Anda di halaman 1dari 31

PENYAKIT YANG

BERHUBUNGAN
DENGAN
PERSALINAN
DAN BBL
2B
DOSEN : IIN PRIMA FITRIAH ,S.Si.T,M.Keb
JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN DAN BBL

01 02 ….

Penyakit Infeksi Prnyakit sistemik __


TORCH, MALARIA,
ASCARIASIS ,HEPATITIS ,TBC, DM …
HERPES ,VARICELA

…. 03 04
Penyakit Penyakit imunologi /
__
kardiovaskuler alergi

… JANTUNG ASMA, HIV/ AIDS


1. PENYAKIT INFEKSI
Infeksi yang dialami oleh ibu hamil tidak selalu berpengaruh
terhadap janin, namun ceritanya akan lain apabila terinfeksi virus
herpes dan virus varisella. Penyakit ini termasuk TORCH
(toxoplasmosis , rubella , sytomegalovirus , herpes simpleks) dan
varisella zoster, kelima penyakit ini dapat mengakibatkan kerusakan
janin, seorang ibu hamil hendaknya mewaspadai terhadap serangan
virus herpes dan virus varisella zoster , sebab infeksi yang ditularkan
melalui hubungan seksual ini , bila mengenai janin akan
mengakibatkan kematian
YANG TERMASUK KE PENYAKIT INFEKSI YAITU :
A. TOXOPLASMOSIS PADA KEHAMILA

Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh


parasit Toxoplasma gondii. Parasit ini dapat
ditemukan pada kotoran kucing, sayuran dan buah-
buahan yang tidak dicuci bersih, atau daging yang
belum matang. toksoplasmosis ini tidak dapat
menyebar antar manusia. Namun, ibu hamil dapat
menularkan infeksi ini ke janinnya. Kondisi tersebut bisa
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, cacat pada
janin, keguguran, hingga kematian janin .
A. TOXOPLASMOSIS PADA KEHAMILA

● Penyebab Toksoplasmosis Toksoplasmosis terjadi ketika parasit


Toxoplasma gondii masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini biasanya
menetap di dalam otot, otak, mata, atau otot jantung. Selain masuk ke
dalam tubuh manusia, parasit T.gondii juga dapat menginfeksi hewan,
terutama kucing. T.gondii dapat berkembang di lapisan usus kucing dan
bisa keluar bersama kotoran.Seseorang dapat terserang infeksi T. gondii
melalui beberapa cara, yaitu:
 Paparan dari kotoran kucing yang mengandung parasit gondii
 Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi parasit gondii,
terutama daging yang tidak dimasak dengan matang
 Plasenta ibu hamil, yang menyebarkan infeksi pada janin
 Tranfusi darah atau tranplantasi organ dari donor yang terinfeksi
A. TOXOPLASMOSIS PADA KEHAMILA

● Faktor risiko toksoplasmosis Toksoplasmosis dapat terjadi pada


siapa saja. Akan tetapi, ada sejumlah faktor yang dapat
meningkatkan risiko seseorang tertular infeksi ini, yaitu:Sedang
hamil , Menderita HIV/AIDS, Mengonsumsi obat kortikosteroid
atau imunosupresif jangka Panjang, Sedang menjalani kemoterapi
● Gejala Toksoplasmosis Umumnya, toksoplasmosis tidak
menimbulkan gejala. Namun, pada beberapa kasus, gejala dapat
muncul beberapa minggu atau bulan setelah parasit T.gondii
menyerang tubuh.Beberapa gejala umum yang dialami penderita
toksoplasmosis mirip dengan gejala flu, yaitu: Demam , Nyeri
otot , Kelelahan, Sakit tenggorokan , Pembengkakan kelenjar
getah bening
A. TOXOPLASMOSIS PADA KEHAMILA

● Gejala Pada ibu hamil dan bayi baru lahir Pada ibu hamil, toksoplasmosis dapat
menyebabkan janin di dalam kandungan mengalami gangguan pertumbuhan. Selain itu,
tidak menutup kemungkinan keguguran atau kematian janin bisa terjadi. Sedangkan,
pada bayi baru lahir, toksoplasmosis dapat menimbulkan beberapa gejala berikut:
Kejang , Pembesaran organ hati atau limpa , Penyakit kuning pada bayi , Ruam kulit ,
Kepala tampak lebih kecil (mikrosefalus)
● Untuk mendiagnosis toksoplasmosis, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai
gejala yang dialami dan riwayat kesehatan pasien, serta kemungkinan terpapar T.gondii.
pada ibu hamil, dokter akan melakukan pemeriksaan berupa:
 Amniosentesis, untuk mengetahui penularan infeksi toksoplasmosis pada janin dengan
memeriksa sampel air ketuban pada usia kehamilan di atas 15 minggu

 USG kehamilan, untuk menilai pertumbuhan dan mendeteksi kelainan pada janin . Jika
hasil USG kehamilan menunjukkan gangguan pertumbuhan atau tanda-tanda kelainan
pada janin, dokter akan menyarankan pasien menjalani pemeriksaan rutin untuk mencegah
terjadinya perburukan.

Setelah bayi lahir, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk melihat kemungkinan komplikasi
toksoplasmosis pada bayi. Jika komplikasi tidak terlihat, dokter akan menyarankan ibu
memeriksakan bayi secara berkala hingga anak berusia remaja.
A. TOXOPLASMOSIS PADA KEHAMILA

● Pada pasien yang sedang hamil, pengobatan akan dilakukan berdasarkan waktu
terjadinya infeksi dan pengaruh infeksi terhadap janin. Pengobatan harus disertai
anjuran dan pengawasan ketat oleh dokter, karena beberapa obat toksoplasmosis bisa
menyebabkan cacat janin.
● Salah satu obat yang dapat diresepkan oleh dokter adalah spiramycin. Obat ini diberikan
bila infeksi terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu. Apabila infeksi terjadi di atas
usia kehamilan 16 minggu dan janin tertular toksoplasmosis, dokter akan
mempertimbangkan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin.
● Pada bayi baru lahir, dokter akan meresepkan pyrimethamine, sulfadiazine, dan
leucovorin, sampai bayi berusia 1 tahun. Selama pengobatan, dokter akan terus
memantau kondisi kesehatan bayi.
● Pada pasien wanita yang terinfeksi sebelum hamil, dokter akan menganjurkan untuk
menunda kehamilan, sampai 6 bulan setelah infeksi.
B. MALARIA
● Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang disebarkan oleh
gigitan nyamuk Anopheles betina. Setelah gigitan nyamuk tersebut,
parasit masuk ke dalam tubuh dan menempati organ hati, di mana
parasit dapat tumbuh dan berkembang biak. Saat parasit tersebut
tumbuh dan menjadi dewasa, parasit pergi dari organ hati dan
merusak sel darah merah. Kerusakan pada sel darah merah inilah
yang menimbulkan gejala anemia pada penderita. Gejala malaria
juga umumnya dapat menjadi parah dan bisa menimbulkan
komplikasi bila terjadi pada:
• Balita
• Lansia
• Ibu hamil dan janin yang dikandungnya
B. MALARIA
● Malaria pada ibu hamil Saat terinfeksi malaria, ibu hamil akan
mengalami gejala khas seperti demam, menggigil, sakit kepala,
mual, muntah, nyeri otot, pegal-pegal, dan nyeri punggung. Gejala-
gejala tersebut terutama terjadi pada malaria tanpa komplikasi.
Pasien yang terinfeksi malaria berat umumnya akan mengalami
demam yang sangat tinggi, tubuh kuning, mimisan, gusi berdarah,
buang air besar bercampur darah, kejang, hingga kehilangan
kesadaran. Malaria juga dapat menimbulkan sejumlah komplikasi
atau penyulit bila terjadi pada ibu hamil. Mau tidak mau, janin
dalam kandungan ibu pun akan ikut kena imbas infeksi tersebut.
Bayi mungkin tidak akan serta-merta terinfeksi malaria, tetapi ia
akan berisiko mengalami berbagai dampak buruk seperti:
B. MALARIA
● Malaria pada ibu hamil Saat terinfeksi malaria, ibu hamil akan mengalami
gejala khas seperti demam, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot,
pegal-pegal, dan nyeri punggung. Gejala-gejala tersebut terutama terjadi pada
malaria tanpa komplikasi. Pasien yang terinfeksi malaria berat umumnya akan
mengalami demam yang sangat tinggi, tubuh kuning, mimisan, gusi berdarah,
buang air besar bercampur darah, kejang, hingga kehilangan kesadaran. Malaria
juga dapat menimbulkan sejumlah komplikasi atau penyulit bila terjadi pada
ibu hamil. Mau tidak mau, janin dalam kandungan ibu pun akan ikut kena
imbas infeksi tersebut.
● Bayi mungkin tidak akan serta-merta terinfeksi malaria, tetapi ia akan berisiko
mengalami berbagai dampak buruk seperti: BBLR ,KELAHIRAN
PREMATUR , GANGGUAN PERTUMBUHAN JANIN ,
C. ASCARIASIS

● Ascariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris


lumbricoides atau biasa disebut dengan cacing gelang.
Cacing ini dapat hidup dan berkembang biak di dalam
usus manusia serta menimbulkan gangguan kesehatan
yang bisa menyebabkan komplikasi.
● Ascariasis terjadi ketika cacing gelang masuk ke dalam
tubuh manusia. Cacing penyebab penyakit ini dapat
menginfeksi paru-paru atau usus. Jika dibiarkan tidak
terobati, cacing ini akan terus berkembang biak dan
menginfeksi organ lain, seperti hati dan pankreas.
C. ASCARIASIS
● Askariasis pada kehamilan adalah suatu yang sering terjadi, terutama
pada negara berkembang. Infeksi cacing ini umumnya tidak begitu
parah namun tetap perlu diobati. Askariasis pada kehamilan dapat
memperparah anemia dalam kehamilan, berisiko dalam menaikkan
kejadian obstruksi bilier, dan dapat memperpanjang PTT sehingga
menaikkan risiko perdarahan postpartum.
● Pilihan obat untuk penanganan askariasis adalah albendazole,
mebendazole, dan pyrantel pamoate. Ketiga obat ini dikategorikan
oleh FDA sebagai kategori C dan oleh TGA dikategorikan sebagai
kategori D (albendazole), B3 (mebendazole), dan B2 (pyrantel
pamoate). Walau demikian, meta analisis Cochrane tahun 2015
menunjukkan ketiganya aman untuk diberikan pada trimester kedua
ataupun ketiga.
D. HEPATITIS
● Hepatitis adalah peradangan hati serius yang bisa dengan mudah ditularkan ke orang lain.
Penyakit ini diakibatkan oleh virus hepatitis. Ada beberapa jenis virus hepatitis, termasuk
hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C. Jika tidak tertangani dengan baik, hepatitis saat
hamil bisa menyebabkan penyakit parah, kerusakan hati, bahkan kematian. Ibu juga bisa
menyebarkan virus ke bayinya.
● Bagaimana ibu bisa terkena hepatitis saat hamil ?? Hepatitis B dan C menyebar melalui
darah dan cairan tubuh yang terinfeksi — misal cairan vagina atau air mani. Itu berarti Anda
bisa mendapatkannya dari hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi, atau
ditusuk dengan jarum bekas pakai yang digunakan oleh seseorang yang terinfeksi — baik
jarum suntik narkoba, jarum tato, maupun jarum suntik medis yang tidak steril. Akan tetapi
risiko terkena hepatitis C melalui hubungan seks tergolong rendah jika Anda hanya memiliki
satu pasangan untuk waktu yang lama.
● Hepatitis C paling sering terjadi pada orang yang lahir antara tahun 1945 dan 1965. Untuk
alasan ini, semua orang di kelompok usia ini harus diuji untuk infeksi hepatitis C.
D. HEPATITIS
● gejala hepatitis pada ibu hamil : termasuk mual dan muntah, selalu kecapekan,
kehilangan nafsu makan, demam, sakit perut (terutama di sisi kanan atas, lokasi
hati berada), sakit pada otot dan persendian, serta jaundice alias penyakit kuning —
kulit dan bagian putih mata yang menguning. Masalahnya adalah, gejala bisa
mungkin tidak muncul selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi,
atau Anda mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali.
● Bayi dalam kandungan pada umumnya tidak terpengaruh oleh virus hepatitis milik
ibunya selama kehamilan. Namun, mungkin ada beberapa peningkatan risiko
tertentu saat persalinan, seperti bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat rendah
(BBLR), atau kelainan anatomi dan fungsi tubuh bayi (terutama pada infeksi
hepatitis B kronis). Risiko lainnya adalah bayi Anda bisa terinfeksi saat lahir. Bayi
mungkin terinfeksi hepatitis B saat lahir jika ibu positif memiliki virusnya. Biasanya,
penyakit ini diteruskan ke anak yang terkena paparan darah dan cairan vagina ibu
selama proses persalinan. Infeksi virus hepatitis B bisa sangat parah pada bayi. Hal
itu bisa mengancam nyawa mereka. Apabila anak terinfeksi virus hepatitis B
semasa kecil, sebagian besar kasusnya akan berlanjut menjadi kronis. Hepatitis
kronis inilah yang bisa berakibat buruk pada kesehatan anak di kemudian hari, yaitu
berupa kerusakan hati (sirosis) dan kadang kanker hati (terutama jika disertai infeksi
virus hepatitis C).
E. TBC
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini tidak hanya menyerang
paru-paru, tapi organ tubuh lainnya. Pengidap TBC dianjurkan
minum obat selama 6-9 bulan secara berturut-turut untuk
meminimalkan risiko penularan. Ibu hamil pengidap TBC sering
ragu minum obat karena khawatir pada keselamatan bayinya.
Meski hal ini wajar, TBC pada ibu hamil tetap perlu ditangani
agar tidak menyebabkan komplikasi kehamilan. Beberapa risiko
yang terjadi akibat infeksi TBC selama kehamilan adalah
keguguran, berat bayi lahir rendah (BBLR), kelahiran prematur,
kematian janin, hingga TBC kongenital.
E. HERPES
● Herpes adalah penyakit yang terjadi karena infeksi virus
herpes simplex (HSV). Ada dua jenis HSV yang dapat
menyebabkan herpes, yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Virus
herpes simplex tipe 1 adalah herpes oral yang menyebabkan
luka atau lenting (luka yang melepuh) pada wajah dan bibir.
Sementara HSV tipe 2 adalah herpes genital (kelamin) yang
menyebabkan luka atau lenting pada alat kelamin. Adapun
kedua jenis herpes ini bisa menyebar melalui kontak kulit, air
liur, atau alat kelamin contohnya : saat berciuman atau
melakukan hubungan seksual dengan orang yang terkena
herpes, termasuk seks oral
E. HERPES
● Gejala herpes yang dialami ibu saat hamil sebenarnya tak jauh berbeda
ketika tidak sedang hamil.Selain luka pada wajah atau sekitar alat
kelamin, beberapa gejala pun bisa muncul bila ibu hamil mengalami
herpes, seperti: kesemutan, gatal, atau sensasi seperti terbakar di area
luka, demam, sakit kepala, nyeri otot , gusi sakit,, sakit tenggorokan,,
kelenjar getah bening yang bengkak, sakit saat buang air kecil, hingga
keputihan yang tidak normal
● Penularan virus herpes umumnya terjadi saat proses persalinan.
Tepatnya, risiko penularan herpes paling besar terjadi saat proses
melahirkan normal, yaitu ketika melewati vagina ibu hamil yang sudah
terkena virus herpes. Adapun risiko penularan tersebut lebih besar bila
ibu hamil terinfeksi virus herpes pada trimester tiga kehamilanPasalnya,
semakin mendekati waktu kelahiran, semakin kecil produksi antibodi
yang dihasilkan tubuh ibu untuk melindungi bayi dari virus. Pada kondisi
ini, dokter mungkin akan menganjurkan persalinan melalui operasi
caesar agar bayi tidak terpapar virus herpes di sekitar vagina.atau pun
bisa saat mencium bayi baru lahir
E. HERPES
● infeksi virus herpes pada bayi yang baru lahir disebut juga dengan herpes
neonatal. Kondisi ini sebenarnya sangat jarang terjadi. Namun, herpes neonatal
termasuk kondisi yang serius dan bisa membahayakan nyawa bayi. Herpes
neonatal bisa menimbulkan infeksi di kulit, mata, dan/atau mulut, memengaruhi
sistem saraf pusat, atau infeksi yang menyebar dan melibatkan banyak organ.
Pada kondisi yang parah, kondisi tersebut bisa menyebabkan beberapa masalah
pada bayi, seperti: kebutaan, tuli, kejang, infeksi serius, seperti meningitis, luka
berulang pada kulit, mata, alat kelamin, atau mulut,kerusakan organ, termasuk
hati, paru-paru, dan jantung, kerusakan permanen pada sistem saraf,
keterbelakangan mental, bahkan kematian.
● Adapun permasalahan tersebut sering ditandai dengan beberapa gejala, seperti
luka pada kulit, demam, kelelahan, dan kurang nafsu makan.
● Jika bayi Anda mengalami gejala tersebut, sebaiknya segera pergi ke rumah
sakit
F. VARICELA
● Cacar air bisa saja terjadi pada ibu hamil sekalipun sudah
berusaha menjaga kondisi tubuh selalu fit. Pasalnya, penyakit
cacar air merupakan infeksi virus yang sangat mudah
menularPenyakit cacar air disebabkan oleh infeksi virus
varicella. Gejala cacar air ditandai dengan munculnya ruam
kulit berupa bintik-bintik merah atau lenting yang terisi cairan.
Ruam merah ini menimbulkan rasa gatal yang kuat dan bisa
menyebar luas ke beberapa bagian tubu seperti wajah, tangan,
hingga kaki.
F. VARICELA
● Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya cacar
pada ibu hamil, yaitu:
• Ibu hamil berisiko tertular cacar air ketika melakukan kontak atau berada di dekat orang
yang terinfeksi.
• Jika ibu hamil tidak yakin sebelumnya sudah terkena atau belum terkena cacar air dan
melakukan kontak dengan orang terinfeksi. Untuk memastikannya, periksakan diri
Anda ke dokter untuk menjalani tes darah apakah telah memiliki antibodi virus
penyebab cacar air atau belum.
• Jika Anda pernah mengalami cacar air sebelumnya, kemungkinan Anda mengalami
cacar air lagi sangat kecil karena tubuh Anda sudah membentuk kekebalan terhadap
virusnya. Sekalipun gejala cacar air muncul, biasanya bersifat sangat ringan.
Gangguan kesehatan yang muncul biasanya berkaitan dengan respon sistem imun tubuh. Ibu
hamil termasuk ke dalam orang yang berisiko mengalami cacar air dua kali karena sistem
kekebalan tubuhnya kurang optimal.
F. VARICELA
Sebagian besar ibu hamil yang terkena cacar air dapat sembuh tanpa efek apa pun, namun ada pula ibu
hamil yang dapat mengalami komplikasi. Berikut beberapa risiko komplikasi yang bisa menimpa:
• Ibu hamil Salah satu risiko komplikasi cacar air pada ibu hamil adalah pneumonia, yaitu radang
paru-paru. Selain itu, komplikasi lain yang bisa terjadi adalah ensefalitis (radang otak) dan
hepatitis (radang hati). Faktor yang dapat meningkatkan risiko komplikasi cacar air pada ibu
hamil adalah kebiasaan buruk merokok, memiliki riwayat penyakit paru-paru, mengonsumsi
steroid, dan mengandung lebih dari 20 minggu.
• Bayi di dalam kandungan Jika infeksi virus cacar air terjadi pada pertengahan awal kehamilan,
maka akan timbul risiko sindrom varicella kongenital. Sindrom tersebut dapat mengakibatkan
kelainan bawaan berupa bekas luka, kelainan otot dan tulang, kelumpuhan, ukuran kepala kecit,
kebutaan, kejang atau keterbelakangan mental. Meski demikian, hingga kini belum terbukti cacar
air dapat meningkatkan risiko keguguran. Untuk cacar air yang terjadi pada saat usia kehamilan
28-36 minggu, virus akan masuk ke tubuh bayi dengan berkemungkinan tidak menimbulkan
gejala apa pun. Risiko virus kembali aktif dan memicu cacar air (shingles) dapat terjadi pada
beberapa tahun pertama kehidupan si bayi. Khusus mengenai cacar air yang terjadi setelah usia
kehamilan 36 minggu akan meningkatkan kemungkinan bayi terinfeksi dan lahir dengan kondisi
terkena cacar air.
F. VARICELA
• Bayi baru lahir Tidak hanya pada masa-masa di dalam kandungan, cacar air juga dapat
menyerang bayi setelah persalinan. Cacar air yang terjadi beberapa hari sebelum
melahirkan hingga maksimal dua hari setelah melahirkan dapat menyebabkan bayi baru
lahir turut terserang cacar air yang dapat mengancam nyawa yang disebut neonatal
varicella. Ketika ibu hamil terserang cacar air dan tidak diterapi, maka kemungkinan
bayi terserang cacar air pada masa-masa tersebut mencapai 50 persen. Gejala-gejala
cacar air akan muncul pada usia bayi sekitar 5-10 hari setelah lahir. Jika tidak ditangani
dengan tepat, cacar air pada bayi baru lahir bisa menyebabkan kematian
2. PENYAKIT SISTEMIK
Penyakit sistemik adalah gejala penyakit pada salah satu organ yang berkaitan dengan sistem metabolisme
tubuh manusia. Saalah satu penyakit nya adalah DIABETES (DM)

Diabetes gestasional adalah diabetes yang muncul pada masa kehamilan, dan hanya berlangsung hingga
proses melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi di usia kehamilan berapa pun, namun lazimnya berlangsung di
minggu ke-24 sampai ke-28 kehamilan. Sama dengan diabetes yang biasa, diabetes gestasional terjadi
ketika tubuh tidak memproduksi cukup insulin untuk mengontrol kadar glukosa (gula) dalam darah pada
masa kehamilan. Kondisi tersebut dapat membahayakan ibu dan anak, namun dapat ditekan bila ditangani
dengan cepat dan tepat.

Gejala diabetes saat kehamilan muncul ketika kadar gula darah melonjak tinggi (hiperglikemia). Di
antaranya:
• Sering merasa haus
• Frekuensi buang air kecil meningkat
• Mulut kering
• Tubuh mudah lelah
• Penglihatan buram
2. PENYAKIT SISTEMIK
Faktor Risiko Diabetes Gestasional
Semua ibu hamil berisiko mengalami diabetes gestasional, akan tetapi lebih berisiko terjadi pada ibu hamil
dengan faktor-faktor berikut ini:
• Memiliki berat badan berlebih.
• Memiliki riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi).
• Pernah mengalami diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya.
• Pernah mengalami keguguran.
• Pernah melahirkan anak dengan berat badan 4,5 kg atau lebih.
• Memiliki riwayat diabetes dalam keluarga.
• Mengalami PCOS (polycystic ovary syndrome) atau akantosis nigrikans.
3. PENYAKIT KARDIOVASKULER
1. Bagi ibu hamil dengan penyakit jantung, beberapa penyakit seperti anemia, infeksi saluran
pernafasan, infeksi saluran kencing yang berakibat kegagalan fungsi ginjal dan kenaikan tekanan
darah sedapat mungkin dihindari. Hal ini bertujuan agar tidak memperberat kondisi kehamilan
dengan penyakit jantung dan menghindari komplikasi yang kemungkinan terjadi.
2. Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita hamil dapat melakukan toleransi terhadap
perubahan–perubahan fisiologis tersebut. Namun pada wanita dengan penyakit jantung, perubahan
ini justru menimbulkan risko untuk dirinya dan janinnya. Selama kehamilan, akan terjadi peningkatan
volume darah ibu sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama, dan mencapai puncaknya
pada kehamilan minggu ke-24. Peningkatan volume ini akan menyebabkan jantung bekerja “lebih
keras” untuk memompakan darah lebih banyak darah. Denyut jantung juga akan meningkat 10-15
denyutan diatas nilai sebelum kehamilan. Dan dalam kondisi normal, tekanan darah akan sedikit
menurun pada trimester pertama dan kedua kehamilan dan biasanya kembali mencapai nilai awal
pada trimester ke-3. Perubahan-perubahan ini yang kadang membuat calon ibu normal tanpa ada
kelainan jantungpun kadang menjadi merasa mudah lelah dan berdebar-debar. Dengan
terjadinya perubahan-perugbahan diatas, kehamilan dapat menjadi sebuah “stressor” bagi jantung
dan membuat keluhan jantung menjadi lebih berat dan memburuk.
3. PENYAKIT KARDIOVASKULER
Akibat penyakit jantung dalam kehamilan, terjadi peningkatan denyut jantung
pada ibu hamil dan semakin lama jantung akan mengalami kelelahan. Akhirnya
pengiriman oksigen dan zat makanan dari ibu ke janin melalui ari – ari menjadi
terganggu dan jumlah oksigen yang diterima janin semakin lama akan
berkurang. Janin mengalami gangguan pertumbuhan serta kekurangan
oksigen. Sebagai akibat lanjut ibu hamil berpotensi mengalami keguguran dan
kelahiran prematur ( kelahiran sebelum cukup bulan ). Terutama bila selama
kehamilannya sang ibu tidak mendapat penanganan pemeriksaan kehamilan dan
pengobatan dengan tepat.
4. PENYAKIT IMUNOLOGI / ALERGI
1. ASMA adalah penyakit kronis yang paling umum terjadi selama kehamilan. Bahkan
bisa dialami oleh wanita yang sebelumnya tidak memiliki riwayat asma sekalipun.
Selama kehamilan, asma tidak hanya bisa membahayakan kesehatan sang ibu, namun
juga janin. Gangguan ini jelas dapat mengganggu suplai oksigen yang dibutuhkan oleh
janin. Pada akhirnya, kondisi tersebut dapat memengaruhi perkembangannya di dalam
kandungan. Asma pada ibu hamil biasanya dapat membaik dan memburuk.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa gejala asma biasanya akan
memburuk saat trimester kedua dan ketiga. Gejala asma yang terburuk akan
muncul ketika usia kehamilan 24 dan 36 minggu. Namun, setelahnya gejala
akan mereda. Bahkan hingga 90 persen wanita hamil tidak memiliki gejala
asma saat memasuki proses persalinan
4. PENYAKIT IMUNOLOGI / ALERGI
a. Asma pada ibu hamil bisa menyebabkan beberapa kondisi yang berbahaya, seperti:
HIPERTENSI pada masa kehmilan dan PREEKLAMPSIA , Hiperemesis Gravidarum
, Perdarahan dari Vagina , Persalinan Prematur
b. Selain membahayakan ibu hamil, serangan asma saat kehamilan juga berdampak bagi
janin. Berikut ini beberapa bahaya yang mungkin saja terjadi: Kematian Janin dalam
Kandungan , Kelainan Bawaan pada Bayi , Bayi Berat Badan Lahir Rendah,
Intrauterine Growth Restriction (IUGR) = Perkembangan janin yang terhambat di
dalam kandungan bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti kehamilan kembar, anemia,
preeklampsia, hipertensi dalam kehamilan, dan asma.Semakin sering terjadi serangan
asma, maka bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin. , Kematian Bayi Baru Lahir
4. PENYAKIT IMUNOLOGI / ALERGI
2. HIV / AIDS
Seorang ibu hamil yang dinyatakan positif HIV/AIDS dapat menularkan virus tersebut pada bayinya selama kehamilan, persalinan, atau
menyusui. HIV/AIDS paling mudah ditularkan melalui darah. Sementara itu, janin dalam kandungan ibunya mendapatkan asupan makanan dari
darah melalui tali plasenta.
Bayi atau janin dalam kandungan makan lewat tali plasenta. Peristiwa ini menjadi tempat darah bertukar, karena virus HIV/AIDS ada di dalam
darah. Itulah proses penularan HIV/AID dari ibu ke janin. Maka itu, ibu hamil yang terdeteksi positif HIV wajib meminum obat antiretroviral
(ARV). Cara ini sangat efektif untuk menekan jumlah virus dalam darah, sehingga mengurangi risiko penularan.
1. Pada dasarnya, risiko penularan HIV/AIDS dari ibu hamil yang positif kemungkinannya sekitar 2-10 persen.
Penularan dapat terjadi sejak masa awal kehamilan, persalinan, hingga menyusui. Kebanyakan anak di bawah usia 10
tahun yang tertular HIV dari ibunya, terjadi sejak dalam kandungan. Penularan dalam kandungan terjadi melalui tali
plasenta, saat terjadi pertukaran asupan makanan untuk janin.
2. Selain dapat menular sejak dalam kandungan, biasanya seorang anak dapat mengalami HIV saat peristiwa persalinan
3. penularan HIV juga dapat terjadi selama ibu menyusui bayi. Proses penularan melalui air susu ibu (ASI) bahkan
dapat meningkat hingga dua kali lipat.
TE
RI
MA
 KASIH 
Here is where your presentation begins

Anda mungkin juga menyukai