Anda di halaman 1dari 11

Mosi2: “Dewan ini setuju dengan ucapan selamat pada perayaan hari besar agama lain

PRO

PEMBICARA 1

Saya selaku pembicara 1 sangat menyetujui pada mosi pada berdebatan kita kali ini
sebelum jauh ke melangkah argumentasi izinkanlah kami untuk memberikan definisi dari
mosi pada perdebatan kita kali ini:

-Ucapan adalah kata yang berasal dari kata dasar ucap.ucapan memiliki arti mengucapkan
kata kata untuk menyampaikan informasi, pendapat, perasaan, niat, atau intruksi.

-sedangkan selamat artinya bebas dari bahaya, malapetaka, bencana, tidak mendapat
gangguan; kerusakan, dan sebagainya.

Sehingga kita dapat artikan ucapan selamat adalah ungkapan yang di berikan kepada
seseorang yang sedang mengalami kebahagiaan

. Mengucapkan selamat atas hari besar agama lain dianggap sebagai salah satu bentuk
dari ikatan ukhuwah basyariah antara sesama umat manusia. Ungkapan selamat seperti itu
juga merupakan sebuah penghargaan atas kebahagiaan yang dirasakan orang lain atas hari
besarnya. “Mengucapkan Selamat Natal atau Selamat Galungan atau Kuningan adalah
ungkapan kasih sayang kita kepada sesama umat manusia, Ungkapan kasih sayang itu
sebagai tanda bahwa kita respek terhadap orang lain, kita menghargai kepercayaan orang
lain,” ujar Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP),
Prof Siti Musdah Mulia di Jakarta. 2. Sebagai bentuk rasa toleransi beragama,
mengucapkan selamat tanpa mengikuti perayaan dalam ritual agama mereka adalah hal
yang tidak bertentangan dengan syariat. Kita ketahui bahwa indonesia merupakan negara
yang beraneka ragam dan bukan negara islam. Untuk menjaga keutuhan dalam perbedaan
utamanya adalah perbedaan agama maka kita sebagai umat islam harus dapat bertoleransi
sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Diluar sana islam dipandang sebagai agama yang
radikal, teroris, keras dsb, padahal sejatinya tidak demikian. Untuk mengubah presepsi
tersebut maka kita harus membangun presepsi baru di dunia bahwa islam adalah agama
cinta damai yang menjujung tinggi toleransi. Jadi kita mengucakan selamat apabila memang
benar – benar saat kondisi yg dibutuhkan dan dengan niat menjaga tolerani. Hal ini juga
dipertegas dengan pendapat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) untuk bersikap toleran.
Organisasi berbasis Islam terbesar di Indonesia berpendapat, memberi ucapan selamat atas
hari besar agama lain itu merupakan wujud toleransi beragama. Sikap itu dinilai tidak akan
mempengaruhi akidah dan identitas seorang. “Sikap saling menghormati seperti itu tidak
ada urusannya dengan pengakuan imani,” kata Slamet Effendy Yusuf, salah satu Ketua NU.
Tidak hanya itu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin
menyampaikan, umat Islam boleh mengucapkan selamat natal. Alasannya, semua itu
dilakukan sebatas saling menghormati.. 3. MUI tidak mengeluarkan fatwa larangan ucapan
selamat natal atau hari besar agama lain yang ada adalah MUI mengeluarkan fatwa tentang
larangan mengikuti misa natal.
Artinya: "Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan
mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR Bukhari dan Muslim)

PEMBICARA KE 2:

Para ulama yang memperbolehkan mengucapkan selamat pada perayaan besar agama lain
seperti natal mengacu pada Surat Al Mumtahanah ayat 8 yang berbunyi:

‫اَل َي ْن ٰه ىُك ُم ُهّٰللا َع ِن اَّل ِذ ْي َن َلْم ُيَق اِتُلْو ُك ْم ِفى الِّد ْي ِن َو َلْم ُيْخ ِر ُج ْو ُك ْم ِّمْن‬
‫ِد َي اِر ُك ْم َاْن َت َب ُّر ْو ُه ْم َو ُتْق ِس ُط ْٓو ا ِاَلْي ِه ْۗم ِاَّن َهّٰللا ُيِحُّب اْلُم ْق ِس ِط ْي َن‬
laa yanhaakumu allaahu ‘ani alladziina lam yuqaatiluukum fii alddiini walam yukhrijuukum
min diyaarikum an tabarruuhum watuqsithuu ilayhim inna allaaha yuhibbu almuqsithiina

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin Husain at-Taimi yang dijuluki dengan
Fakhruddin ar-Razi (w. 606 H), dalam kitab tafsirnya mengatakan, ayat ini menjadi dasar
untuk berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Bentuk perbuatan baik itu, misalnya,
adalah dengan cara memperlakukan mereka secara adil, berinteraksi dengan baik, tidak
mengganggu keberadaan, dan saling tolong-menolong.. Membangun kerukunan dengan
pemeluk agama lain dengan cara memberlakukan mereka dengan baik, sopan, adil, dan
bijaksana termasuk wujud pengamalan pesan Al-Qur’an.

Selain itu, ulama memperbolehkan juga mengacu pada hadis riwayat Anas bin Malik yang
artinya sebagai berikut.

"Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya
untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: “Masuk
Islam-lah!” Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka
ayahnya berkata:‘Taatilah Abul Qasim (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam).” Maka anak itu
pun masuk Islam. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar seraya bersabda: 'Segala puji
bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka'" (HR Bukhari, No. 1356, 5657)

Jadi merujuk pada hadits tersebut bahwa sikap Nabi muhamad dalam bermasyarakat tidak
memandang pada agama yang dianutnya.Sehingga para ulama yang memperbolehkan
mengucapkan selamat natal berpendapat bahwa selama hal itu dimaksud demi menjaga
hubungan sosial dalam bermasyarakat maka itu tidak apa-apa.

Adanya perbedaan hukum mengucapkan selamat Natal membuat tidak ada hukum mutlak
bagi persoalan tersebut. Sebagai seorang Muslim, kita tidak boleh menjadikan perbedaan
yang ada sebagai penyebab terjadinya konflik dan perpecahan. Pasalnya, persoalan ini tidak
tercantum secara jelas dan tegas di dalam Al-Qur'an maupun hadis, sehingga menimbulkan
banyak asumsi.

Pendapat Quraish Shihab tentang bagaimana cara mengucapkan selamat natal dalam islam
yaitu:

"Selama akidah Anda, tetap terjaga maka bisa saja mengucapkan selamat natal di qur'an
ada selamat Natal, yang mengucapkan selamat Natal pertama kali adalah nabi isa alaihi
salam," ucapnya.terdapat dalam QS maryam 33 yang berbunyi:

‫َو الَّس ٰل ُم َع َلَّي َي ْو َم ُو ِلْد ُّت َو َي ْو َم َاُمْو ُت َو َي ْو َم ُاْب َع ُث َح ًّي ا‬


Terjemahan

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari
wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”

Baik pihak yang mengharamkan maupun memperbolehkan diharapkan tidak mengklaim


pendapatnya paling benar dan pendapat lainnya salah

Cholil menjelaskan, dalam fatwa MUI tahun 1981 tidak menyatakan haram mengucapkan
Selamat Natal. Dalam fatwa itu yang diharamkan yakni mengikuti perayaan Natal karena hal
itu sudah masuk dalam ranah ibadah dan akidah. Gus Nadir menyebut ulama kontemporer
tidak mempermasalahkan mengucapkan Selamat Natal

Kalau menurut Nadirsyah Hosen, pakar hukum Islam yang menjadi dosen di Monash
University, para ulama kontemporer tidak menjadikan ucapan Selamat Natal sebagai tolak
ukur apakah seseorang muslim menjadi kafir atau tidak. Ia menghimpun fatwa ulama-ulama
kontemporer yang belajar Islam di Timur Tengah. Salah satunya adalah Syekh Yusuf
Qardhawi yang merupakan Ketua Persatuan Cendikiawan Muslim Internasional. Syekh
Yusuf Qardhawi membolehkan mengucapkan Selamat Natal kepada kerabat, kolega, dan
tetangga. Ini termasuk perbuatan baik yang disenangi Allah, asalkan tidak mengikuti ritual
ibadah mereka,”
Mengawali problem tersebut, pengarang Tafsir Al-Misbah itu berangkat dari bagus atau
tidak, bukan boleh atau tidak. “Itu (mengucapkan Selamat Natal) bagus karena kita ikut
bergembira dengan kemeriahan siapapun. Karena pada prinsipnya, siapapun orang itu,
apakah dia seagama atau se-kemanusiaan dengan kita,” papar dia.

Oleh sebab itu, tidak menjadi masalah ketika umat Islam mengucapkan Selamat Natal
kepada umat Katolik dan Kristiani. “Islam mengagungkan Nabi Isa karena membawa ajaran
dari sumber yang sama dengan Nabi Muhammad, ajarannya juga sama yaitu kasih dan
perdamaian. Sehingga kita (sebagai muslim) sambut kelahirannya dengan bahagia,” kata
Quraish Shihab

Jadi berdasarkan pakar pakar hukum dan pendapat para ulama mengenai ucapan selamat
pada perayaan hari natal dan perayaan agama lainnya,jika seorang muslim mengucapakn
selamat natal maka tidak dapat di kategorikan atau di katakan sebagai seorang kafir atau
seseorang yang telah keluar dari agama islam\murtad.Maka dari itu saya selaku pembicara
dua dari tim pro dengan tegas mengatakan bahwa kami sangat setuju dengan memberi
ucapan selamat pada perayaan hari besar agama lain karna itu merupakan salah satu
bentuk toleransi antar umat beragama.

PEMBICARA 3

Sebagaimana yang sudah menjadi tradisi bangsa Indonesia selama bertahun-tahun lamanya,
di mana setiap perayaan Idul Fitri atau Idul Adha umat non-muslim memberikan ucapan
selamat kepada saudara-saudaranya yang beragama Islam.

Tidak jarang di antara mereka yang ikut merasakan kebahagiaan umat Islam yang sedang
merayakan Idul Fitri dengan ikut mengirimkan parsel Lebaran dalam bentuk kue atau
makanan lainnya. Mereka juga ikut hadir dalam perayaan open house perayaan halal bi
halal Idul Fitri yang diselenggarakan oleh tokoh-tokoh masyarakat dari kalangan umat Islam.

Demikian juga ketika umat beragama lain, seperti umat Kristiani, Hindu, Budha, dan lainnya
sedang merayakan hari besar agamanya masing-masing, masyarakat Indonesia yang
beragama Islam memberikan penghormatan yang sama sebagai bentuk dan wujud toleransi
berbangsa.

Ucapan saling memberikan penghormatan terhadap peringatan hari-hari besar semua


agama tersebut hendaknya jangan dikaitkan dengan akidah masing-masing agama, karena
praktik kehidupan kebangsaan yang seperti itu bukan dalam rangka mengkompromikan
akidah agama masing-masing, namun hanyalah bentuk toleransi kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai prinsip sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut hadist riwayat Imam Bukhari ditegaskan "innamal a'malu binniyat", bahwa
sesungguhnya segala perbuatan manusia tergantung pada niatnya. Dengan demikian, jika
umat Islam Indonesia ingin menyampaikan ucapan selamat pada perayaan hari besar
saudara-saudaranya yang beragama lain yang bukan seiman tetapi konteks dan niatnya
dalam rangka memelihara toleransi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sebaiknya
jangan dikaitkan seakan mereka sedang mengkompromikan akidah agamanya kepada
keyakinan agamanya yang lain.

Pengucapan selamat pada perayaan hari besar agama lain ini hanyalah tradisi dalam rangka
toleransi berbangsa dan bukan dalam rangka toleransi akidah masing-masing umat
beragama.

Marilah kita jaga tradisi budaya bangsa Indonesia yang diajarkan oleh para pendahulu
bangsa kita yang saling hormat-menghormati di antara sesama umat beragama yang sudah
sejak lama berlangsung dengan baik dan membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
rukun, damai, dan tenteram.

Kita harus dorong agar semua umat beragama semakin dekat dan taat dengan ajaran
agamanya masing-masing, tetapi saat yang sama kita juga harus lestarikan segala bentuk
praktik bermasyarakat dan berbangsa yang dapat semakin memperkukuh persaudaraan
kebangsaan kita yang beraneka ragam agama, suku, dan etnis ini.

Hal tersebut sesuai dengan fatwa KH Hasyim Asy'ari yang mengatakan "Hubbul Wathon
Minal Iman", yakni mencintai bangsamu adalah sebagian daripada iman Islam.
Mosi 2: Dewan ini setuju dengan pengucapan selamat pada perayaan hari besar agama lain
KONTRA

PEMBICARA 1:

Definisi “ucapan selamat” adalah menyampaikan ungkapan yang menggembirakan terkait


dengan momen tertentu. Maksud ucapan selamat adalah menyatakan kasih sayang dan
menampakkan kegembiraan.

Dengan demikian, mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim pada hakikatnya
adalah ikut serta bergembira dengan hari raya mereka. Dan hal ini pada umumnya
menunjukkan pengakuan dan rida terhadapnya.

Ulama dahulu sepakat hukumnya haram!

Hukum seorang muslim mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim adalah haram.
Hal ini adalah perkara yang disepakati oleh para ulama rahimahumullah sejak zaman dahulu.

Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan dalam kitab beliau, Ahkamu Ahlidz Dzimmah,

“Adapun ucapan selamat terkait syiar-syiar khusus kekafiran, maka hukumnya haram.
Ulama sepakat akan hal ini.

Contoh:

Seseorang mengucapkan selamat terkait hari raya dan puasa (ibadah) kaum nonmuslim
dengan mengatakan, “Hari raya yang semoga Anda diberkahi padanya” atau mengucapkan,
“Selamat hari raya” kepada nonmuslim dan ucapan lain yang semisalnya.

Terkait dengan hal ini, seandainya pengucapnya selamat dari kekafiran pun, maka tetap
diharamkan. Dan statusnya sama seperti seseorang yang mengucapkan selamat kepada
nonmuslim terkait dengan sujudnya (ibadah mereka) kepada salib.

Bahkan, dosa ucapan selamat hari raya nonmuslim ini lebih besar dan lebih dibenci di sisi
Allah daripada ucapan selamat minum miras/khamr, selamat membunuh, selamat berzina,
dan yang semisalnya. Banyak orang yang tidak memiliki perhatian yang baik kepada agama
Islam telah terjerumus dalam masalah ini, sedangkan ia tidak mengetahui keburukan
perbuatannya.
Barangsiapa yang memberi ucapan selamat atas maksiat, bid’ah, atau kekufuran kepada
pelakunya, maka ia akan terancam mendapatkan kebencian dan kemurkaan Allah.”
Demikian penegasan Ibnul Qoyyim rahimahullah.

Argumen:

Ucapan selamat menandakan cinta kasih kepada pelaku perbuatan. Sedangkan cinta kasih
itu pada dasarnya menandakan keridhaan atas perbuatan itu. Padahal jelas, perayaan itu
adalah bentuk ibadah umat non islam, baik umat nasrani,kristiani, hindu, dan budha. Kita
ketahui bahwasanya memberikan ucapan selamat atas perayaan hari besar agama lain
menimbukan berbagai presepsi yang berbeda dan masalah ini erat kaitannya dengan akidah
agama islam. Dalam Q.S ali imran ayat 19 Agama yang diridhai Allah adalah agama islam

‫ِاَّن الِّدْي َن ِع ْن َد ِهّٰللا اِاْلْس اَل ُم ۗ َو َم ا اْخ َت َلَف اَّلِذْي َن ُاْو ُتوا اْلِك ٰت َب ِااَّل ِم ْۢن َب ْع ِد َم ا َج ۤا َء ُه ُم اْلِع ْلُم َب ْغ ًي ۢا َب ْي َن ُهْم َۗو َم ْن َّي ْك ُفْر ِبٰا ٰي ِت ِهّٰللا َف ِاَّن َهّٰللا َس ِر ْيُع اْلِحَساِب‬

Terjemahan

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah
diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka.
Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat
perhitunganNya

Hal ini berarti kita sebaiknya tidak mengucapkan selamat hari besar kepada agama lain
selain islam.misalnya,ketika kita mengucapkan selamat atas hari raya umat nasrani, kita
berarti secara tidak langsung mengakui agama tersebut. Bukankan ini merupakan perbuatan
yang dilarang oleh Allah Swt. Yang mana dahulu Nabi Muhammad S.A.W berdakwah kepada
umat nasrani agar memeluk agama islam,tetapi sekarang malah sebaliknya umat muslim
mengakui kepercayaan kaum nasrani. Ketika ada suatu paham yang mengatakan untuk
menjaga toleransi, hal itu tidaklah benar karena akidah tidak dapat dipatahkan hanya
dengan alasan toleransi. Toleransi yang dapat kita lakukan tanpa bertentangan dengan
akidah adalah menjaga kedamaian atau kerukunan saat umat agama lain merayakan hari
besarnya. Kita tidak harus ikut merayakan ataupun memberikan ucapakan karena sejatinya
itu adalah urusan mereka dengan kepercayaanya. Ketika kita ikut dikhawatirkan kita sama
saja seperti mereka. Kemudian kita juga harus melihat dari sejarah bahwa tidak ada contoh
dari Nabi Muhammad saw dan generasi salafush shalih yang menerangkan bahwa Nabi saw
dan kaum salaf pernah memberi ucapan selamat hari raya kepada umat di luar Islam. Umat
Islam telah memposisikan Nabi saw sebagai uswah khasanah. Oleh karena itu, segala hal
yang tidak diperbuat atau dicontohkan Nabi saw, tidak layak untuk dikerjakan. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim Nabi saw bersabda,

“Barang siapa mengerjakan sebuah perbuatan yang tidak aku perintahkan, maka nilainya
adalah tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).

Rasul bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka.”
Tak sepantasnya umat Islam terpedaya ikut merayakan Natal dan hari raya agama lain,
sebab hal itu merupakan tasyabbuh

PEMBICARA 2 : MENYANGGAH DAN MEMPERKUAT ARGUMEN TIM

Berdasarkan pendapat ulama Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti
Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin mengucapkan selamat pada perayaan agama lain
selain islam adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama
sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu
Ahlidz Dzimmah’. Beliau mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar
kekufuran yang khusus bagi orang orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal) adalah
sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya
adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan,
‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari
besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa
selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.

Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan
selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar
dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding
seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh
jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Selain itu memberikan selamat
pada perayaan hari besar agama lain dapat membesarkan syiar orang kafir.Hari raya adalah
simbol bagi sebuah agama. Dengan mengucapkan selamat hari raya, justru dapat
menambah syiar-syiar yang telah mereka sebarkan. Syiar itu berpengaruh pada eksistensi
sebuah agama. Ketika agama sudah tidak memiliki syiar-syiar yang disebarkan, eksistensinya
seolah telah hilang. Tidak lagi berwibawa dan memiliki kekuatan. Maka dari itu, ucapan
Selamat Natal kepada orang Kristen berarti menyebarkan syiar mereka dan menambah
eksistensi mereka.Syaikh Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa yang melakukan sebagian
dari hal ini (menyerupai orang kafir dalam hari raya mereka), maka dia berdosa. Meskipun ia
melakukan hal itu lantaran beramah tamah dengan mereka, untuk mengikat persahabatan,
karena malu atau sebab yang lain.Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun juga pernah
mengeluarkan fatwa nomor 5 tahun 1981. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa umat
Islam haram mengucapkan selamat natal. Meskipun sudah dijelaskan keharamannya, masih
ada pihak tertentu yang membolehkan mengucapkan selamat natal. Namun, jika ditelusuri,
dalil yang mereka pakai itu ternyata tidak sesuai dengan konteks penggunaannya.

Dalil yang mereka pakai ialah adanya ucapan selamat atas kelahiran nabi Isa (di dalam QS.
Maryam). Dari dalil tersebut, mereka memahami bolehnya mengucapkan selamat natal.
Padahal jika kita berpikir komprehensif, Isa yang dimaksud dalam agama nasrani bukanlah
nabi sebagaimana yang diyakini umat Islam melainkan sebagai anak Tuhan. Mengucapkan
selamat natal berarti mengakui Isa sebagai anak Tuhan seperti kepercayaan agama nasrani.
Dan, Allah swt telah menegaskan dalam firmannya dalam QS al-maidah:72 yg berbunyi:

‫َقاُلْٓو ا ِاَّن َهّٰللا ُه َو اْلَمِس ْيُح اْبُن َم ْر َي َم َۗو َق اَل اْلَمِس ْيُح ٰي َبِنْٓي ِاْس َر ۤا ِء ْي َل اْع ُب ُد وا َهّٰللا َر ِّبْي‬ ‫َلَقْد َكَفَر اَّلِذ ْي َن‬
‫ّٰظ‬ ‫ْأ‬
‫ِۗاَّن ٗه َم ْن ُّي ْش ِر ْك ِباِهّٰلل َفَقْد َح َّر َم ُهّٰللا َع َلْي ِه اْل َج َّنَة َو َم ٰو ىُه الَّن اُر َۗو َم ا ِلل ِلِم ْي َن ِم ْن َاْن َص اٍر‬ ‫َو َر َّب ُك ْم‬
laqad kafarallażīna qālū innallāha huwal-masīḥubnu maryam, wa qālal-masīḥu yā
banī isrā`īla'budullāha rabbī wa rabbakum,

innahụ may yusyrik billāhi fa qad ḥarramallāhu 'alaihil-jannata wa ma`wāhun-nār, wa


mā liẓ-ẓālimīna min anṣār

"Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih
putra Maryam." Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, "Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah,
Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka.
Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat
72).

Di samping itu, mengucapkan selamat natal berarti mengingkari firman Allah dalam surat Al-
Ikhlas ayat 3. Sebab, mengucapkan selamat natal sama saja mengakui Isa sebagai anak
Tuhan sebagaimana yang diyakini oleh umat nasrani. Padahal Allah berfirman (yang artinya):
“Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”.

Islam menjunjung tinggi toleransi. Dalam hadits riwayat Imam Thabrani, Rasululllah saw
bersabda, (yang artinya) “Barang siapa yang menyakiti orang dzimmi (orang kafir yang hidup
di dalam daulah Islam serta tunduk & patuh terhadap aturan di dalam daulah Islam), berarti
dia telah menyakiti diriku. Dan, barang siapa menyakiti diriku, berarti dia menyakiti Allah.”

Namun, kita harus memahami bahwa toleransi setiap agama punya caranya tersendiri. Oleh
sebab itu, jangan samakan cara toleransi ala non-muslim dan muslim karena pasti berbeda
ajarannya. Jika umat nasrani biasa mengucapkan selamat hari raya idul fitri kepada umat
Islam, itu berarti cara toleransi mereka ya memang begitu dan ajaran mereka tidak
mempermasalahkan hal itu

Adapun toleransi ala umat Islam punya caranya tersendiri. Ritual keagamaan mereka di
gereja, sedangkan ibadah kita di masjid. Jelas berbeda. Jadi, kita jangan latah dengan ikut-
ikutan mengucapkan selamat hari raya kepada mereka. Umat Islam adalah umat moderat
(pertengahan). Allah swt s berfirman,

‫َو َك ٰذ ِلَك َج َع ْلٰن ُك ْم ُاَّم ًة َّو َس ًط ا ِّلَت ُك ْو ُنْو ا ُشَه َد ۤا َء َع َلى الَّن اِس َو َي ُك ْو َن الَّر ُسْو ُل َع َلْي ُك ْم َش ِه ْي ًد ا‬

wa każālika ja’alnākum ummataw wasaṭal litakụnụ syuhadā`a ‘alan-nāsi wa yakụnar-rasụlu


‘alaikum syahīdā
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai ”umat moderat
(pertengahan)” agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.” (QS. Al-Baqarah: 143)

Toleransi itu harus moderat (pertengahan), tengah-tengah antara ifroth (melampui batasan syariat
Islam) & tafrith (mengurangi batasan syariat Islam)! Toleransi itu:

-tidak boleh kebablasan (ghuluw), tidak boleh berlebihan, dan tidak boleh keterlaluan! Atau dengan
istilah lain, tidak boleh ifroth (melampui batasan syariat Islam).

-Tidak boleh menelantarkan, tidak boleh teledor, dan tidak boleh meninggalkan toleransi kepada
nonmuslim. Atau dengan istilah lain tidak boleh tafrith (mengurangi batasan Syariat Islam).

Sesuatu yang di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dinilai syirik, sekarang pun tetap syirik,
dan yang dulu dinilai maksiat, sekarang pun juga tetap maksiat. Ini baru moderat, karena moderat
bukan dengan mengubah syariat!

PEMBICARA 3

Terkandung pengakuan terhadap syiar kekafiran dan rida terhadapnya

Mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim itu terkandung pengakuan terhadap
syiar kekafiran dan rida terhadapnya. Meskipun ia tidak rida syiar kekafiran tersebut untuk
dirinya, namun tetap haram karena ia rida syiar kekafiran tersebut untuk orang lain.

Bahkan, hari raya nonmuslim termasuk ajaran agama mereka yang paling khusus dan syiar
agama mereka yang paling nampak. Sehingga, mengucapkan ucapan selamat hari raya
nonmuslim itu terkandung pengakuan dan rida terhadap:

– ajaran agama mereka yang termasuk paling khusus,

– syiar kekafiran yang termasuk paling nampak.

Padahal, Allah Ta’ala tidak rida kepada kekafiran,

“Jika kalian kafir, maka (ketahuilah) sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia
tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar: 7)

Hanya Islam agama yang Allah ridai,

‫َاْلَي ْو َم َاْك َم ْلُت َلُك ْم ِدْي َن ُك ْم َو َاْت َم ْم ُت َع َلْي ُك ْم ِنْع َم ِتْي َو َر ِض ْي ُت َلُك ُم اِاْلْس اَل َم ِدْي ًن ا‬

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3)
Toleransi yang benar adalah toleransi yang sesuai syari’at Islam.
Contohnya di NKRI yang kita cintai ini, kita bertoleransi kepada umat
nonmuslim dengan tidak mengganggu ibadah mereka, tidak boleh
menzalimi mereka, tidak boleh mengganggu keamanan mereka, tidak
boleh bersikap keras, dan memaksa mereka masuk ke dalam Islam,
dan tetap berbuat baik, simpatik, bijaksana, dan lembut dalam rangka
mendakwahi mereka dan menampakkan keindahan Islam kepada
mereka.
Toleransi yang tidak tepat, contohnya: ikut mengucapkan ucapan selamat
hari raya nonmuslim, ikut merayakan hari raya mereka, ikut ibadah
mereka di tempat ibadah mereka, berdoa dengan cara doa mereka, dan
mengucapkan kalimat-kalimat ritual mereka.

Haramnya ucapan selamat hari raya non muslim TIDAKLAH berdampak kepada antipatinya mereka
terhadap agama Islam, selama kaum muslimin bersikap baik dan toleran, sesuai ajaran Islam kepada
mereka, insyaa Allah!

Dikarenakan Islam ajaran yang adil, indah, lengkap, serta sempurna, selama kaum muslimin bersikap
baik dan toleran sesuai ajaran Islam, maka sikap tidak mau mengucapkan selamat hari raya
nonmuslim itu justru menunjukkan kesan positif bahwa kaum muslimin punya prinsip agama yang
benar dan tegas, tidak basa-basi dengan mengorbankan akidah yang hak dan menukarnya dengan
kekafiran, serta tidak mengakui dan tidak rida terhadap kekafiran.

Di sisi lainnya, akan lahir kesan positif bahwa kaum muslimin adalah umat yang berlaku baik dan
simpatik, kaum muslimin adalah umat yang toleran, bahkan suka menolong umat lainnya ketika
mereka berada dalam kesulitan dan tertimpa musibah demi menampakkan indahnya Islam dan
saling tolong menolong dalam perkara yang bermanfaat dan tidak melanggar Syariat Islam.

Dengan demikian, citra Islam dan kaum muslimin justru positif meski tidak mau mengucapkan
selamat hari raya nonmuslim, asalkan tetap bersikap baik dan toleran sesuai Syariat Islam,
insyaAllah!

Mari kita hidup indah, tanpa menggadaikan akidah!

Dan hidup damai tanpa saling bertikai!

Anda mungkin juga menyukai