syarat untuk hibah chonsikwa biasa ketika atau jika mereka memperoleh jabatan, atau oleh anak perempuan
yang belum menikah sampai dia menikah. Tanah Han'in mungkin juga diwariskan kepada ahli waris.
The Pubyong System: Militia or Professional Soldiers? And Soldiers Land

• Tanah yang diberikan kepada tantara sama Kongmin dengan dasar Tang konfusius
kepada petani merupakan aturan dari dekrit raja yang dikeluarkan pada tahun 1356.
dekrit tersebut berisi bahwa semua tantara menerima hibah tanah dasar dengan
seragam. Hibah itu dinamakan yokpunpn atau hibah untuk dinas yang diberikan
kepada sejumlah individu dari pejabat pengadilan hingga tantara terlepas dari resmi
pangkat pada dasar dan karakter pribadi tingkat pelayanan raja jasa dan kepada
dinasti.
• Kang Chinch setuju dengan Yi Kibaek bahwa sistem chonsikwa memberikan hibah
dasar subisten semua petani dan bahwa tidak semua petani harus melakukan dinas
militer.
• Kang menolak pernyataan dari Yi Usong bahwa perekrutan dilakukan untuk
menjadikan tantara professional. Prajurit dari kalangan han’in atau paekchong tidak
dinaikan pangkatnya. Mereka disebut sebagai militer dinas yang menjaga pos-pos.
oleh Hsu Ching (1123) dikatakan semua tanah adalah milik negara
Public & Private tetapi beberapa tanah memiliki kebijakan pajak berbeda. Kang

Land
Jincheol (1980) kemudian menjelaskan perbedaannya sebagai
berikut:

Private Land / 사전 (Sajeon)


Public Land / 공전 (Kongjeon) • Tanah pribadi (sajeon) adalah tanah yang
• Tanah publik (minjeon) adalah tanah yang dikelola pihak tertentu sehingga pajak tanah
dimiliki negara. diberikan ke ‘Tuan Tanah’.
• Dikelola oleh petani setempat. Pajaknya • Digarap oleh tentara-petani (jeongun) yang
langsung masuk ke kas negara. merupakan warga setempat. Hasil panen
dijual dan pajak diberi ke Tuan Tanah.
• Pajak bisa saja ditagih oleh aparat/pesuruh,
Hal yang masih dipertanyakan: untuk diberi ke Tuan Tanah yang merupakan
• Hal yang membuat Tuan Tanah tersebut berhak pejabat lokal.
mendapatkan kontrol atas tanah tersebut.
• Hak dan kewajiban dari tentara-petani yang bekerja
pada lahan itu.
People’s Land
Fukaya Toshihetsu (1948 & 1960) meneliti tentang tanah rakyat yang disebut 민전
(minjeon) karena istilah ini muncul banyak sekali dalam dokumen Goryeo, tetapi
tidak memiliki definisi pasti.

Artikel 1960
Artikel 1948
• Fukaya memodifikasi pandangannya.
• Ada dua dokumen yang menyebut minjeon.
• (1) Keluaran Tahun 1022: Tanah milik rakyat yang
• Tanah pribadi (sajeon) bukan tanah rakyat
diambil untuk istana, lalu dikompensasi dengan tanah (minjeon), bukanpula tanah publik (kongjeon).
publik (hak pakai). Dokumen keluaran tahun 1022 menyatakan
• (2) Keluaran Tahun 1041: Tentang survei istimewa untuk bahwa ketiganya jenis tanah yang berbeda.
upeti layanan makanan bagi pemilik tanah rakyat. • Menyatakan bahwa sistem pertanahan di era
• Sebelum reformasi lahan 1391: Petani > Tuan Tanah > awal kerajaan Goryeo lebih merugikan petani,
Negara. karena hanya memiliki hak pakai. Pada akhir
dinasti Goryeo, tanah rakyat berubah menjadi
• Sesudah reformasi lahan 1391: Petani > Tuan Tanah
hak milik. Namun, sistem kepemilikan masih
(hanya 10%) > Negara.
belum rampung.

Hal yang masih dipertanyakan:


• Minjeon tidak dapat dikategorikan dalam tanah publik atau tanah pribadi.
Peasant Tenure Pak Sihyong (1960) menjabarkan kongjeon adalah tanah yang pajaknya
langsung ditarik pemerintah, sementara sajeon adalah tanah hibah yang
& Taxable Land pajaknya diberi ke pihak tertentu.

• Berlawanan dengan Fukaya, Pak • Pak tidak mendefinisikan jenis tanah selain
menerima intepretasi Paek Nam-un (1937) kongjeon dan sajeon. Selagi kongjeon
bahwa sistem pertanahan awal Goryeo menyetor langsung ke negara, negara juga
tidak adil pada kaum kelas bawah. membatasi pajak sajeon—bukan untuk
• Oleh Pak, Goryeo menganut sistem feudal kepentingan rakyat, tetapi untuk membatasi
dimana negara adalah pemilik absolut kepemilikan bangsawan terhadap tanah
tetapi tidak benar-benar memiliki seluruh yang diterima.
tanah negara.
• Setelah reformasi lahan 1391, negara
• Negara memiliki hak untuk mengutip
pajak, tetapi dengan sistem sajeon dan membuat kebijakan untuk memberi hak
minjeon, negara memberikan hak tersebut milik tanah oleh rakyat, tetapi tidak
pada pihak tertentu untuk sementara memberi kebijakan untuk melindunginya.
waktu. Kaum bangsawan juga memanfaatkan ini
untuk memindahkan dan membeli hak milik
tanah rakyat.
Righteous Granary Dokumen Goryeo keluaran 1023 tentang Pemungutan Pajak
Tambahan menjadi kunci sumber dalam intepretasi pembagian
Surtax of 1023 jenis tanah pada awal Kerajaan Goryeo.

• Kang Jincheol (1965; 1980) dan Hatada Takashi • Dokumen ini memberi kesan bahwa jenis tanah
(1972) setuju bahwa kongjeon kelas satu adalah sebenarnya hanya ada dua: kongjeon—keperluan
lahan yang tersedia untuk memenuhi keperluan negara dan sajeon—hibah pada kuil dan
raja. bangsawan.
• Hatada mengelompokkan kongjeon kelas dua • Karena ada pemakaian kata ‘cheonjong’ (buruh
sebagai tanah milik kerabat raja, tempat ibadah yang wajib abdi pada negara) dalam Kebijakan
dan tanah bangsawan. Sedangkan kongjeon 1023, Kang Jinchol (1965) memberikan
kelas tiga adalah minjeon adalah tanah milik statement ketidakpercayaan dan membentuk
rakyat.
teori ‘hibah fiktif’. Dia mengelompokkan
cheonjeong ke kategori lain.
Pada 1980,
• Kang Jincheol menerbitkan artikel revisi dan mengubah pandangannya terhadap minjeon serta
mengadaptasi interpretasi Hatada.
Modes of Cultivation: From Labor Service to Temancy

• Yi Usong berpendapat ada dua jenis tanah yang diberikan negara di Koryo awal;
tanah prebends (tanah yang dapat dikembalikan) dan tanah yong opchon (tanah
permanen).
• Akhir abad ke-12 semua tanah prebends diubah menjadi sajeon (tanah pribadi).
Kang Chinch’ol: The Village Comune and its
Relation to Soldier Land

- Kang berpendapat bahwa pengelolaan tanah desa dilakukan oleh keluarga prajurit.
- Kang juga berpendapat bahwa tanah tentara tidak dirancang secara permanen.
The Two Rates of Cho and the Problem
Dua harga of Tenancy
Cho dan Masalah Sewa

- Dua pemeberitahuan dari periode Koryo awal mengenai reklamasi tanah yang tidak
diolah petani di kongjon dan sajon;
 Tarif sajon = 50% dari hasil panen.
 Tarif kongjon = 10% dari hasil panen.
-Dekrit kerajaan pertama tentang reklamasi tanah tahun 973 menyatakan;
 Sajon; Mengenai orang yang mengambil kembali dan mengolah tanah yang tidak
digunakan, maka untuk tahun pertama akan diberikan semua hasil panen, dan
tahun kedua akan membagi tanaman menjadi dua dengan chonju (tuan tanah).
 Konjon; penggarap akan diberi seluruh tanaman dalam tiga tahun, dan pada tahun
keempat, akan dikumpulkan sesuai dengan hukum.
Minjon as Taxable Konjon

- Di awal Koryo semua tanah nonpre-bendal adalah tanah yang membayar pajak atau
terkena pajak.
- Ada petani yang tidak memiliki berhutang pada dinas militer.
Hatada
• Hatada dan Ari mencoba menjelaskan mengenai kepemilikan swasta di Silla dan Koryo
• Dia meninjau menggunakan literatur mengenai kepemilikan tanah
• Kemudian menyimpulkan bahwa kepemilikan pribadi atas tanah telah mencapai tingkat yang tinggi
• Hatada sebelumnya telah mendefinisikan paekchong sebagai penggarap, dan dia sekarang berasumsi bahwa
kepemilikan tanah mereka dimulai hanya dengan mengolah tanah kosong (chinpn)
• Hatada menyimpulkan bahwa hak pemilik sapn lebih kuat daripada kontrol negara atas kongpn.
• Sedangkan Arii menunjukkan bahwa abad kesebelas dan kedua belas adalah periode pemerintahan
aristokrat ketika tidak ada batasan pada tanah turun-temurun dan pemerintah mengizinkan reklamasi
swasta.
• Pada tahun 1971, pandangan Arii telah bergeser jauh ke sisi kepemilikan pribadi.
• Dia setuju dengan Hatada bahwa siapa pun, yangban maupun rakyat jelata (paekchong), dapat
memegang minpn.
KIM YONGSOP PADA KEPEMILIKAN SWASTA

• Artikel Arii tahun 1971 mewakili puncak dari tren di antara sejarawan Korea Selatan dan Jepang yang
mendukung kepemilikan pribadi untuk Kory, karena artikel tersebut menghilangkan sisa-sisa keraguan
tentang keteralihan tanah oleh pemilik petani.
• Pergeseran ke arah pandangan kontrol bebas, pengelolaan, dan disposisi tanah diperkuat oleh artikel Kim
Yongsop, ahli tenurial tanah Dinasti Choson
• Kim mendefinisikan kepemilikan sebagai hak disposisi yang tidak dibatasi, termasuk hak untuk
menyewakan tanah kepada penyewa. Kim juga membedakan antara tanah milik pribadi dan prebends
(sujoji) dengan cara yang cukup disederhanakan yang menutupi banyak kesulitan yang dikemukakan
dalam literatur sebelumnya.
• Terlepas dari beberapa masalah dalam penjelasan Kim, bagaimanapun, artikelnya signifikan dalam
menunjukkan bagaimana beberapa sarjana baru-baru ini tidak hanya mendorong kepemilikan pribadi
kembali ke periode Silla akhir, tetapi juga telah meninggalkan keraguan tentang sifat kepemilikan itu.
SINTESIS KANG CHINCOL

 Kang Chincol menolak mentah-mentah gagasan bahwa negara memiliki semua tanah negara atau
menjamin sebidang tanah minimal untuk petani biasa.
 Sebaliknya dia mengklaim bahwa semua tanah dapat dibagi menjadi dua kategori yang berbeda: soyuji
dan sujoji. Soyuji berarti tanah yang dimiliki, baik oleh negara, lembaga (publik atau swasta), atau
individu. Sujoji berarti tanah tempat pajak tanah (cho) dikumpulkan.
 Konsep sujoji, bagaimanapun, hanya terkait dengan pertanyaan tentang apa yang terjadi pada cho yang
dibayar oleh penggarap. Penggarap sujoji mungkin seorang pemilik pribadi (yaitu, seorang petani
pemilik minpn) yang hanya membayar pajak (cho) kepada negara, atau dia mungkin seorang penyewa
yang membayar sewa 50 persen ke pemegang atas tanah yang pada akhirnya dimiliki oleh negara.
 Dalam kedua kasus tersebut, sujoji harus menjadi tanah yang dimiliki baik oleh individu atau negara,
Kang juga menjelaska tanah AiYn atau hyangni, yakni hibah tanah kantor, tetapi karena jabatan dapat
diwarisi oleh anggota keluarga, tanah juru tulis setempat mungkin juga dapat diwariskan, seperti juga
tanah yangban dan tanah tentara.
HAMANAKA NOBORU

 Hamanaka Noboru, pendatang baru di bidang hubungan pertanahan Koryo awal


 Dia berasumsi bahwa masyarakat desa di awal Koryo tidak dibedakan, yaitu, pembagian kelas antara
tuan tanah kaya dan penyewa miskin belum terjadi di tingkat petani biasa. Sebaliknya, petani biasa
semuanya adalah penggarap sendiri dengan tanah mereka sendiri (minpn)
 Tesis Hamanaka bergantung pada asumsi penting bahwa masyarakat petani di awal Koryo masih belum
terdiferensiasi, dan bahwa semua petani biasa hidup dari sebidang tanah yang cukup besar untuk
menghasilkan pendapatan subsisten ditambah pajak atau sewa
 Hamanaka juga mengajukan argumen yang agak lemah bahwa ketentuan pembebasan pajak untuk
bantuan dari kelaparan dan gagal panen di awal Koryo membuktikan bahwa sewa murni hanya dapat
diabaikan.
 Meninjau poin-poin yang dikemukakan Hamanaka di atas, sangat mungkin bahwa hibah sapn di awal
Koryo sebenarnya adalah hibah tanah dan hasil darinya dengan pembebasan dari pajak cho yang
dipungut oleh negara.

Anda mungkin juga menyukai