Anda di halaman 1dari 7

KEUNGGULAN PENGAPURAN DIKOMBINASIKAN DENGAN SEDIMENTASI-PENGERUKAN DALAM

MEREDUKSI LOGAM BERAT DAN METALOID DALAM AIR DARI AREA PENAMBANGAN BATUBARA

Disusun oleh:
Fitra Kurniawan
212211002

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K., M.Sc.
Ir. Hasywir Thaib Siri, M.Sc
Dr. Tedy Agung Cahyadi, ST., MT. IPM

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
PENGANTAR
Sebagai sumber energi, batubara memiliki banyak kelebihan dan kekurangan; keuntungannya termasuk
biayanya yang murah dan fakta bahwa mudah ditambang dan sederhana untuk diubah menjadi energi, tetapi
kerugiannya adalah dampaknya terhadap lingkungan (Theclaycenter, 2021). Di Indonesia, batu bara merupakan
sumber pendapatan nasional karena ekspor batu bara. Pada tahun 2020, total produksi batubara di Indonesia adalah
561 juta ton, tetapi hanya 132 juta ton yang digunakan untuk energi dalam negeri (Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Indonesia, 2021). Kegiatan penambangan batubara menghasilkan sejumlah besar air yang mungkin
mengandung logam berat, termasuk logam berat dan metaloid, yang dapat menjadi racun bagi masyarakat
(Greenpeace, 2005). Namun,Dang dkk. (2002), de Place & Kershner (2013), danLiu, Bai, & Liu (2019)disebutkan
bahwa penambangan batubara tanpa pembakaran batubara tidak dapat memasukkan konsentrasi logam berat dan
metaloid ke dalam lingkungan perairan. Beberapa penelitian telah menunjukkan kualitas air yang berubah dan tidak
berubah dengan adanya aktivitas penambangan batubara seperti yang dicatat dalamTabel 1. Sayangnya, belum ada
penelitian yang mengumpulkan sampel air langsung dari kolam sedimentasi tambang batu bara, mereka hanya
mengambilnya dari perairan sekitar.
Hal ini menjadi fokus banyak penelitian untuk menilai pengaruh kegiatan penambangan batubara terhadap
kualitas air publik. Pengapuran untuk menaikkan pH air untuk memenuhi peraturan pemerintah, dan pengerukan
sedimen penuh di kolam sedimentasi adalah praktik umum di industri pertambangan batubara di Indonesia.
Namun, efek pengapuran, sedimentasi berikutnya, dan pengerukan sedimen secara teratur, bahkan setinggi 25%
dari dasar tambak untuk mengurangi logam berat dalam air yang dilepaskan, tidak dibahas sebelumnya dalam
literatur. Dan inilah tujuan utama dari penelitian ini.
METODE
Penelitian ini dilakukan selama total 8 tahun, dengan Tabel 1 Kualitas air dipengaruhi oleh penambangan batubara di beberapa negara
waktu pengambilan sampel dibagi menjadi 4 periode ulangan
untuk reservoar aktif tambak 19B; kolam tailing primer atau kualitas Air yang Dipengaruhi oleh
Negara Penulis
Penambangan Batubara
kolam penampung lumpur batubara, kolam 19A kolam
pengendapan sekunder tailing, kolam KJ kolam pengendapan Cina Adanya anion HCO–JADI-, dan Cl-, juga Zhou dkk.
semua air kecuali air tailing, dan di Sungai Sangatta Provinsi kation dari Ca2+, Na+, dan Mg2+adalah 2020
konstituen utama.
Kalimantan Timur. PH air di waduk areal pertambangan
batubara kecuali Sungai Sangatta dikendalikan oleh perusahaan Amerika Serikat pH terendah, SO-4menjadi anion utama, Carbett (1997)
tambang yang menggunakan volume kalsium oksida sekitar Corbett (1977)
dengan adanya Fe yang lebih tinggi
250 kg per tahun, sesuai dengan pH air. Pengapuran dilakukan 2+,3+dan
jika kolam sudah penuh air, dan didiamkan beberapa hari Al3+kation
sesuai cuaca. Jika air yang dihasilkan memiliki pH di atas 7 dan
jernih, maka akan dibuang ke sungai atau laut, dan setelah itu Auatralia Tinggi di Ni2+dan Zn2+, juga airnya Belmer & Wright
menjadi (2019)
tambak akan dikeruk secara rutin jika sedimen setinggi 25% asin.
dari dasar tambak meskipun tambak penuh air. Semua lokasi
pengambilan sampel berada di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Indonesia Tidak ada perubahan kualitas air; air telah Said & Yudo
Kalimantan Timur Indonesia (Gambar 1). Titik pengambilan terbukti cocok sebagai air keran mentah. (2021)
sampel di kolam berada di pintu air saluran pembuangan, dan
dilakukan di air permukaan (minimal 3 hari setelah pengapuran
Indonesia ingkat pencemaran terendah pada parameter Khanifah, Sari &
diterapkan) menggunakan sampler botol borosilikat, dan pH pH, suhu air, BOD, COD, Fe, Mn, dan TSS. Bargawa (2019).
diatur menjadi 2 dengan menambahkan asam nitrat. Demikian
pula untuk air Sungai Sangatta, pengambilan sampel dilakukan
di air permukaan dengan kedalaman sekitar 30 cm. BOD: Kebutuhan Oksigen Biologis; COD: Permintaan Oksigen Kimia; TSS: Total Padatan Tersuspensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi
logam berat dan metaloid berfluktuasi sesuai
dengan periode sampling dari tidak terdeteksi
(nd) ke konsentrasi yang lebih tinggi.
Kualitas air di waduk penambangan batubara
dan Sungai Sangatta dalam penelitian ini
menunjukkan hasil yang relatif sama yaitu
Said & Yudo (2021) yang menunjukkan air di
area pertambangan batubara tidak berubah
dengan air di sekitarnya yang terdeteksi. Di
sisi lain, Hasil saat ini berbeda dengan
Belmer & Wright (2019), Khanifa, Sari, &
Bargawa (2019), Corbett (1977)yang
menunjukkan perubahan kualitas air
termasuk beberapa logam berat.

Gambar 1. Kotak biru menunjukkan area hitam kecil dari penelitian ini (diperluas di bawah). Titik-titik hitam tersebut
merupakan titik sampling dalam penelitian ini. SRU 1 dan SRU 2 merupakan bagian hulu sungai yang tidak terdapat
drainase penambangan batubara ke sungai, SRD 1 dan SRD 2 merupakan bagian sungai yang terkena drainase
penambangan batubara, dan terakhir, SRM 1 dan SRM 2 merupakan bagian hilir sungai. sungai tanpa drainase
penambangan batubara tetapi dipengaruhi oleh aliran air sungai dari zona penambangan batubara. Air Kolam KJ dialirkan
ke Sungai Sangatta (panah hitam), dimana air dari tailing pond 19B mula-mula dialirkan ke kolam 19A, setelah diolah lagi
dengan sedimentasi, kemudian dibuang ke laut Selat Makassar (panah hitam).
Tabel 2 Persentase logam berat dan metaloid terendah, tertinggi, dan terdeteksi pada kolam pengendapan air tailing
19B dan 19A, kolam pengendapan air campuran kolam KJ, dan Sungai Sangatta di SRU, SRD, dan SRM.

Catatan:
*Kaltim (2011) menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengatur air baik dari limbah tailing pertambangan batubara maupun drainase batubara, dimana
konsentrasi Fe dan Mn masing-masing tidak melebihi 7 mg/L dan 4 mg/L. **ItuPresiden Republik Indonesia (2001)mengatur bahwa konsentrasi metaloid dan logam berat
untuk air ledeng mentah berada di bawah: 0,3 mg/L untuk Fe; 0,01 mg/L Cd; 0,02 mg/L Cu, 0,03 mg/L Pb; 0,05 mg/L Zn; 1,0 mg/L Mn; 0,05 mg/L Sebagai; 0,001 mg/L Hg;
dan 0,01 mg/L Se; tidak ada peraturan
untuk Sb.
* Nilai persentase dalam kurung adalah kadar logam berat yang terdeteksi pada semua sampel. nd: tidak terdeteksi atau di bawah tingkat minimum konsentrasi yang dapat
dideteksi oleh instrumen
yang sesuai.
KESIMPULAN
Studi ini menyimpulkan bahwa pengolahan air dari pertambangan batubara
dengan pengapuran setelah sedimentasi dan pengerukan sedimen secara teratur
akan menghasilkan dampak yang baik pada air yang dilepaskan ke sungai alami
di daerah tersebut. Perlakuan pertama dengan pengapuran harus mengendapkan
logam berat dan metaloid ke dalam sedimen, kemudian perlakuan kedua dengan
pengerukan sedimen secara teratur, bahkan jika kolam tidak penuh air atau
hanya penuh setinggi 25% dari kapasitas tambak, harus mengurangi pelepasan
logam berat dan metaloid dari sedimen ke dalam air. Akhirnya, kami sangat
merekomendasikan pengapuran yang dikombinasikan dengan sedimentasi dan
pengerukan sedimen secara teratur sebagai prosedur standar untuk mengolah air
yang dihasilkan dari kegiatan penambangan batubara.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai