Anda di halaman 1dari 24

SELAMAT BERGABUNG DI TUWEB Ke - 5

MAT KUL
Hukum agraria // Administrasi Pertanahan

MODUL – 6

ADMINISTRASI PENGADAAN TANAH


MODUL – 6

Administrasi Pengadaan Tanah

PE N DAH U LUAN

 Kebijakan pengadaan tanah oleh negara selalu berkaitan erat dengan program pembangunan yang
dijalankan oleh pemerintah. Di satu sisi kebutuhan tanah untuk keperluan berbagai macam pembangunan
semakin meningkat, sementara di sisi lain persediaan tanah negara sudah sangat terbatas. Dengan
demikian satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan tersebut ialah melalui
pembebasan tanah milik rakyat atau tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dengan hak-hak
adat, atau tanah dengan hak-hak lainnya.
 Ada beberapa ketentuan yang mengatur tentang pengadaan tanah baik yang sudah tidak berlaku maupun
yang masih diberlakukan yang merupakan penjabaran dari Pasal 18 Undang-undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang dikenal dengan UUPA. Peraturan tersebut
diantaranya Undang-undang No. 20 Tahun 1961, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975,
Keputusan Presiden RI No. 55 Tahun 1993, Peraturan Presiden RI No. 36 Tahun 2005, Peraturan
Presiden RI No. 65 Tahun 2006 dan dalam Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007.
 Secara umum setelah mempelajari modul ini, Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan pengertian dan
maksud pengadaan tanah serta tata cara pembebasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah.
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengertian dan Maksud Pengadaan Tanah
 Istilah pengadaan tanah sebenarnya merupakan perubahan dari istilah pencabutan hak atas
tanah dan pembebasan tanah sebagaimana digunakan dalam UU No. 20 Tahun 1961 tentang
Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya serta Peraturan
Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai
Tata Cara Pembebasan Tanah. Istilah pengadaan tanah ini digunakan dalam Keputusan
Presiden (Keppres) No. 55 Tahun 1993, Peraturan Presiden (Perpres) No. 36 tahun 2005
dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 65 Tahun 2006.
 Dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, istilah pembebasan tanah tidak lagi dipergunakan
tetapi yang dipakai adalah pengadaan tanah dan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
yang menunjuk pada perbuatan hukum yang melepaskan hubungan hukum antara
pemegang hak atas tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar
musyawarah. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 1 Keppres No. 55 Tahun 1993,
dikemukakan pengertian pengadaan tanah sebagai setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah
dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.
PENGERTIAN PENGADAAN TANAH

Keppres No. 55 Tahun 1993


Perpres No. 36 Tahun 2005.
Pasal 1 angka 1
Pasal 1 angka 3

Pengadaan tanah sebagai setiap Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk
kegiatan untuk mendapatkan tanah mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan
kerugian kepada yang berhak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang
berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan
tanah tersebut.
hak atas tanah.

Perpres No. 65 Tahun 2006, Pasal 1 angka 3


Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan,
tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
 Perpres No. 36 Tahun 2005. ini memberikan legitimasi bagi negara untuk mencabut hak
atas tanah seseorang, badan hukum, dan lain-lain, apabila tidak tercapai kesepakatan.
Apabila upaya penyelesaian pembebasan tanah tetap tidak diterima oleh pemegang hak
atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka
Bupati/Walikota atau Gubernur, atau Mendagri sesuai kewenangannya dapat mengajukan
penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah.
.
 Dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 ini, ganti rugi yang ditetapkan berdasarkan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP), seperti yang diatur dalam Perpres No. 36 Tahun 2005, apabila tidak
diterima oleh pemegang hak tanah dan apabila upaya penyelesaian tidak menemui
kesepakatan dan pembangunan termasuk dalam kriteria kepentingan umum, maka
penyelesaian dilakukan melalui jalan konsinyasi dengan ganti rugi ditetapkan oleh Panitia
Pengadaan Tanah berdasarkan harga NJOP, dan dititipkan kepada pengadilan.
 Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas
tanah. Prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah dimaksud adalah sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka 6 Perpres No. 65 Tahun 2006 yaitu bahwa pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara
pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti
rugi atas dasar musyawarah. Melalui musyawarah pemegang hak atas tanah diupayakan
memperoleh kesepakatan mengenai:
1. Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut.
2. Bentuk dan besarnya ganti rugi.
 Dalam Inpres No. 9 Tahun 1973 tentang Pedoman-pedoman Pencabutan Hak-hak atas Tanah
dan Benda-benda yang ada di atasnya, dinyatakan dalam Pasal 1 bahwa suatu kegiatan dalam
rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan
tersebut menyangkut kepentingan :
1. bangsa dan negara; dan/atau
2. masyarakat luas; dan/atau
3. rakyat banyak/bersama; dan/atau
4. pembangunan.
 Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Perpres No. 36 Tahun 2005, yang dimaksud dengan
pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah atau pemerintah
daerah meliputi:
a. jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah),
saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya;
c. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;
d. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;
e. peribadatan;
f. pendidikan atau sekolah;
g. pasar umum;
h. fasilitas pemakaman umum;
i. keselamatan umum;
j. pos dan telekomunikasi;
k. sarana olah raga;
l. stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya;
m. kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan atau lembaga-
lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
n. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya;
o. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan;
p. rumah susun sederhana;
q. tempat pembuangan sampah;
r. cagar alam dan cagar budaya;
s. pertamanan;
t. panti sosial;
u. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
 Sedangkan dalam Pasal 5 Perpres No. 65 Tahun 2006, pembangunan untuk kepentingan
umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang selanjutnya dimiliki
atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah hanya meliputi:
1. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di
ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
2. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;
3. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
4. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan
lain-lain bencana;
5. tempat pembuangan sampah;
6. cagar alam dan cagar budaya;
7. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
 Ganti rugi adalah penggantian terhadap hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-
benda lain yang berkaitan dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah tersebut, dalam Perpres No. 65 Tahun 2006, Pasal 12. Ganti rugi dalam hal pengadaan
tanah diberikan untuk :
1. Hak atas tanah.
2. Bangunan.
3. Tanaman.
4. Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

 Bentuk ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dalam
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dapat
berbentuk:
1. uang; dan/atau
2. tanah pengganti; dan/atau
3. pemukiman kembali; dan/atau
4. gabungan dan dua atau lebih bentuk ganti kerugian di atas;
5. bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
 Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar:
1. NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan
berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia.
2. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di
bidang bangunan.
3. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di
bidang pertanian.
KEGIATAN BELAJAR 2
Tata Cara Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum

 Masalah pencabutan hak atas tanah didasari oleh ketentuan Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1960
tentang UUPA yang menyatakan bahwa: “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat
dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang-undang.” Pasal ini di satu pihak memberikan landasan hukum kepada penguasa
untuk dapat memperoleh tanah yang diperlukan guna menyelenggarakan kepentingan
umum.
 Jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial tanah, di
mana dalam kepentingan perseorangan terkandung juga hak masyarakat dan
kepentingan masyarakat (umum) maka dalam keadaan memaksa haruslah ada
wewenang pemerintah untuk mengambil dan menguasai tanah tersebut secara
sepihak dan dengan kuasa suatu undang-undang, yaitu undang-undang tentang
pencabutan hak atas tanah.
 Dengan demikian, pencabutan hak atas tanah menurut UUPA adalah
pengambilan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh negara secara paksa, yang
mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan
melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban
hukum. Walaupun pencabutan hak atas tanah dilakukan secara paksa oleh negara
tetapi tetap harus disertai dengan ganti rugi yang layak bagi pemilik tanah.
Pencabutan hak ini bukan penyitaan tanah karena kepada yang bersangkutan masih
diberikan kompensasi yang layak sebagaimana diatur oleh undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya.
 Dapat pula dikatakan bahwa pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum
merupakan cara terakhir untuk memperoleh tanah-tanah untuk kepentingan umum
setelah berbagai cara lain melalui jalan musyawarah dengan yang empunya tanah
menemui jalan buntu dan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan
sedang keperluan untuk penggunaan tanah dimaksud sangat mendesak sekali.
 Saat ini, istilah yang digunakan untuk pencabutan hak atas tanah ataupun pembebasan
tanah adalah pengadaan tanah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor
36 Tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN
Nomor 3 Tahun 2007. Agar memperoleh pemahaman secara komprehensif tentang tata cara
pengadaan tanah, ada baiknya tata cara pengadaan tanah ini dibahas secara lengkap, mulai
dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 yang menggunakan istilah pencabutan hak alas
tanah sampai pada peraturan yang berlaku saat ini.
A. TATA CARA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH
 Sebagai penjabaran dari ketentuan Pasal 18 UUPA maka dibuatlah suatu undang-
undang yang mengatur tentang pelaksanaan pencabutan hak atas tanah yakni UU
No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda
yang ada di atasnya, yang mulai berlaku tanggal 26 September 1961. Dengan
berlakunya UU ini sekaligus mengakhiri berlakunya peraturan warisan kolonial
tentang pencabutan hak atas tanah yaitu Onteigenings ordonnantie (Stb. 1920-
574).
 Ordonansi tersebut telah beberapa kali diubah dan ditambah yang terakhir
dengan Stb. 1947-96, dengan maksud untuk menyesuaikan perubahan keadaan
dan keperluan. Tetapi biarpun demikian, peraturan tersebut sudah tidak sesuai
lagi dengan keperluan dewasa ini. Peraturan tersebut disusun atas dasar
pengertian hak eigendom, yaitu hak milik perseorangan yang tertinggi menurut
hukum Barat, yang sifatnya mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Oleh karena
itu, Onteigenings ordonnantie memuat ketentuan-ketentuan yang memberi
perlindungan yang berlebihan atas hak-hak perseorangan.
 Pencabutan hak atas tanah hanya boleh dilakukan jika memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut.
a. Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa, negara, serta kepentingan
bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan.
b. Sebagai cara yang terakhir untuk memperoleh tanah yang diperlukan, yaitu jika
musyawarah dengan yang empunya tidak dapat membawa hasil yang diharapkan.
 Syarat-syarat tersebut bila digabung dengan isi Pasal 18 UUPA maka ada 5 syarat untuk
pencabutan hak atas tanah, yaitu:
1. Dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan.
2. Memberi ganti rugi yang layak kepada pemegang hak.
3. Dilakukan menurut cara yang diatur oleh UU.
4. Pemindahan hak menurut cara biasa tidak mungkin lagi dilakukan (misalnya melalui
jual beli atau pembebasan hak).
5. Tidak mungkin memperoleh tanah di tempat lain untuk keperluan tersebut.
 Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1973 memberikan perincian tentang apa yang dimaksud
dengan kepentingan umum sebagai berikut :
 Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum,
apabila kegiatan tersebut menyangkut kepentingan:
a. bangsa dan Negara; dan/atau b
b. masyarakat luas; dan/atau
c. rakyat banyak/bersama; dan atau
d. Pembangunan
 Sesuai dengan ketentuan bahwa pencabutan hak hanya dilakukan untuk kepentingan umum
dan hanya dalam keadaan memaksa sebagai jalan terakhir, maka walaupun acara
pencabutan hak sudah dimulai, bahkan sudah ada surat keputusan pencabutan haknya
sekalipun, jika kemudian dapat dicapai persetujuan dengan pemilik tanah untuk
menyelesaikan persoalan dengan cara jual beli, tukar menukar atau pembebasan hak maka
cara-cara itulah yang akhirnya harus ditempuh, bukan dengan pencabutan hak.
B. TATA CARA PEMBEBASAN HAK ATAS TANAH
 Untuk memenuhi kebutuhan tanah dalam usaha-usaha pembangunan. Perangkat hukum
yang secara khusus mengatur masalah pembebasan tanah ini adalah Peraturan Menteri
Dalam Negeri (PMDN) No. 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai
Tata Cara Pembebasan Tanah.
 Pasal 1 PMDN No. 15 Tahun 1975 menyebutkan bahwa pembebasan tanah ialah
melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa
atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.
 Pengertian pembebasan tanah tidak sama dengan pencabutan hak yang diatur dalam
UU No. 20 Tahun 1961. Pembebasan tanah didasarkan pada prinsip adanya
musyawarah mufakat antara pemegang hak dengan pihak yang membebaskan tanah
yang kemudian dibuatkan pernyataan pelepasan hak yang sah. Tanpa pelepasan hak
oleh yang berhak maka pembebasan tanah itu tidak akan pernah terjadi.
 Sedangkan dalam pencabutan hak mengandung unsur perbuatan hukum sepihak oleh
penguasa dan tidak diperlukan unsur persetujuan/musyawarah dari pemilik tanah,
karena itu juga tidak diperlukan pernyataan pelepasan hak dari pemegang hak yang sah.
 Secara singkat tata cara pembebasan hak atas tanah ialah sebagai berikut :
1. Pemilik hak atas tanah melepaskan haknya kepada negara, dengan tujuan supaya pihak
yang membutuhkan diberikan hak atas tanah yang sesuai, ditinjau dari si penerima hak
dan penggunaannya; pemilik memperoleh ganti rugi atas pelepasan haknya itu.
2. Pihak yang membutuhkan tanah itu mengajukan permohonan kepada negara supaya
kepadanya diberikan hak tertentu atas tanah dimaksud.
3. Negara (dalam hal ini) instansi yang berwenang mengeluarkan Surat Keputusan
Pemberian Hak.
4. Pihak yang diberi hak memenuhi kewajibannya seperti yang ditentukan dalam Surat
Keputusan Pemberian Hak.

 Dalam PMDN Nomor 15 Tahun 1975, dibedakan acara pembebasan tanah dalam dua kategori
berikut : Dijelaskan dalam Hal. 6.35 s/d Hal. 6.37

1. Untuk kepentingan pemerintah (diatur dalam Bab II Pasal 2 sampai 10 PMDN Nomor 15 Tahun
1975)
2. Untuk kepentingan swasta (diatur dalam Bab lll Pasal 11 PMDN Nomor 15 Tahun 1975),
C. TATA CARA PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK
KEPENTINGAN UMUM
1. Tata Cara Pengadaan Tanah Berdasarkan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
2. Tata Cara Pengadaan Tanah Berdasarkan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006

Dijelaskan dalam Hal. 6.39 s/d Hal. 6.49


D. TATA CARA PENGADAAN TANAH BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BPN NO. 3 TAHUN
2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BPN TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN
PERATURAN PRESIDEN NO. 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SEBAGAIMANA TELAH
DIUBAH DENGAN PERATURAN PRESIDEN NO. 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
 Peraturan Kepala Badan Pertahanan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007
merupakan peraturan operasional dari Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan urnurn sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.
 Tata cara pengadaan tanah yang diatur dalam Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007
pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian berdasarkan luas tanahnya. Pertama untuk tanah
yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar, kedua untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 1
(satu) hektar (skala kecil). Tahapan untuk pengadaan tanah yang luasnya lebih dari 1 (satu)
hektar meliputi :
1. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah
2. Penyuluhan
3. Identifikasi dan Inventarisasi
4. Penunjukan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah
5. Musyawarah
6. Keputusan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota
7. Pembayaran Ganti Rugi
8. Penitipan Ganti Rugi
9. Pelepasan Hak.

Dijelaskan dalam Hal. 6.50 s/d Hal. 6.59

 Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang luasnya tidak
lebih dari satu hektare dilaksanakan secara langsung melalui jual beli, tukar-ruenukar, atau cara
lain yang disepakati para pihak tanpa bantuan panitia pengadaan tanah kabupaten/kota atau dengan
bantuan panitia pengadaan tanah kabupaten/kota.
DEMIKIAN KITA SUDAH MEMPELAJARI MODUL - 6
DENGAN POKOK BAHASAN :
Administrasi Pengadaan Tanah

SELANJUTNYA SILAKAN PARA MAHASISWA SALING BERDISKUSI.


SEBELUM PERKULIAHAN INI DIAKHIRI, SILAKAN DIAJUKAN
PERTANYAAN UNTUK KITA BAHAS BERSAMA.
------------------ sekian --------------------

Selamat Belajar

Be Success……Guitno Triwidyandara

Anda mungkin juga menyukai