Anda di halaman 1dari 25

PENGADAAN TANAH

OLEH:
ARIVAN HALIM, S.H., M.Kn.
1. UUD 1945: Pasal 4 ayat 1, 33 ayat (3)
2. UU No. 5 Th. 1960 Tentang UUPA
3. UU No. 51 Prp Th. 1960 Tentang Larangan Pemakaian
Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya
4. UU No. 20 Th. 1961 Tentang pencabutan hak atas tanah
dan Benda-benda yang ada diatasnya
5. UU No. 26 Th. 2007 Tentang penataan Ruang
6. UU No. 23 Th. 2014 Tentang Pemerintah Daerah
7. Perpres No. 36 Th. 2005 Jo. Perpres No. 65 Th. 2006
8. UU No. 2 Th. 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
 Pengadaan tanah, adalah kegiatan menyediakan tanah
dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil
kepada pihak yang berhak.
1. Meningkatnya pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan tanah sehingga
pengadaannya perlu dilakukan secara tepat dan
transparan dengan tetap memperhatikan prinsip
penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas
tanah.
2. Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan
yang diatur dalam Kepres No. 55 tahun 1993 sudah
tidak sesuai lagi sebagai landasan hukum dalam
melaksanakan pembangunan untuk kepentingan
umum
 Pengadaan tanah bagi kegiatan untuk kepentingan umum oleh
pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak
atas tanah.
 Pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum oleh pemerintah
dilaksanakan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang
di sepakati
1. Pencabutan hak hanya dapat dilakukan bilamana
kepentingan umum harus tegas menjadi dasar dalam
pencabutan hak ini. Termasuk dalam pengertian
kepentingan umum ini adalah kepentingan bangsa,
negara, kepentingan bersama dari rakyat, serta
kepentingan pembangunan.
2. Pencabutan hak hanya dapat dilakukan oleh pihak yang
berwenang
3. Pencabutan hak atas tanah harus disertai dengan ganti
kerugian yang layak. Pemilik tanah berhak atas
pembayaran sejumlah ganti kerugian yang layak
berdasarkan atas harga yang pantas.
 Pengadaan tanah dilakukan dengan cara:
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Atau cara lain yang disepakati dengan sukarela oleh
pihak-pihak yang bersangkutan
1. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (diatas tanah, diruang
atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air
minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi
2. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan
pengairan
3. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal
4. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana
5. Tempat pembuangan sampah
6. Cagar alam dan cagar budaya
7. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik
 Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di
wilayah kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan
panitia pengadaan tanah kabupaten/kota yang
dibentuk oleh bupati/walikota
 Panitia Pengadaan Tanah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dibentuk oleh Gubernur
 Pengadaan Tanah yang terletak didua wilayah
Kabupate/Kota atau lebih dilakukan dengan
bantuan panitia pengadaan tanah provinsi yang
dibentuk Gubernur
 Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah provinsi atau lebih,
dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah yang dibentuk oleh
Menteri Dalam Negeri yang terdiri atas unsur pemerintah dan unsur
Pemerintahan Daerah terkait
1. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah. Bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang
haknya akan dilepaskan atau diserahkan
2. Mengadakan penelitian mengenai sstatus hukum tanah haknya akan
dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya
3. Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan
dilepaskan atau diganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepas atau
diserahkan
4. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang
terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah
5. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan
instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah
dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi
6. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi
kepada para pemegang hak atas tanah,
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang
ada diatas tanah
7. Membuat berita acara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah
8. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan
semua berkas pengadaan tanah dan
menyerahkan kepada pihak yang berkompeten
 Pengadaan tanah bagi pelaksaan melalui musyawarah
dalam rangka memperoleh:
1. Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
dilokasi tersebut
2. Bentuk dan besarnya ganti rugi
1. Dilakukan secara langsung antara pemegang hak,
instansi yang memerlukan tanah dan panitia
2. Dalam hal jumlah pemegang hak tidak
memungkinkan terselenggaranya musyawarah
secara efektif, dilakukan melalui perwakilan atau
melalui kuasanya
3. Penunjukan kuasa dilakukan secara tertulis,
bermaterai diketahui kepala desa atau pejabat yang
berwenang
4. Musyawah dipimpin oleh Ketua Panitia Pengadaan
tanah
1. Dalam hal kegiatan tidak dialihkan atau dipindahkan
secara teknis tata ruang ketempat lain atau lokasi lain,
maka musyawarah dilakukan selama 120 hari kalender
sejak tanggal undangan pertama
2. Apabila tidak tercapai kesepakatan panitia menetapkan
besar ganti rugi uang kepada pengadilan negeri yang
wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang
bersangkutan
3. Apabila terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan
ganti rugi, maka panitia menitipkan ganti rugi uang
kepada PN
 Apabila tercapai kesepakatan antara pemegang hak
atas tanah, instansi pemerintah yang memerlukan
tanah, maka panitia menerbitkan Keputusan berupa
bentuk dan besarnya ganti rugi sesuai kesepakatan
 Penggantian kerugian terhadap bidang tanah yang
dikuasai dengan hak ulayat diberikan dalam bentuk
pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang
bermanfaat bagi masyarakat
1. Uang
2. Tanah pengganti
3. Pemukiman kembali
4. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti rugi
sebagaimana dimaksud huruf a,b, dan c
5. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang
bersangkutam
a. NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan
memperhatikan NJOP tahun berjalan
berdasarkan penilaian lembaga/Tim Penilai
Harga Tanah yang ditunjuk panitia
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat
daerah yang bertanggung jawab dibidang
banguna
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat
daerah yang bertanggung jawab di bidang
pertanian
1. Pemegang hak atas tanah
2. Nadzir bagi tanah wakaf
3. Apabila tanah dimiliki beberapa orang secara
bersama , sedangkan satu atau beberapa orang
tidak dapat diketemukan, maka ganti rugi yang
menjadi haknya dititipkan di PN yang wilayah
hukumnya meliputi tanah tersebut
 Pemegang hak yang tidak menerima keputusan panitia,
dapat mengajukan keberatan kepada
Bupati/Walikota/Gubernur/Mendagri sesuai
kewenangan disertai dengan alasan keberatan
 Pejabat tersebut mengupayakan penyelesaian dengan
mempertimbangkan pendapat keinginan pemegang hak
atas kuasanya
 Setelah mendengarkan dan mempelajari pendapat dan
keinginan serta pertimbangan panitia, pejabat dapat
mengeluarkan keputusan mengukuhkan atau mengubah
keputusan panitia
 Usul disampaikan pada Kepala BPN dengan tembusan
kepada Menteri dan instansi yang memerlukan tanah dan
menteri hukum dan hak asasi manusia
 Setelah menerima usul penyelesaian kepala BPN
berkonsultasi dengan Menteri dan HAM
 Permintaan pencabutan hak disampaikan kepada Presiden
oleh Kepala BPN yang ditanda tangani oleh menteri instansi
yang memerlukan tanah dan menteri hukum dan HAM
 Apabila keputusan Presiden tentang ganti rugi tidak
diterima oleh pemegang hak, maka dapat dimintakan
banding pada Pengadilan Tinggi
 Tanah yang digarap tanpa ijin yang berhak atau kuasanya
Penyelesaiannya dilakukan berdasarkan UU No 51 tahun
1960 tentang larangan Pemakaian tanah tanpa ijin yang
berhak atau kuasanya
 Pengadaan tanah skala kecil
Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari
1 hektar dapat dilakukan langsung oleh instansi
pemerintah yang memlukan tanah dengan pemegang
hak dengan cara:
a. Jual beli
b. Tukar menukar
c. Cara lain yang disepakati
 Dalam arti sempit Landreform
Merupakan serangkaian tindakan dalam rangka Agrarian
Reform Indonesia
 Landreform meliputi perombakan mengenai pemilikan dan
penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang
bersangkutan dengan penguasaan tanah
a. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan
rakyat tani yang berupa tanah
b. Untuk melaksanakan prinsip:tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi
tanah sebagai obyek spekulasi dan obyek (maksudnya:alat) pemerasan
c. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap
warga negara Indonesia, baik laik-laki maupun wanita, yang berfungsi
sosial.
d. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan
penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan
menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap
keluarga
e. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong
terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong-royong dalam
bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang
merata dan adil, dibarengi dengan sistem perkreditan yang khusus
ditujukan kepada golongan tani
1. Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah
2. Larangan pemilikan tanah secara apa yang disebut “absentee” atau
“guntai”
3. Redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari tanah-tanah yang
selebihnya dari batas maksimum tanah-tanah yang terkena larangan
“absentee”, tanah-tanah bekas swapraja dan tanah-tanah negara
4. Pengaturan soal pembagian dan penebusan tanah-tanah pertanian
yang digadaikan
5. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian
6. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil

Anda mungkin juga menyukai