Anda di halaman 1dari 15

Desorpsi CO2

Reza Setiawan 1141500012


Faiz Abyantoro 1141500032

Teknologi Membran
Latar Belakang
Karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu penyebab utama dalam
fenomena pemanasan global. Perlunya teknologi pemisahan CO 2 untuk
mengendalikan efek rumah kaca. Dengan adanya pemisahan CO 2 dari aliran
gas. Teknologi konvensional dalam pemisahan CO 2 memberikan beberapa
kelemahan sperti flooding, foaming, entraining, channeling, dan tingginya
biaya investasi dan biaya operasi
Salah satu pengembangan yang dilakukan dalam absorpsi-desorpsi CO2
adalah teknologi kontaktor membran. Proses ini melakukan penggabungan
absorpsi gas dengan pelarut dan teknologi kontaktor membran. Keunggulan
dari teknologi ini sangat tergantung pada sistem pengontakan gas-cairan, jenis
membran yang digunakan, dan kondisi operasi yang digunakan. Selain itu,
membran kontaktor memliki luas permukaan kontak yang besar dan terhitung,
energi yang lebih rendah, serta mudah dalam scale-up karena bersifat
Tujuan

Melakukan studi terhadap performa membran kontaktor


berjenis polipropilen (PP) sebagai alat kontak dalam
desorpsi CO2 menggunakan absorben air yang terlarut
CO2 untuk mengetahui kemampuan desorpsi CO2
menggunakan kontaktor membran sebagai alat pemisah
dan pompa vakum sebagai unit desorpsi CO2 dari pelarut
air.
Pemilihan Material Membran
Kriteria pembuatan membran
– Ketahanan kimia yang baik dari material membran memberikan dampak terhadap
masa pakai membran itu sendiri. Dalam reaksi yang terjadi antara pelarut dan
material membran dapat memberikan pengaruh terhadap teksur dari permukaan
membran. Untuk menjaga proses berjalan dengan baik, maka pemilihan material
membran harus sesuai dengan penggunaan bahan pelarut.
– Ketahanan Panas material membran akan mengalami dekomposisi atau degradasi
akibat proses dilakukan pada temperatur tinggi. Perubahan membran ini tergantung
pada temperatur transisi gelas polimer (Tg). Semakin tinggi temperatur transisinya
maka polimer tersebut memiliki ketahanan panas lebih baik.
Permasalahan yang terjadi dalam membran kontaktor adalah terjadinya pembasahan,
penyumbatan dalam pori membran akibat adanya suspensi padatan dalam gas, dan
degradasi material membran itu sendiri. Oleh karena itu, pemilihan material membran
sangat penting untuk menjaga kestabilan operasi. Pembasahan terjadi jika pori membran
diisi oleh cairan. Resisten perpindahan massa pada pori yang berisi gas sangat kecil dan
bisa diabaikan. Akan tetapi, jika membran pori diisi oleh cairan, resisten perpindahan
massa menjadi signifikan. Pembasahan membran dapat diprediksikan dari sudut kontak
cairan dengan permukaan polimer. Semakin kecil sudut kontak, maka kecendrungan
pembasahannya semakin besar. Cairan yang mempunyai tegangan permukaan yang
rendah biasanya membasahi permukaan kebanyakan polimer.

Beberapa material yang umum digunakan dalam pemisahan gas CO2 dengan membran
kontaktor adalah polipropilen (PP), politetrafluoroetilen (PTFE), dan Polivinilidene fluorida
(PVDF).
Polipropilen (PP)

PP bersifat hidrofobik, tapi memiliki Tg yang rendah, sehingga kurang


stabil dibanding PTFE dan rentan terhadap pembasahan.
Kelebihannya yaitu harganya jauh lebih murah dibanding PTFE.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa PP cenderung mengalami
pembasahan parsial. Misalnya percobaan yang dilakukan Wang, dkk
yang memperoleh hasil bahwa pada beberapa jam pertama fluks CO2
cenderung menurun sampai akhirnya bernilai konstan. Hal ini
menunjukkan bahwa pada awal percobaan, membran mengalami
pembasahan, dan baru kemudian stabil.
Politetrafluoroetilen (PTFE)

PTFE tersusun dari rantai karbon panjang dimana setiap atom karbon
mengikat dua atom fluorin.
Membran PTFE merupakan membran yang hidrofobik dan paling
stabil jika digunakan untuk pemisahan CO2 dengan membran
kontaktor. Studi yang dilakukan oleh Matsumoto, dkk memperoleh
hasil bahwa hanya membran PTFE yang tidak mengalami
pembasahan setelah dioperasikan selang waktu tertentu. Nishikawa,
dkk melaporkan bahwa kinerja membran PTFE stabil bahkan setelah
dioperasikan selama 6600 jam. Selain itu, PTFE memiliki koefisien
perpindahan massa total volumetrik lebih besar.
Polivinilidene fluorida (PVDF)

PVDF memiliki resisten kimia dan termal yang sangat bagus


dan stabil pada kebanyakan senyawa kimia dan organik
yang bersifat korosif, seperti asam, alkalin, oksidan, dan
halogen. Secara komersial, material jenis ini memiliki ikatan
energi yang rendah (25 dyne/cm). Selain itu, PVDF
merupakan satu-satunya polimer hidrofobik yang terlarut
dalam solven organik. Karena material ini memiliki kinerja
yang stabil terbukti dengan nilai fluksnya yang konstan
setelah dioperasikan selama rentang waktu tertentu.
Absorben Pemisah CO2
Berbagai jenis pelarut telah dipelajari kemampuannya untuk menyerap gas
CO2. Absorpsi CO2 bisa dilakukan dengan menggunakan pelarut fisik dan
pelarut kimia, dan pada bagian ini yang akan dibahas secara detail adalah
pelarut kimia. Pemilihan absorben harus memenuhi kriteria antara lain,
mempunyai reaktivitas yang besar dengan CO2, tegangan permukaan tinggi,
memiliki kompatibilitas kimia dengan material membran, tekanan uap yang
rendah, mempunyai stabilitas termal yang bagus, dan mudah diregenerasi.
Jenis amine yang telah terbukti sebagai pelarut yang komersial adalah
monoetanolamine (MEA), dietanolamine (DEA), dan metildietanolamine
(MDEA).
Dialirkan absorben dengan pompa
Atur laju alir absorben yang ingin
ke dalam membrane kontaktor
Mulai divariasikan
hingga aliran keluaran stabil
Variasikan tekanan vakum
Menghidupkan pompa vakum
Operasi Pemisahan CO2

Tunggu selama 10 menit hingga


Dimatikan pompa absorben dan
kondisi tunak
pompa vakum
Lakukan pengamatan Qliquid dan Pvakum

Output
Cliquid in
Selesai
Cliquid out
Pvakum
Pembahasan
1. Pengaruh tahanan perpindahan massa terhadap desorpsi CO 2
Secara umum, dengan meningkatnya kecepatan absorben dapat
meningkatkan koefisien perpindahan massa pada fasa cair. Pada sistem
desorpsi CO2 membran kontaktor perpindahan massa fasa gas terjadi pada
kondisi vakum, maka koefisien perpindahan massa di sisi gas bernilai nol.
Tahanan perpindahan massa fasa cair memberikan efek yang signifikan
terhadap kinerja desorpsi CO2 pada membran kontaktor. Sementara itu,
tahanan perpindahan massa pada fasa gas hanya memberikan kontribusi
tahanan perpindahan massa yang sangat kecil. Dapat disimpulkan bahwa
tahanan perpindahan massa fasa cair mengontrol tahanan perpindahan
massa total pada proses desorpsi. Fenomena ini juga ditemukan pada
proses absorpsi gas membran kontaktor dan juga proses desorpsi gas pada
kolom stripper.
Pembahasan
2. Pengaruh laju alir absorben terhadap desorpsi
CO2
Grafik disamping menunjukkan bahwa perubahan fluks desorpsi
CO2 dipengaruhi oleh kecepatan absorben yang dialirkan ke dalam
membran kontaktor. Kenaikan kecepatan aliran absorben
meningkatkan fluks desorpsi CO2. Fluks desorpsi CO2 paling tinggi
yaitu 0,71 mol/m2.min pada tekanan vakum 36 cmHg didapatkan
pada kecepatan absorben 1,58 cm/s. Hal ini dikarenakan adanya
reduksi dari tahanan lapisan cairan dan meningkatkan laju koefisien
transfer massa CO2 pada laju alir absorben yang lebih tinggi.
Pembahasan
3. Pengaruh tekanan vakum terhadap desorpsi CO2
Dengan merubah tekanan operasi pompa vakum, dapat
menyebabkan perubahan pada fluks dan efisiensi desorpsi. Makin
rendah operasi tekanan vakum, maka nilai fluks dan efisiensi akan
semakin meningkat. Hal ini dikarenakan makin rendah tekanan
vakum maka fasa cair pada absorben akan berubah menjadi fasa
uap karena tekanan saturasi air murni berubah fasa pada tekanan
4,241 kPa (3,09 cmHg) pada temperatur 30 oC. Jika makin rendah
operasi tekanan vakum, selain akan banyak kehilangan absorben
yang teruapkan akibat dari saturasi uap air. Selain itu kebutuhan
energi yang dibutuhkan akan menjadi semakin besar.
Kesimpulan

Pada proses desorpsi CO2 pada membran kontaktor, tahanan


perpindahan massa fasa cair memberikan pengaruh signifikan
terhadap tahanan perpindahan massa total dibandingkan dengan
tahanan perpindahan massa pada membran dan fasa gas. Fenomena
ini juga dapat ditemui pada proses absorpsi gas membran kontaktor
dan juga desorpsi gas pada kolom stripper.
Hasil menunjukkan bahwa proses desorpsi CO2 dipengaruhi oleh laju
alir absorben dan tekanan vakum. Dengan meningkatnya laju alir
absorben dan rendahnya tekanan vakum, didapatkan nilai fluks dan
efisiensi desorpsi yang tinggi.
Reza Setiawan
Faiz Abyantoro
Teknologi Membran – Desorpsi CO2

TERIMA KASIH
THANKS

Anda mungkin juga menyukai