K ATA - K ATA K U N C I
Nilai, norma,, moral, hukum, dan keadilan
A . H A K I K AT, F U N G S I , D A N
P E RW U J U D A N N I L A I , M O R A L D A N
2. Hakikat Nilai dan Moral
H U K U M
Pembahasan mengenai nilai termasuk dalam kawasan etika. Bertens (2001)
menyebutkan ada tiga jenis makna etika, yaitu
Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut.
a. Menyenangkan (peasent).
b. Berguna (useful).
c. Memuaskan (satisfying).
d. Menguntungkan (profitable).
e. Menarik (interesting).
f. Keyakinan (belief).
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu objektif, sedangkan pendapat kedua
mengatakan nilai itu subjektif. Menurut aliran idealisme, nilai itu objektif, ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang
diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan
bernilai bagi manusia. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga
aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya, air menjadi sangat
bernilai daripada emas bagi orang kehausan di tengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung
bernilai bagi seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif. Aliran ini disebut aliran subjektivisme.
Di luar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai ditentukan oleh subjek yang menilai dan
objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang
berusaha menggabungkan antara aliran subjektivisme dan objektivisme.
Menurut Bambang Daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut.
a. Suatu realitas yang abstrak(tidak dapat ditangkap melalui indra, tetapi ada).
b. Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan).
c. Berfungsi sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator).
Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan manusia. Misalnya, manusia mengakui
ada keindahan. Akan tetapi, keindahan sebagai nilai adalah abstrak (tidak dapat
diindra). Yang dapat diindra adalah objek yang memiliki nilai keindahan itu.
Misalnya, lukisan atau pemandangan.
Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen) oleh manusia. Nilai
merupakan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia. Contohnya, semua
manusia mengharapkan keadilan. Keadilan sebagai nilai adalah normatif.
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris,
manner mores atau manners, morals.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib
batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa
Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima
masyarakat umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.
Dari beberapa pendapat tersebut, istilah moral dapat dipersamakan dengan istilah etika, etik, akhlak, kesusilaan, dan
budi pekerti. Dalam bubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Tidak semua nilai
adalah nilai moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia (human) tentang hal baik-buruk.
Selain etika, kita mengenal pula estetika. Estetika merupakan nilai yang berkaitan dengan keindahan, penampilan fisik,
dan keserasian dalam hal penampilan. Sebuah lukisan memiliki nilai estetika, bukan nilai etik. Nilai estetika berkaitan
dengan penampilan, sedangkan nilai etik atau moral berkaitan dengan perilaku manusi
2. Norma sebagai perwujudan dari Nilai
Nilai penting bagi kehidupan manusia, karena nilai bersifat normatif dan menjadi motivator tindakan manusia. Namun
demikian, nilai belum dapat berfungsi secara praktis sebagai penuntun perilaku manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih
bersifat abstrak sehingga memerlukan konkretisasi atas nilai tersebut. Contohnya, manusia mendambakan keselamatan, tetapi
apa yang harus dilakukan manusia agar terwujudnya keselamatan? Pada akhirnya, yang dibutuhkan manusia adalah semacam
aturan atau tuntutan perilaku yang dapat mengarahkan manusia agar terwujudnya keselamatan. Jadi, nilai belum dapat
berfungsinya praktik bagi manusia. Setiap norma pasti terkandung nilai di dalamnya. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi
norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujudnya norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan norma maka nilai yang hendak
dijalankan tidak mungkin terwujud.
Contohnya, ada norma yang berbunyi "Dilarang membuang sampah sembarang" atau "Buanglah sampah pada tempatnya".
Norma di atas berusaha mewujudkan nilai kebersihan. Dengan mengikuti norma tersebut, diharapkan kebersihan sebagai nilai
dapat terwujudkan dalam kehidupan. Ada norma lain, misalnya yang berbunyi "Dilarang merokok". Norma tersebut
dimaksudkan agar terwujud nilai kesehatan. Akhirnya, yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita bukan
nilai, tetapi norma atau kaidah.
Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan
masyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan
ini menjadi lebih baik. Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang
harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, dan bertingkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib,
teratur, dan aman.
Contohnya, ada norma yang berbunyi "Dilarang membuang sampah sembarang" atau "Buanglah sampah pada tempatnya".
Norma di atas berusaha mewujudkan nilai kebersihan. Dengan mengikuti norma tersebut, diharapkan kebersihan sebagai nilai
dapat terwujudkan dalam kehidupan. Ada norma lain, misalnya yang berbunyi "Dilarang merokok". Norma tersebut
dimaksudkan agar terwujud nilai kesehatan. Akhirnya, yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita bukan
nilai, tetapi norma atau kaidah.
Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan
masyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan
ini menjadi lebih baik. Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang
harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, dan bertingkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib,
teratur, dan aman.
Adapun wujud, bentuk, atau jenis sanksi itu harus sesuai atau selaras dengan wujud,
bentuk, dan jenis normanya.
Norma-norma yang berlaku di masyarakat ada empat macam, yakni sebagai berikut.
• Norma agama, yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan
yang berasal dari Tuhan.
• Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati
nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
• Norma kesopanan, yaitu peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup
antar manusia.
• Norma hukum, yaitu peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau
negara yang sifatnya mengikat dan memaksa.
Norma moral/kesusilaan adalah norma yang hidup dalam masyarakat yang dianggap sebagai peraturan dan dijadikan pedoman
dalam bertingkah laku. Norma kesusilaan dipatuhi oleh seseorang agar terbentuk akhlak pribadi yang mulia. Pelanggaran atas
norma moral ada sanksinya yang bersumber dari dalam diri pribadi. Jika ia melanggar, ia merasa menyesal dan merasa
bersalah. Misalnya, anak yang tidak patuh kepada orang tuanya akan menyesal pada kemudian hari. Selain itu, akan menjadi
buah bibir di kalangan masyarakatnya, dan masyarakat sekitarnya akan mencela perbuatan yang melanggar norma kesusilaan
seperti itu.
Norma kesopanan adalah norma yang timbul dari kebiasaan pergaulan sehari-hari
untuk suatu daerah tertentu. Norma kesopanan disebut juga norma adat, karena
sesuai dengan adat yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu. Namun, ada pendapat
pula yang membedakan antara norma kesopanan dengan norma adat istiadat. Apa
yang dianggap sopan di suatu daerah belum tentu dianggap sopan untuk daerah
lainnya. Misalnya, kaum muda harus menghormati yang tua, yang muda harus
memberikan tempat duduknya, cara bertamu, dan cara bersalaman. Pelanggaran atas
norma kesopanan adalah sanksi dari masyarakat, misalnya dikucilkan.
Norma hukum adalah norma atau peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku.
Norma hukum perlu ada untuk mengatur kepentingan manusia dalam masyarakat
agar memperoleh kehidupan yang tertib. Jika norma ini dilanggar akan ada sanksi
yang bersifat memaksa. Norma hukum tertuang dalam peraturan perundang-
undangan.
3. Hukum sebagai Norma
Berdasarkan pada uraian sebelumnya, hukum pada dasarnya adalah bagian dari norma, yaitu norma
hukum. Jadi, jika kita berbicara mengenai hukum yang dimaksudkan adalah norma hukum. Hukum
sebagai norma berbeda dengan ketiga norma sebelumnya tagama, kesusilaan, dan kesopanan). Perbedaan
norma hukum dengan norma lainnya adalah sebagai berikut.
• Norma hukum datangnya dari luar diri kita sendiri, yaitu dari kekuasaan/lembaga yang resmi dan
berwenang.
• Norma hukum dilekati sanksi pidana atau pemaksa secara fisik Norma lain tidak dilekati sanksi
pidana secara fisik.
• Sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat negara.
Bagi orang-orang yang tidak patuh pada norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma agama dapat
menimbulkan ketidaktertiban dalam kehidupan bersama sehingga perlu memperoleh sanksi yang bersifat
memaksa.
Jadi, meskipun telah ada norma agama, kesusilaan, dan kesopanan,
namun dalam kehidupan bernegara tetap dibutuhkan norma hukum.
Norma hukum dibutuhkan karena dua hal, yaitu
Adalah menjadi tugas penyelenggara negara untuk menciptakan keadilan. Tujuan bernegara Indonesia adalah terpenuhinya
keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat diketahui baik dalam pembukaan UUD 1945 maupun Pancasila.
Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 maka negara yang hendak didirikan adalah negara Indonesia yang adil dan bertujuan
menciptakan keadilan sosial. Pesan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu hendaknya menjadi pedoman dan
semangat bagi para penyelenggara negara bahwa tugas utama pemerintah adalah menciptakan keadilan.
Berdasarkan pada Pancasila sila kedua Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab maka adil yang dimaksud adalah
perlakuan secara adil kepada warga negara tanpa pandang
bulu. Manusia pada hakikatnya sama harkat dan
martabatnya, termasuk pula manusia sebagai warga
negara. Karena itu, hendaknya penyelenggara negara
menjamin perlakuan yang adil terhadap warganya. Hal ini
tercermin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa
segala warga negara, bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Karena hukum mempunyai sifat, ciri, dan daya mengikat tersebut, maka hukum dapat memberi keadilan,
yaitu menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Hukum dapat menghukum siapa yang salah,
hukum dapat memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman.
Contohnya, siapa yang berutang harus membayar adalah perwujudan dari keadilan.
Hukum bertujuan menjamin kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada rasa keadilan di
masyarakat. Dalam literatur ilmu hukum, dikenal ada dua teori tentang tujuan hukum, yaitu teori eris dan utilities. Teori etis
mendasarkan pada etika, hukum bertujuan untuk semata-mata mencapai keadilan, memberikan kepada setiap orang apa yang
menjadi haknya. Hukum tidak identik dengan keadilan. Peraturan hukum tidaklah selalu untuk mewujudkan keadilan.
Contohnya, peraturan berlalu lintas. Mengendarai mobil di sebelah kiri tidak bisa dikatakan adil karena sesuai aturan.
Sedangkan berjalan di sebelah kanan dikatakan tidak adil karena bertentangan dengan aturan. Jadi, teori ini tidak sepenuhnya
benar.
Menurut teori utilities, hukum bertujuan untuk memberikan faedah bagi sebanyak-banyaknya orang dalam masyarakat. Pada
hakikatnya, tujuan hukum adalah memberikan kebahagiaan atau kenikmatan besar bagi jumlah yang terbesar. Teori ini juga tidak
selalu benar.
Selanjutnya, muncul teori campuran. Menurut teori ini, tujuan pokok hukum adalah
ketertiban, Kebutuhan akan ketertiban adalah syarat mutlak bagi masyarakat yang
teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan
yang isi dan ukurannya berbeda menurut masyarakat dan zamannya.
Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H. dalam buku Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi
Kalangan Hukum menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab para anggota
masyarakat mematuhi hukum adalah:
• Kepentingan-kepentingan para anggota masyarakat yang terlindungi oleh hukum
• Complience atau pemenuhan keinginan
• Identification atau identifikasi.
• Internalization atau internalisasi.
Sikap positif terhadap hukum menunjukkan kesadaran hukum yang tinggi dari warga
negara. Kesadaran hukum merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat
tentang apa itu hukum.
C . P R O B L E M AT I K A N I L A I ,
MORAL, DAN HUKUM DALAM
M A S Y R A K AT D A N N E G A R A
Moral adalah salah satu bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Moral berkaitan dengan
nilai baik-buruk perbuatan manusia. Pada dasarnya, manusia yang bermoral
tindakannya senantiasa didasari oleh nilai-nilai moral. Manusia tersebut melakukan
perbuatan atau tindakan moral. Tindakan yang bermoral adalah tindakan manusia
yang dilakukan secara sadar, mau, dan tahu serta tindakan itu berkenaan dengan
nilai-nilai moral. Tindakan bermoral adalah tindakan yang menjunjung tinggi nilai
pribadi manusia. harkat dan martabat manusia.
Nilai moral diwujudkan dalam norma moral. Norma moral, norma kesusilaan, atau
disebut juga norma etik adalah peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati
nurani dan merupakan perwujudan nilai-nilai moral yang mengikat manusia. Norma
moral menjadi acuan perilaku baik buruknya manusia. Perilaku yang baik adalah
perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral. Sebaliknya, perilaku buruk adalah
perilaku yang bertentangan dengan norma-norma moral.
Selain norma moral, ada pula hukum. Pada dasarnya, hukum adalah norma yang merupakan perwujudan dari
nilai, termasuk nilai moral Terdapat perbedaan antara norma moral dengan norma hukum, Pertama, norma
hukum berdasarkan yuridis dan konsensus, sedangkan norima moral berdasarkan hukum alam. Kedua, norma
hukum bersifat heteronomi, yaitu datang dari luar diri; sedangkan moral berasal dari dalam diri. Ketiga, dari
sisi pelaksanaan, hukum dilaksanakan secara paksaan dan lahiriah; sedangkan moral tidak dapat dipaksakan.
Keempat, dari sanksinya, sariksi hukum bersifat lahiriah; sedangkan moral bersifat batiniah. Kelima, dilihat
dari tujuannya, hukum mengatur tertib hidup masyarakat bernegara, sedangkan moral mengatur perilaku
manusia sebagai manusia. Keenam, hukum bergantung pada tempat dan waktu; sedangkan moral secara relatif
tidak bergantung tempat dan waktu.
Antara hukum dan moral berkaitan. Hukum harus merupakan perwujudan dari moralitas. Hukum sebagai norma
harus berdasarkan pada nilai moral. Apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas. Tanpa moralitas,
hukum tampak kosong dan hampa. Norma moral adalah norma yang paling dasar. Norma moral menentukan
bagaimana kita menilai seseorang. Suatu hukum yang bertentangan dengan norma moral kehilangan
kekuatannya, demikian kata Thomas Aquinas.
Perilaku atau perbuatan manusia, baik secara pribadi maupun hidup bernegara terikat pada norma moral dan norma hukum.
Secara ideal, seharusnya manusia taat pada norma moral dan norma hukum yang tumbuh dan tercipta dalam hidup sebagai upaya
mewujudkan kehidupan yang damai, tertib, aman, dan sejahtera. Namun, dalam kenyataan terjadi pelanggaran, baik terhadap
norma moral maupun norma hukum. Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran etik, sedangkan pelanggaran
terhadap norma hukum merupakan pelanggaran hukum.
• Pelanggaran Etik
Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau
profesi. Rangkaian norma moral yang terhimpun ini biasa disebut kode etik. Kode etik merupakan bentuk aturan (code) tertulis
yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada. Masyarakat profesi secara berkelompok
membentuk kode etik profesi. Contohnya, kode etik guru, kode etik insinyur, kode etik wartawan, dan sebagainya
Kode etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota
profesi. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain
melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun beasiswa keahlian. Tanpa etika
profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi
menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikit pun tidak dicakup dengan nilai-
nilai idealisme, dan ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang
pantas diberikan kepada para elit profesional tersebut.
2. Pelanggaran Hukum
Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum memberitahukan kepada kita mana perbuatan yang
bertentangan dengan hukum yang bila dilakukan akan mendapat ancaman berupa sanksi hukum.
Pelanggaran hukum berbeda dengan pelanggaran etik. Sanksi atus pelanggaran hukum adalah sanksi
pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan memaksa.
Perilaku atau perbuatan manusia, baik secara pribadi maupun hidup bernegara terikat pada norma moral dan norma hukum.
Secara ideal, seharusnya manusia taat pada norma moral dan norma hukum yang tumbuh dan tercipta dalam hidup sebagai upaya
mewujudkan kehidupan yang damai, tertib, aman, dan sejahtera. Namun, dalam kenyataan terjadi pelanggaran, baik terhadap
norma moral maupun norma hukum. Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran etik, sedangkan pelanggaran
terhadap norma hukum merupakan pelanggaran hukum.
• Pelanggaran Etik
Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau
profesi. Rangkaian norma moral yang terhimpun ini biasa disebut kode etik. Kode etik merupakan bentuk aturan (code) tertulis
yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada. Masyarakat profesi secara berkelompok
membentuk kode etik profesi. Contohnya, kode etik guru, kode etik insinyur, kode etik wartawan, dan sebagainya
Problema hukum yang lain adalah hukum dapat
digunakan sebagai alat kekuasaan. Dalam negara,
sesungguhnya hukumlah yang menjadi panglima. Semua
institusi dan lembaga negara tunduk pada hukum yang
berlaku. Namun, dapat terjadi hukum dibuat justru untuk
melayani kekuasaan dalam negara. Dengan alih-alih telah
berdasarkan hukum, tetapi peraturan yang dibuat justru
menyengsarakan rakyat, menciptakan ketidakadilan dan
menumbuhsuburkan KKN. Contohnya, Keppres- Keppres
yang dibuat pada masa lalu. Oleh karena itu, dalam
membuat hukum harus memenuhi kaidah hukum. Gustav
Radbruch (ahli filsafat Jerman) menyampaikan adanya
tiga kaidah (ide dasar) hukum yang harus dipenuhi dalam
membuat norma hukum. Ketiga kaidah itu adalah
gerechtigheit (unsur keadilan), zeckmaessigkeit (unsur
kemanfaatan). dan sicherheit (unsur kepastian). Hukum
yang berlaku di suatu negara haruslah mampu memenuhi
tiga kriteria itu.
SENDIRI TANPA KEKASIH
CUKUP SEKIAN DAN