Anda di halaman 1dari 36

RINGKASAN BAB ( IBD DAN ISD )

Ringkas dan buat dalam PPT dari ( Bab 4-6 )

BAB 4 MANUSIA DAN PERADABAN


A. Hakikat Peradaban
B. Manusia Sebagai Mahkluk Beradaban dan Masyarakat Abad
C. Evolusi Budaya dan Wujud Peradaban Dalam Kehidupan Sosial Budaya
D. Dinamika Peradaban Global Problematika Peradaban Global pada Kehidupan Manusia

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melaksanakan pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengemukkan hakikat peradaban.
2. Menjelaskan manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
3. Memberi contoh wujud peradaban dalam kehidupan sosial budaya.
4. Menemutujunkkan adanya evolusi budaya dan dinamika peradaban.
5. Mengidentifikasi problem yang ada pada peradaban global.

MATERI PEMBELAJARAN
1. Hakikat perabadan.
2. Manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
3. Evolusi budaya dan wujud peradaban dalam kehidupan sosial budaya.
4. Dinamika Peradaban global.
5. Problematika peradaban global pada kehidupan manusia.

KATA-KATA KUNCI
Peradaban, Kebudayaan, masyarakat madani, global.

A. HAKIKAT PERADABAN
Sebelumnya kita telah mengetahui makna kebudayaan. Kebudayaan pada hakikatnya
adalah hasil cipta, rasa, dan karsk manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemampuan cipta (akal) manusia menghasilkan ilmu pengetahuan. Kemampuan rasa manusia
melalui alat-alat indranya menghasilkan beragam barang seni dan bentuk-bentuk kesenian.
Sedangkan karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kebahagiaan
sehingga menghasilkan berbagai aktivitas hidup manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Hasil atau produk kebudayaan manusia inilah yang menghasilkan peradaban.

Dalam kaitannya dengan dua istilah tersebut, Koentjaraningrat (1990) berusaha memberi
penjelasannya sebagai berikut. Di samping istilah kebudayaan ada pula istilah peradaban. Hal
yang terakhir adalah sama dengan istilah dalam bahasa Inggris civilization yang biasanya
dipakai untuk menyebutkan bagian atau unsur dari kebudayaan yang harus maju dan indah,
misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat, sopan santun, pergaulan, kepandaian menulis,
organisasi kenegaraan, dan sebagainya. Istilah peradaban sering juga dipakai untuk
menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni
rupa, dan sistem kenegaraan serta masyarakat kota yang maju dan kompleks.

Bila istilah kebudayaan berasal dari kata culture, istilah peradaban dalam bahasa Inggris
disebut civilization. Istilah peradaban sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan
penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangan kebudayaan
mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan,
luhur, dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah
memiliki peradaban yang tinggi.
Peradaban berasal dari kata adab yang dapat diartikan sopan, berbudi pekerti, luhur,
mulia, berakhlak, yang semuanya menunjuk pada sifat yang tinggi dan mulia. Huntington
(2001) mendefinisikan peradaban (civilization) sebagai the highest social grouping of people
and the broadest level of cultural identity people have short of that which distinguish humans
from other species. Peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah
mendapat tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Taraf kebudayaan yang
telah mencapai tingkat tertentu tercermin pada pendukungnya yang dikatakan sebagai beradab
atau mencapai peradaban yang tinggi.

Dari batasan pengertian di atas, maka istilah peradaban sering dipakai untuk hasil
kebudayaan seperti kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi, adat, sopan santun, serta
pergaulan. Selain itu, kepandaian menulis, organisasi bernegara, serta masyarakat kota yang
maju dan kompleks. Peradaban menunjuk pada hasil kebudayaan yang bernilai tinggi dan
maju. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat atau bangsa di mana pun
selalu berkebudayaan, tetapi tidak semuanya telah memiliki peradaban. Peradaban merupakan
tahap tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan
tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju.

Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor kemajuan
teknologi, ilmu pengetahuan, dan tingkat pendidikan. Dengan demikian, suatu bangsa yang
memiliki kebudayaan tinggi (peradaban) dapat dinilai dari tingkat pendidikan, kemajuan
teknologi, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan, teknologi, dan ilmu pengetahuan
yang dimiliki masyarakat akan senantiasa berkembang. Oleh karena itu, peradaban
masyarakat juga akan berkembang sesuai dengan zamannya. Peradaban bangsa dalam suatu
kurun waktu tertentu dianggap tinggi di zamannya. Namun, penilaian atas peradaban itu tidak
bisa dibandingkan lagi dengan peradaban manusia pada masa sekarang.

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan memengaruhi peradaban sebuah bangsa.


Kemampuan teknologi menjadikan bangsa itu dianggap lebih maju dari bangsa-bangsa lain
pada zamannya. Kemajuan teknologi bisa dilihat dari infrastruktur bangunan, sarana yang
dibuat, lembaga yang dibentuk, dan lain-lain. Contoh bangsa-bangsa yang memiliki
peradaban tinggi pada masa lampau adalah yang tinggal di lembah Sungai Nil, lembah Sungai
Eufrat Tigris, lembah Sungai Indus, dan lembah Sungai Hoang Ho di Cina.

Kehidupan di lembah Sungai Nil masa itu kita sebut dengan nama Peradaban Lembah
Sungai Nil bukan Kebudayaan Lembah Sungai Nil sebab mereka telah memiliki organisasi
sosial, kebudayaan, dan cara berkehidupan yang sudah maju bila dibanding dengan bangsa
lain. Peradaban lembah Sungai Nil meliputi kehidupan masyarakat Mesir, sistem kekuasaan
raja-raja Mesir, sistem kepercayaan, serta peninggalan budaya Mesir. Salah satu peninggalan
budaya Mesir adalah rintisan ilmu astronomi dan sistem kalender yang diciptakan sebagai
hasil pengamatan yang cemerlang bahwa surya memiliki prinsip keteraturan sehingga ada
siang dan malam.

Peradaban itu menunjuk pada tahap kebudayaan yang telah ada kemajuan tertentu yang
dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Peradaban masa itu,
sekarang ini sudah sangat jauh berbeda dengan peradaban zaman modern yang ditandai
dengan kemajuan pesat dalam infrastruktur, transportasi, komunikasi, dan sarana-
sarana kemajuan lainnya. Dibandingkan dengan masa sekarang, kita tetap memberi penilaian
bahwa bangsa-bangsa itu memiliki peradaban yang tinggi di masanya. Jadi, selain mengacu
pada kemajuan ilmu, teknologi, dan seni; peradaban mengacu pada suatu kurun waktu dan
tempat tertentu.

Masyarakat pada saat ini tetap memberi penghargaan dan apresiasi yang tinggi untuk
peradaban masa itu. Bukti akan hal tersebut adalah pengakuan masyarakat dunia akan adanya
keajaiban dunia, yang pada hakikatnya berasal dari peradaban masa lalu. Keajaiban dunia
yang dikenal saat ini antara lain:
1. Piramida di Mesir merupakan makam raja-raja mesir kuno.

2. Taman gantung di Babylonia.

3. Tembok raksasa dengan panjang 6.500 km di RRC.

4. Menara Pisa di Italia.

5. Menara Eiffel di Paris.

6. Candi Borobudur di Indonesia.

7. Taj Mahal di India.

8. Patung Zeus yang tingginya 14 m dan seluruhnya terbuat dari emas.

9. Kuil Artemis merupakan kuil terbesar di Yunani.

10. Mausoleum Halicarnacus, kuburan yang dibangun oleh Ratu Arte- misia untuk
mengenang suaminya Raja Maulosus dari Carla.

11. Colossus, yaitu patung perunggu dewa matahari dari Rhodes.

12. Pharos, yaitu patung yang tingginya hingga 130 m dari Alexandria.

13. Gedung parlemen Inggris di London.

14. Kabah di Mekah Saudi Arabia.

15. Colosseum di Roma Italia.

Selain dari kemajuan teknologi yang dimiliki sebuah bangsa, peradaban ditentukan pula
oleh tingkat pendidikan. Salah satu ciri yang penting dalam definisi peradaban adalah
berbudaya, yang dalam bahasa Inggris disebut cultured. Orang yang cultured adalah juga yang
lettered, artinya melek huruf. Namun, pengertian lettered dalam hal ini tidak sekadar bisa
membaca dan menulis hal yang sederhana. Orang yang sekadar bisa membaca karangan yang
sederhana dan memahami kesenian yang tidak kompleks dianggap unlettered. Akibatnya,
pembaca sastra dan peminat seni picisan dianggap uncultured. Orang yang cultured adalah yang
mampu menghayati dan memahami hasil kebudayaan adiluhung, yang hanya bisa didapatkan
dengan pendidikan yang tarafnya tinggi. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang terdidik.
Akan tetapi, bangsa yang berbudaya belum tentu memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

B. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERADAB DAN MASYARAKAT ADAB


Peradaban tidak hanya menunjuk pada hasil-hasil kebudayaan manusia yang sifatnya fisik,
seperti barang, bangunan, dan benda-benda. Peradaban tidak hanya merujuk pada wujud benda
hasil budaya, tetapi juga wujud gagasan dan perilaku manusia. Kebudayaan merupakan
keseluruhan dari hasil budi daya manusia, baik cipta, karsa, dan rasa. Kebudayaan berwujud
gagasan/ide, perilaku/aktivitas, dan benda-benda. Sedangkan peradaban adalah bagian dari
kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan maju. Jadi, peradaban termasuk pula di dalamnya
gagasan dan perilaku manusia yang tinggi, halus, dan maju.
Peradaban sebagai produk yang bernilai tinggi, halus, indah, dan maju menunjukkan
bahwa manusia memanglah merupakan makhluk yang memiliki kecerdasan, keberadaban, dan
kemauan yang kuat. Manusia merupakan makhluk yang beradab sehingga
mampu menghasilkan peradaban. Di samping itu, manusia sebagai makhluk sosial juga mampu
menciptakan masyarakat yang beradab.

Adab artinya sopan. Manusia sebagai makhluk beradab artinya pribadi manusia itu
memiliki potensi untuk berlaku sopan, berakhlak, dan berbudi pekerti yang luhur. Sopan,
berakhlak, berbudi pekerti yang luhur menunjuk pada perilaku manusia. Orang yang beradab
adalah orang yang berkesopanan, berakhlak, dan berbudi pekerti luhur dalam perilaku,
termasuk pula dalam gagasan-gagasannya. Manusia yang beradab adalah manusia yang bisa
menyelaraskan antara cipta, rasa, dan karsa. Kaelan (2002) menyatakan manusia yang beradab
adalah manusia yang mampu melaksanakan hakikatnya sebagai manusia (monopluralis secara
opti- mal). Kebalikannya adalah manusia yang biadab atau dikenal dengan istilah barbar. Secara
sempit, orang yang biadab diartikan sebagai orang yang perilakunya tidak sopan, tidak
berakhlak, dan tidak memiliki budi pekerti yang mulia. Orang yang biadab juga tidak mampu
menyeimbangkan antara cipta, rasa, dan karsanya sebagai manusia. Misalnya, kemampuan
cipta manusia dalam membuat senjata digunakan untuk saling membunuh antarsesama.

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk yang beradab sebab dianugerahi harkat,
martabat, serta potensi kemanusiaan yang tinggi. Namun, dalam perkembangannya manusia
bisa jatuh dalam perilaku kebiadaban karena tidak mampu menyeimbangkan atau
mengendalikan cipta, rasa, dan karsa yang dimilikinya. Manusia tersebut telah melanggar
hakikat kemanusiaannya sendiri.

Manusia sebagai makhluk sosial membentuk persekutuan- persekutuan hidup, yaitu


masyarakat. Manusia beradab pastilah berkeinginan membentuk masyarakat yang beradab.
Terbentuklah masyarakat beradab atau berkeadaban.

Dewasa ini, masyarakat adab memiliki padanan istilah yang dikenal dengan masyarakat
madani atau masyarakat sipil (civil society). Konsep masyarakat adab berasal dari konsep civil
society, dari asal kata cociety elis. Istilah masyarakat adab dikenal dengan kata lain masyarakat
sipily masyarakat warga, atau masyarakat madani.

Pada mulanya, civil society berasal dari dunia Barat. Adalah Dato Anwar Ibrahim (mantan
Wakil Perdana Menteri Malaysia) yang pertama kali memperkenalkan istilah masyarakat
madani sebagai istilah lain dari civil society. Nurcholish Madjid mengindonesiakan civil society
(Inggris) dengan masyarakat madani. Kata civil memiliki dasar kata yang sama dengan civic
(kewargaan) dan city (kota) dari kata dasar berbahasa Latin civis. Kemudian, kata civil tumbuh
menjadi bermakna dari atau dalam persesuaian dengan teratur, beradab.

Oleh banyak kalangan, istilah civil society dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
dengan berbagai istilah, antara lain:
1. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat sipil. Civil artinya sipil,
sedangkan society artinya masyarakat.

2. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat beradab atau berkeadaban. Ini
merupakan terjemahan dari civilized (beradab) dan society (masyarakat) sebagai lawan
dari masyarakat yang tidak beradab (uncivilized society/savage society).

3. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat madani. Kata madani merujuk pada
kata Madinah, kota tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. Madinah berasal dari kata
madaniyah yang berarti peradaban. Masyarakat madani juga berarti masyarakat yang
berperadaban.

4. Berkaitan dengan nomor 3, civil society diartikan masyarakat kota. Hal ini karena
Madinah adalah sebuah negara kota (city-state) yangmengingatkan kita pada polis di
zaman Yunani kuno. Masyarakat kota sebagai model masyarakat yang beradab.
5. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat warga atau kewargaan. Masyarakat di
sini adalah pengelompokan masyarakat yang bersifat otonom dari negara.

Dari makna-makna tersebut dapat dinyatakan bahwa masyarakat teratur tidak mungkin
tanpa peradaban, dan peradaban hanya terwujud dalam masyarakat teratur. Dengan kata lain,
masyarakat madani secara etimologis dapat dinyatakan sebagai masyarakat yang teratur dan
beradab. Masyarakat madani adalah masyarakat yang berkeadaban. Nurcholis Majid menyebut
masyarakat madani sebagai masyarakat yang berkeadaban memiliki ciri-ciri, antara lain
egalitarianisme, menghargai prestasi, keterbukaan, penegakan hukum dan keadilan, toleransi
dan pluralisme, serta musyawarah. Muhammad A.S. Hikam (1999) dalam bukunya Demokrasi
dan Civil Society memberikan definisi civil society sebagai wilayah kehidupan sosial yang
terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self
generating), keswadayaan (self- supporting), kemandirian yang tinggi berhadapan dengan
negara, dan keterikatan dengan norma atau nilai hukum yang diikuti oleh warganya.

Visi Indonesia 2020 juga bisa dikatakan membentuk masyarakat madani Indonesia, yaitu
suatu masyarakat yang memiliki keadaban demokratis. Masyarakat adab yang dituju menurut
visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya bangsa yang berciri religius, manusiawi, bersatu,
demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, baik, dan bersih dalam penyelenggaraan negara.

Masyarakat adab pada dasarnya merupakan keinginan yang tulus dari manusia sebagai
makhluk yang beradab. Namun, sebagaimana halnya dengan individu, masyarakat dalam suatu
kurun waktu tertentu bisa saling bertengkar, saling bertikai, bahkan saling membunuh
antarkelompok masyarakat. Bukti bahwa perang yang sampai saat ini banyak terjadi di berbagai
belahan dunia, menunjukkan bahwa cita-cini masyarakat adab harus senantiasa diperjuangkan,
dipertahankan, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.

C. EVOLUSI BUDAYA DAN WUJUD PERADABAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL


BUDAYA

Kebudayaan itu telah mengalami proses perkembangan secara bertahap dan


berkesinambungan yang kita konsepkan sebagai evolusi kebudayaan. Evolusi kebudayaan ini
berlangsung sesuai dengan perkembangan budi daya atau akal pikiran manusia dalam
menghadapi tantangan hidup dari waktu ke waktu. Proses evolusi untuk tiap kelompok
masyarakat di berbagai tempat berbeda-beda, bergantung pada tantangan, lingkungan, dan
kemampuan intelektual manusianya untuk mengantisipasi tantangan tadi.

Adanya kebudayaan bermula dari kemampuan akal dan budi daya manusia dalam
menanggapi, merespons, dan mengatasi tantangan alam dan lingkungan dalam upaya
mencapai kebutuhan hidupnya. Dengan potensi akal dan budi inilah manusia menaklukkan
alam. Manusia menemukan dan menciptakan berbagai sarana hidup sebagai upaya mengatasi
tantangan alam. Manusia menciptakan kebudayaan.

Masa dalam kehidupan manusia dapat kita bagi dua, yaitu masa prasejarah (masa sebelum
manusia mengenal tulisan sampai manusia mengenal tulisan) dan masa sejarah (masa
manusia telah mengenal tulisan). Data-data tentang masa prasejarah diambil dari sisa-sisa dan
bukti-bukti yang digali dan diinterpretasi. Masa sejarah bermula ketika adanya catatan tertulis
untuk dijadikan bahan rujukan. Penciptaan tulisan ini merupakan satu penemuan revolusioner
yang genius. Bermula dari penciptaan properti dan lukisan objek, seperti kambing, lembu,
wadah, ukuran barang, dan sebagainya; diikuti dengan indikasi angka; kemudian diikuti simbol
yang mengindikasikan transaksi, nama, dan alamat yang bersangkutan; selanjutnya simbol
untuk fenomena harian, hubungan antara mereka, dan akhirnya intisari, seperti warna, bentuk,
dan konsep.
Ada dua produk revolusioner hasil dari akal manusia dalam zaman prasejarah, yaitu
1. Penemuan roda untuk transportasi
Pada mulanya, roda digunakan hanya untuk mengangkat barang berat di atas batang
pohon. Kemudian, roda disambung dengan kereta, lalu berkembang menjadi mobil
seperti saat ini.

2. Bahasa
Bahasa adalah suara yang diterima sebagai cara untuk menyampaikan pikiran
seseorang kepada orang lain. Bahasa bisa diartikan pula sebagai suatu persetujuan
bersama untuk menginterpretasi bunyi tertentu. Dengan bahasa, kehidupan sosial dan
peradaban pun terlahir. Ketika tanda-tanda diterima sebagai representasi dari bunyi-
bunyi arbitrer yang mewakili ide-ide, masa prasejarah pun beralih ke masa sejarah
tertulis.

Mengenai masa prasejarah ini, ada dua pendekatan untuk membagi zaman prasejarah,
yaitu
1. Pendekatan berdasarkan hasil teknologi, terdiri dari zaman batu tua (Palaeolitikum),
zaman batu tengah/madya (Mesolitikum), dan zaman batu baru (Neolitikum).

2. Pendekatan berdasarkan model sosial ekonomi atau mata pencaharian hidup yang
terdiri atas:

a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan, meliputi masa berburu sederhana


(tradisi Paleolit) dan masa berburu tingkat lanjut (tradisi Epipaleolitik).
b. Masa bercocok tanam, meliputi tradisi Neolitik dan Megalitik.
c. Masa kemahiran teknik atau perundagian, meliputi tradisi semituang perunggu
dan tradisi semituang besi.

Pendapat lain membagi periode praperadaban manusia ke dalam empat bagian, yaitu
prapalaeolitik, palaeolitik, neolitik, dan era perunggu. Penggunaan bahan-bahan metal pada era
perunggu inilah yang kemudian dianggap sebagai masa lahirnya peradaban manusia.
Kehidupan manusia berubah ke aspek yang lebih baik dan memasuki fase baru. Manusia tidak
lagi sekadar homo yang hanya menginginkan makanan. Dari kehidupan yang hanya bertumpu
pada pemuasan kebutuhan perut, manusia berpindah kepada kehidupan yang keperluannya
muncul dalam bentuk impian dan visi serta kesadaran objektif terhadap dunia di sekitarnya.
Semakin manusia itu menang dalam upayanya menaklukkan alam, semakin tinggilah keinginan
dan keperluannya. Berawal dari barbarisme, manusia akhirnya menemukan jalan ke arah
peradaban. Manusia berkembang dari homo menjadi human karena kebudayaan dan peradaban
yang diciptakannya.

Sedangkan untuk sejarah kebudayaan di Indonesia, R. Soekmono (1973), membagi


menjadi empat masa, yaitu
1. Zaman prasejarah, yaitu sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai
kira-kira abad ke-5 Masehi.
2. Zaman purba, yaitu sejak datangnya pengaruh India pada abad pertama Masehi
sampai dengan runtuhnya Majapahit sekitar tahun 1500 Masehi.
3. Zaman madya, yaitu sejak datangnya pengaruh Islam menjelang akhir kerajaan
Majapahit sampai dengan akhir abad ke-19.
4. Zaman baru/modern, yaitu sejak masuknya anasir Barat (Eropa) dan teknik modern
kira-kira tahun 1900 sampai sekarang.

Peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mendapat tingkat
tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Taraf kebudayaan yang telah mencapai tingkat
tertentu tercermin pada pendukungnya yang dikatakan sebagai beradab atau mencapai
peradaban yang tinggi. Jadi, evolusi kebudayaan bisa mencapai sampai pada taraf tinggi, yaitu
peradaban.

Peradaban merupakan tahapan dari evolusi budaya yang telah berjalan bertahap dan
berkesinambungan, memperlihatkan karakter yang khas pada tahap tersebut, yang dicirikan
oleh kualitas tertentu dari unsur budaya yang menonjol, meliputi tingkat ilmu pengetahuan,
seni, teknologi, dan spiritualitas yang tinggi. Sebagai contoh, peradaban Mesir Kuno tercermin
dari hasil budaya yang tinggi dalam sosok bangunannya (piramid, obeliks, spinx) yang terkait
dengan ilmu bangunan, tulisan, serta gambar yang memperlihatkan tahap budaya. Contoh
lainnya, tentang peradaban Cina Kuno, yang juga menampakkan tingkat ilmu pengetahuan dan
teknologi tinggi dalam hal tulisan yang menjadi ciri budaya setempat. Peradaban kuno di
Indonesia menghasilkan berbagai bangunan seni yang bernilai tinggi, seperti Candi Borobudur,
Prambanan, dan lain-lain.

Lahirnya peradaban Barat di Eropa dimulai dengan adanya revolusi pemikiran.


Masyarakat Barat ingin keluar dari Abad Gelap (dark ages) melalui Renaissance. Melalui
revolusi pemikiran inilah lahir sains dan teknologi. Revolusi industri muncul di Inggris abad
ke-18. Sains dan industri telah menghilangkan pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya harus di
lakukan manusia dengan kerja keras dan menggantikannya dengan atas alat mesin. Ini membuat
manusia bebas untuk menikmati kehidupan secara alati mesudah. Penemuan kompas magnetik
menyebabkan kapal laut dapat melintasi Lautan Atlantik dan akhirnya menemukan Amerika.
Negara negara Eropa yang baru merdeka seperti Inggris, Perancis, Jerman, dan Austria saling
berlomba untuk memperluas ekspansinya.

Kapal laut yang dulunya selama berbular-bulan, bahkan bertahun- tahun untuk melintasi
laut dengan menggunakan tenaga angin untuk berlayar, kini ditukar dengan tenaga uap dan
listrik yang hanya memerlukan beberapa hari untuk tiba di tempal tujuan. Transportasi darat
yang dulunya bergantung pada hewan, kini bergerak menggunakan truk, kereta api, dan
pesawat dengan kecepatan yang luar biasa. Pandangan manusia kini tidak terbatas hanya di
dunia saja. Kebodohan manusia mengenai planet yang menakjubkan ini kini telah berubah
menjadi pengetahuan baru yang begitu mempesona mengenai fakta alami dari angkasa raya
yang tidak ada batasnya. Komponen atom yang sedemikian kecil, kini bisa dilihat secara nyata
setelah dibesarkan jutaan kali dengan menggunakan mikroskop listrik.

Peradaban tidak hanya berwujud dalam bangunan sebagai hasil teknologi fisik, tetapi juga
dalam bidang sosial budaya. Penemuan dan revolusi di bidang teknologi memengaruhi
kehidupan sosial budaya masyarakatnya, dan juga sebaliknya. Selanjutnya, bidang sosial
budaya mengubah banyak aspek dalam sejarah peradaban manusia itu sendiri. Bidang sosial
budaya mencakup sistem kekuasaan, sistem kepercayaan, tulisan perhubungan, dan organisasi
sosial yang dibentuk kala itu.

Peradaban kuno di lembah Sungai Nil tidak hanya menghasilkan kemajuan di bidang
teknologi, tetapi juga dalarn bidang sosial, misalnya dalam hal mata pencaharian hidup.
Kehidupan masyarakat Mesir saat itu amat tergantung pada Sungai Nil. Sungai Nil adalah
sungai terpanjang di dunia yang mencapai 6.400 kilometer. Masyarakat yang tinggal di lembah
sungai berusaha menaklukkan tantangan alam yang berfaedah bagi kehidupannya sehingga
lahirlah Peradaban Lembah Sungai Nil.

Lembah Sungai Nil yang subur mendorong masyarakat untuk bertani. Air Sungai Nil
dimanfaatkan untuk irigasi dengan membangun saluran air, terusan-terusan, dan waduk. Air
sungai dialirkan ke ladang-ladang milik penduduk dengan distribusi yang merata. Untuk
keperluan irigasi, dibuatlah organisasi pengairan yang biasanya diketuai oleh para tuan tanah
atau golongan feodal. Hasil pertanian Mesir adalah gandum, sekoi atau jamawut, dan selai,
yaitu padi-padian yang biji atau buahnya keras seperti jagung. Untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang serta untuk menjual hasil produksi rakyat Mesir, maka dijalinlah hubungan
dagang dengan Tunisia, Mesopotamia, dan Yunani di kawasan Laut Tengah. Peranan Sungai Nil
adalah sebagai sarana transportasi perdagangan. Banyak perahu-perahu dagang yang melintasi
sungai Nil.

Peradaban lembah Sungai Nil dikatakan maju untuk ukuran zaman waktu itu, tidak hanya
dari hasil seni dan bangunan, tetapi juga kehidupan sosial, sistem kekuasaan, kepercayaan, dan
hasil kemajuan lain, seperti sistem kalender dan budaya tulis. Masyarakat Mesir mula-mula
membuat kalender bulan berdasarkan siklus (peredaran) bulan selama 29½ hari. Karena
dianggap kurang tetap, kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan
bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12
bulan, satu bulan sebanyak 30 hari, dan lamanya setahun adalah 365 hari, yaitu 12 x 30 hari lalu
ditambahkan 5 hari. Mereka juga mengenal tahun kabisat. Penghitungan yang kita gunakan
sekarang yang Syamsiah (sistem Solar). Penghitungan kalender Mesir dengan sistem Solar
kemudian diadopsi oleh bangsa Romawi menjadi kalender Roman dengan sistem Gregorian.
Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih penghitungan sistem Lunar (peredaran bulan)
menjadi tarik Hijriah.

Sedangkan dalam hal budaya tulis, masyarakat Mesir mengenal bentuk tulisan yang
disebut hieroglif berbentuk gambar. Tulisan hieroglif ditemukan di dinding piramida, tugu
obelisk maupun daun papirus. Huruf hieroglif terdiri dari gambar dan lambang berbentuk
manusia, hewan, dan benda-benda. Setiap lambang memiliki makna. Tulisan hieroglif
berkembang menjadi lebih sederhana yang kemudian dikenal dengan tulisan hieratik dan
demotik. Tulisan hieratik atau tulisan suci digunakan oleh para pendeta. Demotik adalah tulisan
rakyat yang digunakan untuk urusan keduniawian, misalnya jual beli. Huruf-huruf Mesir itu
semula menimbulkan teka-teki karena tidak diketahui maknanya. Secara kebetulan, pada waktu
Napoleon menyerbu Mesir pada tahun 1799, salah satu anggota pasukannya menemukan
sebuah batu besar berwarna hitam di daerah Rosetta.

Batu itu kemudian dikenal dengan batu Rosetta yang memuat inskripsi dalam tiga bahasa.
Pada tahun 1822, J.F. Champollion telah menemukan arti dari işi tulisan batu Rosetta dengan
membandingkan tiga bentuk tulisan yang digunakan, yaitu hieroglif, demotik, dan Yunani.
Dengan terbacanya isi batu Rosetta maka terbukalah tabir mengenai pengetahuan Mesir kuno
(Egyptologi) yang Anda kenal sampai sekarang. Selain di batu, tulisan hieroglif juga ditemukan
di kertas yang terbuat dari batang papirus. Dokumen papirus sudah digunakan sejak dinasti
yang pertama. Cara membuat kertas dari gelagah papirus adalah dengan memotongnya.
Kemudian kulitnya dikupas dan intinya diiris/disayat tipis- tipis. Untuk menulis, orang Mesir
menggunakan tinta yang terbuat dari campuran air dengan semacam getah sayur dan cat.

Bagaimana dengan jejak peradaban di Indonesia? Dalam uraian sebelumnya dikatakan


bahwa penggunaan bahan-bahan metal pada era perunggu inilah yang kemudian dianggap
sebagai masa lahirnya peradaban manusia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peradaban
bangsa Indonesia dimulai sejak masa kemahiran teknik atau zaman perundagian. Zaman
perundagian terdiri dari dua masa, yaitu tradisi seni tuang perunggu dan tradisi seni tuang besi.
Meskipun saat itu masih zaman prasejarah (masa sebelum mengenal tulisan), namun telah
mengenal teknologi terbatas dan sederhana, yaitu pada upaya pemenuhan peralatan yang
dibutuhkan masyarakat Indonesia dalam kehidupannya yang sudah mulai menetap.

Di Indonesia, penggunaan logam sudah mulai dikenal beberapa abad sebelum Masehi.
Mereka menggunakan peralatan dari logam, seperti peralatan berburu, bercocok tanam,
peralatan rumah tangga, dan lain- lain, tetapi tidak semua masyarakat dapat membuat peralatan
itu. Membuat peralatan dari logam membutuhkan keahlian. Orang yang ahli membuat peralatan
logam disebut undagi, tempat pembuatannya disebut perundagian. Beberapa contoh alat dari
perunggu adalah kapak corong, nekara, bejana perunggu, dan arca perunggu. Alat-alat ini
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Peradaban bangsa Indonesia semakin maju dan berkembang setelah datangnya pengaruh
Hindu dan Budha ke Indonesia. Pengaruh tulisan dari budaya Hindu dan Budha membawa
dampak besar bagi peradaban Indonesia, yaitu memasuki masa sejarah (masa mengenal bahasa
tulis). Salah satu hasil budaya tulis di Indonesia adalah prasasti. Huruf yang dipakai dalam
prasasti yang ditemukan sejak tahun 400 M adalah huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
Kemampuan baca tulis masyarakat In- donesia lama-kelamaan berpengaruh dalam bidang
kesusastraan, yaitu munculnya banyak kitab-kitab yang ditulis para pujangga masa lalu.
Dengan banyaknya prasasti dan kitab-kitab kuno ini dapat ditelusuri peradaban bangsa
Indonesia terutama dalam raasa kerajaan. Peradaban bangsa semakin berkembang dengan
masuknya pengaruh Islam dan masuknya peradaban bangsa Barat Eropa, termasuk pengaruh
agama Kristen-Katolik. Dewasa ini, pengaruh peradaban global semakin kuat akibat kemajuan
bidang komunikasi dan informasi.

D. DINAMIKA PERADABAN GLOBAL

Menurut Arnold Y. Toynbee, seorang sejarawan asal Inggris, lahirnya peradaban itu
diuraikan dengan teori challenge and respons. Peradaban itu lahir sebagai respons (tanggapan)
manusia yang dengan segenap daya upaya dan akalnya menghadapi, menaklukkan, dan
mengolah alam sebagai tantangan (challenge) guna mencukupi kebutuhan dan melestarikan
kelangsungan hidupnya.

Alam menawarkan sejumlah tantangan dan kemungkinan- kemungkinan. Ada alam yang
tandus atau subur, di pegunungan atau pantai, daerah yang rawan gempa atau yang tanahnya
stabil, dan seterusnya. Jika tantangan alam itu berat maka manusia pun akan gigih dan berusaha
keras dalam merespons alam tersebut, begitu pun sebaliknya. Contoh bangsa Jepang yang
terkenal ulet, gigih, dan bekerja keras karena alamnya yang cukup berat untuk ditaklukkan.
Keadaan alam Jepang bergunung-gunung, sering terjadi gempa, dan lahan pertaniannya
tidak terlalu luas.

Setiap kali timbul kebutuhan akan sesuatu, manusia akan berusaha menemukan jalan untuk
memperolehnya. Scluruh perangkat ide, metode, teknik, dan benda material yang digunakan
dalam suatu jangka waktu tertentu dalam suatu tempat tertentu maupun kegiatan untuk
merombak perangkat tersebut demi memenuhi kebutuhan hidup manusia disebut teknologi.
Teknologi lahir dan dikembangkan oleh manusia, dan ilmu untuk menguasai dan memanfaatkan
lingkungan sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.

Penerapan teknologi itu bertujuan untuk memudahkan kerja manusia, agar meningkatkan
efisiensi dan produktivitas. Alvin Toffler menganalisis gejala-gejala perubahan dan
pembaharuan peradaban masyarakat akibat majunya ilmu dan teknologi. Dalam bukunya The
Third Wave (1981), ia menyatakan bahwa gelombang perubahan peradaban umat manusia
sampai saat ini telah mengalami tiga gelombang, yaitu

a. Gelombang I, peradaban teknologi pertanian berlangsung mulai 800 SM-1500 М.

b. Gelombang II, peradaban teknologi industri berlangsung mulai 1500 M-1970 Μ.

c. Gelombang III, peradaban informasi berlangsung mulai 1970 M- sekarang.

Setiap gelombang peradaban tersebut dikuasai oleh tingkat teknologi yang digunakan.
Gelombang pertama (the first wave) dikenal dengan revolusi hijau. Dalam gelombang pertama
ini manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Pertanian terbatas pada
pengelolaan lahan-lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan manusia. Pada awalnya,
manusia berpindah-pindah dalam memanfaatkan lahan untuk mendapatkan hasil pertanian
melalui teknologi pengumpulan hasil hutan. Selanjutnya, mereka berpindah ke penerapan
teknologi pertanian, di mana manusia cenderung bertempat tinggal di suatu tempat yang
kemudian menumbuhkan desa.

Gelombang kedua adalah adanya revolusi industri terutama di negara-negara Barat yang
dimulai dengan revolusi industri di Inggris. Masa gelombang kedua adalah masa revolusi
industri, yaitu kira-kira tahun 1700-1970. Masa ini dimulai dengan penemuan mesin uap pada
tahun 1712. Pada masa itu ditemukan mesin elektro mekanis raksasa, mesin-mesin bergerak
cepat, dan ban jalan. Mesin-mesin tersebut tidak hanya menggantikan otot-otot manusia, tetapi
peradaban industri juga memberi mesin-mesin tersebut alat-alat panca indra sehingga mesin-
mesin dapat mendengar dan melihat lebih tajam daripada indra manusia, dan dapat
menghasilkan/melahirkan bermacam-macam mesin baru, yang akhirnya dikoordinir dengan
rapi menjadi pabrik. Penggunaan mesin industri, mesin uap, dan mesin pemintal dalam industri
garmen dan industri tambang telah memajukan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Eropa.

Gelombang ketiga merupakan revolusi informasi yang ditandai dengan kemajuan


teknologi informasi yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dalam berbagai bidang.
Gelombang ketiga terjadi dengan kemajuan teknologi dalam bidang:
a. Komunikasi dan data prosesing.

b. Penerbangan dan angkasa luar.

c. Energi alternatif dan energi yang dapat diperbarui.

d. Terjadinya urbanisasi, yang disebabkan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan


transportasi.

Gelombang ketiga ini melahirkan suatu masyarakat dunia yang dikenal dengan sebutan the
global village (kampung global). Kita sekarang berada pada gelombang ketiga atau masa
revolusi informasi. Diperkirakan era informasi ini akan mencapai puncaknya pada 10-20
tahun mendatang.

John Naisbitt dalam bukunya Megatrends (1982), menyatakan bahwa globalisasi


memunculkan perubahan-perubahan yang akan dialami oleh negara-negara dunia. Perubahan
itu terjadi karena interaksi yang dekat dan intensif antarnegara, terutama negara berkembang
akan terpengaruh oleh kemajuan di negara-negara maju. Perubahan-perubahan tersebut ialah:
a. Perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi.
b. Perubahan dari teknologi yang mengandalkan kekuatan tenaga ke teknologi canggih.
c. Perubahan dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia.
d. Perubahan dari jangka pendek ke jangka panjang.
e. Perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi.
f. Perubahan dari bantuan lembaga ke bantuan diri sendiri.
g. Perubahan dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatori.
h. Perubahan dari sistem hierarki ke jaringan kerja.
i. Perubahan dari utara ke selatan.
j. Perubahan dari satu di antara dua pilihan menjadi macam-macam pilihan.

Naisbitt dan Patricia Aburdance (1990) kembali mengemukakan lagi adanya sepuluh
macam perubahan di era global, yaitu
a. Abad biologi.
b. Bangunnya sosialisme pasar bebas.
c. Cara hidup global dan nasionalisme budaya.
d. Dasawarsa kepemimpinan wanita.
e. Kebangkitan agama dan millenium baru.
f. Kebangkitan dalam kesenian.
g. Kemenangan individu.
h. Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun 1990-an.
i. Berkembangnya wilayah pasifik.
j. Privatisasi/swastanisasi atas negara kesejahteraan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diketahui bahwa peradaban manusia


mengalami dinamika (perubahan dan perkembangan). Perubahan itu menuju pada kemajuan,
apalagi di era global dewasa ini. Perubahan yang terjadi demikian pesatnya.

Merujuk pada pendapat Alvin Tofler di atas, sekarang ini umat manusia berada pada era
peradaban informasi. Kemajuan yang pesat di bidang teknologi informasi menghasilkan
globalisasi, di samping kemajuan dalam sarana transportasi. Di era global, perilaku hidup
manusia bisa berubah dan bergerak dengan cepat. Dalam era global, hubungan antarmanusia
tidak terbatas dalam satu wilayah negara saja, tetapi sudah antarnegara (transnasional). Dengan
demikian, orang bisa berkomunikasi dengan orang lain di negara lain, serta berpindah-pindah
dengan cepat dari satu negara ke negara lain.

E. PROBLEMATIKA PERADABAN GLOBAL PADA KEHIDUPAN MANUSIA

Peradaban global yang tengah terjadi dewasa ini tidak bisa dipisahkan dari globalisasi itu
sendiri. Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi
belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition),
sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu
proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan
negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, dan
budaya masyarakat.

Globalisasi digerakkan oleh kemajuan yang pesat dalam teknologi transportasi dan
informasi komunikasi. Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya
fenomena globalisasi di dunia.

1. Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan


antarmanusia di seluruh dunia.
2. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet
menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui
pergerakan massa semacam turisme, memungkinkan kita merasakan banyak hal dari
budaya yang berbeda.
3. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan
pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade
Organization (WTO).
4. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi,
film, musik, serta transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini, kita dapat
mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang
melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan
makanan.
5. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional, inflasi regional, dan lain-lain. (Sumber: Wikipedia Indonesia)

Globalisasi dimunculkan oleh negara-negara maju, karena mereka merasa telah lebih maju
dalam menguasai teknologi, telah merasa memperoleh kemajuan yang sangat pesat, terutama di
bidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Dewasa ini, negara-negara maju lebih
didominasi oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat karena Memang kemajuan
teknologi negara-negara tersebut lebih cepat dibanding dengan negara lain. Sehingga tidak
salah jika Toynbee, sejarawan konding denengahan abad ke-20 pernah menyatakan: "Para ahli
sejarah di perta mendatang akan berkata bahwa kejadian yang besar di abad ke-20 adalah
pengaruh kuat peradaban Barat terhadap semua masyarakat di dunia. Mereka juga akan berkata
bahwa pengaruh tersebut sangat kuat dan bisa menjungkirbalikkan korbannya....

Berdasarkan pendapat ini, harus diakui bahwa kebudayaan dan peradaban Barat memberi
pengaruh besar bagi masyarakat dunia dewasa ini. Namun demikian, dunia tidak hanya
didominasi satu peradaban besar saja. Huntington (2001) mengindentifikasi adanya sembilan
peradaban besar saat ini. Peradaban dunia itu meliputi:

1. Peradaban Barat atau disebut Peradaban Lama yang berpusat di Eropa Barat, Amerika
Utara, dan Australia.
2. Peradaban Amerika Latin yang dipengaruhi agama Katolik, menyebar di negara-
negara Amerika Selatan.
3. Peradaban Muslim atau Islam yang berpusat di Timur Tengah dan Afrika Utara.
4. Peradaban Hindu di India.
5. Peradaban Budha di Mongolia.
6. Peradaban Jepang.
7. Peradaban Afrika.
8. Peradaban Cina.
9. Peradaban Ortodoks yang berada di wilayah bekas Yugoslavia.

1. Pengaruh Globalisasi
Globalisasi sebagai fenomena abad sekarang memberi implikasi yang luas bagi semua bangsa
dan masyarakat internasional. Dengan didukung teknologi komunikasi dan transportasi yang
canggih, dampak globalisasi akan sangat luas dan kompleks. Manusia begitu mudah
berhubungan dengan manusia lain di mana pun di dunia ini. Berbagai barang dan informasi
dengan berbagai tingkatan kualitas tersedia untuk dikonsumsi. Akibatnya, akan mengubah pola
pikir, sikap, dan tingkah laku manusia. Hal seperti ini kemungkinan dapat mengakibatkan
perubahan aspek kehidupan yang lain, seperti hubungan kekeluargaan, kemasyarakatan,
kebangsaan, atau secara umum berpengaruh pada sistem budaya bangsa.

Globalisasi memberi pengaruh dalam berbagai kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan pertahanan. Pengaruh globalisasi terhadap ideologi dan politik adalah akan
semakin menguatnya pengaruh ideologi liberal dalam perpolitikan negara-negara berkembang
yang ditandai oleh menguatnya ide kebebasan dan demokrasi. Pengaruh globalisasi terhadap
bidang politik, antara lain membawa internasionalisasi dan penyebaran pemikiran serta nilai-
nilai demokratis, termasuk di dalamnya masalah hak asasi manusia. Di sisi lain, ada pula
masuknya pengaruh ideologi lain, seperti ideologi Islam yang berasal dari Timur Tengah.
Implikasinya adalah negara semakin terbuka dalam pertemuan berbagai ideologi dan
kepentingan politik negara.

Pengaruh globalisasi terhadap ekonomi antara lain menguatnya kapitalisme dan pasar
bebas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tumbuhnya perusahaan-perusahaan transnasional
yang beroperasi tanpa mengenal batas-batas negara. Selanjutnya juga akan semakin ketatnya
persaingan dalam menghasilkan barang dan jasa dalam pasar bebas. Kapitalisme juga menuntut
adanya ekonomi pasar yang lebih bebas untuk mempertinggi asas manfaat, kewiraswasta,
akumulasi modal, membuat Keuntungan, serta manajemen yang rasional. Ini semua menuntut
adanya tekanisme global baru berupa struktur kelembagaan baru yang ditentukan oleh ekonomi
raksasa.

Pengaruh globalisasi terhadap sosial budaya adalah masuknya nilai- nilai dari peradaban
lain. Hal ini berakibat timbulnya erosi nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa yang menjadi jati
dirinya. Pengaruh ini semakin lancar dengan pesatnya media informasi dan komunikasi, seperti
televisi, komputer, satelit, internet, dan sebagainya. Masuknya nilai budaya asing akan
membawa pengaruh pada sikap, perilaku, dan kelembagaan masyarakat. Menghadapi
perkembangan ini diperlukan suatu upaya yang mampu mensosialisasikan budaya nasional
sebagai jati diri bangsa.

Globalisasi juga memberikan dampak terhadap pertahanan dan keamanan negara.


Menyebarnya perdagangan dan industri di seluruh dunia akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya konflik kepentingan yang dapat mengganggu keamanan bangsa. Globalisasi juga
menjadikan suatu negara amat perlu menjalin kerja sama pertahanan dengan negara lain, seperti
latihan perang bersama, perjanjian pertahanan, dan pendidikan militer antarpersonel negara.
Hal ini dikarenakan, saat ini ancaman bukan lagi bersifat konvensional, tetapi kompleks dan
semakin canggih. Misalnya, ancaman terorisme, ancaman pencemaran udara, kebocoran nuklir,
kebakaran hutan, illegal fishing, illegal logging, dan sebagainya.

2. Efek Globalisasi bagi Indonesia


Globalisasi telah melanda kehidupan berbangsa dan bernegara Indone- sia. Globalisasi telah
memberikan pengaruh besar dalam kehidupan bersama, baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif. Proses saling memengaruhi sesungguhnya adalah gejala yang wajar dalam
interaksi antarmasyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa ataupun
kelompok-kelompok masyarakat yang menghuni nusantara (sebelum bangsa Indonesia
terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan memengaruhi. Pada hakikatnya, bangsa
Indonesia atau bangsa-bangsa lain berkerabang karena adanya pengaruh-pengaruh luar.
Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak dari luar. Gambaran di atas menunjukkan
bahwa pengaruh dunia luar adalah sesuatu yang wajar dan tidak perlu ditakutkan. Pengaruh
tersebut selamanya mempunyai dua sisi, yaitu positif dan negatif.

Adapun aspek positif globalisasi antara lain sebagai berikut.

a. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi mempermudah manusia dalam


berinteraksi.
b. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi mempercepat manusia untuk
berhubungan dengan manusia lain.
c. Kemajuan teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi meningkatkan efisiensi.

Aspek negatif globalisasi antara lain sebagai berikut.


a. Masuknya nilai budaya luar akan menghilangkan nilai-nilai tradisi suatu bangsa dan
identitas suatu bangsa.
b. Eksploitasi alam dan sumber daya lain akan memuncak karena kebutuhan yang makin
besar.
c. Dalam bidang ekonomi, berkembang nilai-nilai konsumerisme dan individual yang
menggeser nilai-nilai sosial masyarakat.
d. Terjadi dehumanisasi, yaitu derajat manusia nantinya tidak dihargai karena lebih
banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi.

Globalisasi dapat dilihat dari dua sisi, pertama sebagai ancaman dan yang kedua sebagai
peluang. Globalisasi akan menimbulkan ancaman yang ditengarai bisa berdampak negatif bagi
bangsa dan negara. Namun, di sisi lain globalisasi memberikan peluang yang akan berdampak
positif bagi kemajuan suatu bangsa.

Sebagai ancaman, globalisasi lebih banyak berdampak negatif, seperti merebaknya


konsumerisme, materialisme, hedonisme, sekularisme, mengagung-agungkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, kemewahan yang tidak semestinya, foya-foya, pergaulan bebas, budaya
kekerasan, pornografi, pornoaksi, dan semacamnya. Pengaruh tersebut bukan saja lewat dunia
film, namun juga lewat media cetak dan televisi dengan satelitnya, serta yang sekarang sedang
menjadi trend adalah internet. Intinya adalah nilai-nilai yang dibawa peradaban global,
terutama peradaban Bara, memberi dampak buruk bagi sikap dan perilaku masyarakat
Indonesia.
Sedangkan globalisasi sebagai peluang akan memberi pengaruh positif. Artinya,
globalisasi membawa serta peradaban luar yang ditengarai berkontribusi positif bagi kemajuan
bangsa Indonesia. Hal-hal positif itu, misalnya budaya disiplin, kebersihan, tanggung jawab,
egalitarianisme, budaya kompetisi, kerja keras, penghargaan terhadap orang lain, demokrasi,
jujur, optimis, mandiri, taat aturan, dan sebagainya. Harus diakui bahwa peradaban lama bangsa
Indonesia tidak banyak mengenalkan nilai-nilai itu kepada masyarakat luas. Nilai-nilai ini
semakin penting dan berkembang ketika pengaruh global mulai muncul.

3. Sikap terhadap Globalisasi


Dalam menghadapi globalisasi ini, bangsa-bangsa di dunia memberi
respons atau tanggapan yang dapat dikategorikan sebagai berikut.

a. Sebagian bangsa menyambut positif globalisasi karena dianggap sebagai jalan keluar baru
untuk perbaikan nasib umat manusia.
b. Sebagian masyarakat yang kritis menolak globalisasi karena dianggap sebagai bentuk baru
penjajahan (kolonialisme) melalui cara-cara baru yang bersifat transnasional di bidang
politik, ekonomi, dan budaya.
c. Sebagian yang lain tetap menerima globalisasi sebagai sebuah keniscayaan akibat
perkembangan teknologi informasi dan transportasi, tetapi tetap kritis terhadap akibat
negatif globalisasi.

Ada juga kelompok yang pro atau mendukung globalisasi dan kelompok yang anti
terhadap globalisasi. Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan proglobalisasi)
menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi
masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh
David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung
dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah
ketergantungan dalam bidang ekonomi.

Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif
yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera
digital (mampu mencetak lebih efisien dan bermutu tinggi), sementara Indonesia memiliki
keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk
menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk
memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan
membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.

Salah satu penghambat utama terjadinya kerja sama di atas adalah adanya larangan-
larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat
melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya
produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para proglobalisme
tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya
kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya
permintaan akan meningkat karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat, dan
begitu seterusnya.

Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis
orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga
yang mengatur perdagangan antarnegara, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Antiglobalisasi dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya
menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-
beda. Apa pun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi
dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-
hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Bagi bangsa Indonesia, globalisasi perlu diwaspadai dan dihadapi dengan sikap arif dan
bijaksana. Salah satu sisi negatif dari globalisasi adalah semakin menguatnya nilai-nilai
materialistis pada masyarakat In- donesia. Di sisi lain, nilai-nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai
kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia, makin pudar. Inilah yang menyebabkan
krisis pada jati diri bangsa.

Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional 5 tahun ke depan dinyatakan adanya
Program Pengembangan Nilai Budaya. Program ini bertujuan untuk memperkuat jati diri
bangsa (identitas nasional) dan memantapkan budaya nasional. Tujuan tersebut dicapai
antara lain melalui

upaya memperkokoh ketahanan budaya nasional sehingga mampu menangkal penetrasi


budaya asing yang bernilai negatif dan memfasilitasi proses adopsi dan adaptasi budaya asing
yang bernilai positif dan produktif.

Di samping itu, diupayakan pula pembangunan moral bangsa yang mengedepankan nilai-
nilai kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, gotong-royong,
kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, dan tanggung jawab. Tujuan tersebut dilaksanakan pula
melalui pengarusutamaan nilai-nilai budaya pada setiap aspek pembangunan

SOAL
1. Benarkah setiap kebudayaan menghasilkan peradaban?
2. Apa sajakah ciri-ciri dari masyarakat adab atau berkeadaban?
3. Apakah peradaban mengalami perkembangan? Buktikan!
4. Berikan contoh wujud peradaban global saat ini dalam bidang sosial
5. Adakah dampak negatif peradaban global saat ini bagi bangsa Indonesia?

BAB 5 MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESETARAAN


A. Hakikat keragaman dan kesetaraan dalam diri manusia.
B. Kemajemukan dalam dinamika sosial budaya
C. Kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa.
D. Problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melaksanakan pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan hakikat keragaman dan kesetaraan dalam diri manusia
2. Menganalisis kemajemukan yang terdapat di masyarakat
3. Mengidentifikasi kemajemukan dan kesetaraan dalam diri bangsa indonesia
4. Memberi contoh problem yang muncul dari adanya keragaman dan kesetaraan serta solusinya

MATERI PEMBELAJARAN
1. Hakikat Keragaman dan kesetaraan manusia
2. Kemajemukan dalam dinamika sosial budaya.
3. Kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa.
4. Problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan.
KATA-KATA KUNCI
Keragaman, kesetaraan, kesederajatan, kemajemukan.

Keragaman yang terjadi pada diri setiap manusia adalah suatu kenyataan. Manusia pada
hakikatnya merupakan makhluk individu atau pribadi yang memiliki perbedaan satu sama lain.
Adanya perbedaan itulah yang melahirkan keragaman. Selain sebagai makhluk individu, manusia juga
makhluk sosial. Dengan demikian, keragaman terjadi tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga
pada tingkat sosial atau kelompok. Masyarakat beragam berdasarkan pengelompokan tertentu,
misalnya suku, ras, golongan, afiliasi politik, umur, wilayah, jenis kelamin, profesi, dan lain-lain.

Keragaman bukan berarti tidak setara atau sederajat. Keragaman tetaplah menyimpan makna
perlunya kesetaraan atau kesederajatan antarmanusia atau kelompok yang beragama tersebut.
Pandangan bahwa manusia diciptakan sederajat dengan manusia yang lain. Kesetaraan dan
kesederajatan ini berimplikasi pada pengakuan dan jaminan yang sama dari manusia atau kelompok
dalam memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya. Demikian pula adanya kewajiban dan tuntutan-
tuntutan yang sama untuk mengikuti norma dan tertib sosial maupun hukum yang berlaku.

Meskipun keragaman dan kesetaraan dialami dan diinginkan manusia, namun dalam
dinamikanya, keragaman dan kesetaraan dapat menciptakan problema kehidupan yang berimplikasi
secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan. Problema yang muncul dari keragaman dan
kesetaraan sedapat mungkin dikelola dan dicari solusi penyelesaiannya agar tetap menghasilkan
kebahagiaan hidup dari manusia itu sendiri.

Pada bab ini, dikaji tentang keragaman dan kesetaraan yang ada dalam diri manusia sebagai
individu, terutama dalam kelompok-kelompok sosial di masyarakat. Uraian pada bab ini membahas
tentang: hakikat keragaman dan kesetaraan, kemajemukan dalam dinamika sosial. kemajemukan dan
kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa, dan problematika keragaman dan kesetaraan serta
solusinya dalam kehidupan.

A. HAKIKAT KERAGAMAN DAN KESETARAAN MANUSIA

1. Keragaman Manusia

Keragaman berasal dari kata ragam. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ragam
berarti (1) sikap, tingkah laku, cara; (2) macam, jenis; (3) musik, lagu, langgam; (4) warna, corak; (5)
laras (tata bahasa). Merujuk pada arti nomor dua di atas, ragam berarti jenis, macam. Keragaman
menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis.

Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau berjenis-jenis seperti
halnya binatang dan tumbuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman
manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia
ada
Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup
itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam hal ras, suku, agama, budaya, ekonlah
makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama
ditinjau dari sifat-sifat pribadi. misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat. Contoh,
sebagai mahasiswa baru kita akan menjumpai teman-teman mahasiswa lain dengan sifat dan watak
yang beragam. Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan menemukan keragaman akan sifat dan ciri-ciri
khas dari setiap orang yang kita jumpai. Jadi, manusia sebagai pribadi adalah unik dan beragam.

Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan
hidupomi, status sosial, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dan lain-lain. Hal-hal demikian kita
katakan sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat.

Keragaman manusia baik dalam tingkat individu maupun di tingkat masyarakat merupakan
realitas atau kenyataan yang mesti kita hadapi dan alami. Keragaman individual maupun sosial adalah
implikasi dari kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Kita sebagai
individu akan berbeda dengan seseorang sebagai individu yang lain. Demikian pula kita sebagai
bagian dari suatu masyarakat memiliki perbedaan dengan masyarakat lainnya.

2. Makna Kesetaraan Manusia


Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga dapat disebut
kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sederajat artinya sama tingkatan
(kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya
tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu
sama lain.

Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau
kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa
semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai
makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia
adalah sama derajat, kedudukan, atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya adalah tingkat
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.

Persamaan kedudukan atau tingkatan manusia ini berimplikasi pada adanya pengakuan akan
kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau kesederajatan tidak sekadar bermakna
adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya
persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi
selanjutnya adalah perlunya jaminan akan hak-hak itu agar setiap manusia bisa merealisasikannya
serta perlunya merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar semua bisa melaksanakan agar
tercipta tertib kehidupan.

Berkaitan dengan dua konsep di atas, maka dalam keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau
kesederajatan. Artinya, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam dan berbeda-beda,
tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan, hak-hak dan kewajiban yang sama sebagai
sesama baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat. Terlebih lagi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, jaminan akan kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dari berbagai
ragam masyarakat di dalamnya amat diperlukan.

B. KEMAJEMUKAN DALAM DINAMIKA SOSIAL BUDAYA

Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk.
Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis- jonis. Konsep masyarakat majemuk (plural
society) pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri utama
masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi
terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah satuan politik. Konsep ini merujuk pada
masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia Belanda waktu itu dalam pengelompokan
komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi, dan agama. Masyarakat tidak hanya terkelompok
antara yang memerintah dengan yang diperintah, tetapi secara fungsional terbelah berdasarkan satuan
ekonomi, yaitu antara pedagang Cina, Arab, India, dan kelompok petani bumi putera. Masyarakat
dalam satuan-satuan ekonomi tersebut hidup pada lokasinya masing-masing dengan sistem sosialnya
sendiri, meskipun berada di bawah kekuasaan politik kolonial.

Konsep masyarakat majemuk Furnivall di atas, dipertanyakan validitasnya sekarang ini sebab
telah terjadi perubahan fundamental akibat pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk di suatu kota berdasarkan dua
hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.

Secara horizontal, masyarakat majemuk, dikelompokkan berdasarkan:

1. Etnik dan ras atau asal usul keturunan.

2. Bahasa daerah.

3. Adat istiadat atau perilaku.


4. Agama.

5. Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya.

Secara vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan:

1. Penghasilan atau ekonomi.

2. Pendidikan.

3. Pemukiman.

4. Pekerjaan.

5. Kedudukan sosial politik.

Seperti telah diuraikan di muka, hal-hal demikian dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang
memengaruhi keragaman masyarakat. Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena
unsur-unsur, seperti ras, etnik, agama, pekerjaaan (profesi), penghasilan, pendidikan, dan sebagainya.
Pada bagian ini akan diulas tentang kemajemukan masyarakat Indonesia karena unsur-unsur ras dan
etnik.

1. Ras

Kata ras berasal dari bahasa Prancis dan Itallia, yaitu razza. Pertama kali istilah ras diperkenalkan
Franqois Bernier, antropolog Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia
berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Setelah itu, orang lalu
menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atau biologis.

Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam berbagai ras.
Manusia dibedakan menurut bentuk wajah, rambut, tinggi badan, warna kulit, mata, hidung, dan
karakteristik fisik lainnya. Jadi, ras adalah perbedaan manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik
biologis. Ciri utama pembeda antarras antara lain ciri alamiah rambut pada badan; warna alami
rambut, kulit, dan iris mata; bentuk lipatan penutup mata; bentuk hidung serta bibir; bentuk kepala
dan muka; ukuran tinggi badan. Misalnya, ras Melayu secara umum bercirikan kulit sawo matang,
rambut ikal, bola mata hitam, dan berperawakan badan sedang. Ras negro bercirikan kulit hitam dan
berambut keriting.

Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat objektif atau somatik. Secara biologis, konsep ras
selalu dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu
kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit, mata, rambut,
hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya mewakili faktor tampilan luar.

Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas
tiga kelompok, yaitu Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990)
membagi ras di dunia ini dalam 10 kelompok, yaitu Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid,
Polynesia, Melanesia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang- orang yang tersebar di
wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang Indonesia bagian barat
termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan orang-orang yang tinggal di Papua
termasuk ras Melanesia.
2. Etnik atau Suku Bangsa
Koentjaraningrat (1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup
manusia yang memiliki sistem interaksi, yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang
mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.

F. Baart (1988) menyatakan etnik adalah suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar secara
biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan sadar akan
kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan
menentukan sendiri ciri kelompok yang diterima kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok
populasi lain.

Bila merujuk pada pendapat F. Baart di atas, identitas kesukubangsaan antara lain dapat dilihat
dari unsur-unsur suku bangsa bawaan (etnictraits). Ciri-ciri tersebut meliputi natalitas (kelahiran) atau
hubungan darah, kesamaan bahasa, kesamaan adat istiadat, kesamaan kepercayaan (religi), kesamaan
mitologi, dan kesamaan totemisme.

Secara etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang besar.
Berapa persis jumlah etnik di Indonesia sukar untuk ditentukan. Sebuah buku pintar Rangkuman
Pengetahuan Sosial Lengkap menuliskan jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia ada 400 buah
(Sugeng HR, 2006). Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya didasarkan sistem lingkaran
hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum adat di Indonesia
(Koentjaraningrat, 1990). Keanekaragaman kelompok etnik ini dengan sendirinya memunculkan
keanekaragaman kebudayaan di Indonesia. Jadi, berdasarkan klasifikasi etnik secara nasional, bangsa
Indonesia adalah heterogen.

C. KEMAJEMUKAN DAN KESETARAAN SEBAGAI KEKAYAAN SOSIAL BUDAYA


BANGSA

1. Kemajemukan sebagai Kekayaan Bangsa Indonesia

Sudah diakui secara umum bahwa bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk.
Kemajemukan bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik, disebut juga suku bangsa atau
suko. Di samping itu, kemajemukan dalam hal ras, agama, golongan, tingkat ekonomi, dan gender.
Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata
kebudayaan lainnya karena setiap etnis pada dasarnya menghasilkan kebudayaan. Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya.

Keragaman etnik di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling heterogen di
dunia, selain India. Jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia menyebar di banyak wilayah dengan
memiliki ciri dan karakter tersendiri. Menurut para ahli, jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia
mencapai sekitar 400 suku. Hampir setiap pulau-pulau besar di Indonesia memiliki etnik yang lebih
dari satu. Bahkan, di Papua ditemukan kurang lebih 30 suku (Sugeng H.R., 2006). Suku-suku di
Papua tersebut antara lain suku Biak, Hattam, Mapia, Dani, Asmat, Mamberamo, dan suku Sentani.
Beberapa suku merupakan suku mayoritas, seperti suku Jawa di pulau Jawa dan terdapat pula suku
minoritas seperti Badui di Jawa Barat dan suku Kubu di Jambi.

Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya, identifikasi seseorang
dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan, dan pranata yang dijalaninya yang bersumber
dari etnik dari mana ia berasal. Dengan demikian, identitas sosial budaya orang atau sekelompok
orang dapat diketahui, misalnya dari bahasa yang digunakan. Bahkan, sama-sama menggunakan
bahasa Indonesia kita masih bisa membedakan antara orang Madura dengan orang Batak dari segi
gaya dan dialek mereka ketika bertutur kata bahasa Indonesia.

Namun dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak semata-mata
ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status
sosial, tingkat pendidikan, profesi yang digelutinya, dan lain-lain. Identitas etnik lama- kelamaan bisa
hilang, misalnya karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi. Seseorang yang lahir
dari ayah dengan etnis Jawa dan ibu dengan etnik Dayak dapat dikatakan sebagai etnik campuran. la
mungkin tidak bisa berbahasa Jawa dan Dayak karena sudah tinggal di Jakarta yang terbiasa dengan
bahasa Indonesia. Identitas sosial budaya orang tersebut boleh jadi tidak lagi berdasarkan etnik.

Apa pun identitas yang ditunjukkan orang atau sekelompok orang, baik itu dari etnik, agama, ras,
status sosial, profesi, tingkat ekonomi, dan lain-lain menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural. Plural
artinya jamak, banyak ragam, atau majemuk. K emajemukan masyarakat Indonesia adalah suatu
kenyataan atau fakta yang justru kita terima sebagai kekayaan sosial budaya bangsa.

Kesadaran akan kernajemukan bangsa tersebut sesungguhnya sudah tercermin dengan baik
melalui semboyan bangsa kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Bhineka artinya aneka, berbeda-beda,
banyak ragam, atau beragam. Bhineka menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
majemuk, heterogen, baik dari sisi suku, ras, agama, dan budayanya. Sedangkan Tunggal Ika
menunjukkan semangat/cita-cita akan perlunya persatuan dari keanekaragaman tersebut. Jadi,
meskipun berbeda-beda, tetapi kita sebagai bangsa Indonesia tetap bersatu atau mementingkan
persatuan. Bhineka adalah kenyataan (das sein) sedang Ika adalah keinginan (das soilen).

Kemajemukan adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain kemajemukan, karakteristik


Indonesia yang lain adalah sebagai berikut (Sutarno, 2007).

a. Jumlah penduduk yang besar.


Indonesia yang jumlah penduduknya sekitar 220 juta jiwa dapat menjadi potensi yang besar
dalam pengadaan tenaga yang besar. Namun, jumlah yang besar saja tidak mencukupi. Jumlah
yang besar itu perlu disertai dengan keterampilan yang memadai. Negara Indo- nesia
termasuk negara yang tenaga kerjanya sangat dibutuhkan di negara lain dan lebih disukai di
negara lain. Karena tenaga kerja Indonesia memiliki budaya yang santun dan sabar
dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain. Namun, karena kemampuannya rendah
maka tenaga kerja Indonesia itu hanya berada pada sektor- sektor yang tidak begitu
menguntungkan dari segi upah. Sebagian besar tenaga kerja Indonesia, khususnya wanita
banyak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Persebaran penduduk yang tidak
merata.

b. Wilayah yang luas.


Indonesia memiliki wilayah seluas 1.922.570 km² yang menduduki urutan 15 terbesar dunia.

c. Posisi silang.
Indonesia terletak di antara dua Samudra (Samudra Hindia dan Samudra Pasifik) dan dua
benua (Asia dan Australia). Karena posisi silang ini, maka Indonesia menjadi tempat
pertemuan berbagai budaya dunia. Sehingga hal ini memunculkan varian budaya dari
berbagai negara.

d. Kekayaan alam dan daerah tropis.


Karena pada daerah tropis yang hanya mengenal dua musim (penghujan dan kemarau) maka
mungkin saja membuat masyarakat Indonesia memiliki budaya yang santai dan kurang
berwawasan ke depan. Ada pepatah budaya Jawa yang mengatakan ono dino ono upo (ada
hari ada nasi artinya tiada hari yang membuat kita tidak bisa makan). Indonesia memiliki
kekayaan yang melimpah, namun kekayaan ini masih merupakan kekayaan yang potensial,
belum bersifat efektif.

e. Jumlah pulau yang banyak.


Amerika Serikat memang memiliki wilayah yang luas, namun lebih berwujud benua
(kontinen), sedangkan pulau di Indonesia itu berjumlah lebih dari 17.000 pulau. Jumlah yang
banyak ini tentunya membutuhkan perjuangan pelayanan yang ekstra keras dari pemerintah
untuk dapat melayani seluruh masyarakat Indonesia.

f. Persebaran pulau.
Persebaran pulau yang dikelilingi lautan menjadikan sebagai wilayah kepulauan. Kendala
geografis ini membuat masyarakat di berbagai tempat di Indonesia ini kurang bisa mengatasi
ketertinggalan dari daerah lain yang lebih maju. Oleh karena itu, dibutuhkan wawasan atau
cara pandang tersendiri bangsa ini terhadap wilayah Indonesia yang dikenal dengan nama
Wawasan Nusantara.

2. Kesetaraan Sebagai Warga Bangsa Indonesia

Pada uraian sebelumnya telah dinyatakan bahwa kesetaraan atau kesederajatan menunjuk pada
adanya persamaan kedudukan, hak, dan Kewajiban sebagai manusia. Sebagai warga negara
Indonesia maka manusia Indonesia adalah setara atau sederajat dalam arti setiap warga negara
memiliki persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga bangsa dan warga negara
Indonesia.

Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesederajatan itu secara yuridis diakui dan dijamin
oleh negara melalui UUD 1945. Warga negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku, agama, dan
budayanya diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan negara Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan kedudukan warga negara. Hal
ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa "Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."

Dalam negara demokrasi diakui dan dijamin pelaksanaannya atas persamaan kedudukan
warga negara baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di negara
demokrasi, kedudukan dan perlakuan yang sama dari warga negara merupakan ciri utama sebab
demokrasi menganut prinsip persamaan dan kebebasan. Persamaan kedudukan di antara warga
negara, misalnya dalam bidang kehidupan seperti persamaan dalam bidang politik, hukum,
kesempatan, ekonomi, dan sosial.

Persamaan di bidang politik misalnya memperoleh kesempatan yang sama untuk memilih dan
dipilih, berkesempatan sama untuk menjadi pejabat politik, serta kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam kehidupan politik negara, dan berkesempatan membentuk partai politik.
Persamaan di bidang politik ini mencakup pula persamaan di bidang hukum dan pemerintahan.

Persamaan di depan hukum atau equality before of law mengharuskan setiap warga negara
diperlakukan sama dan adil, tanpa pandang bulu oleh negara, terutama aparat penegak hukum
seperti hakim, jaksa, dan polisi, Prinsip persamaan warga negara di depan hukum atau equality
before of law adalah jaminan atas harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hukum bertujuan
untuk menegakkan keadilan dan ketertiban, karena itu hukum tidak membeda-bedakan orang
dalam mendapatkan hak dan kewajibannya di bidang hukum.

Persamaan di bidang ekonomi adalah setiap warga negara mendapat kesempatan yang sama
untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi. Bahkan, terhadap warga negara yang kurang mampu,
negara wajib memberikan bantuan agar bisa hidup sejahtera. Demokrasi ekonomi mengharapkan
distribusi yang adil dalam hal pendapatan dan kekayaan. Kekayaan tidak boleh hanya dinikmati
segelintir orang saja, tetapi disebarkan pada rakyat secara merata.

Persamaan di bidang sosial budaya amat luas, meliputi bidang agama, pendidikan, kesehatan,
kebudayaan, seni, dan iptek. Persamaan warga negara di bidang sosial budaya berarti warga negara
memiliki kesempatan, hak, serta pelayanan yang sama dari pemerintah dalam bidang-bidang
tersebut. Persamaan sosial berarti pula perlakuan yang sama dari negara tanpa membeda-bedakan
kelas sosial, status sosial, ras, suku, dan agama dalam mendapatkan pelayanan negara.

Dengan demikian, secara yuridis maupun politis, segala warga negara memiliki persamaan
kedudukan, baik dalam bidang politik, hukum. pemerintahan, ekonomi, dan sosial. Negara tidak
boleh membeda-bedakan kedudukan warga negara tersebut terutama dalam hal kesempatan
Kesempatan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial hendaknya diberi peluang yang sama.
Kesempatan yang sama bagi semua warga negara tersebut dalam berbagai bidang kehidupan
berlaku tanpa membedakan unsur-unsur primordial dari warga negara itu sendiri. Primordial
artinya hal-hal yang berkaitan dengan asal atau awal seseorang, misalnya suku, emma, ras,
kelompok, sejarah, dan sebagainya. Jadi, tidak boleh membedakan warga negara berdasarkan ras,
suku, agama, adat, budaya, daerah, atau sejarah orang tersebut.

Setelah kesempatan diberikan sama, nantinya tergantung pada masing-masing kemampuan


warga negara itu sendiri. Misalnya, semua warga negara yang memenuhi persyaratan boleh
mengajukan lamaran sebagai pegawai negeri sipil. Meskipun pada akhirnya tidak semua lamaran
bisa diterima karena tergantung dari kemampuan warga negara untuk mengikuti proses seleksi
yang diadakan. Yang terpenting adalah semua warga negara telah diberi kesempatan yang sama.
Semua warga negara memiliki kesempatan yang sama dengan tidak boleh dibedakan berdasarkan
asal usul primordialnya. Adalah sesuatu yang ganjil dan menyimpang dari prinsip kesetaraan jika
ada suatu perusahaan menolak menerima calon karyawan hanya karena si calon tersebut berasal
dari suku terasing.

D. PROBLEMATIKA KERAGAMAN DAN KESETARAAN SERTA SOLUSINYA DALAM


KEHIDUPAN

1. Problema Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan

Keragaman masyarakat adalah suatu kenyataan sekaligus kekayaan dari bangsa. Keragaman
masyarakat Indonesia merupakan ciri khas yang membanggakan kita. Namun demikian,
keragaman tidak serta-merta menciptakan keunikan, keindahan, kebanggaan, dan hal-hal yang baik
lainnya. Keragaman masyarakat memiliki ciri khas yang suatu saat bisa berpotensi negatif bagi
kehidupan bangsa itu.

Van de Berghe sebagaimana dikutip oleh Elly M. Setiadi (2006) menjelaskan bahwa
masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai
berikut.

a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki


kebudayaan yang berbeda.

b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat


nonkomplementer.

c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota

d. masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar. d. Secara relatif, sering kali terjadi
konflik di antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.

e. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam
bidang ekonomi.

f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Menyimak ciri-ciri di atas, maka keragaman masyarakat berpotensi menimbulkan segmentasi
kelompok, struktur yang terbagi-bagi, konsensus yang lemah, sering terjadi konflik, integrasi yang
dipaksakan, dan adanya dominasi kelompok. Tentu saja potensi-potensi demikian adalah potensi
yang melemahkan gerak kehidupan masyarakat itu sendiri.

Keragaman adalah modal, tetapi sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah
memang memperkaya khazanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun
Indonesia yang multikultural. Namun, kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah
dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial.

Efek-efek negatif demikian di tingkat permukaan muncul dalam bentuk gesekan-gesekan,


pertentangan, dan konflik terbuka antarkelompok masyarakat. Pertikaian antarkelompok
masyarakat Indonesia sering sekali terjadi, bahkan di era refon nasi sekarang ini. Konflik itu bisa
terjadi antarkelompok agama, suku, daerah, bahkan antargolongan politik. Beberapa contoh,
misalnya konflik di Ambon tahun 1999, pertikaian di Sambas tahun 2000, dan konflik
Poso tahun 2002.

Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu fase disharmoni dan fase
disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya perbedaan pandangan tentang tujuan, nilai,
norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi merupakan fase di mana sudah tidak dapat lagi
disatukannya pandangan, nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan
antarkelompok.

Konflik horizontal yang terjadi di masyarakat Indonesia sesungguhnya bukan disebabkan oleh
adanya perbedaan atau keragaman itu sendiri, Adanya perbedaan ras, etnik, dan agama tidaklah
harus menjadikan kita bertikai dengan pihak lain. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi
antarbudaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok
masyarakat dan budaya lain inilah justru yang dapat menjadi pemicu konflik. Yang dibutuhkan
adalah adanya kesadaran untuk menghargai, menghormati, serta menegakkan prinsip kesetaraan
atau kesederajatan antarmasyarakat tersebut. Masing-masing warga daerah bisa saling mengenal,
memahami, menghayati, dan bisa saling berkomunikasi.

Salah satu hal penting dalam meningkatkan pemahaman antarbudaya dan masyarakat ini
adalah sedapat mungkin dihilangkannya penyakit- penyakit budaya. Penyakit-penyakit budaya
inilah yang ditengarai bisa memicu konflik antarkelompok masyarakat di Indonesia. Penyakit
budaya tersebut adalah etnosentrisme stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi dan scape goating
(Sutarno, 2007).

Etnosentrisme atau sikap etnosentris diartikan sebagai suatu kecenderungan yang melihat nilai
atau norma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang mutlak serta menggunakannya sebagai
tolok ukur kebudayaan lain. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma
dan nilai budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri.

Stereotip adalah pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang
bersifat subjektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain. Pemberian sifat itu bisa sifat
positif maupun negatif. Allan & Johnson (1986) menegaskan bahwa stereotip adalah keyakinan
seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif tentang orang lain
karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman tertentu. Keyakinan ini menimbulkan
penilaian yang cenderung negatif atau bahkan merendahkan kelompok lain. Ada kecenderungan
untuk memberi "label" atau cap tertentu pada suatu kelompok. Dan yang termasuk problema yang
perlu diatasi adalah stereotip yang negatif atau memandang rendah kelompok lain. Konsep
stereotip ini dalam bentuk lain disebut stigma atau cacat. Stigmatisasi (pemberian stigma, label)
oleh sekelompok orang kepada kelompok lain cenderung negatif.
Prasangka pada mulanya merupakan pernyataan yang hanya didasarkan pada pengalaman dan
keputusan yang tidak teruji sebelumnya. Prasangka mengarah pada pandangan yang emosional dan
bersifat negatif terhadap orang atau sekelompok orang. Jadi, prasangka merupakan salah satu
rintangan atau hambatan dalam berkomunikasi karena orang yang berprasangka sudah bersikap
curiga dan menentang pihak lain. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik
kesimpulan atas dasar prasangka buruk tanpa memakai pikiran dan pandangan kita terhadap fakta
yang nyata. Karena itu, bila prasangka sudah menghinggapi seseorang, orang tidak dapat berpikir
logis dan objektif, dan segala apa yang dilihatnya akan dinilai secara negatif.

Rasisme bermakna anti terhadap ras lain atau ras tertentu di luar ras sendiri. Rasisme dapat
muncul dalam bentuk mencemooh perilaku orang lain hanya karena orang itu berbeda ras dengan
kita. Dalam pertandingan sepak bola internasional sering kita melihat penonton
menampilkan sikap rasisme terhadap seorang pemain bola. Rasisme sesungguhnya merupakan
bentuk diskriminasi yang didasarkan atas perbedaan ras

Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari


kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Antara prasangka dan diskriminasi ada
hubungan yang saling menguatkan. Selama ada prasangka, di sana ada diskriminasi. Jika
prasangka dipandang sebagai keyakinan atau ideologi, maka diskriminasi adalah terapan
keyakinan atau ideologi. Jika prasangka mencakup sikap dan keyakinan, maka diskriminasi
mengarah pada tindakan. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki
prasangka kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasaan, atau
hukum.

Scape goating artinya pengkambinghitaman. Teori kambing hitam (scape goating)


mengemukakan kalau individu tidak bisa menerima perlakuan tertentu yang tidak adil, maka
perlakuan itu dapat ditanggungkan kepada orang lain. Ketika terjadi depresi ekonomi di Jerman,
Hitler mengkambinghitamkan orang Yahudi sebagai penyebab rusaknya sistem politik dan
ekonomi di negara itu. Ada satu pabrik di Auschwitz, Polandia yang digunakan untuk membantai
hampir 1,5 juta orang Yahudi. Tua muda, besar kecil, laki-laki dan perempuan dikumpulkan.
Kepala digunduli dan rambut yang dikumpulkan mencapai hampir 1,5 ton, Rambut yang
terkumpul itu akan dikirimkan ke Jerman untuk dibuat kain. Richard Cham berlain berteori bahwa
bangsa Arya adalah bangsa yang besar dan mulia yang mempunyai misi suci untuk
membudayakan umat manusia. Bangsa Arya (Jerman) ini merasa bahwa kekacauan ekonomi dan
politik di Jerman ini disebabkan oleh bangsa Yahudi (Sutarno, 2007).

Selain menghilangkan penyakit-penyakit budaya di atas, terdapat bentuk solusi lain yang
dapat dilakukan. Elly M. Setiadi dkk (2006) mengemukakan ada hal-hal lain yang dapat dilakukan
untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu
1. Semangat religius.

2. Semangat nasionalisme.

3. Semangat pluralisme.

4. Semangat humanisme.

5. Dialog antarumat beragama.

6. Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antaragama,
media massa, dan harmonisasi dunia.

Keterbukaan, kedewasaan sikap, pemikiran global yang bersifat inklusif, serta kesadaran
kebersamaan dalam mengarungi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan bagi
terwujudnya sebuah bangsa Indonesia yang menyatu dalam keragaman, dan beragam dalam
kesatuan. Segala bentuk kesenjangan didekatkan, segala keanekaragaman dipandang sebagai
kekayaan bangsa, milik bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam pola pikir
masyarakat kita.

2. Problem Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan

Kesetaraan atau kesederajatan bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan


adalah suatu sikap untuk mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban sebagai sesama
manusia. Oleh karena itu, prinsip kesetaraan atau kesederajatan mensyaratkan jaminan akan
persamaan derajat, hak, dan kewajiban. Indikator kesederajatan adalah sebagai berikut.

a. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ms, gender, dan golongan.

b. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak.

c. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat.

Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan perilaku untuk
tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban antarmanusia atau antarwarga. Perilaku
yang membeda- bedakan orang disebut diskriminasi.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, diskriminasi sudah merupakan tindakan bukan sekadar
sikap. Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari
kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Diskriminasi adalah setiap tindakan yang
melakukan pembedaan terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku,
kelompok, golongan, status sosial, kelas sosial, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, orientasi seksual,
pandangan ideologi dan politik, batas negara, serta kebangsaan seseorang (Elly M. Setiadi dkk, 2006).
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok. golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pada pengurangan,
penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

Diskriminasi bertolak belakang dengan prinsip kesetaraan, bahkan menjadi problema utama
terwujudnya kesetaraan dan kesederajatan manusia. Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat
berbagai penderitaan, kesengsaraan, dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil
dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit. budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin,
dan status sosial lainnya Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak
asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara, atau
sebaliknya) maupun horizontal (antarwarga negara sendiri).

Diskriminasi merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia Diskriminasi juga
merupakan bentuk ketidakadilan. Perilaku diskriminatif tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar
kemanusiaan, karena itu perlu dihapuskan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Oleh karena itu, upaya menekan dan menghapus praktik-praktik diskriminasi adalah melalui
perlindungan dan penegakan HAM di setiap ranah kehidupan manusia. Bangsa Indonesia sudah
memiliki komitmen kuat untuk melindungi dan menegakkan hak asasi warga negara melalui Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dalam hal penghapusan diskriminasi ini, pemerintah wajib
dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia.
Di sisi lain, masyarakat juga berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak
asasi manusia.
Program Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 memasukkan program
penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk sebagai program pembangunan bangsa. Berkaitan
dengan ini, arah kebijakan yang diambil adalah sebagai berikut.

a. Meningkatkan upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi termasuk ketidakadilan gender


bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum tanpa
terkecuali.

b. Menerapkan hukum dengan adil melalui perbaikan sistem hukum yang profesional, bersih,
dan berwibawa.

Penghapusan diskriminasi dilakukan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang


antidiskriminitif serta pengimplementasiannya di lapangan. Contohnya adalah Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi atas Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (International Com vention on the Elimination of All
Forms of Discrimination Against Women/CEDAW). Contoh lain adalah dengan diberlakukannya
Undang- Undang Nomor 29 Tahun 1999 yang merupakan ratifikasi atas Konvensi Internasional
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.

Pada tataran operasional, upaya mewujudkan persamaan di depan hukum dan penghapusan
diskriminasi rasial antara lain ditandai dengan penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik
Indonesia (SBKRI) melalui Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996 dan Instruksi Presiden No. 4
Tahun 1999. Di samping itu, ditetapkannya Imlek sebagai hari libur nasional menunjukkan
perkembangan upaya penghapusan diskriminasi rasial telah berada pada arah yang tepat.

Rumah tangga juga merupakan wilayah potensial terjadinya perilaku diskriminatif. Untuk
mencegah terjadinya perilaku diskriminatif dalam rumah tangga, antara lain telah ditetapkan Undang-
Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kedua undang-undang tersebut telah
mengategorikan kekerasan terhadap anak dan kekerasan dalam rumah tangga sebagai suatu tindak
pidana, karena itu layak untuk diberikan sanksi pidana. Kriminalisasi perilaku diskriminatif di dalam
rumah tangga merupakan langkah maju untuk menghapuskan praktik diskriminasi dalam masyarakat.

Untuk mendalami kembali bahasan ini, silakan mengerjakan latihan berikut.

SOAL
1. Apakah manusia itu beragam? Jelaskan pendapatmu!
2. Apa makna dari konsep kesetaraan atau kesederajatan manusia?
3. Kemajemukan dalam diri bangsa Indonesia bermula dari adanya kemajemukan ras!
Benarkah demikian?

BAB 6 MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM


A. Hakikat, fungsi, perwujudan nilai, moral, dan hukum
B. Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
C. Problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melaksanakan pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengemukakan hakikat nilai, norma, moral, dan hukum.
2. Menjelaskan pentingnya nilai, norma, moral, dan hukum bagi manusia.
3. Mengemukakan tujuan hukum bagi masyarakat.
4. Membedakan perilaku melanggar etik dan melanggar hukum,
5. Memposisikan diri terhadap pelaku pelanggaran etik dan pelanggaran hukum.
MATERI PEMBELAJARAN
1. Hakikat, fungsi, perwudujan nilai, moral, dan hukum.
2. Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan.
3. Problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara.

KATA-KATA KUNCI
Nilai, norma, moral, hukum, keadilan.

A. HAKIKAT, FUNGSI; DAN PERWUJUDAN NILAI, MORAL, DAN HUKUM

1. Hakikat Nilai dan Moral

Pembahasan mengenai nilai termasuk dalam kawasan etika. Bertens (2001) menyebutkan ada tiga
jenis makna etika, yaitu

g. Etika berarti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya.
h. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Etika yang dimaksud adalah kode etik.
i. Etika berarti ilmu tentang baik dan buruk. Etika yang dimaksud sama dengan istilah filsafat
moral.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Misalkan kita mengatakan
bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah. Berarti kita melakukan penilaian terhadap suatu objek.
Baik dan indah adalah contoh nilai. Manusia memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu bisa
dikatakan adil, baik, indah, cantik, anggun, dan sebagainya.

Istilah nilai (value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.

a. Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai emas.


b. Harga sesuatu, misalnya uang.
c. Angka, skor.
d. Kadar, mutu.
e. Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan.

Beberapa pendapat tentang pengertian nilai dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Menurut Bambang Daroeso, nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu,
yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.

b. Menurut Darji Darmodiharjo adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik
lahir ataupun batin.

Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut.

a. Menyenangkan (peasent).

b. Berguna (useful).

c. Memuaskan (satisfying).

d. Menguntungkan (profitable).

e. Menarik (interesting).
f. Keyakinan (belief).

Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu objektif,
sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif. Menurut aliran idealisme, nilai itu objektif,
ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di
dalamnya. Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia. Hanya saja
manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran
objektivisme.

Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang menilainya.
Misalnya, air menjadi sangat bernilai daripada emas bagi orang kehausan di tengah padang pasir,
tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernilai bagi seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi,
nilai itu subjektif. Aliran ini disebut aliran subjektivisme.

Di luar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai ditentukan oleh
subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang atau objek
itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran subjektivisme
dan objektivisme.

Menurut Bambang Daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut.

a. Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat ditangkap melalui indra, tetapi ada).

b. Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan).

c. Berfungsi sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator).

Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan manusia. Misalnya, manusia mengakui ada keindahan.
Akan tetapi, keindahan sebagai nilai adalah abstrak (tidak dapat diindra). Yang dapat diindra adalah
objek yang memiliki nilai keindahan itu. Misalnya, lukisan atau pemandangan.

Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen) oleh manusia. Nilai merupakan sesuatu
yang baik yang dicitakan manusia. Contohnya, semua manusia mengharapkan keadilan. Keadilan
sebagai nilai adalah normatif.

Nilai menjadikan manusia terdorong untuk melakukan tindakan agar harapan itu terwujud dalam
kehidupannya. Nilai diharapkan manusia sehingga mendorong manusia berbuat. Misalnya, siswa
berharap akan kepandaian. Maka siswa melakukan berbagai kegiatan agar pandai. Kegiatan manusia
pada dasarnya digerakkan atau didorong oleh nilai.

Contoh nilai adalah keindahan, keadilan, kemanusiaan. kesejahteraan, kearifan, keanggunan,


kebersihan, kerapian, keselamatan, dan sebagainya. Dalam kehidupan ini banyak sekali nilai yang
melingkupi kita. Nilai yang beragam dapat diklasifikasikan ke dalam macam atau jenis nilai. Prof.
Drs. Notonegoro, S.H. menyatakan ada tiga macam nilai, yaitu

a. Nilai materiil, yakni sesuatu yang bergura bagi jasmani manusia.


b. Nilai vital, yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.
c. Nilai kerohanian, dibedakan menjadi 4 macam, yaitu
1) Nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi, dan cipta).
2) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia.
3) Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati, dan nurani
manusia.
4) Nilai religius (ketuhanan) yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan manusia.
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini
mempunyai sinonim mos, moris, manner mores atau manners, morals.

Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah
laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika.
Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima masyarakat umum tentang
sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat di atas, istilah moral dapat dipersamakan dengan istilah etika, etik,
akhlak, kesusilaan, dan budi pekerti. Dalam bubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai,
yaitu nilai moral. Tidak semua nilai adalah nilai moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia
(human) tentang hal baik-buruk.

Dalam filsafat nilai secara sederhana dibedakan menjadi 3 jenis.

a. Nilai logika, yaitu nilai tentang benar-salah.


b. Nilai etika, yaitu nilai tentang baik-buruk.
c. Nilai estetika, yaitu nilai tentang indah jelek.

Nilai etik/etika adalah nilai tentang baik-buruk yang berkaitan dengan perilaku manusia. Jadi,
kalau kita perilaku orang itunik, bukan berarti wajahnya buruk, tetapi menunjuk perilaku orang itu
yang buruk, Nilai etik adalah nilai moral. Jadi, moral yang dimaksudkan adalah nilai moral sebagai
bagian dari nilai.

Selain etika, kita mengenal pula estetika. Estetika merupakan nilai yang berkaitan dengan
keindahan, penampilan fisik, dan keserasian dalam hal penampilan. Sebuah lukisan memiliki nilai
estetika, bukan nilai etik. Nilai estetika berkaitan dengan penampilan, sedangkan nilai etik atau moral
berkaitan dengan perilaku manusia.

2. Norma sebagai Perwujudan dari Nilai

Nilai penting bagi kehidupan manusia, sebab nilai bersifat normatif dan menjadi motivator tindakan
manusia. Namun demikian, nilai belum dapat berfungsi secara praktis sebagai penuntun perilaku
manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih bersifat abstrak sehingga butuh konkretisasi atas nilai
tersebut. Contohnya, manusia mendambakan keselamatan, tetapi apa yang harus dilakukan manusia
agar terwujud keselamatan? Akhirnya, yang dibutuhkan manusia adalah semacam aturan atau
tuntunan perilaku yang bisa mengarahkan manusia agar terwujud keselamatan.

Jadi, nilai belum dapat berfungsi praksis bagi manusia. Nilai perlu dikonkretisasikan atau
diwujudkan ke dalam norma. Nilai yang bersifat normatif dan berfungsi sebagai motivator tindakan
manusia itu harus diimplementasikan dalam bentuk norma. Norma merupakan konkretisasi dari nilai.
Norma adalah perwujudan dari nilai.

Setiap norma pasti terkandung nilai di dalamnya. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma.
Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan norma maka nilai yang
hendak dijalankan itu mustahil terwujudkan.

Contohnya, ada norma yang berbunyi "Dilarang membuang sampah sembarang" atau "Buanglah
sampah pada tempatnya". Norma di atas berusaha mewujudkan nilai kebersihan. Dengan mengikuti
norma tersebut, diharapkan kebersihan sebagai nilai dapat terwujudkan dalam kehidupan. Ada norma
lain, misalnya yang berbunyi "Dilarang merokok". Norma tersebut dimaksudkan agar terwujud nilai
kesehatan. Akhirnya, yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita bukan nilai, tetapi
norma atau kaidah.
Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam
bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan
untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik. Norma adalah
kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi
oleh warga masyarakat di dalam berbuat, dan bertingkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang
tertib, teratur, dan aman.

Di samping sebagai pedoman atau panduan berbuat atau bertingkah laku, norma juga dipakai
sebagai tolok ukur di dalam mengevaluasi perbuatan seseorang. Norma selalu berpasangan dengan
sanksi, yaitu suatu keadaan yang dikenakan kepada si pelanggar norima. Si pelanggar norma harus
menjalani sanksi sebagai akibat atau tanggung jawabnya atas perbuatan itu. Adapun wujud, bentuk,
atau jenis sanksi itu harus sesuai atau selaras dengan wujud, bentuk, dan jenis normanya.

Norma-norma yang berlaku di masyarakat ada empat macam, yakni sebagai berikut.

a. Norma agama, yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari
Tuhan.

b. Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani dan
merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

c. Norma kesopanan, yaitu peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antar manusia.

d. Norma hukum, yaitu peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang
sifatnya mengikat dan memaksa.

Macam norma di atas dapat diklasifikasikan pula sebagai berikut.

Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi, yaitu

a. Norma agama/religi;

b. Norma moral/kesusilaan.

Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan antarpribadi, yaitu

a. Norma adat/kesopanan;
b. Norma hukum.

Norma agama adalah norma, atau peraturan hidup yang berasal dari Tuhan (Allah) yang
diberlakukan bagi manusia ciptaan-Nya melalui perantara utusan-Nya (para rasul). Pelanggaran
terhadap norma agama berupa sanksi di dunia dan akhirat. Norma agama dipatuhi tanpa ada
pengawasan oleh para penegak hukum. Misalnya, jangan membunuh atau jangan mencuri. Bagi orang
yang melanggarnya, kelak akan memperoleh sanksi pada kehidupan di akhirat. Meskipun sanksi
tersebut juga dirasakan pada kehidupannya di dunia berupa keguncangan hidup.

Norma moral/kesusilaan adalah norma yang hidup dalam masyarakat yang dianggap sebagai
peraturan dan dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Norma kesusilaan dipatuhi oleh seseorang
agar terbentuk akhlak pribadi yang mulia. Pelanggaran atas norma moral ada sanksinya yang
bersumber dari dalam diri pribadi. Jika ia melanggar, ia merasa menyesal dan merasa bersalah.
Misalnya, anak yang tidak patuh kepada orang tuanya akan menyesal pada kemudian hari. Selain itu,
akan menjadi buah bibir di kalangan masyarakatnya, dan masyarakat sekitarnya akan mencela
perbuatan yang melanggar norma kesusilaan seperti itu.
Norma kesopanan adalah norma yang timbul dari kebiasaan pergaulan sehari-hari untuk suatu
daerah tertentu. Norma kesopanan disebut juga norma adat, karena sesuai dengan adat yang berlaku
dalam suatu wilayah tertentu. Namun, ada pendapat pula yang membedakan antara norma kesopanan
dengan norma adat istiadat. Apa yang dianggap sopan di suatu daerah belum tentu dianggap sopan
untuk daerah lainnya. Misalnya, kaum muda harus menghormati yang tua, yang muda harus
memberikan tempat duduknya, cara bertamu, dan cara bersalaman. Pelanggaran atas norma
kesopanan adalah sanksi dari masyarakat, misalnya dikucilkan.

Norma hukum adalah norma atau peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum
perlu ada untuk mengatur kepentingan manusia dalam masyarakat agar memperoleh kehidupan yang
tertib. Jika norma ini dilanggar akan ada sanksi yang bersifat memaksa. Norma hukum tertuang dalam
peraturan perundang-undangan.

3. Hukum sebagai Norma

Berdasarkan pada uraian sebelumnya, hukum pada dasarnya adalah bagian dari norma, yaitu norma
hukum. Jadi, jika kita berbicara mengenai hukum yang dimaksudkan adalah norma hukum.
Hukum sebagai norma berbeda dengan ketiga norma sebelumnya tagama, kesusilaan, dan kesopanan).
Perbedaan norma hukum dengan norma lainnya adalah sebagai berikut.

1. Norma hukum datangnya dari luar diri kita sendiri, yaitu dari kekuasaan/lembaga yang resmi dan
berwenang.
2. Norma hukum dilekati sanksi pidana atau pemaksa secara fisik Norma lain tidak dilekati sanksi
pidana secara fisik.
3. Sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat negara.

Bagi orang-orang yang tidak patuh kepada norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma
agama dapat menimbulkan ketidaktertiban dalam kehidupan bersama sehingga perlu mempercleh
sanksi yang bersifat memaksa. Misalnya, orang yang melanggar norma kesopanan tidak mempunyai
rasa malu bila disisihkan dari pergaulan, orang yang melanggar norma kesusilaan tidak akan merasa
menyesal. Orang yang melanggar norma agama tidak akan takut kepada sanksi di akhirat ataupun
akan terguncang kehidupannya. Bagi orang-orang yang demikian ini dapat menimbulkan kekacauan
di masyarakat. Oleh karena itu, norma hukum perlu dipaksakan agar orang-orang mematuhi peraturan
hidup.

Jadi, meskipun telah ada norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, namun dalam kehidupan
bernegara tetap dibutuhkan norma hukum. Norma hukum dibutuhkan karena dua hal, yaitu

1. Karena bentuk sanksi dari ketiga norma belum cukup memuaskan dan efektif untuk melindungi
keteraturan dan ketertiban masyarakat
2. Masih ada perilaku lain yang perlu diatur di luar ketiga norma di atas, misalnya perilaku di jalan
raya.

Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaan, dan kesopanan Isi ketiga norma tersebut
dapat diangkat sebagai norma hukum. Di samping itu, norma hukum dapat menciptakan sendiri isi
norma tersebut. Contohnya, norma hukum berlalu lintas yang memang tidak ada di ketiga norma
sebelumnya.

B. KEADILAN, KETERTIBAN, DAN KESEJAHTERAAN

1. Makna Keadilan

Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti menempatkan sesuatu di
tengah-tengah, tidak berat sebelah, atau dengan kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Berikut ini beberapa pengertian mengenai keadilan. Berikut ini beberapa pendapat
mengenai makna keadilan.

a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan berarti (sifat perbuatan, perlakuan)
yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan
kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterima oleh pihak lain.

b. Menurut W.J.S. Poerwodarminto, keadilan berarti tidak berat sebelah, sepatutnya, tidak
sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk di dalamnya tidak terdapatnya
kesewenang-wenangan. Orang yang bertindak sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.

c. Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan bahwa keadilan sebagai
suatu keadaan di mana semua orang dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama.

Mengenai macam keadilan, Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu keadilan
komutatif dan keadilan distributif. Sedangkan Plato, guru Aristoteles, menyebut ada tiga macam, yaitu

a. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya,
tanpa mengingat berapa besar jasa-jasa yang telah diberikan (dari kata commute =
memindahkan). mengganti, menukarkan,

b. Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan hak atau jatah kepada setiap orang
menurut jasa-jasa yang telah diberikan (pembagian menurut haknya masing-masing pihak).
Di sini keadilan tidak menuntut pembagian yang sama bagi setiap orang, tetapi pembagian
yang sama berdasarkan perbandingan.

c. Keadilan legal atau keadilan moral adalah keadilan yang mengikuti penyesuaian atau
pemberian tempat seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kemampuannya, dan yang
dianggap sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan.

Keadilan merupakan hal penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Charles E. Merriam
dalam Miriam Boediardjo (1982) meletakkan keadilan ini sebagai salah satu prinsip dalam tujuan
suatu negara, yaitu keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan
kebebasan.

Adalah menjadi tugas penyelenggara negara untuk menciptakan keadilan. Tujuan bernegara
Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat diketahui
baik dalam pembukaan UUD 1945 maupun Pancasila.

Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 maka negara yang hendak didirikan adalah negara
Indonesia yang adil dan bertujuan menciptakan keadilan sosial. Pesan yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 itu hendaknya menjadi pedoman dan semangat bagi para penyelenggara
negara bahwa tugas utama pemerintah adalah menciptakan keadilan.

Berdasarkan pada Pancasila sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab maka adil yang
dimaksud adalah perlakuan secara adil kepada warga negara tanpa pandang bulu. Manusia pada
hakikatnya sama harkat dan martabatnya, termasuk pula manusia sebagai warga negara. Karena itu,
hendaknya penyelenggara negara menjamin perlakuan yang adil terhadap warganya. Hal ini tercermin
dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara, bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.

Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung makna adil dalam hal
pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Hasil pembangunan dan kekayaan bangsa hendaknya dapat
dinikmati secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat. "Kue" pembangunan dan kekayaan alam tidak
boleh dinikmati segelintir orang sebab hal tersebut akan menimbulkan perasaan iri, kesenjangan, dan
kemiskinan. Tugas penyelenggara negara adalah mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh
masyarakat Indonesia.

Sesuai dengan sila kelima tersebut maka keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bangsa
ialah:

a. Keadilan distributif, yaitu hubungan yang adil antara negara dengan warganya. Dalam arti, negara
wajib memberi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, keadilan dalam bentuk kesejahteraan,
subsidi, bantuan, serta kesempatan hidup bersama berdasarkan hak dan kewajiban.
b. Keadilan legal (bertaat), yaitu hubungan yang adil antara negara dengan warganya. Dalam arti,
warga negara wajib menaati peraturan perundangan yang berlaku.
c. Keadilan komutatif, yaitu hubungan yang adil dan sama antarwarganegara secara timbal balik.

2. Fungsi dan Tujuan Hukum dalam Masyarakat

Ada empat fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut.

a. Sebagai Alat Pengatur Tertib Hubungan Masyarakat

Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Hukum menunjukkan mana yang
baik dan mana yang buruk. Hukum juga memberi petunjuk apa yang harus diperbuat dan mana
yang tidak boleh, sehingga segala sesuatunya dapat berjalan tertib dan teratur. Kesemuanya itu
dapat dimungkinkan karena hukum mempunyai sifat mengatur tingkah laku manusia serta
mempunyai ciri memerintah dan melarang. Begitu pula hukum mempunyai sifat memaksa agar
hukum ditaati oleh anggota masyarakat.

b. Sebagai Sarana untuk Mewujudkan Keadilan Sosial

 Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang.


 Hukum mempunyai sifat memaksa.
 Hukum mempunyai daya yang mengikat secara psikis dan fisik.

Karena hukum mempunyai sifat, ciri, dan daya mengikat tersebut, maka hukum dapat memberi
keadilan, yaitu menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Hukum dapat menghukum
siapa yang salah, hukum dapat memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi
sanksi hukuman.

Contohnya, siapa yang berutang harus membayar adalah perwujudan dari keadilan.

c. Sebagai Penggerak Pembangunan

Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk
menggerakkan pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang
lebih maju dan lebih sejahtera.

d. Fungsi Kritis Hukum

Dewasa ini, sering berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu
daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pengawasan (petugas)
saja, tetapi aparatur penegak hukum termasuk di dalamnya.

Hukum bertujuan menjamin kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus
bersendikan pada rasa keadilan di masyarakat. Dalam literatur ilmu hukum, dikenal ada dua teori
tentang tujuan hukum, yaitu teori eris dan utilities. Teori etis mendasarkan pada etika, hukum
bertujuan untuk semata-mata mencapai keadilan, memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya. Hukum tidak identik dengan keadilan. Peraturan hukum tidaklah selalu untuk mewujudkan
keadilan. Contohnya, peraturan berlalu lintas. Mengendarai mobil di sebelah kiri tidak bisa dikatakan
adil karena sesuai aturan. Sedangkan berjalan di sebelah kanan dikatakan tidak adil karena
bertentangan dengan aturan. Jadi, teori ini tidak sepenuhnya benar.

Menurut teori utilities, hukum bertujuan untuk memberikan faedah bagi sebanyak-banyaknya
orang dalam masyarakat. Pada hakikatnya, tujuan hukum adalah memberikan kebahagiaan atau
kenikmatan besar bagi jumlah yang terbesar. Teori ini juga tidak selalu benar.

Selanjutnya, muncul teori campuran. Menurut teori ini, tujuan pokok hukum adalah ketertiban,
Kebutuhan akan ketertiban adalah syarat mutlak bagi masyarakat yang teratur. Di samping ketertiban,
tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang isi dan ukurannya berbeda menurut
masyarakat dan zamannya.

Agar tujuan kaidah hukum itu dapat terwujud dengan semestinya, atau sesuai dengan harapan
seluruh anggota masyarakat/negara maka harus ada kepatuhan kepada kaidah hukum tersebut.
Masyarakat perlu patuh dan menerima secara positif adanya kaidah hukum. Tidak dapat kita
bayangkan bagaimana kehidupan manusia tanpa adanya kaidah hukum.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H. dalam buku Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan
Hukum menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab para anggota masyarakat mematuhi hukum adalah:

1. Kepentingan-kepentingan para anggota masyarakat yang terlindungi oleh hukum.


2. Complience atau pemenuhan keinginan. Orang akan patuh pada hukum karena didasarkan pada
harapan akan suatu imbalan atau sebagai usaha untuk menghindarkan diri dari sanksi yang
dijatuhkan manakala kaidah hukum itu dilanggar.
3. Identification atau identifikasi. Dalam hal ini, seseorang mematuhi hukum karena identifikasi.
Pematuhan akan kaidah hukum itu bukan nilai yang sesungguhnya dari kaidah tersebut,
melainkan karena keinginannya untuk memelihara hubungan yang sebaik-baiknya dengan para
anggota masyarakat lainnya yang sekelompok atau segolongan dengan para pemimpin kelompok
atau pejabat hukum.
4. Internalization atau internalisasi. Bahwa kepatuhan manusia anggota masyarakat kepada hukum
karena kaidah-kaidah hukum tersebut ternyata sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan
sebagian besar para anggota masyarakat. Kepatuhan para anggota masyarakat terhadap hukum
atas dasar alasan-alasan yang mendalam, yaitu adanya penjiwaan dan kesadaran dalam diri
mereka masing-masing.

Sikap positif terhadap hukum menunjukkan kesadaran hukum yang tinggi dari warga negara.
Kesadaran hukum merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa itu hukum.
Adanya kesadaran hukum menyebabkan orang bisa memisahkan antara yang sesuai dengan hukum
(perilaku benar) dengan yang tidak sesuai dengan hukum (perilaku menyimpang). Orang yang tidak
memiliki kesadaran hukum adalah orang yang tidak mau atau tidak bisa membedakan antara yang
benar secara hukum dan salah secara hukum. Orang yang memiliki kesadaran hukum akan tergerak
untuk berupaya agar perilakunya sesuai dengan hukum dan mencegah perbuatan melanggar hukum.

C. PROBLEMATIKA NILAI, MORAL, DAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN


NEGARA

Moral adalah salah satu bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Moral berkaitan dengan nilai baik-buruk
perbuatan manusia. Pada dasarnya, manusia yang bermoral tindakannya senantiasa didasari oleh nilai-
nilai moral. Manusia tersebut melakukan perbuatan atau tindakan moral. Tindakan yang bermoral
adalah tindakan manusia yang dilakukan secara sadar, mau, dan tahu serta tindakan itu berkenaan
dengan nilai-nilai moral. Tindakan bermoral adalah tindakan yang menjunjung tinggi nilai pribadi
manusia. harkat dan martabat manusia.

Nilai moral diwujudkan dalam norma moral. Norma moral, norma kesusilaan, atau disebut juga
norma etik adalah peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani dan merupakan
perwujudan nilai-nilai moral yang mengikat manusia. Norma moral menjadi acuan perilaku baik
buruknya manusia. Perilaku yang baik adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral.
Sebaliknya, perilaku buruk adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma moral.

Selain norma moral, ada pula hukum. Pada dasarnya, hukum adalah norma yang merupakan
perwujudan dari nilai, termasuk nilai moral Terdapat perbedaan antara norma moral dengan norma
hukum, Pertama, norma hukum berdasarkan yuridis dan konsensus, sedangkan norima moral
berdasarkan hukum alam. Kedua, norma hukum bersifat heteronomi, yaitu datang dari luar diri;
sedangkan moral berasal dari dalam diri. Ketiga, dari sisi pelaksanaan, hukum dilaksanakan secara
paksaan dan lahiriah; sedangkan moral tidak dapat dipaksakan. Keempat, dari sanksinya, sariksi
hukum bersifat lahiriah; sedangkan moral bersifat batiniah. Kelima, dilihat dari tujuannya, hukum
mengatur tertib hidup masyarakat bernegara, sedangkan moral mengatur perilaku manusia sebagai
manusia. Keenam, hukum bergantung pada tempat dan waktu; sedangkan moral secara relatif tidak
bergantung tempat dan waktu.

Antara hukum dan moral berkaitan. Hukum harus merupakan perwujudan dari moralitas. Hukum
sebagai norma harus berdasarkan pada nilai moral. Apa artinya undang-undang jika tidak disertai
moralitas. Tanpa moralitas, hukum tampak kosong dan hampa. Norma moral adalah norma yang
paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang. Suatu hukum yang
bertentangan dengan norma moral kehilangan kekuatannya, demikian kata Thomas Aquinas.

Perilaku atau perbuatan manusia, baik secara pribadi maupun hidup bernegara terikat pada norma
moral dan norma hukum. Secara ideal, seharusnya manusia taat pada norma moral dan norma hukum
yang tumbuh dan tercipta dalam hidup sebagai upaya mewujudkan kehidupan yang damai, tertib,
aman, dan sejahtera. Namun, dalam kenyataan terjadi pelanggaran, baik terhadap norma moral
maupun norma hukum. Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran etik, sedangkan
pelanggaran terhadap norma hukum merupakan pelanggaran hukum.

1. Pelanggaran Etik

Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian norma etik untuk
suatu kegiatan atau profesi. Rangkaian norma moral yang terhimpun ini biasa disebut kode etik. Kode
etik merupakan bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada. Masyarakat profesi secara berkelompok membentuk kode etik profesi.
Contohnya, kode etik guru, kode etik insinyur, kode etik wartawan, dan sebagainya

Kode etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh
anggota profesi. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan
di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan
keahlian. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan
segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikit pun
tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme, dan ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi
respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional tersebut.

Meskipun telah memiliki kode etik, masih terjadi seseorang melanggar kode etik profesinya
sendiri. Contohnya, seorang dokter melanggar kode etik dokter. Pelanggaran kode etik tidak akan
mendapat sanksi lahirish atau yang bersifat memaksa. Pelanggaran etik biasanya mendapat sanksi
etik, seperti menyesal, rasa bersalah, dan malu. Bila seorang profesi melanggar kode etik profesinya
maka ia akan mendapat sanksi etik dari lembaga profesi, seperti teguran, dicabut keanggotaannya,
atau tidak diperbolehkan lagi menjalani profesi tersebut.
2. Pelanggaran Hukum

Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan atau perintah dari luar untuk
tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran hukum di masyarakat maka hukum
tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar- benar terbukti
melanggar hukum.

Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum memberitahukan kepada kita mana perbuatan yang
bertentangan dengan hukum yang bila dilakukan akan mendapat ancaman berupa sanksi hukum.
Terhadap perbuatan yang bertentangan dengan hukum tentu saja dianggap melanggar hukum sehingga
mendapat ancaman hukuman.

Problema hukum yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat.
Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil yang sesungguhnya tidak
perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak membawa SIM dengan alasan hanya untuk sementara
waktu.

Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan negara, karena hukum oleh negara dimuatkan dalam peraturan perundangan. Kasus tidak
membawa SIM berarti melanggar peraturan, yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas. Kasus-kasus pelanggaran hukum banyak terjadi di masyarakat kita mulai dari kasus kecil
seperti pencurian dan perjudian sampai kasus besar seperti korupsi dan aksi teror.

Pelanggaran hukum berbeda dengan pelanggaran etik. Sanksi atus pelanggaran hukum adalah
sanksi pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan memaksa. Masyarakat secara resmi (negara)
berhak memberi sanksi bagi warga negara yang melanggar hukum. Negara tidak berwenang
menjatuhi hukuman pada pelaku pelanggaran etik, kecuali pelanggaran itu sudah merupakan
pelanggaran hukum.

Problema hukum yang lain adalah hukum dapat digunakan sebagai alat kekuasaan. Dalam
negara, sesungguhnya hukumlah yang menjadi panglima. Semua institusi dan lembaga negara tunduk
pada hukum yang berlaku. Namun, dapat terjadi hukum dibuat justru untuk melayani kekuasaan
dalam negara. Dengan alih-alih telah berdasarkan hukum, tetapi peraturan yang dibuat justru
menyengsarakan rakyat, menciptakan ketidakadilan dan menumbuhsuburkan KKN. Contohnya,
Keppres- Keppres yang dibuat pada masa lalu. Oleh karena itu, dalam membuat hukum harus
memenuhi kaidah hukum. Gustav Radbruch (ahli filsafat Jerman) menyampaikan adanya tiga kaidah
(ide dasar) hukum yang harus dipenuhi dalam membuat norma hukum. Ketiga kaidah itu adalah
gerechtigheit (unsur keadilan), zeckmaessigkeit (unsur kemanfaatan). dan sicherheit (unsur kepastian).
Hukum yang berlaku di suatu negara haruslah mampu memenuhi tiga kriteria itu.

Untuk mendalami kembali bahasan ini, silakan mengerjakan latihan berikut!

SOAL

1. Apa hubungan antara nilai dengan norma?


2. Moral berkaitan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah moral. Jelaskan yang dimaksud
dengan pernyataan tersebut!
3. Mengapa manusia masih membutuhkan norma hukum, padahal sudah ada norma moral, agama,
dan kesopanan?
4. Hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan. Jelaskan!
5. Apa sanksi atas pelanggaran moral?

Anda mungkin juga menyukai