Anda di halaman 1dari 8

FIRST CASE

Saya seorang penyanyi kafe kakilima di Malioboro. Setiap malam mulai pukul 18.00 saya
sudah ada di salah satu tempat di Malioboro dan menghibur para pelanggan yang menikmati
sajian khas kota Yogyakarta. Saya biasa pulang ke rumah pukul 03.00 tiap hari dan setelah
mandi, saya pun tidur lelap, baru bangun sekitar pukul 12.00 tengah hari untuk beraktifitas. Pola
ini sudah terbentuk bertahun-tahun dan saya tidak tahu pekerjaan lain yang bisa saya lakukan
kecuali menyanyi dan menghibur pada pelanggan dengan suara saya.
Sejak munculnya wabah Covid19, Malioboro ditutup dari segala aktifitas di malam hari. Tidak
ada kafe, tidak ada angkringan dan tentu saja tidak ada pelanggan. Otomatis saya juga tidak
mendapat penghasilan dari kafe-kafe yang ada di sepanjang malioboro. Tabungan saya mulai
menipis untuk biaya hidup, sedangkan pandemi ini belum tahu kapan akan berakhir. Apa yang
harus saya lakukan?
SECOND CASE
Saya adalah seorang pemilik kafe yang sehari-hari mengandalkan hidup dari menjual kopi dan
aneka penganan kecil di kafe saya. Para pengunjung kafe saya rata-rata penggemar nongkrong
dan bisa menghabiskan waktu berjam-jam di kafe saya, menikmati suguhan musik secara live
dan membayar mahal untuk secangkir dua cangkir kopi yang harganya bisa hanya 10% dari
harga yang mereka bayarkan kepada saya.Sejak munculnya wabah Covid-19, kafe saya harus
ditutup total dan otomatis saya tidak ada penghasilan apapun. Sebaliknya, kelangsungan hidup
10 orang karyawan saya yang sudah setia mengalami banyak hal bersama saya sejak awal
berdirinya kafe tersebut sangat tergantung pada saya. Apa yang harus saya lakukan?
THIRD CASE

Saya seorang yang bertubuh sehat dan hampir tidak pernah sakit. Bulan Januari hingga Februari
saya sering bepergian ke luar negeri dalam rangka urusan bisnis. Pada saat itu keluar masuk
Indonesia masih bebas dan tidak ada pemeriksaan mendetail. Awal bulan Maret kasus Covid-19
mulai merebak dan banyak aturan yang harus diikuti. Berdasarkan data perjalanan saya,
pengurus RT di perumahan saya menyampaikan surat pemberitahuan agar saya mengkarantina
diri saya secara mandiri. Saya tidak diperbolehkan keluar rumah dan berinteraksi dengan
siapapun. Sedangkan pekerjaan saya adalah seorang pengusaha yang harus bertemu dengan
banyak orang untuk merealisasikan target penjualan produk saya. Apa yang harus saya lakukan?
FOURTH CASE
Saya tinggal di sebuah perkampungan padat penduduk, kendati pun lingkungan hidup saya
banyak bersinggungan dengan kaum marginal yang berpendapatan di bawah rata-rata, saya dan
keluarga saya tidak termasuk mereka. Bahkan setelah wabah Covid-19 ini menjadi pandemi,
kondisi perekonomian keluarga saya masih bisa dibilang bagus karena kami masih punya
tabungan. Tetapi tabungan ini pun akan habis jika terus digunakan, dan itu sering membuat saya
takut karena kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Pada satu hari ada pengumuman
dari RT bahwa keluarga saya termasuk dalam data penerima bantuan sosial pemerintah pusat
sebesar Rp. 600.000,00 per bulan. Dalam kondisi normal uang segitu tidak ada artinya buat
kami. Tetapi bayangan tabungan yang kian menipis membuat uang itu menjadi cukup berarti
bagi saya. Di sisi lain, banyak tetangga di perkampungan saya yang kondisinya jauh di bawah
saya, tidak mendapat bantuan sosial karena pendataan keluarga mereka yang tidak memenuhi
syarat. Apa yang harus saya lakukan dengan bantuan sosial tersebut?
FIFTH CASE
Saya seorang manajer sebuah perusahaan multi nasional. Dalam rangka pelaksanaan CSR
(Tanggung Jawab Sosial Perusahaan), saya ditunjuk perusahaan untuk menyalurkan sejumlah
bantuan kepada warga di sekitar lokasi perusahaan kami. Saya bekerja sama dengan
pemerintahan setempat sudah mendata dan memperoleh jumlah keluarga yang harus dibantu
sebanyak 350 keluarga. Besar bantuan yang diberikan perusahaan adalah sebesar Rp.
500.000,00 per keluarga. Setelah saya teliti lebih lanjut, dari 350 nama tersebut, ada sebanyak
35 keluarga yang sebenarnya tidak layak dibantu karena mereka masih memiliki penghasilan
tetap. Sebaliknya ada 20 keluarga yang kondisinya benar-benar memprihatinkan, uang Rp.
500.000,00 itu tidak akan cukup untuk menopang hidup mereka. Apakah yang harus saya
lakukan? Apakah tetap membagikan sesuai data dan selesai tugas saya, atau mengatur bantuan
itu agar adil sesuai kebutuhan masing-masing keluarga?
SIXTH CASE
Saya seorang staf pemerintahan yang juga pengusaha. Jauh sebelum saya menjadi staf
pemerintahan, usaha saya sudah berkembang cukup bagus. Dan salah satu alasan saya dipilih
masuk dalam pemerintahan adalah karena kemampuan manajerial saya yang bagus. Beberapa
saat setelah saya masuk dalam pemerintahan, perusahaan saya memenangkan tender (peluang
usaha) pengadaan suatu jenis pelatihan yang dimodali pemerintah. Harus diakui, sedikit banyak
kemenangan saya itu dipengaruhi juga posisi saya sebagai staf pemerintahan. Tetapi hal ini
diketahui banyak orang dan mulailah diperdebatkan. Saya memiliki tiga pilihan :
 Melepaskan jabatan saya dan kembali menjadi pengusaha
 Membatalkan tender yang sudah saya peroleh demi menjaga kredibilitas pemerintahan
 Cuek saja dan tetap menjadi staf pemerintahan dan tetap jadi pengusaha
Mana yang harus saya pilih?
SEVENTH CASE
Saya bertanggung jawab untuk menyediakan APD di sebuah rumah sakit. Jumlah APD yang
ada sangat terbatas. Pada suatu saat, hanya tinggal tersedia 1 set APD dan ada dua orang yang
membutuhkan APD tersebut. Orang pertama adalah direktur rumah sakit tempat saya bekerja,
dia meminta diberikan APD itu untuk dikenakan saat dia melakukan kunjungan ke ruang rawat
pasien.
Mengingat jabatannya sebagai direktur yang merupakan atasan saya, seharusnya saya mematuhi
beliau. Satunya yang juga membutuhkan APD tersebut adalah rekan saya perawat yang bertugas
di UGD dan setiap saat menangani pasien yang datang ke UGD dengan segala macam
kondisinya. Mengingat pekerjaannya, dia sangat rawat terpapar Covid-19 bilamana tidak
mengenakan APD. Kepada siapakah saya harus memberikan APD yang tinggal satu set ini?
EIGHTH CASE
Saya bertanggung jawab untuk menyediakan APD di sebuah rumah sakit. Jumlah APD yang
ada sangat terbatas. Pada suatu saat, hanya tinggal tersedia 1 set APD dan ada dua orang yang
membutuhkan APD tersebut. Orang pertama adalah direktur rumah sakit tempat saya bekerja,
dia meminta diberikan APD itu untuk dikenakan saat dia melakukan kunjungan ke ruang rawat
pasien.
Mengingat jabatannya sebagai direktur yang merupakan atasan saya, seharusnya saya mematuhi
beliau. Satunya yang juga membutuhkan APD tersebut adalah rekan saya perawat yang bertugas
di UGD dan setiap saat menangani pasien yang datang ke UGD dengan segala macam
kondisinya. Mengingat pekerjaannya, dia sangat rawat terpapar Covid-19 bilamana tidak
mengenakan APD. Kepada siapakah saya harus memberikan APD yang tinggal satu set ini?

Anda mungkin juga menyukai