Namun, idealnya, semua orang yang terkena Covid-19 itu HARUS DIISOLASI, baik yang
bergejala ringan sampai berat, maupun yang tidak bergejala. Idealnya sih gitu.
Tapi pasti ada yg protes, “noh tetangga saya gejala ringan malah dipulangin dok!”
QUESTION 1# Ah beneran gak dok ada pasien Covid-19 yang tanpa gejala? Kok saya ga
percaya?
Dih! Beneran! Sudah ada penelitian (yang tentunya bukan oleh orang Indonesia) yang
menunjukkan bahwa MEMANG BETUL ada pasien Covid-19 tanpa gejala, yaitu dengan
presentase (yang ketahuan) sebesar 30 - 40% dari total keseluruhan Pasien Covid-19.
QUESTION 2# gimana ceritanya dok, pasien tanpa gejala kok bisa menularkan Covid-19?
Nih ya, pasien tanpa gejala juga memiliki swab positif, artinya hasil kultur virusnya positif,
yang menandakan bahwa pasien dapat menularkan Covid-19 kan.
Ada yang namanya viral load yaitu jumlah virus yang masuk ke tubuh
Berdasarkan berbagai penelitian, mekanismenya itu adalah, ketika seorang tanpa gejala
dapat memunculkan hasil positif pada swabnya, ARTINYAAAA: viral load itu cukup banyak
untuk mampu menunjukkan hasil perhitungan yang adekuat sehingga hasil swab POSITIF.
Nah viral load ini berhubungan dengan KEMAMPUAN PENULARAN. Artinya, kemampuan
penularan pasien Covid-19 tanpa gejala, sama dengan pasien yang memiliki gejala ringan s.d
berat. Bedanya, yg tanpa gejala kan ga ada batuk, pilek, demam. Tapi bukan berarti orang
tanpa gejala ga bisa bersin kaaan? Pas bersin, welcome virus!
QUESTION 3# Berarti pasien covid-19 tanpa gejala harus tetap diisolasi dok?
Ya. Untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 ke orang lain, apalagi orang tanpa gejala
dapat berubah menjadi bergejala setelah beberapa hari terdiagnosis
Tapi sekali lagi, kelemahan negeri ini memang alat swab untuk tes PCR terbatas, rakyatnya
banyak dan bandel, jadi bisa jadi yang tampaknya sehat-sehat itu pas diswab positif, tp karna
alat swab terbatas, jd ga diswab, eh ga ketauan deh.
Dan, pasien tanpa gejala pun, bisa berubah menjadi BERGEJALA dalam beberapa hari setelah
terdiagnosis
QUESTION 4# salah satu permasalahan penanganan pandemi ini berarti minimnya tes PCR
(swab) ya dok?
Bisa dibilang begitu. Tapi kalau mau dilihat, sebenarnya distribusi alat tesnya juga ga rata.
Belum memenuhi Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi enaknya kita bahas di
channel youtube selanjutnya yah!!
Terimakasih!
<closing>
JUDUL 2: COVID-19: KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
(MULAI DARI PCR SAMPAI TENAGA KESEHATAN DAN FASYANKES)
#1 Di channel sebelumnya Dokter bilang Tes PCR di Indonesia itu ga rata, maksudnya?
Populasi di DKI Jakarta itu sebetulnya 4% populasi di Indonesia, 300 juta, maka 4%= 10 jt
penduduk, nah, jumlah orang yang dites di DKI Jakarta itu kalau dibandingkan dgn jumlah
orang yang dites di Indonesia itu mencapai separonya (50%)nya.
Gini, populasi yang dites itu ada 1 juta penduduk, 500 ribu penduduknya itu warga jakarta,
500 ribu sisanya itu tersebar di seluruh Indonesia. Ini belum sesuai dengan Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Standar WHO itu: ada 10.000 penduduk yang dites per 1 juta penduduk. Tapi, jakarta yang
udah melimpah ruah tes PCRnya ajah masih jauh dari standar itu. 10 juta penduduk, yang
dites 500.000, berarti kan baru 5.000 per 1 juta penduduk, masih jauh dari standar.
Lalalla~
Namun, penduduk jakarta itu sudah mendapatkan 21x jumlah tes PCR lebih banyak dari
penduduk di propinsi lainnya.
Bayangkan gap daerah-daerah lain dari standar WHO itu jauh banget kan??
Simpelnya, kalau ga dites ya ga ketauan Covid-19. Seperti kita tahu, ada pasien covid-19
yang tidak ada gejala. Nah, kondisi ini diketahui ya dengan swab PCR.
Faktanya, 21% kasus positif disumbangkan dari Jakarta loh, terus 79% sisanya campur aduk
dari Sabang sampai Merauke.
Tapi apakah memang daerah selain di Jakarta itu pasien covid-19nya dikit? Belum tentu, bisa
jadi karena undertested, kemampuan tes yang di bawah rata-rata.
Tapi yang terpenting lagi, MASYARAKAT kita juga tidak siap dengan kondisi ini.
Lihat saja, nakes disalahkan atas adanya covid-19 ini. Hello?
Apalagi sekarang, RS dan Puskesmas mulai tutup karena ada nakes yang terinfeksi Covid-19.
Angka kematian nakes terus naik.
Dilansir dari WHO Situation Report di Indonesia, sekitar 70 dokter dan 50 perawat meninggal
karena Covid-19, INI TERTINGGI DI DUNIA.
Mau sistem kesehatannya siap dengan peralatan canggih, tapi kalau pemikiran
masyarkaatnya masih primitif, pakai masker gamau, protokol kesehatan tidak dilakukan,
bahkan yang sederhana: membatasi diri bertemu orang dan keluar rumah saja tdk dilakukan,
ya mau bagaimana??
Jadi, puncak grafik Covid-19 itu dilihat dari tren KASUS AKTIF (ACTIVE CASES)
Jumlah pasien Covid-19 yang masih hidup dan belum sembuh dibandingkan dengan
keseluruhan total kasus Covid-19 (baik yang sudah sembuh maupun yang meninggal).
Ini harus dihitung berkala, untuk tahu apakah persentasenya semakin naik atau justru turun?
Jika tidak mengalami penurunan dan terus naik, berarti negara itu masih bejibaku melawan
fase puncak-puncaknya Covid-19.
Mau dibilang siap? Belum! Kita ini terbantu dengan banyaknya tenaga “relawan” tanpa
tanda jasa di era pandemi ini, yaitu adalah PPDS.
PPDS disebut juga residen, adalah dokter umum yang lagi sekolah lagi untuk mendapatkan
gelar spesialis.
PPDS berpraktik di RS Pendidikan, dengan status “belajar”, namun tetap “bekerja”, tapi tidak
mendapatkan hak sebagaimana “tenaga kerja”. Ini emang rancu, tapi karena status “belajar”
itu memang butuh “nilai” untuk bisa “lulus” dan nantinya jadi spesialis, maka PPDS “bekerja
tanpa kenal lelah” untuk dapat “nilai yang baik” dan agar “bisa lulus”
Mirisnya adalah, PPDS di Indonesia tidak diupah dengan layak, tidak mendapatkan hak
sebagainama tenaga kerja. Biaya sekolah PPDS yang tinggi, sesemester bisa 15 - 20 juta
rupiah, jam kerja yang unlimited bisa dari pagi ketemu pagi lagi, tidak punya jaminan
kesehatan dan hak cuti. Sedangkan di negara-negara lain PPDS itu dianggap sebagai tenaga
kerja di suatu RS, sebut saja berbagai serial TV di luar negeri seperti “Grey Anatomi”, “The
Good Doctor”, kita bisa lihat lah mereka itu meskipun hidupnya kerja keras bagai quda, tp
secara finansial tercukupi.
Sehat secara sosial juga penting, yaitu bagaimana kita bisa bermanfaat bagi banyak orang di
sekitar kita. Karena sadar ga sadar, ketika kita tidak mau bersosialisasi dan berinteraksi
dengan banyak orang, itu sebenarnya adalah salah satu ciri depresi loh!
Akui bahwa kita ga kayak orang jaman dulu yang kemana2 jalan kaki, naik kuda, atau naik
unta yang pada akhirnya membantu menangani masalah tulang belakang.
Modern : banyak fasilitas kesehatan canggih, bahkan sampai ke tingkat genetika.
Bersosialisasi.
Dengan bergaul dan bersosialisasi, sebenarnya kita secara alami itu mengolah pikiran kita
juga loh karena kita menggunakan kemampuan komunikasi kita kan untuk berinteraksi
dengan orang.
Rajin olahraga
Nih, penelitian menunjukkan bahwa penuaan itu akan menambah proporsi lemak di tubuh,
hilangnya otot, dan postur tubuh yang semakin memendek, tapiii itu semua dapat dicegah
dengan olahraga yang cukup. Wanita yang melakukan aktivitas fisik aerob seperti lari,
bersepeda, atau renang 2-3 kali seminggu akan memiliki kadar lemak yang rendah di
tubuhnya daripada yang tidak beraktivitas fisik sama sekali.
Oke, mgkn lari, renang, atau bersepeda berat? Cukup berjalan kaki 30 menit setiap hari, dan
konsisten terus, maka kita menyelamatkan tubuh kita dari kerusakan dini, jantung dan ginjal
juga tetap sehat. Otak juga terus mendapatkan asupan oksigen yang oke.
Senyum!
Senyum melibatkan berbagai otot di muka melawan gravitasi, jadi tentunya akan menunda
penuaan dong.
Lindungi Kulitmu
Dengan cara: kurangi merokok, hindari paparan sinar matahari siang hari, banyak makan
sayur dan buah. Kenapa sih ? karena emang sejatinya, penuaan itu akan menurunkan kadar
kolagen yang menyebabkan kulit kenyal.
Konsumsi antioksidan
Penuaan itu artinya kadar radikal bebas dalam tubuh meningkat, meskipun tubuh kita secara
alami mengkonsumsi antioksidan, yaitu komponen yang dapat “mengusir” oksidan/radikal
bebas tubuh”.
Apa aja sih antioksidan itu? Vitamin A, C, E: ada di sayur dan buah: yaitu jeruk, buah labu,
wortel, ubi, melon. Nyam nyam nyam!
Kurangi makan
Siapa yang ga sedih harus mengurangi makan. Namun penelitian menunjukkan bahwa
mengurangi kalori yang dimakan dapat menurunkan risiko penyakit terkait penuaan seperti
diabetes, sumbatan arteri jantung, serangan jantung dan stroke, yang tentunya akan
memperpanjang umur kita dong!
Tapi, tenang, kita masih bisa makan tanpa batas buah-buahan dan ikan yang berminyak tadi
tuh.
Nah itulah cara-cara untuk awet muda di masa modern ini. Semangat yaa! Kesehatan itu
mahal, maka perlu dijaga.