Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“PERAYAAN NATAL DAN TAHUN BARU”


Disusun dalam rangka memenuhi tugas UAS mata kuliah Akhlak
Islamiyah
Dosen Pengampu : Ibah Misbah, Lc

Disusun Oleh :
Isna Kamila Liyana

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUNNAJAH
BOGOR
2020 M/1441 H.
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah swt. atas karunianya sehingga penyusunan
makalah ini telah terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan
kepada nabi agung Muhammad saw. yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan hingga zaman terang benderang ini.
Makalah ini berjudul “Perayaan Natal dan Tahun Baru”, yang merupakan
bentuk pemenuhan tugas dari mata kuliah Syariah Islamiyah.
Tentu makalah ini belum bisa dikatakan baik dan sempurna. Oleh karena itu,
kami memohon kritik dan saran yang bersifat membangun agar dikemudian hari
kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini, serta kami dapat
belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah kami lakukan.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami pribadi dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan.Amiin.

Bogor, 18 Januari 2020


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

C. Tujuan Masalah ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Sejarah Natal ............................................................................................. 3

B. Perayaan Natal Bersama dan Mengucapkan Selamat Natal ..................... 4

C. Sejarah Tahun Baru dan Hedonisme ....................................................... 6

D. Sikap Seorang Muslim terhadap Perayaan Natal dan Tahun Baru........... 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10

A. Kesimpulan ............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah menjadi kebiasaan ketika pada tanggal 25 Desember yakni pada
tanggal tersebut umat Kristen merayakan hari raya Natal. Kita umat Islam
dihadapkan pada sebuah diskursus tentang bagaimana hukum seorang muslim
yang menghadiri perayaan natal (baca: perayaan natal bersama) dan
mengucapkan selamat kepada yang sedang merayakannya?. Setidaknya ada
dua kubu yang berseberangan di dalam memandang masalah ini. Ada yang pro,
dalam artian membolehkan seorang muslim mengikuti perayaan natal dan
membolehkan untuk mengucapkan selamat kepada yang sedang
merayakannya. Dan disisi lain ada yang kontra, dalam artian tidak boleh
seorang muslim mengikuti perayaan natal dan tidak boleh juga mengucapkan
selamat kepada yang sedang merayaknnya.
Selain Natal, perayaan Tahun Baru masehi juga perlu pendapat perhatian,
mengingat dua event ini terletak pada tanggal yang berdekatan, yakni 25
Desember dan 1 Januari. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita
sebagai generasi muda muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan Rosul
pengikut Muhammad terhadap perayaan Natal dan tahun baru ini?

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Natal?
2. Bagaimana hokum perayaan natal dan mengucapkan selamat natal?
3. Bagaimana sejarah Natal dan Hedoisme?
4. Bagaimana sikap seorang muslim terhadap perayaan Natal dan Tahun
Baru?

1
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui bagaimana sejarah Natal?
2. Mengetahui bagaimana hokum perayaan natal dan mengucapkan selamat
natal?
3. Mengetahui bagaimana sejarah Natal dan Hedoisme?
4. Mengetahui bagaimana sikap seorang muslim terhadap perayaan Natal
dan Tahun Baru?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Natal
Sudah menjadi kebiasaan ketika pada tanggal 25 Desember yakni pada
tanggal tersebut umat Kristen merayakan hari raya Natal. Kita umat Islam
dihadapkan pada sebuah diskursus tentang bagaimana hukum seorang muslim
yang menghadiri perayaan natal (baca: perayaan natal bersama) dan
mengucapkan selamat kepada yang sedang merayakannya?. Setidaknya ada
dua kubu yang berseberangan di dalam memandang masalah ini. Ada yang pro,
dalam artian membolehkan seorang muslim mengikuti perayaan natal dan
membolehkan untuk mengucapkan selamat kepada yang sedang
merayakannya. Dan disisi lain ada yang kontra, dalam artian tidak boleh
seorang muslim mengikuti perayaan natal dan tidak boleh juga mengucapkan
selamat kepada yang sedang merayaknnya.
Selain Natal, perayaan Tahun Baru masehi juga perlu pendapat perhatian,
mengingat dua event ini terletak pada tanggal yang berdekatan, yakni 25
Desember dan 1 Januari. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita
sebagai generasi muda muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan Rosul
pengikut Muhammad terhadap perayaan Natal dan tahun baru ini?
Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati
kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan
Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut
dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria.
Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa
Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia
melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-
Nya.
Allah Ta’ala berfirman dalam QS Maryam: 30 yang artinya, “Isa berkata,
‘Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah (manusia biasa). Dia memberikan
kepadaku Al Kitab (Injil) dan menjadikanku sebagai seorang Nabi.'”

3
B. Perayaan Natal Bersama dan Mengucapkan Selamat Natal
Perayaan Natal Bersama (PNB) sudah di haramkan oleh Majelis Ulama
Indonesia pada tahun 1981. Setidaknya ada 3 point dalam fatwa MUI tersebut.
Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati
Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang
diterangkan diatas. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam
hukumnya haram. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan
larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan
Natal.
Mengenai Hukum Mengucapkan Selamat Natal, beberapa ulama ada 2
pendapat; yakni ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
Yang membolehkan, yaitu Dr. Yusuf Qardhawi dan Musthafa Zarqa.
Dengan alasaan sebagai berikut;
1. Firman Allah Swt.:

" ‫ال ينهاكم هللا عن الذين لم يقاتلوكم فى الدين و لم يخرجوكم من دياركم‬


‫"أن تبروهم و تقسطوا إليهم إن هللا يحب المقسطين‬
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil." (al-Mumtahanah: 8).
2. Sikap Islam terhadap Ahlul Kitab lebih lunak daripada kepada kaum
musyrikin
Para penyembah berhala. Bahkan al-Quran menghalalkan makanan serta
perempuan (untuk dinikahi) dari Ahli Kitab (al-Maidah: 5). Dan salah satu
konsekuensi pernikahan adalah menjaga perasaan pasangan, berikut
keluarganya. (Dr. Yusuf Qardhawi, Fiqh Aqalliyyât al-Muslimah, Dar el-
Syuruq, cet II, 2005, hal 147-148). Apalagi hanya dengan bertukar ucapan
“Selamat”.
3. Firman Allah Subhanahu Wata'ala:

"‫ردوها‬ ‫"و إذا حييتم بتحية فحيوا بأحسن منها أو‬

4
"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau
balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)." (al-Nisa: 86).
4. Pada satu riwayat, seorang Majusi mengucapkan salam kepada Ibnu Abbas
"assalamualaikum", maka Ibnu Abbas menjawab "waalaikumussalam wa
rahmatullah". Kemudian sebagian sahabatnya bertanya "dan rahmat
Allah?", beliau menjawab: Apakah dengan mereka hidup bukan bukti
rahmat Allah.[ Dr. Yusuf Qardhawi, Fiqh Aqalliyyât al-Muslimah, Dar el-
Syuruq, cet II, 2005, hal 147-148]
5. Pada masa kini, perayaan natal tak ubahnya adat-istiadat, perayaan
masyarakat atau kenegaraan.[ Dr. Yusuf Qardhawi, Fiqh Aqalliyyât al-
Muslimah, Dar el-Syuruq, cet II, 2005, hal 147-148]
6. Hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Sallallahu alaihi wassallam
pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri
ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang
dianut jenazah tersebut.
Sementara Ulama yang tidak membolehkan, yakni Ibnu Taimiyah, Ibnu
Qayyim Al-jauzi. Berikut alasannya;
Pertama, mau tidak mau permasalahan ini akan masuk ke dalam ranah
akidah, karena perayaan natal bukanlah hal yg sembarangan dalam keyakinan
kaum kristen. 25 Desember dalam keyakinan nasrani adalah hari 'lahirnya
tuhan' atau 'lahirnya anak tuhan'. Maka tidak ada toleransi dalam akidah,
bahkan AllahSubhanahu wata'ala. sudah secara jelas dan tegas meluruskan
klaim ini (lihat surat al-Ikhlas: 3 atau al-Maidah: 72 & 116)
Kedua, Qiyas awla dari firman Allah:

"‫باإليمان‬ ‫"إال من أكره و قلبه مطمئن‬


"kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam
beriman" (al-Nahl: 106).
Ketiga, toleransi antar umat beragama tidak harus dengan mengucapkan
"Merry Christmas", dengan berakhlakul karimah dan memperhatikan hak

5
mereka sebagai manusia, tetangga, masyarakat, dan lainnya sudah cukup
mewakili itikad baik kita untuk hidup damai, bersama mereka.
Keempat, Saddu al-Dzarî'ah, mencegah diri agar tidak terjerumus kepada
hal yang dilarang.
Mengenai boleh atau tidaknya kita mengucapkan selamat natal kepada
orang kristen yang menjalankannya, penulis memilih pendapat yang tidak
boleh (mengharamkan) sebagaimana apa yang di jelaskan oleh ulama-ulama
yang tidak membolehkan untuk mengucapkan selamat Natal.
Selain itu ada juga beberapa ayat dan hadist yang secara inlplisit agar kita
mewaspadai millah agama Yahudi dan Nasrani.
Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesunggguhnya petunjuk Allah
itu petunjuk yang sebenarnya.” Dam sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS – Al-Baqarah 120)
Dari Abu Sa‘id Al Khudri, ia berkata: “Rasululah bersabda: ‘Sungguh
kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi
sejengkal, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya
kalianpun akan masuk ke dalamnya.’ Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Wahai
Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nasrani?’ Sabda beliau: “Siapa lagi.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

C. Sejarah Tahun Baru dan Hedonisme


Selain Natal yang sudah mentadi tren di akhir tahun dimana mal-mal, pusat
perbelanjaan hingga tayangan di televisi yang berbau suasana natal, di akhir
tahun ini perayaan tahun baru tidak kalah trennya. Di seluruh dunia pada
malam akhir pergantian tahun tersebut muda-mudi, tua muda, remaja anak-
anak melewatkan pergantian tahun di tempat-tempat rekreasi, alun –alun,
konvoi kendaraan hingga memacetkan lalu lintas, dll. Sebagai kader muda

6
Muhamamdiyah kita pun juga harus memandang dari sudut pandangan Al-
Qur’an dan Sunnah.
Secara historis-filosofis, penanggalan Masehi merupakan manivestasi
keyakinan Yunani Kuno dan ajaran Kristen. E. Darmawan Abdullah dalam
bukunya ‘Jam Hijriyah’ menjelaskan bahwa Tahun Masehi adalah
penanggalan yang bersumber pada tradisi orang Romawi. Dalam sejarahnya,
penanggalan Romawi berawal dari penaanggalan yang dibuat oleh orang-orang
Yunani kuno untuk menandai kelahiran dewa matahari.
Ketika kaisar Romawi memeluk agama Kristen, berarti keyakinan
leluhurnya terhadap dewa matahari harus ditinggalkan dan menyembah Yesus
Kristus sebagai tuhannya. Sejak saat itulah, penanggalan Masehi menetapkan
hitungan tahun pertamanya pada hari kelahiran Isa Al-Masih, itulah
penanggalan Masehi. Jadi, penanggalan Masehi adalah manivestasi keyakinan
Kristen.
Seperti diketahui, nama-nama bulan dalam penanggalan Masehi masih
menggunakan nama-nama para dewa Yunani kuno. Terdapat 6 dari 12 nama-
nama bulan yang menggunakan nama-nama dewa dan dewi sembahan mereka.
Enam bulan pertama (Januari – Juni) adalah nama para dewa, bulan ke 7 dan
ke 8 menggunakan nama raja mereka, sedangkan bulan ke 9 sampai ke 12,
menggunakan nomor urut bilangan bulan.
Darmawan Abdullah menilai tidak dihapuskannya nama-nama bulan
dalam penanggalan Masehi oleh kaisar Romawi kala itu, adalah dalam rangka
memperingati kebesaran bangsa Romawi, sehingga nama bulannya tetap eksis,
abadi melayani sejarah kehidupan. Kaisar tidak ingin dunia tidak mengenal
kebesaran bangsa Romawi.
Karena itu, tidak semestinya umat Islam perlu bergegap gempita
menyambut pergantian tahun yang menyisakan hitungan hari ke depan. Hal itu
tidak lain karena Masehi adalah manives keyakinan agama lain. Sementara
Islam, melarang keras umatnya ikut-ikutan dalam perkara-perkara yang
merupakan manives dari agama lain.

7
Perlu diketahui juga di sini, bahwa awalnya penanggalan Roma hanya
berjumlah 10 bulan dalam setahunnya (Maret – Desember). Nah, seiring
perjalan waktu dan terkuaknya ilmu astronomi yang menemukan bahwa
setahun itu ada 12 bulan, maka di kemudian hari, bulan pun ditambah dua, yaitu
Januari dan Februari, sehingga lengkaplah tahun Masehi menjadi 12 bulan.
Tidak berhenti di situ, pergantian nomor urut pun tidak bisa dihindari.
Bulan Maret yang awalnya bulan pertama diganti dengan bulan Januari.
Mengapa? Ya karena Januari adalah nama dewa Janus (penjaga gerbang). Jadi,
tepat jika berada di awal tahun.

D. Sikap Seorang Muslim terhadap Perayaan Natal dan Tahun Baru


Secara akidah mengikuti perayaan tahun baru dengan cara hura-hura, foya-
foya dan maksiat adalah tidak dibenarkan di dalam Ajaran Islam. Pergantian
malam baru hendaknya kita manfaatkan diri untuk bermuhasabah dan
mengintrospeksi diri. Bermuhasabah bermakna melakukan evaluasi dan
bersikap kritis kepada diri sendiri, apa yang kurang dan tahun ke depan akan
menjadi langkah perbaikan. Introspeksi diri melakukan renungan tentang
umur, harta, kesempatan, dan waktu yang ada. Untuk apa umur kita selama ini?
Dari mana kita memperoleh harta dan ke mana harta tersebut kita keluarkan?
Bagaimana kita memanfaatkan kesempatan yang ada? Dan dengan apa kita
mengisi waktu hidup ini?.
Nabi mengajarkan kepada kita untuk muhasabah lewat sabdanya; “Orang
yang beruntung adalah orang yang menghisab dirinya serta beramal untuk
kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang
mengikuti hawa nafsu serta berangan-angan terhadap Allah Subhanahu
Wata’ala.” (HR. Turmudzi).
Sungguh merugi jika dalam pergantian tahun banyak saudara-saudara kita
melewatkan dengan hal-hal yang tiada berguna, plesir, berpacaran, berfoya-
foya, berdugem dan menghambur-hamburkan uang untuk sekedar
membunyikan petasan, kembang api, membeli terompet dll. Alangkah baikya

8
jika uang yang kita tabung utk hari esok, dan kita ganti aktifitas yang lebih
baik, seperti renungan, muhasabah, mabit, taruna melati dan lain-lain.
Wallahu’alam bi showab.[3].

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran
Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai
Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa)
dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu
sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa
‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah
satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.
Secara akidah mengikuti perayaan tahun baru dengan cara hura-hura, foya-
foya dan maksiat adalah tidak dibenarkan di dalam Ajaran Islam. Pergantian
malam baru hendaknya kita manfaatkan diri untuk bermuhasabah dan
mengintrospeksi diri.

10
DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i Rachmat, Ma. Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV pustaka setia

Kallaf Abdul Wahab,Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Pustaka Amani

11

Anda mungkin juga menyukai