Anda di halaman 1dari 10

TOLERANSI DAN SALING

MENGHARGAI DALAM
PERAYAAN HARI BESAR
KEAGAMAAN
I Nengah Dharma
FKUB DKI Jakarta
SEKILAS TENTANG MANUSIA DAN
KEYAKINAN
◦ Perbedaan Manusia adalah Rahmat, ia bersifat terberi, dianugrahi oleh Sang Pencipta yang
Maha Agung – Tuhan Yang Maha Esa, bersamaan dalam keberagaman/pluralisme dan
multikulturalisme dari sisi toleransi serta saling menghargai khususnya dalam perayaan hari
besar keagamaan, akan menjadi satu nilai kurukunan yang sangat didambakan oleh setiap
insan di Negara Kesatuan Republik Indonesia
◦ Apabila melihat korelasi atau relasi hubungan antara manusia dan masusia lainnya tanpa
dibatasi oleh nilai-nilai keyakinan, maka relasi manusia dalam menjalin relasi hubungan
sosial tidak mempunyai batas bahkan menembus relasi di segala hidup dan kehidupan
manusia dimanapun berada. Namun apabila sudah membawa suatu keyakinan dalam hal ini
nilai-nilai agama, maka relasi tersebut akan stak atau berhenti pada keyakinan kebenaran
yang sangat absolut.
◦ Demikian pula ketika hendak membawa nilai-nilai keagamaan
khususnya dalam hal Perayaan Hari Besar Keagamaan, akan
menjadi sangat menarik untuk dibahas, mengapa komunitas tertentu
begitu kuatnya memegang keyakinan dalam menyampaikan narasi
ucapan selamat kepada saudara lintas agama khususnya dalam hal
menyampaikan salam perayaan hari besar keagamaan.
DEFINISI HARI BESAR KEAGAMAAN
◦ Secara umum, hari besar keagamaan yang dimaksud adalah suatu momen
seremonial atau pada hari-hari tertentu yang diperingati bahkan diistimewakan
yang mempunyai makna penting dalam kehidupan berdasarkan keyakinan
seseorang sesuai dengan ajaran agama tertentu. Misalnya dalam agama Islam
ada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dalam agama Kristen atau Katolik ada
hari raya Paskah dan Natal, dalam agama Hindu ada hari Raya Galungan dan
Nyepi, Dalam agama Buddha ada hari raya Waisak dan Asadha, sedangkan
dalam agama Konghuchu ada hari raya Imlek dan Cap Go Meh
TRADISI MENGUCAPKAN SELAMAT
◦ Dalam penyampaian salam dan ucapan selamat yang mempunyai arti harfiah menyampaikan
doa kebajikan dan kemuliaaan pada momen yang tepat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Penyampaian narasi selamat dengan ucapan langsung maupun tidak langsung itu
mempunyai makna relasi keakraban dan persaudaraan di antara penuturnya. Ketika tetangga
atau saudara bergembira dan berbahagia misalnya karena kelahiran anak, momen hari ulang
tahun, lulus sekolah atau Wisuda Sarjana, momen perkawinan, dll maka patutlah kiranya
memberikan ucapan selamat sebagai tanda ikut menyambut kegembiraan serta kebahagiaan.
Demikian pula pada momen saat ada kedukaan atau kematian, kiranya patut mengucapkan
salam duka bahkan turut serta mendoakan sebagai tanda empati atau bela sungkawa.
PERHATIAN TERHADAP UCAPAN
SELAMAT
◦ Namun sayangnya tidak semua secara personal atau komunitas bersedia menyampaikan atau
mengucapkan kalimat sederhana penuh kemuliaan yakni Selamat Hari Raya keagamaan tertentu
kepada teman, sahabat atau saudaranya yang beragama lain. Tentu hal ini dapat dipastikan
dengan adanya akidak atau keyakinan yang berbeda, maka peristiwa sosial budaya yang
membahagiakan orang lain menjadi atau menimbulkan pemikiran bahkan ketegangan bagi
seseorang yang berbeda agama. Apakah keyakinan atau agama dalam peristiwa sosial tertentu
membuat personal orang lain berbahagia karena perbedaan keyakinan agama? Apabila
perbedaan itu dianggap keniscayaan dan bahkan dianggap sebagai anugrah, maka menghargai
perbedaan dengan memberikan ucapan selamat hari raya keagamaan pada saudara, teman atau
sahabat akan menjadi suatu bentuk toleransi yang indah.
DESKRIPSI KEHIDUPAN TOLERANSI
◦ Sebagai deskripsi atau gambaran kehidupan bertoleransi dan saling menghargai dalam
perayaan hari raya keagamaan yang watunya bersamaan disuatu daerah di Bali sebagai contoh
riil adalah pada saat Perayaan hari Nyepi dan Hari Raya Idul Fitri. Tentu pada saat Nyepi bagi
umat Hindu adalah merupakan hari suci untuk pelaksanaan ibadah berpuasa selama 24 jam.
Pada saat penyepian dimana dilaksanakan satu hari penuh brata penyepian dengan kesunyian
dalam bentuk semua anggota keluarga berdiam diri di rumah-tidak bepergian atau amati
Lelungan, lalu Tidak bekerja atau amati karya, tidak bersenang-senang penuh keramaian atau
amati Lelanguan termasuk off sehari dengan tidak melakukan interaksi, tidak bersentuhan,
tidak bermedia sosial dan tidak menyalakan api, lampu atau “Amati Geni” baik siang maupun
malam hari.
◦ Namun pada saat bersamaan atau hari yang sama Umat Muslim
merayakan hari Kemenangan dan melaksanakan Sholat Ied,
maka umat Muslim diperkenankan diberikan toleransi seluas-
luasnya untuk pelaksanaan ibadah oleh Pecalang atau keamanan
adat di sekitar wilayah tersebut. Begitu juga halnya pada saat
perayaan hari Raya Natal di suatu daerah di Bali, maka para
pecalang memberikan kesempatan – toleransi yang tinggi untuk
merayakannya dengan penuh kebahagiaan.
SEKIAN
MATUR SUKSME

Anda mungkin juga menyukai