Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

Pendidikan Agama Islam

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Materi ke-2 Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
yang Dibimbing oleh Bapak Achmad Syafa’at, S.Ag.,M.Ag.

Oleh :
Kelompok 2
1. Ihda Zainul Muttaqin (100533402561)
2. Khusnul Khotimah (100533402606)
3. Muhammad Arifin (100533402)
4. Lativa Hartiningtyas (100533402630)
5. Lalitya Nindita S (100533404453)
6. M. Faris Al Hakim (100533404456)

Universitas Negeri Malang


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Elektro
Prodi S1 Pendidikan Teknik Informatika
Maret 2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pendidikan yang berjudul “Wajib Belajar 9
Tahun dan Kendalanya” dengan lancar.
Makalah Pendidikan Agama Islam dengan tema “Toleransi antar umat beragama” ini
dibuat sebagai realisasi tugas mata kuliah PendidikanAgama Islam pada Semester II Tahun
Ajaran 2010/2011.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada
kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Syafa’at, S.Ag.,M.Ag., selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam
sekaligus Pembimbing pembuatan makalah ini.
2. Teman – teman kelas PTI OFF C yang telah membantu proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa Makalah “Toleransi antar umat beragama” masih jauh dari
sempurna.Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Dengan terwujudnya Makalah “Toleransi antar umat beragama” penulis berharap
makalah pendidikan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Malang,Maret 2011

Penulis
A. Latar Belakang

Pada era globalisasi sekarang ini, umat beragama dihadapkan pada serangkaian tantangan
baru yang tidak terlalu berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya. Perbedaan agama
adalah fenomena nyata yang ada dalam kehidupan, karena itu toleransi sangat dibutuhkan.
Semua orang tahu bahwa agama Islam adalah agama yang paling toleran terhadap pemeluk
agama dan kepercayaan lain. Seseorang tidak pernah dipaksa masuk kedalam agama Islam, bila
dia tidak mau. Dalam sejarah belum pernah terjadi, ada seseorang masuk Islam karena dipaksa,
diancam atau diintimidasi. Sebab dalam pandangan Islam, setiap orang wajib dihormati
kebebasanya dalam menentukan jalan hidupnya.
Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang seringkali dipertentangkan dalam
kehidupan manusia. Secara khusus dalam komunitas yang beragam dan akan lebih rumit ketika
dibicarakan dalam wilayah agama. Kebebasan beragama dianggap sebagai sesuatu yang
menghambat kerukunan tidak adanya toleransi), karena dalam pelaksanaan kebebasan mustahil
seseorang tidak menyentuh kenyamanan orang lain. Akibatnya, pelaksanaan kebebasan
menghambat jalannya kerukunan antarumat beragama.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar
umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh
Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan
beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun
yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan
yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan
membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar
mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang
penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat. Untuk itu kita sebagai umat islam
harus memahami toleransi yang benar terhadap umat bergama lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum mengucapkan Selamat Hari Raya kepada umat agama lain?
2. Bagaimana pandangan islam tentang pergaulan dengan non muslim dalam kehidupan
sehari-hari?
3. Bagaimana hukum pernikahan beda agama?

C. Tujuan
- Agar mahasiswa mengetahui hukum mengucapkan Selamat Hari Raya kepada umat
agama lain
- Agar mahasiswa mengetahui toleransi pergaulan dengan umat non muslim dalam
kehidupan sehari-hari?
- Agar mahasiswa mengeetahui hukum pernikahan beda agama
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum mengucapkan Selamat Hari Raya kepada umat agama lain


(Ihda Zainul M)
Hukum mengucapkan selamat hari raya pada umat beragama lain dapat ditinjau dari beberapa
dimensi yang telah dijadikan pedoman saat ini, pedoman-pedoman itu antara lain:
1. Menurut Al-Qur’an
Jika ditinjau dari Al-Qur’an hukum mengucapkan selamat hari raya pada umat bergama
lain bisa dikatakan haram, haram disini ditinjau dari makna yang terkandung dalam surat Ali
Imran Ayat 13 yang berbunyi:

     


    
   
  
   
     
  
 

orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu.

Ayat di atas disimpulkan oleh kebanyakan ulama’ bahwa mengucapkan selamat hari raya kepada
umat beragama lain adalah haram, karena dengan kita mengucapkan selamat hari raya kepada
umat bergama lain kita berarti meyakini bahwa ada agama lain selain islam. Kalau kita seperti
itu berarti kita telah terjebak dalam kesyirikan, walaupun itu hanya sekedar ucapan. Dalam Al-
Qur’an surat Ali Imran ayat 19, Allah berfirman :
   
   
   
    
    
    
 
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang
telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.

Dari ayat di atas kita tahu bahwa agama yang diridhoi Allah hanyalah islam. Islam adalah agama
satu-satunya yang paling benar di dunia ini, jadi seandainya ada agama lain yang mempunyai
hari raya, kita tidak boleh mengucapkan selamat hari raya, karena dengan begitu secara tidak
langsung kita telah mempercayai adanya agama selain islam, padahal hal tersebut jelas-jelas
salah. Namun, saat ini banyak orang berdalih bahwa mengucapkan selamat hari raya terhadap
agama lain adalah tergantung niatnya bagaimana. Keyakinan seperti ini adalah keyakinan yang
keliru, karena telah jelas ayat adalam Al-Qur’an bahwa islam adalah agama satu-satunya yang
benar, ditambah para jumhur ulama telah sepakat bahwa mengucapkan selamat hari raya kepada
agama selain islam adalalah haram. Jika memang orang tetap berdalih tergantung niatnya,
mereka sebenarnya telah tersesat , karena telah ada dalil dan bukti yang jelas akan hal tersebut.
Sebagai contoh bila kita mengucapkan selamat hari raya kepada umat beragama lai, semisal
“selamat natal” . Ternyata kata-kata selamat natal tersebut berarti sama halnya kita mengucap
“selamat atas kelahiran Tuhan dalam bentuk manusia yang disalibkan untuk menembus dosa kita
semua, selamat ulang tahun Tuhan”. Benar-enar suaatu kesesatan bila kita mengucapkan selamt
hari raya terhadap orang yang beragama lain, misalnya selamat natal tadi. Tidakkah kita
tergolong kaum yang syirik bila seandainya kita mengucapkan selamat hari raya kepada umat
yang beragama lain, walaupun hanya dengan menghormati dengan sebuah ucapan, namun hal
tersebut sama halnya kita mau berbuat baik terhadap orang kafir yang jelas orang kafir tersebut
telah di tetapkan oleh Allah sebagai kaum yang akan dila’nat, dan telah jelas di dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqarah ayat 98, yang berbunyi

  


  
  
  
  
  
   
  
   

93.barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail,
Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.

Dalam ayat di atas telah jelas bahwa Allah mela’nat dan memusuhi orang-orang kafir, tetapi
seandainya kita malah berbuat baik kepada mereka dengan cara ikut merayakan hari besar
mereka dimana mereka yakin bahwa agama mereka benar. Sebaiknya, kita menjaga diri dan
tidak mengikuti bersama mereka walaupun itu hanya sebatas ucapan.Sungguh kita benar-benar
berada dalam kesesatan bila ikut-ikutan dengan mereka.

2. Menurut AL-Hadist
Jika ditinjau dengan menggunakan hadist, bahwa sama saja hukum mengucapkan selamat
hari raya terhadap umat yang beragama lain adalah haram. Dalil hadist yang berhubungan
dengan hal ini adalah

ْ‫شبَّ ْهَ بِقَ ْومْ فَ ُه َْو ِم ْن ُه ْم‬ ْْ ‫َم‬


َ َ‫ن ت‬
“Barang siapa menyerupai suatu kaum,, maka dia termasuk diantara mereka.(HR. Ahmad dssn Abu
Daud).

Jika mereka mengucapkan selamat hari raya kepada kita kemudian kita balas mengucapakan
selamat hari raya kepada mereka, berarti kita menyerupai mereka. Allah sudah menentukan
islam sebagai agama yang paling benar, tidak ada agama lain yang haq selain islam dan hanya
islam yang diridhoi di sisi Allah SWT.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim
mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati
mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan.Bisa jadi hal itu akan mendatangkan
keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk
menghinakan kaum muslimin.”Demikian perkataan Syaikhul Islam Ibnu Timiyah.
Jika kita tetap bersih kukuh untuk mengucapakan selamat hari raya pada umat beragama lain,
baik hal tersebut dilkukan karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau hanya ingin mengikat
tali persaudaraan , atau karena malu atau sebab lain maka hal tersebut akan menjerumuskan kita
sendiri, karena hal ini telah jelas telah dilarang dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist. Ada
hadist lain yang bisa dijadikan rujukan dalam permasalahan ini yaitu hadist yang berbunyi :
ْ‫سالَ ِم‬
َّ ‫ارى ِبال‬
َ ‫ص‬َ َّ‫َوالَ ْاليَ ُهود الن‬
َ َ َ‫ال‬
ْ ‫ت َ ْب َد ُءوا‬
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR.Muslim)
Hadist di atas dapat diartikan bahwa kita sebagai seorang muslim dilarang mengucapkan selamat
yang berhubungan dengan kegiatan agama mereka, karena telah jelas bahwa agama yang
mereka percayai adalah salah. Tidak ada hadist yang menjelaskan bahwa kita boleh
mengucapkan selanat hari raya pada umat beragama lain, dan mengu capkan selamat hari raya
terhadap agama lain tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, berarti jika kita
melakukan hal tersebut, kita bisa disebut melakukan bid’ah, karena memang jelas tidak ada
hukum yang membolehkan hal tersebut. Jika memang boleh mengucapkan seharusnya
Rasulullah SAW telah melakukannya terhadap tetangganya yang beragama kristen. Namun, hal
tersebut tidak dilakukan oleh Rasulullah SAW.

3. Menurut Para Ulama


Menurut para kebanyakan ulama yang ada di dunia bahwa mengucapkan selamt hari raya
pada umat beragama lain adalah haram hukumnya. Ada beberapa fatwa ulama-ulama besar di
Arab tentang hal ini, misalnya contoh berikut ini:
Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin ,
dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin),
3/28-29, no. 404.
Beliau rahimahullah pernah ditanya:
“Apa hukum mengucapkan selamat natalpada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas
ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah
seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa?
Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi
tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya.Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka
dalam perayaan ini?
Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam
agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan
para ulama sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya
Ahkamu Ahlidz Dzimmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat
pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat
natal) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti
mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat
pada hari besar mereka dan semacamnya.Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa
selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan
selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud
yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatanseperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.
Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan
selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat
pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut.
Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh
karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah
atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”
Demikianperkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah.
Dari beberapa pendapat ulama besar tadi kita tahu bahwa hukum mengcapkan selamat
hari raya pada umat beragama laiin ialah haram, kareana hal tersebut sama artinya kita menerima
agama lain selain islam yang jelas-jelas hal tersebut salah. Islam adalah agama yang diridhoi
Allah dan satusatunya agama yang paling benar. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3
berbunyi:

  


  
  
   
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu

Dengan ayat tesebut, kita benar-benar telah mendapat petunjuk bahwa agama yang paling
sempurna dan yang diridhoi hanyalah islam. Sehingga kita tidak perlu mengucapkan selamat hari
raya pada agama lain karena jelas sekali agama lain tersebut salah dan tidak diridhoi Allah SWT.
Adapun Majelis Ulama Indonesia juga memiliki fatwa terhadap hukum mengucapkan selamat
hari raya pada pemeluk agam a lain dala hal ini natal , MUI pada tahun 1981 sebelum
mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran islam dengan disertai
berbagai dalil baik A-Qur;an maupun Al-Hadist sebagai berikut:
1) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-
agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
2) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan
peribadatan agama lain.
3) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam
sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
4) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak
dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
5) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia
menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa
menjawab: Tidak.
6) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
7) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari
larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik
kemaslahatan.
Setelah berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist MUI kemudian mengeluarkan fatwa tentang
natal. Walaupun hanya natal yang difatwakan kita dapat meluaskannya dengan hari raya agama-
agma lain. Berikut ini fatwa MUI pada tahun 1981 :
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as,
akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala
dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.

(Khusnul Khotimah)
Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum mengucapkan selamat hari
raya krismis atau Natal pada orang-orang kafir ? Apa yang kita lakukan seandainya mereka
mengucapkan selamat hari raya ? Apakah boleh mendatangi tempat-tempat perayaan hari raya
tersebut ?Berdosakah seseorang jika melakukan hal di atas tanpa ada unsur kesengajaan, untuk
menjaga sikap baik, malu atau tidak enak atau sebab lainnya. Bolehkah meniru mereka dalam hal
ini ?
Beliau menjawab : Mengucapkan selamat hari raya krismis/Natal atau lainnya pada
orang-orang kafir hukumnya adalah haram menurut kesepakatan (ulama). Ibnul
Qayyimrahimahullah membahas tentang hal ini dalam kitabnya: Ahkam Ahli Dzimmah, beliau
berkata:
"Mengucapkan selamat atas syi'ar tertentu orang-orang kafir, hukumnya adalah haram
menurut kesepakatan (ulama), seperti ucapan selamat terhadap hari raya atau puasa mereka
dengan mengatakan: "Hari Raya yang diberkahi atas diri anda", atau "Anda berbahagia dengan
hari raya ini" dan semisalnya. Maka hal yang seperti ini, jika orang yang mengucapkan terlepas
dari kekufuran, maka hal itu termasuk dari perkara yang diharamkan.Ini adalah seperti anda
mengucapkan selamat atas sujudnya pada salib, bahkan dosanya lebih dari itu di sisi Allah, dan
lebih dimurkai dari memberi selamat (pada orang yang) minum minuman keras, membunuh
jiwa, berzina dll.
Banyak orang yang konsisten agamanya minim, terjatuh pada hal tersebut. Dia tidak
mengetahui keburukan yang ia lakukan. Barangsiapa yang mengucapkan selamat pada seseorang
atas maksiat, kebid'ahan atau kekufuran, maka ia terancam murka Allah" ( sampai dini ucapan
beliau – semoga Allah merahmatinya - ).
Mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir hukumnya haram dan keadaannya seperti yang
dijelaskan oleh Ibnul Qayyim karena dengan mengucapkan selamat tersebut berarti terdapat
pengakuan dan keridhaan terhadap syi'ar-syi'ar kufur mereka. Meski ia tidak ridha akan
kekufuran tersebut, akan tetapi diharamkan atas seorang muslim untuk ridha pada syi'ar-syi'ar
kekufuran, mengucapkan selamat akan hal itu atau lainnya. Karena Allah tidak meridhai hal itu.
Allah berfirman:
َ ‫ضى ِل ِعبَا ِد ِه ْال ُك ْف َر َو ِإن تَ ْش ُك ُروا يَ ْر‬
. ) ‫ضهُ لَ ُك ْم‬ َ ‫ي َعن ُك ْم َو ََل يَ ْر‬ َّ ‫( ِإن ت َ ْكفُ ُروا فَإ ِ َّن‬
ٌّ ِ‫َّللاَ َغن‬
"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu"
(Q.S Az-Zumar : 7)
Dan Allah berfirman:
ِ ‫(اليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬
ِ ‫ضيتُ لَ ُك ُم‬
) ‫اإل ْسالَ َم دِينًا‬ ْ : ‫وقال تعالى‬
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu"
( Q.S Al-Maaidah : 3)
Mengucapkan selamat pada mereka adalah haram baik ia mengikuti acara perayaannya
atau tidak. Jika mereka memberi ucapan selamat, maka kita tidak membalasnya, karena memang
bukan hari raya kita dan karena itu adalah hari raya yang tidak diridhai Allah Ta'ala.Hari raya itu
adalah sesuatu yang di ada-adakan dalam agama mereka. Atau hari raya yang disyari'atkan akan
tetapi sudah dinasakh dengan datangnya Agama Islam yang Allah utus dengannya Muhammad 
pada seluruh makhluk. Allah berfirman :

) َ‫اآلخ َرةِ ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬


ِ ‫اإل ْسالَ ِم دِينًا فَلَن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوه َُو فِي‬
ِ ‫(و َمن يَ ْبت َغِ َغي َْر‬
َ
"Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi" (Q.S Ali Imran : 85)
Adalah haram hukumnya bagi seorang muslim untuk memenuhi undangan mereka dalam acara
ini. Karena ini adalah lebih parah dari mengucapkan selamat. Begitu pula diharamkan atas
seorang muslim untuk meniru orang-orang kafir dengan merayakan acara hari raya tersebut, atau
tukar-menukar hadiah, atau membagikan kue dan makanan atau libur dari kerja dll. Berdasarkan
sabda nabi Muhammad SAW :

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka"
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitab: Iqtidha Ash-Shirath Al-
Mustaqimmukhalafati Ashhaabul Jahiim : "Menyerupai orang-orang kafir dalam hari raya
mereka akan menyenangkan hati mereka akan kebatilan yang ada pada mereka. Bisa jadi hal itu
akan menyebabkan orang-orang kafir tersebut memanfaatkan kesempatan sehingga orang-orang
yang lemah menjadi terhina.
Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka dia berdosa, baik ia melakukannya
karena sungkan, kasih sayang, malu, atau sebab lainnya, karena ini termasuk dari sikap tidak
berpendirian dalam agama Allah dan menyebabkan kekuatan jiwa orang-orang kafir serta
(semakin menambah) kebanggaan mereka terhadap agamanya. Kepada Allah-lah tempat
memohon pertolongan agar memuliakan dan meneguhkan kaum muslimin dengan Islam, dan
menolong mereka dari musuh-musuh Islam.Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
4. Perbedaan Pendapat Ucapan Selamat Natal
Tentang hukum ucapan selamat natal itu, memang kalau kita mau telusuri lebih jauh, kita akan
bertemu dengan beragam pendapat. Ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak.Tapi ada
juga yang membolehkannya dengan beberapa hujjah.Dan juga ada pendapat yang agak di
pertengahan serta memilah masalah secara rinci.
Tentu bukan berniat untuk memperkeruh keadaan kalau kami sampaikan apa yang beredar di
tengah umat tentang hal ini. Sebaliknya, kajian ini justru untuk memperluas wawasan kita dalam
menuntut ilmu, wabil khusus tentang urusan yang agak khusus ini.

1. Pendapat Haramnya Ucapan Selamat Natal Bagi Muslim


Haramnya umat Islam mengucapkan Selamat Natal itu terutama dimotori oleh fatwa para ulama
di Saudi Arabia, yaitu fatwa Al-'Allamah Syeikh Al-Utsaimin. Beliau dalam fatwanya menukil
pendapat Imam Ibnul Qayyim
1. 1. Fatwa Syeikh Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat dalam kitab Majma’ Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403), disebutkan bahwa:
Memberi selamat kepada merekahukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-
orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi
selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena
itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai Allah.
Hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu
ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad SAW telah diutus
dengannya untuk semua makhluk.
1. 2. Fatwa Ibnul Qayyim
Dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah beliau berkata, “Adapun mengucapkan selamat
berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut
kesepakatan para ulama.Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar
kekufuran yang mereka lakukan.
1. 3. Fatwa MUI?
Sedangkan terkait dengan fatwa MUI tentang haramnya mengucapkan selamat natal, ketika
mencari dokumennya ternyata kami kesulitan mendapatkannya.Konon kabarnya fatwa itu
dikeluarkan pada tahun 1984, seperti yang ada dalam SMS yang kami terima.
Tetapi setelah dibrowse di situs MUI (www.mui.or.id) maupun di buku Kumpulan Fatwa MUI
yang kami miliki, fatwa haram itu tidak kami temukan.Yang kami temukan hanyalah fatwa
tentang haramnya melakukan natal bersama.
Sebaliknya, kami malah mendapatkanberita yang agak kontradiktif dengan apa yang dianggap
sebagaisikap MuI selama ini. Sekretaris Jenderal MUI, Dr. Dien Syamsudin MA, yang juga
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu memang pernah menyatakan bahwa MUI
tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen (ritual) Natal.
"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang
dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang
Islam, " katanya.
Bahkan pernah di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X
BAMAG Jatim di Surabaya, beliau menyampaikan, "Saya tiap tahun memberi ucapan selamat
Natal kepada teman-teman Kristiani."
Jadi mohon kepada MUI atau barangkali ada pembaca WarnaIslam yang punya salinan fatwa
tersebut, tentu kami akan sangat berterima kasih bila berkenan mengirimkannya kepada kami.
2. Pendapat Yang Tidak Mengharamkan
Selain pendapat yang tegas mengharamkan di atas, kita juga menemukan fatwa sebagian dari
ulama yang cenderung tidak mengharamkan ucapan tahni'ah kepada umat nasrani.
Yang menarik, ternyata yang bersikap seperti ini bukan hanya dari kalangan liberalis atau
sekuleris, melainkan dari tokoh sekaliber Dr. Yusuf Al-Qaradawi.Tentunya sikap beliau itu
bukan berarti harus selalu kita ikuti.

2. 1. Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi


Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak
masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk
memberikan tahni'ah saat perayaan agama lainnya.
Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan
tahni'ah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama
mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik).
Sebagaimana firman Allah SWT:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu.Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan tahni'ah ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan
tahni'ah kepada kami dalam perayaan hari raya kami.
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu.
Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.(QS. An-Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang
muslim untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.

2.2. Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'


Di dalam bank fatwa situs www.Islamonline.net Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa
tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang
kafir.
Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati
jenazah Yahudi.Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas
kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau, ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang
sedang merayakan hari besar mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan
mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim
kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.
Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan
yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut
dengan hukum ucapan natalnya.
Namun beliau menyatakan bahwa ucapan tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan
hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di
berbagai tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan
termasuk perbuatan mungkar.
2.3 Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropajuga berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa'
dalam hal kebolehan mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang
mengharamkannya.
3. Pendapat Pertengahan
Di luar dari perbedaan pendapat dari dua 'kubu' di atas, kita juga menemukan fatwa yang agak
dipertengahan, tidak mengharamkan secara mutlak tapi juga tidak membolehkan secara mutlak
juga.Sehingga yang dilakukan adalah memilah-milah antara ucapa yang benar-benar haram dan
ucapan yang masih bisa ditolelir.
Salah satunya adalah fatwa Dr. Abdussattar Fathullah Said, beliau adalah profesor di bidang
Ilmu Tafsir dan Ulumul-Quran di Universitas Al-Azhar Mesir.Dalam masalah tahni'ah ini beliau
agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua.Ada tahni'ah yang halal dan ada yang haram.
3.1. Tahni'ah yang halal adalah tahni'ah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang
bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab
husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.
Contohnya ucapan, "Semoga tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda di hari
ini."Beliau cenderung membolehkan ucapan seperti ini.
3.2. Tahni'ah yang haram adalah tahni'ah kepada orang kafir yang mengandung unsur
bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi,
"Semoga Tuhan memberkati diri anda sekeluarga."
Beliau membolehkan memberi hadiah kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan
khamar, gambar maksiat atau apapun yang diharamkan Allah.

B. Toleransi pergaulan dengan umat non muslim dalam kehidupan sehari-hari


(Laliltya Nindita S)
1. Arti kata toleransi
a. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata toleransi berarti sifat atau
sikap toleran.[1] Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai “bersifat atau bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan
pendirian sendiri.[2]
b. Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling
menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang
berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama.[4]
c. Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan
perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda
atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah
toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan
keberadaan agama-agama lainnya.[6]

2. Konsep Toleransi dalam Islam


Manusia sebagai makhluk sosial memang sangat membutuhkan hubungan antar sesama
agar dapat melangsungkan kehidupannya.Tiada satu pun manusia yang mampu bertahan hidup
tanpa adanya interaksi dengan sesamanya dan lingkungan. Terlebih lagi keanekaragaman status
sosial, budaya, agama yang mewarnai bumi pertiwi sangat berpotensi untuk memunculkan
konflik yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan .
Berangkat dari konsep inilah sebagian orang menjadikannya sebagai salah satu alasan
untuk mengaplikasikan makna toleransi beragama dalam kehidupannya tanpa memperhatikan
batasan-batasan syariat yang begitu jelas dan gamblang. Sehingga belakangan ini muncul ritual-
ritual keagamaan yang diikuti oleh beberapa pemeluk agama yang berbeda-beda, seperti doa
lintas agama, dialog atau konferensi antar umat beragama dan yang lainnya dengan dalih bahwa
itu adalah bagian dari toleransi antar umat beragama. Demikian halnya mengucapkan selamat
hari raya kepada pemeluk agama lain yang dianggap suatu hal yang ringan oleh kebanyakan
orang padahal permasalahannya tidak sesederhana yang mereka bayangkan.
Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat
dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain,
dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-
masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari
satu pihak ke pihak lain. Hal demikian dalam tingkat praktik-praktik sosial dapat dimulai dari
sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut
keagamaan dalam praktek sosial, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, serta bukan hanya
sekedar pada tataran logika dan wacana.
Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan
tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Hal ini telah dicontohkan oleh
Nabi Muhammad saw. ketika suatu saat beliau dan para sahabat sedang berkumpul, lewatlah
rombongan orang Yahudi yang mengantar jenazah. Nabi saw. langsung berdiri memberikan
penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi wahai rasul?” Nabi
saw. menjawab “Ya, tapi mereka manusia juga”. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi
bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di
dalamnya.Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.
Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al-Qur’an menjelaskan pada
ayat terakhir surat al-kafirun

    

“untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Bahwa perinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Tidak mungkin
manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama atau mengamalkan ajaran dari
berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, al-Qur’an menegaskan bahwa umat islam tetap
berpegang teguh pada sistem ke-Esaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran
ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip
dimana setiap pemeluk agama mempunyai sistem dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu
saling menghujat.
Pada taraf ini konsepsi tidak menyinggung agama kita dan agama selain kita, juga
sebaliknya.Dalam masa kehidupan dunia, dan untuk urusan dunia, semua haruslah bekerjasama
untuk mencapai keadilan, persamaan dan kesejahteraan manusia.Sedangkan untuk urusan
akhirat, urusan petunjuk dan hidayah adalah hak mutlak Tuhan SWT. Maka dengan sendirinya
kita tidak sah memaksa kehendak kita kepada orang lain untuk menganut agama kita.
Al-Qur’an juga mengajarkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ummatnya untuk
menyampaikan kepada penganut agama lain setelah kalimat sawa’ (titik temu) tidak dicapai (QS.
Saba:24-26):
    
   
    
 
  
 
   
   
 
   
  
 
  

24. Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah:
"Allah", dan Sesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau
dalam kesesatan yang nyata.
25. Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang Kami perbuat dan
Kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".
26. Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara
kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui".

Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak dilarang oleh
Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak saling menghormati hak-
haknya masing-masing (QS. Al-Mumtahanah: 8):
    
   
  
  
   
   

8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang Berlaku adil.

Al-Qur’an juga berpesan dalam QS An – Nahl : 125 agar masing-masing agama


mendakwahkan agamanya dengan cara-cara yang bijak.

   


 
  
    
    
    
 
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[1] dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
([1]Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan
yang bathil).”

3. Hukum Toleransi dalam Pergaulan Umat Beragama


Hukum toleransi dalam pergaulan antar umat beragama (pluralitas agama) adalah sebagai
berikut [3]:
a. Dilarang (haram), apabila dalam berhubungan, rela (ridho) serta meyakini kebenaran aqidah
agama lain.
b. Boleh, bergaul atau menjalin hubungan baik dalam urusan dunia saja dengan sebatas dhohir.
c. Dilarang, tapi tidak menjadi kufur yaitu: Apabila tolong menolong tersebut disertai rasa
condong terhadap keyakinan (akidah) agama lain yang disebabkan ada hubungan kerabat atau
cinta, tetapi tetap beri’tikad bahwa agama mereka adalah bathil, dan apabila tolong menolong
yang disertai rasa condong itu dapat membuat rasa simpati dan rela terhadap agama mereka
maka bisa keluar dari agama Islam.
d. Tidak dilarang, (bahkan dianjurkan) apabila bertujuanuntuk menghindari bahaya yang berasal
dari mereka atau untuk memperoleh kemanfaatan atau kemaslahatan.

(Muhammad Arifin) 2.
Ajaran Islam dalam mengatur hubungan dengan golongan-golongan selain Islam,
tentang hubungan pergaulan dengan non muslim sudah dijelaskan dalam Al quran Surah Al-
Mumtahinah:8-9)

‫طوا ِإلَ ْي ِه ْم‬ُ ‫ار ُك ْم أ َ ْن تَ َب ُّرو ُه ْم َوت ُ ْق ِس‬ ِ ‫ع ِن الَّذِينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي ال ِد‬
ِ ‫ِّين َولَ ْم ي ُْخ ِر ُجو ُك ْم ِم ْن ِد َي‬ َّ ‫َل َي ْن َها ُك ُم‬
َ ُ‫َّللا‬
َ‫ِطين‬ ِ ‫َّللاَ ي ُِحبُّ ْال ُم ْقس‬َّ ‫ِإ َّن‬
‫اج ُك ْم أ َ ْن‬ِ ‫علَى ِإ ْخ َر‬
َ ‫ظاه َُروا‬ َ ‫ار ُك ْم َو‬ ِ َ‫ِّين َوأَ ْخ َر ُجو ُك ْم ِم ْن ِدي‬
ِ ‫ع ِن الَّذِينَ قَاتَلُو ُك ْم فِي ال ِد‬ َّ ‫ِإنَّ َما َي ْن َها ُك ُم‬
َ ُ‫َّللا‬
‫الظا ِل ُمون‬ َّ ‫ت َ َولَّ ْو ُه ْم َو َم ْن َيت َ َولَّ ُه ْم فَأُولَ ِئ َك ُه ُم‬
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan
sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu
dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.(Q.S.Al Mumtahanah: 8-9)
Ayat pertama diatas tidak sekedar sedang keadilan dan kejujuran terhadap golongan
selain Islam yang tidak memerangi um,at Islam dan tidak mengusir mereka, yakni orang yang
tidak menaruh peperangan dan permusuhan terhadap Islam, bahkan ayat tersebut senang umat
Islam berbuat baik kepada mereka.
Kata-kata birr (berbuat baik) suatu kata yang mempunyai pengertian sangat luas,
meliputi semua nilai kebaikan dan pergaulan secara luas, melebihi arti adil biasa. Kata ini juga
yang juga dipakai oleh kaum muslimin dalam hubungannya dengan masalah kewajiban hak-hak
kemanusiaan, misalnya birr ul walidain.
Kami katakan demikian karena ayat tersebut mengatakan sesungguhnya Allah suka
kepada orang-orang yang berlaku adil, sedangkan oang mukmin senantiasa berusaha untuk
merealisasi apa yang dicintai allah. Perkataan ُ ‫َللا‬
ّ ‫(ال َين َها ُك ُم‬Allah tidak melarang kamu), ini
dimaksudkan untuk menghilangkan perasaan bahwa orang yang berlainan agama tidak berhak
mendapatkan penghargaan keadilan, kasih sayang, dan pergaulan yang baik.
Oleh karena itu, Allah menjelaskan kepada orang-orang mukimin bahwa ia tidak
melarang untuk mengadakan hubungan yang baik dengan orang-orang yang berlainan agama,
bahkan dengan orang-orang yang memerangi dan mengganggunya sekalipun.
Penjelasan dari Web Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid tentang adab berinterkasi
dengan non muslim. Kami memandang perlu untuk menerbitkannnya karena masih ada sebagian
kaum muslimin yang terlalu “longgar” dalam bergaul dengan non muslim hingga melampaui
batas-batas syara’ dan sebaliknya ada yang terlalu “ketat” hingga bersikap zhalim terhadap
mereka.Padahal Islam mengajarkan sikap pertengahan dan adil. Berikut ini penjelasan beliau
adalah:
1. Islam adalah agama rahmat dan agama keadilan.
2. Kaum muslimin diperintahkan untuk mendakwahi kalangan non muslimin dengan cara yang
bijaksana, melalui nasihat dan diskusi dengan cara yang terbaik. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, artinya,
“Janganlah engkau berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara yang terbaik, kecuali orang-
orang yang zhalim di antara mereka..”
3. Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Allah SWT berfirman, artinya,
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imrân : 85)
4. Kaum muslimin harus memberi kesempatan kepada orang-orang non muslim untuk
mendengar firman Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan jika seseorang dari orang-orang musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah
ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (at-Taubah: 6)
5. Kaum muslimin harus membedakan antara masing-masing non muslim dalam pergaulan; yaitu
membiarkan mereka yang bersikap membiarkan kaum muslimin (tidak memerangi), memerangi
mereka yang memerangi, dan menghadapi yang sengaja menghalangi tersebarnya dakwah Islam
di muka bumi.
6. Sikap kaum muslimin terhadap non muslim dalam soal cinta kasih dan kebencian hati,
didasari oleh sikap mereka terhadap Allah subhanahu wata’ala. Karena orang-orang non muslim
itu tidak beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyekutukan-Nya dengan sesuatu,
menyimpang dari agama Allah subhanahu wata’ala dan membenci kebenaran (Islam), maka
kaum muslimin juga harus membenci mereka.
7. Kebencian hati bukan berarti bersikap menzhalimi, dalam kondisi apapun. Karena Allah
berfirman kepada Nabi-Nya tentang sikap yang wajib terhadap Ahli Kitab,
“(Dan katakanlah), “Aku diperintahkan untuk berbuat adil di antara kalian; Allah adalah Rabb kami
dan Rabb kalian, bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian.” (asy-Syûra : 15)
8. Kaum muslimin harus berkeyakinan, bahwa dalam kondisi bagaimana pun, seorang muslim
tidak boleh bersikap zhalim terhadap non muslim. Sehingga tidak boleh menganiaya mereka,
menakut-nakuti (menteror) mereka, menggertak (mengintimidasi) mereka, mencuri harta
mereka, mencopetnya, tidak boleh bersikap curang terhadap hak mereka, atau mengkhianati
amanah mereka, tidak boleh tidak membayar upah mereka, membayar kepada mereka harga
barang jualan mereka kalau kita membelinya dari mereka, dan membagi keuntungan dalam
usaha patungan dengan mereka.

Firman Allah :

‫ب َوأ ُ ِم ْرتُ أل ْع ِد َل‬ ٍ ‫َّللاُ ِم ْن ِكتَا‬ َّ ‫ت َوَل تَتَّبِ ْع أ َ ْه َوا َء ُه ْم َوقُ ْل آ َم ْنتُ بِ َما أ َ ْنزَ َل‬ َ ‫فَ ِلذَ ِل َك فَا ْدعُ َوا ْست َ ِق ْم َك َما أ ُ ِم ْر‬
‫ير‬ُ ‫ص‬ ِ ‫َّللاُ َي ْج َم ُع َب ْي َننَا َوإِلَ ْي ِه ْال َم‬
َّ ‫َّللاُ َربُّنَا َو َربُّ ُك ْم َلنَا أ َ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم أ َ ْع َمالُ ُك ْم َل ُح َّجةَ َب ْي َننَا َوبَ ْينَ ُك ُم‬
َّ ‫بَ ْينَ ُك ُم‬
“Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu.Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu
amal-amal kamu.Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan
kepada-Nyalah (kita) kembali”. (asy-Syûra : 15)

9. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim harus menghormati perjanjian
yang dilakukan antara dirinya dengan orang non muslim. Kalau ia sudah setuju dengan
persyaratan yang mereka ajukan, misalnya untuk masuk negri mereka dengan visa, dan ia sudah
berjanji untuk menaati perjanjian tersebut, maka ia tidak boleh merusaknya, tidak boleh
berkhianat atau memanipulasi, membunuh atau melakukan perbuatan merusak lainnya.
Demikian seterusnya.
10. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa kalangan non muslim yang memerangi mereka,
mengusir mereka dari negeri mereka dan menolong orang-orang itu memerangi kaum muslimin,
boleh dibalas untuk diperangi.
11. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim boleh berbuat baik kepada orang
non muslim dalam kondisi damai, baik dengan bantuan finansial, memberi makan kepada
mereka yang kelaparan, memberi pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, menolong mereka
dalam perkara-perkara yang mubah (boleh), berlemah-lembut dalam tutur kata, membalas
ucapan selamat mereka (yang tidak terkait dengan akidah, seperti selamat belajar, selamat
menikmati hidangan dll), dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman artinya,
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Mumtahanah).
12. Kaum muslimin hendaknya tidak menahan diri untuk bekerjasama dengan kalangan non
muslim dalam melaksanakan berbagai kebajikan, memberantas kebatilan, menolong orang yang
dizhalimi, memberantas segala bahaya terhadap kemanusiaan seperti perang melawan sampah,
menjaga keamanan lingkungan, memperoleh barang bukti dan memberantas penyakit-penyakit
menular, dan lain-lainnya.
13. Kaum muslimin harus meyakini bahwa ada perbedaan antara muslim dengan non muslim
dalam beberapa ketentuan hukum, seperti warisan, pernikahan, perwalian dalam nikah, masuk
kota Mekkah dan lain-lain. Semua hukum tersebut dijelaskan dalam buku-buku fikih
Islam.Kesemuanya itu didasari oleh perintah-perintah dari Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-
Nya Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga tidak mungkin disamaratakan antara orang
yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala semata, dan tidak menyekutukan Allah dengan
segala sesuatu, dengan orang yang kafir kepada Allah saja, dan dengan orang yang kafir kepada
Allah subhanahu wata’ala dan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, lalu berpaling dari agama
Allah yang benar.
14. Kaum muslimin diperintahkan untuk berdakwah mengajak ke jalan Allah SWT di seluruh
negeri-negeri Islam dan di negeri-negeri lain. Mereka harus menyampaikan kebenaran kepada
semua orang, mendirikan masjid-masjid di berbagai penjuru dunia, dan mengirimkan para da’i
ke tengah masyarakat non muslim, serta mengajak berdialog dengan para pemimpin mereka
untuk masuk ke dalam agama Allah.
15. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa kalangan non muslim, baik yang beragama
samawi atau non samawi adalah sama-sama tidak benar. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak
boleh mengizinkan mereka untuk menyebarkan para misionaris mereka, atau membangun tempat
ibadah mereka di lingkungan kaum muslimin. Allah berfirman, artinya,
“Maka apakah orang yang beriman sama seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama”. (as-
Sajdah:18). Barangsiapa yang mengira bahwa Islam itu sama saja dengan agama-agama lain,
maka ia keliru besar. Para ulama membuka pintu dialog dengan kalangan non muslim. Mereka
juga memberikan kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pandangan dengan orang-
orang kafir, serta bersedia menjelaskan kebenaran kepada mereka. Sebagai penutup, Allah
subhanahu,

َ‫ش ْيئًا َوَل َيت َّ ِخذ‬ َّ ‫س َواءٍ َب ْي َننَا َو َب ْي َن ُك ْم أََل َن ْعبُدَ ِإَل‬
َ ‫َّللاَ َوَل نُ ْش ِر َك ِب ِه‬ ِ ‫قُ ْل َيا أ َ ْه َل ْال ِكتَا‬
َ ‫ب تَ َعالَ ْوا ِإلَى َك ِل َم ٍة‬
َ‫َّللاِ َفإ ِ ْن تَ َولَّ ْوا َفقُولُوا ا ْش َهد ُوا ِبأَنَّا ُم ْس ِل ُمون‬ ِ ‫ضا أ َ ْر َبابًا ِم ْن د‬
َّ ‫ُون‬ ً ‫ضنَا َب ْع‬ ُ ‫َب ْع‬
“Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan
Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah
selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Ali ‘Imrân: 64)
Hubungan seorang muslim dengan saudaranya yang bukan muslim ada contoh
teladannya, yaitu hubungan mesra antara Rasulullah SAW dengan paman beliau, Abu Thalib.
Bagaimana bukan hubungan mesra, bahkan Beliau SAW dibesarkan, dididik dan diberikan
sepenuh kasih sayang dari seorang Abu Thalib, lebih dari yang diberikan kepada anak-anaknya
sendiri.
Ketika Abdullah, ayahanda Rasulullah SAW wafat, kemudian disusul oleh ibundanya,
disusul oleh Abdul Muththalib, sang kakek, menghadap Allah, maka Abu Thalib memastikan
diri untuk memelihara Muhammad SAW yang masih sangat beliau, tinggal di rumahnya bersama
sekian banyak anak-anaknya. Ketika semua anak Abu Thalib tidak ada satu pun yang berani
duduk di kursi khusus miliknya, namun begitu dilihatnya Muhammad yang masih kecil duduk di
atasnya, Abu Thalib pun mengalah dan membiarkan saja. Ini tidak pernah dialami oleh seorang
pun dari anak Abu Thalib.Ketika semua pemuka kafir Quraisy berkehendak untuk mencelakakan
Rasulullah SAW, Abu Thalib seorang lah yang pasang dada, pada saat tidak ada seorang pun
yang berani untuk melakukannya. Ketika para pemuka Quraisy bernegosiasi untuk bertukar
anak, mereka akan memberikan Abu Thalib seorang pemuda yang tampan, dan meminta ditukar
dengan Muhammad SAW untuk dibunuh, Abu Thalib menolak mentah-mentah tawaran yang
sinting itu. Abu Thalib juga yang menyampaikan langsung penolakan dari Rasulullah SAW
kepada para pemuka Quraisy yang meminta Rasulullah SAW untuk berhenti dari berdakwah,
dengan imbalan akan dijadikan raja, orang paling kaya dan paling mulia di tanah Arab. Abu
Thalib dengan tegas menyampaikan penolakan itu dengan mengatakan betapa agungnya
Muhammad, ditawarkan kepadanya kemegahan dunia namun menolak dan berpesan :
,"Apabila mereka letakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku, agar Aku tinggalkan dakwah ini,
tidak akan Aku lakukan, hingga Allah memenangkan Aku atau Aku mati bersama dakwah ini".
Maka amat wajar ketika Abu Thalib sudah dekat ajal, Rasulullah SAW tidak pernah
beringsut dari sisinya, selain untuk menemaninya, juga sangat berharap agar sang paman di
penghujung hidupnya mau menyatakan diri masuk Islam.
Dan sangat wajar tahun dimana Abu Thalib wafat disebut sebagai tahun duka cita, karena saking
cintanya dengan sang paman.
Aturan Syar`i Pergaulan Dengan Non Muslim
Ketentuan syariah yang perlu untuk dikerjakan, antara lain :
1. Menjelaskan Hakikat Agama Islam
Ini merupakan kewajiban setiap muslim agar jangan sampai ada orang no muslim yang
tidak tahu apa itu agama Islam. Jangan-jangan mereka tidak masuk Islam justru karena mereka
tidak tahu hakikat dan inti ajaran Islam.
Sangat penting bagi seorang muslim menjelaskan kepada keluarga atau teman dekatnya bahwa
agama Islam adalah agama perdamaian, cinta kasih, sangat toleran kepada pemeluk agama lain,
syariatnya mudah dan ringan, sangat anti kekerasan dan perbudakan, menghargai 5 hal utama,
yaitu agama, nyawa manusia, harta, keturunan, kehormatan dan hak asasi manusia. Dan satu hal
lagi yang juga wajib disampaikan, yaitu bahwa Islam tidak pernah memaksa orang lain untuk
masuk dan menjadi pemeluk agama Islam. Kecuali apabila dilakukan dengan sepenuh kesadaran.
2. Membuktikan Dalam Diri Sendiri Prinsip Islam
Semua penjelasan tentang Islam di atas akan menjadi tidak ada gunanya, manakala kita
sebagai muslim malah tidak membuktikannya dalam bentuk perilaku dan tindakan nyata.
Jangan sampai orang yang tadinya tertarik kepada agama Islam, malah akan semakin menjauhi
agama Allah ini, hanya lantaran kedegilan para pemeluk agama Islam sendiri, yang kurang
mencerminkan sikap mental seorang muslim sejati.
3. Dalam Masalah Ibadah
Agama Islam adalah agama yang toleran terhadap keberadaan agama lain. Tidak ada
rumusnya seorang muslim menghalangi aktifitas pemeluk agama lain, walau pun di dalam negeri
Islam sendiri.
Gereja, biara, sinagog, candi, pure dan semua tempat ibadah agama lain tidak boleh dirusak atau
dirobohkan. Dan ketentuan itu tegas ditetapkan dalam Quran :
Namun meski demikian, seorang muslim diharamkan untuk ikut bergabung dalam ritual ibadah
agama lain. Sedangkan hukum masuk ke rumah ibadah mereka, pada dasarnya tidak dilarang,
asalkan bukan pada saat mereka sedang melaksanakan ritual ibadah.
4. Sucinya Tubuh dan Air Liur Orang Kafir
Tubuh orang kafir bukan benda najis, demikian juga alir liuar mereka.Kalau pun di dalam
Al-Quran disebutkan bahwa orang kafir itu najis, maksudnya bukan najis dalam bidang ilmu
fiqih.Melainkan najis dalam arti majazi, bukan secara hakikat.
Demikian juga dengan air liur mereka, bukan merupakan benda najis. Dasarnya adalah peristiwa
dimana Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu minum susu dari wadah
yang sama dengan sekumpulan orang-orang kafir.
5. Makanan
Tidak semua makanan yang dimakan oleh seorang non muslim itu haram bagi umat
Islam. Sebagian ada yang haram tapi tidak sedikit yang halal.Maka bila mereka memakan
makanan yang dalam Islam dihalalkan, tidak mengapa kita memakan makanan yang mereka
berikan, atau makan bersama mereka.
Sebaliknya, bila makanan itu termasuk jenis makanan yang diharamkan di dalam agama Islam,
seperti babi, anjing, darah, bangkai, khamar, atau benda-benda najis lainnya, hukumnya haram
kita makan dan duduk di meja yang ada makanan haramnya bersama mereka.
6. Aurat Wanita Di Depan Sesama Wanita Non Muslim
Aurat seorang wanita haram terlihat oleh sesama wanita yang tidak beragama Islam. Di
depan sesama wanita yang bukan muslimah, hukum aurat seorang wanita muslimah sama seperti
di hadapan laki-laki.
Karena itu meski sesama wanita, tidak boleh terlihat rambut, leher, lengan, paha, kaki dan
semuanya, kalau wanita itu bukan muslimah.
7. Doa Yang Haram dan Halal
Mendoakan seorang non muslim agar mendapat kebaikan di dunia pada dasarnya tidak
diharamkan. Seperti mendoakan agar menjadi orang sukses, atau lulus ujian, atau mendapat
kesembuhan dari penyakit dan sejenisnya.
Yang diharamkan adalah doa untuk mendapatkan keselamatan di akhirat dalam keadaan kafir.
Juga diharamkan untuk memintakan ampunan di akhirat, selama dia bukan muslim.
Tetapi bila mendoakan agar mendapat hidayat sehingga bisa sadar dan masuk Islam, tentu doa
yang sangat baik dan memang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bukankah Umar bin Al-Khattab
Ra termasuk orang yang didoakan oleh Rasulullah SAW untuk masuk Islam?
8. Tolong Menolong Dengan Sesama Pemeluk Agama Lain
Dalam batas-batas tertentu yang tidak terkait dengan aqidah dasar dan keyakinan agama,
tidak dilarang bagi seorang muslim untuk saling tolong dengan sesama pemeluk agama lain.
Misalnya kegiatan saling membantu dalam masalah umum, antara lain menjengung mereka yang
sakit, atau menghormati bila ada yang meninggal. Karena Rasulullah SAW ikut berdiri ketika
jenazah tetangganya yang yahudi sedang diarak menuju pekuburan.
Semasa hidupnya Rasulullah SAW sering bermuamalah dengan orang-orang yahudi dan nasrani,
bahkan dengan penyembah berhala sekali pun.Kepada tetangganya yang yahudi, Rasulullah
SAW pernah berhutang dengan menggadaikan baju besinya. Sewaktu di Mekkah, orang-orang
musyrikin Mekkah malah menitipkan harta benda.

C. Hukum pernikahan beda agama


(M. Faris Al Hakim)
Masalah perkawinan beda agama telah mendapat perhatian serius para ulama di Tanah Air.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980 telah menetapkan
fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda
agama ini.
1. Para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan laki-laki
non-Muslim hukumnya haram
2. seorang laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan
antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat

Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI


memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram.Dalam memutuskan fatwanya, MUI
menggunakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai dasar hukum.

 
  
 
    
  
 

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.Sesungguhnya


wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu.dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik
hatimu.mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-
Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran”. (QS. Al-Baqarah:221)

Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas 2 macam:
1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab.
Banyak ulama yg menafsirkan pada surat Al-Baqarah:221bahwa Al Kitab di sini
adalah Injil dan Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari
sumber yang sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis
ini.
Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan
Kitabiyah dan non Kitabiyah.Bahwa Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli.Adapun umat-
umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam
kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil
dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.
Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi
wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir,
Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`in Insya Allah
seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi
berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin
Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memakruhkan menikahi wanita
kitabiyah selama ada wanita muslimah
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu
Umar.Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik.Selain itu ada Ibnu Hazm yang
mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa
tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram
hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh
dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita
muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih utama
dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia
khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria muslim
sedikit sementara wanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada yang
berpendapat haram hukumnya pria muslim menikah dengan wanita non muslim.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
  
  
 
  
   
 

 
 
   
 
  
    
  
   
  


“ Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan
mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila
kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman
(tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk
orang-orang merugi”.(QS. Al-Maidah:5)

2. Lelaki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab.


Para ulama’ banyak yang mengharamkan dengan dasar surat Al-Baqarah ayat
221.Dan yg dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya.
Untuk poin kedua, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para ulama sepakat
melarang.Dari sebuah literatur, dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau
Konghuchu tidak termasuk agama samawi(langit) tapi termasuk agama ardhiy
(bumi).Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang
turun dari Allah SWT.Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof
mereka Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan petuah,
hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya. Kita tidak akan menemukan hukum dan
syariat di dalamnya yang mengatur masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat,
zina, minuman keras, judi dan pencurian.Sebagaimana yang ada di dalam AlQuran Al-
Karim, Injil atau Taurat.Yang ada hanya etika, moral dan nasehat.Benda itu tidak bisa
dikatakan sebagai kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan
berisi hukum syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang
secara kompak diakui sebagai kitabullah.

Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak
sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan
bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta
mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi, agama
lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan.
 
  
 
   
  
  
  
      
   
    
   
  
  
  
 
    
    
   

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan
mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah
kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah
kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini
mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada
tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang
telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah
hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.(QS. AL-Mumtahanah:10)

(Lativa Hartiningtyas)
Dalil-Dalil Haramnya Nikah Beda Agama

Sungguh aneh tak kala para pengusung liberalisme mengatakan: “Tidak ada dalil Al-
Qur’an yang jelas mengharamkan nikah beda agama” padahal Allah telah tegas mengharamkan
hal ini dalam Al-Qur’anNya, demikian juga Rasulullah dan ini merupakan kesepakatan ulama
sepanjang zaman:
1. Al-Qur’an
Adapun dalam Al-Qur’an, setidaknya ada dua ayat yang menegaskan haramnya beda agama.
Dalil Pertama:
‫ت َحتَّى يُ ْؤ ِم َّن َوأل َ َمةٌ ُّم ْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِمن ُّمش ِْر َك ٍة‬ ِ ‫َوالَ تَن ِك ُحواْ ا ْل ُمش ِْركَا‬
‫ين َحتَّى يُ ْؤ ِمنُواْ َولَ َع ْب ٌد ُّم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِمن‬ َ ‫َولَ ْو أ َ ْع َج َبتْ ُك ْم َوالَ تُن ِك ُحواْ ا ْل ُمش ِِر ِك‬
‫ُون ِإلَى النَّ ِار َوّللاُ َي ْدع َُو ِإلَى ا ْل َجنَّ ِة‬ َ ‫ُّمش ِْركٍ َولَ ْو أ َ ْع َج َب ُك ْم أ ُ ْولَـ ِئكَ َي ْدع‬
‫ون‬ ِ َّ‫َوا ْل َم ْغ ِف َر ِة ِب ِإ ْذنِ ِه َويُبَ ِي ُن آيَاتِ ِه ِللن‬
َ ‫اس لَ َعلَّ ُه ْم يَتَذَك َُّر‬
Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu.dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu.merekamengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah: 221)
- Imam Ibnu Jarir ath-Thobari berkata: “Allah mengharamkan wanita-wanita mukmin
untuk dinikahkan dengan lelaki musyrik mana saja (baik ahli kitab maupun tidak)”.
- Imam al-Qurthubi berkata: “Jangan kalian nikahkan wanita muslimah dengan lelaki
musyrik. Umat telah bersepakat bahwa orang musyrik tidak boleh menikahi wanita
mukminah, karena hal itu merendahkan Islam“.
Al-Baghowi berkata: “Tidak bolehnya wanita muslimah menikah dengan lelaki musyrik
merupakan ijma’ (kesepakatan ulama)“.
Dalil Kedua:

‫ّللاُ أ َ ْعلَ ُم بِ ِإي َمانِ ِه َّن فَ ِإ ْن‬


َّ ‫امت َ ِحنُو ُه َّن‬ ْ َ‫ت ف‬ ٍ ‫اج َرا‬ِ ‫ِين آ َمنُوا إِذَا َجاء ُك ُم ا ْل ُم ْؤ ِمنَاتُ ُم َه‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬
‫ون لَ ُه َّن‬َ ُّ‫ت فَ ََل تَ ْر ِجعُو ُه َّن إِلَى ا ْل ُكفَّ ِار َال ُه َّن ِح ٌّل لَّ ُه ْم َو َال ُه ْم يَ ِحل‬ ٍ ‫ع ِل ْمت ُ ُمو ُه َّن ُم ْؤ ِم َنا‬َ
‫سكُوا‬ ِ ‫ور ُه َّن َو َال ت ُ ْم‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم أَن تَن ِك ُحو ُه َّن ِإذَا آت َ ْيت ُ ُمو ُه َّن أ ُ ُج‬ َ ‫َوآتُو ُهم َّما أَن َفقُوا َو َال ُج َنا َح‬
َّ ‫سأَلُوا َما أ َنفَقُوا ذَ ِل ُك ْم ُح ْك ُم‬
َّ ‫ّللاِ يَحْ ُك ُم َب ْي َن ُك ْم َو‬
ُ‫ّللا‬ ْ ‫سأَلُوا َما أَنفَ ْقت ُ ْم َو ْل َي‬ ْ ‫ص ِم ا ْلك ََوا ِف ِر َوا‬ َ ‫ِب ِع‬
‫ع ِلي ٌم َح ِكي ٌم‬ َ
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan
mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah
kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada
(suami suami) mereka, mahar yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka
apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah
kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah
yang ditetapkanNya di antara kamu.dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-
Mumtahanah: 10)
Imam Ibnu Katsir berkata: “Ayat inilah yang mengharamkan pernikahan perempuan muslimah
dengan lelaki musyrik (non Muslim)”.
Imam asy-Syaukani juga berkata: “Dalam firman Allah ini terdapat dalil bahwa wanita
mukminah tidak halal (dinikahi) orang kafir”.
2. Hadits
Hadits Jabir bahwa Nabi bersabda:
ِ ‫سا َء أ َ ْه ِل ا ْل ِكتَا‬
‫ب َوالَ يَت‬ ُ ‫سائَنَاََنَت َ َز َّو‬
َ ِ‫ج ن‬ َ ِ‫َز ُّو ُج ْو َن ن‬
“Kita boleh menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh nikah dengan wanita
kita”.
Ibnu Jarir berkata dalam Tafsirnya 4/367: “Sanad hadits ini sekalipun ada pembicaraan, namun
kebenaran isinya merupakan ijma’ umat”. Dan dinukil Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 1/587.
3. Ijma’
Selama berabad-abad lamanya, Umat Islam menjalankan agamanya dengan tenang dan tentram,
termasuk dalam masalah ini, tidak ada satupun ulama yang membolehkan nikah beda agama,
tetapi anehnya tiba-tiba sebagian kalangan mencoba untuk meresahkan umat dan menggugat
hukum ini. Di atas, telah kami kemukakan sebagian nukilan ijma’ dari ahli tafsir, kini akan
kami tambahkan lagi penukilan ijma’ tersebut:
a. Ibnul Jazzi mengatakan: “Laki-laki non Muslim haram menikahi wanita muslimah secara
mutlak. Ketentuan ini disepakati seluruh ahli hukum Islam”.
b. Ibnul Mundzir berkata: “Seluruh ahli hukum Islam sepekat tentang haramnya pernikahan
wanita muslimah dengan laki-laki beragama Yahudi atau Nasrani atau lainnya”.
c. Ibnu Abdil Barr berkata: “Ulama telah ijma’ bahwa muslimah tidak halal menjadi istri orang
kafir”.
Sebenarnya, masih banyak lagi ucapan ulama ahli fiqih dan ahli hadits tentang masalah
ini.Lantas masihkah ada keraguan tentang kesesatan orang yang menyeleisihinya?!!
4. Kaidah Fiqih
Dalam kaidah fiqih disebutkan:
‫ص ُل فِي األ َ ْبضَاعِ الت َّ َح ِر ْي ُم‬
ْ َ ‫األ‬
Pada dasarnya dalam masalah farji (kemaluan) itu hukumnya haram.
Karenanya, apabila dalam masalah farji wanita terdapat dua hukum (perbedaan pendapat), antara
halal dan haram, maka yang dimenangkan adalah hukum yang mengharamkan.
1. Pembagian Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Didalam kehidupan kita saat ini pernikahan antara dua orang yang se-agama merupakan hal yang biasa
dan memang itu yang dianjurkan dalam agama kita. Tetapi dengan mengatasnamakan cinta, saat ini lazim
(namun belum tentu diperbolehkan agama) dilakukan pernikahan beda agama atau nikah campur. Hal ini
sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agama kita, agama Islam.
Secara umum pernikahan lintas agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Pernikahan antara pria muslim dengan wanita non-muslim
2. Pernikahan antara pria non-muslim dengan wanita muslimah
Namun sebelum kita membahas tentang pernikahan tersebut diatas, sebaiknya kita perlu mengetahui
tentang pengertian non-muslim di dalam Islam. Golongan non-muslim sendiri dapat dibagi menjadi 2,
yaitu :
 Golongan Orang Musyrik
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali
As Shobuni, orang musyrik ialah orang-orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan
mahluk-NYA (penyembah patung, berhala atau semacamnya).
Beberapa contoh golongan orang musyrik antara lain Majusi yang menyembah api atau matahari,
Shabi’in, Musyrikin, dan beberapa agama di Indonesia yang menyembah patung, berhala atau sejenisnya
 Golongan Ahli Kitab
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman As Syech Muhammad Ali As
Shobuni, Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As.
atau mereka yanga berpegang teguh pada Kitab Injil yaitu agama Nabi Isa As. Atau banyak pula yang
menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan
Nasrani.
Mengenai istilah Ahli Kitab ini, terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’.Sebagian Ulama’
berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli
Kitab.Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah
sejak nenek moyangnya dahulu) ketika diturunkan sudah memeluk agama Nasrani.Jadi kaum Nasrani di
Indonesia, berdasarkan pendapat sebagian Ulama’ tidak termasuk Ahli Kitab.

1. Pernikahan Antara Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim


Didalam Islam, pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu,
menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada Firman ALLAH SWT dalam
Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya
“(Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan orang-
orang yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab
sebelum kamu ”.
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut, yaitu :
 Jelas Nasabnya
Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyangnya adalah Ahli Kitab, jadi seperti
kesimpulan para Ulama’ di atas, sebagian besar kaum Nasrani di Indonesia bukan merupakan golongan
Ahli Kitab, seperti halnya juga kaum Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia.
 Benar-benar Berpegang Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil
Apabila memang apabila mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil (yang benar-benar
asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil yang
asli telah disebutkan bahwa akan datang seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu
Nabiullah Muhammad SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW,
pasti mereka akan masuk Islam
 Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah
Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Sahabat Thalhah, Sahabat Hudzaifah,
Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa Sahabat lainnya, semua memperbolehkan pria muslim
menikahi wanita Ahli Kitab. Sahabat Umar bin Khattab pernah berkata
“Pria Muslim diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab
menikah dengan wanita muslimah”.
Bahkan Sahabat Hudzaifah dan Sahabat Thalhah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi
akhirnya wanita tersebut masuk Islam.Dengan demikian, keputusan untuk memperbolehkan menikah
dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’ (artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama
dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu
perkara yang terjadi.) para Sahabat. Ulama’ besar Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa jika ada Ulama’
Salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut diatas, maka riwayat tersebut dinilai tidak Shahih
Namun ada pula Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita
Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya pada Firman ALLAH Al-Quran Surat Al-Baqarah
ayat 221 yang berarti
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah
kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman
.sesungguhnya budak mukmin itu lebih baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan ijinNYA. Dan
ALLAH menerangkan ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran”
Dan juga Al-Quran Surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berarti :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.ALLAH mengetahui tentang keimanan mereka; maka
jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu mengembalikan
mereka kepada (suami-suami) mereka orang-orang kafir.Mereka tiada halal pula bagi mereka. Dan
berikanlah kepada (suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang
pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu
bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum ALLAH
yang ditetapkanNYA diantara kamu, dan ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Disamping itu, mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat Abdullah bin Umar yang berarti
“tiada kemusyrikan yang paling besar daripada wanita yang meyakini Isa bin Maryam sebagai tuhannya”.
Dalam Kitab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan,
hukum pernikahan dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS.Al-Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus
(mansukh) oleh QS.Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku adalah hukum dibolehkannya pernikahan
pria muslim dengan wanita Ahli Kitab
Sedangkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan para Ulama’
tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah.
2. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut kalangan Ulama’
tetap diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria musyrik.
Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan
godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak
permintaan sang suami yang mungkin bertentangang dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak
dapat menahan godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin
cenderung lebih dominan
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non-
muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa ALLAH SWT hanya
memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya.
Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka ALLAH SWT pasti akan menegaskannya di
dalam Al-Quran. Karenanya , berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT
melarang pernikahan tersebut.
Dalam Kitab tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari, menuturkan Hadits Riwayat Jabir
bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Kami (kaum muslim) menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi mereka (pria Ahli Kitab) tidak boleh
menikahi wanita kami”
Menurut Imam Ibnu Jarir At-Tabari, meskipun sanad-sanad Hadits tersebut sedikit bermasalah,
maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ke-hujjah-annya dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa :


1. Mengucapkan selamat hari raya terhadap agama lain ditinjau dari Al-Qu’an, Al-Hadist dan
fatwa dari para ulama adalah haram hukumnya. Haram karena jika kita mengucapkan
selamt hari raya pada agama lain selain islam berarti kita menganggap bahwa ada agama
selain islam yang benar dan memiliki hari raya, padahal hal tersebut jelas-jelas salah
meskipun hanya dengan alasan toleransi, alsan toleransi jangan sampai harus
mengorbankan agama kita. Untuk toleransi terhadap kita hari raya agama lain kta tidak
perlu mengycapkan selamat tehadap mereka, kita cukup bersikap seperti hari-hari biasa.
Dalam masalah yang berkaitan dengang agama lain, maka kita tidak dibolehkan turut serta
dalam mengucapkan selamat hari raya lebih-lebih ikut dalam perayaannya. Namun dalam
hal dunia yg tidak ada hubungannyadengan agama lain, hal seperti ini dibolehkan.
2. Toleransi pergaulan dengan non muslim adalah tergantung dari mana kita menyikapinya.
Selama toleransi kita kepada mereka sesuai dengan kaidah-kaidah di dalam agama Islam
dan tidak menyalahi aturan agama Islam, pergaulan kita dengan kaum non – muslim masih
diperbolehkan. Namun jika dengan bergaul dengan kaum non-muslim dapat menjadikan
kita terpengaruh dengan kebenaran aqidah mereka atau menjadi condong terhadap
kepercayaan mereka maka hal itulah yang dilarang dan dapat menjadikan kita sebagai
kafir.
3. Sebenarnya pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam
Islam, tetapi karena saat ini sangat sulit sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar
“Ahli Kitab”, maka saya dapat simpulkan bahwa pernikahan beda agama yang ada saat ini
tidak dapat dikatakan sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar
berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci
tersebut yang ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli. Sedangkan bagi wanita
muslimah yang menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun pria Ahli
Kitab tetap dihukumi haramNabi Muhammad SAW pernah bersabda“Wanita itu dinikahi
karena empat hal; karena hartanya; karena keturunannya; karena kecantikannya dan karena
baik kualitas agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik kualitas agamanya, niscaya kalian
akan beruntung”. (HR. Bukhari dan Muslim)Maka bagi kaum muslimin dan muslimah,
alasan pernikahan beda agama dengan alasan cinta, kesamaan hak, kebersamaan, toleransi
atau apapun alasannya tidak dapat dibenarkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (selanjutnya ditulis
Depdikbud RI). 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Edisi ke-2. Cet. Ke-1. h. 1065
2. Zagorin, Perez (2003). How the Idea of Religious Toleration Came to the West.
Princeton University Press. ISBN 0691092702.
3. Fiqih Lintas Agama, Membangun Masyarakat Inklusif Pluralis, Nurcholish Madjid
dkk, Jakarta, Paramidana, 2004, hlm. 164.
4. Nikah Beda Agama Dalam Al-Qur’an dan Hadis, Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub,
MA, Pustaka Firdaus, Jakarta, cet kedua, Februari 2007
5. Menangkal Bahaya JIL dan FLA, Hartono Ahmad Jaiz dan Agus Hasan Bashori,
Pustaka al-Kautsar, Jakarta, cet pertama, Juni 2004
6. Sri Wahyuni, Perkawinan Beda Agama…juga dalam Jurnal Madania, Fakultas
Dakwah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2005
7. Alyasa Abu Bakar, Perkawinan Muslim Dengan Non-Muslim: Dalam Peraturan
Perundang-undangan, Jurisprudensi dan Praktik Masyarakat, (Aceh: Dinas
Syari’at Islam, 2008)
8. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi. “Halal dan Haram”,2007, PT. Bina Ilmu
Surabaya : Surabaya.
9. Fiqih Lintas Agama, Membangun Masyarakat Inklusif Pluralis, Nurcholish Madjid
dkk, Jakarta, Paramidana, 2004, hlm. 164.
10. www.muslim.or.id
11. www.eramuslim.com
12. http://fiqih-gg.blogspot.com/2010/06/toleransi-dalam-pluralitas-agama.html
13. http://www.annaba-center.com/main/kajian/detail.php?detail=20090312204755
14. http://sanlee2007.wordpress.com/2008/03/24/menyikapi-pernikahan-beda-
keyakinan/
15. Web Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid
(http://ita081325537150.wordpress.com/2009/08/29/kode-etik-pergaulan-
dengan-non-muslim-perlakuan-islam-terhadap-orang-non-islam-kristen-dll-
sikap-islam-terhadap-kristen/)
16. http://kampussyariah.com/web/php.php?id=10
17. Software AlQuran dan Hadist-hadist Web.
18. Software Al-Quran in Word.

Anda mungkin juga menyukai