Anda di halaman 1dari 16

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL

“Digital preservation of sound recordings”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester Deskripsi Bibliografi Non Buku
Dosen Pengampu : Gana Royana Putri S. IIP., M.Hum

Disusun Oleh :
Nama NIM
ISHMAH AFIYAH 11170251000127
EMMA FEBRIANTI 11170251000139

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
Judul Digital Preservation Of Sound Recordings
Jurnal Jurnal Internasional
Volume & Halaman Halaman 173 - 195
Tahun 2016
Penulis Perla Olivia Rodriguez Resendiz
Reviewer Ishmah Afiyah dan Emma Febrianti
Tanggal 7 Juli 2019
Kata Kunci (Key Word) Arsip Suara; Pelestarian; Pelestarian Digital; Pelestarian Suara
Digital; Digitalisasi; Dokumen Suara.

Abstrak Jurnal yang berjudul “Digital Preservation Of Sound Recordings” ini


berisi tentang bagaimana cara untuk melestarikan audio digital dalam
jangka waktu yang panjang, yaitu dengan cara transfer konten analog ke
platform digital (digitalisasi).
Abstrak yang disajikan penulis menggunakan Bahasa Spanyol, Perancis
dan Inggris (Bahasa Internasional). Secara keseluruhan isi dari abstrak
ini langsung menuju ke topik bahasan yang dibahas dalam jurnal, yang
menurut kami pembaca menjadi mudah memahami jurnal ini.
Pendahuluan Didalam Paragraf pertama, penulis menjelaskan bahwa rekaman suara
jauh lebih baru daripada teknologi cetak yang membantu koleksi
perpustakaan dan media yang memerlukan pemeliharaan yang khusus,
berbeda dengan buku.
Parangraf selanjutnya, penulis menjelaskan bahwa para arsiparis bener-
benar tertarik pada dokumen- dokumen non tekstual. arsip mulai meluas
dalam cakupan untuk mencakup, misalnya, file administrasi, bisnis dan
pribadi, dan dokumen yang timbul dari bidang baru, seperti rekaman
suara dan film mikro. . Perkembangan ilmu kearsipan dan minat pada
dokumen suara bertepatan dengan pendirian Asosiasi Internasional
Arsip Suara dan Audiovisual (ISAA) di Amsterdam pada tahun 1969.
Parangraf selanjutnya, penulis menjelaskan bahwa penggabungan dari
informasi dan komunikasi teknologi itu Castells (2004) disebut
"pengetahuan revolusi," sebuah istilah yang menunjukkan bahwa
informasi adalah fondasi ekonomi informasi.

2
Paragraf selanjutnya, penulis menjelaskan bahwa proses yang terjadi
dalam konteks Vivas Moreno yang disebut “Ilmu kearsipan yang
terintegrasi dalam masyarakat informasi”, ilmu yang mengalami
pertumbuhan penting dalam hal prinsip-prinsip konseptual dan
implementasi. Ilmu kearsiapan muncul pada akhir abad ke-20 dan
dicirikan oleh penyebaran teknologi dan komunikasi yang menyebabkan
spesialis kearsipan memikirkan kembali objek, metode, teori, dan
konsep lapangan. Akibatnya, badan arsip yang sehat memacu refleksi
akademis, sosial, politik dan budaya.
Pembahasan Pada bagian pembahasan, penulis membagi sub pokok bahasan menjadi
beberapa bagian, yaitu :
Asal dan pengembangan rekaman suara
Rekaman suara berawal dari penemuan oleh Edouard Leon Scot
yaitu phonautograph merupakan, alat yang diketahui untuk merekam
suara. Kemudian teknologi audio mulai menarik minat masyarakat dan
mendorong eksploitasi dalam bidang sains, seni dan hiburan. Sarmiento
(2010), Edison mengutip salah satu artikel yang membayangkan
penggunaan penemuannya, termasuk penggunaanya di berbagai bidang
diantaranya pendidikan, memutar kembali buku dan pidato atau hanya
digunakan sebagai kotak music.
Awal abad ke-20, penelitian ilmiah di bidang dialektologi,
etnomusikologi dan antropologi bergantung pada teknologi rekaman
suara. Sehingga menyebabkan pendirian perpustakaan pertama. Pada
tahun 1889, arsip audio pertama didirikan di Phonogram-marchiv dari
Akademik Seni dan Ilmu Pengetahuan Wina. Pada tahun 1900,
Phonogrammarchiy berlin didirikan dan diikuti oleh penemuan alat
perekam bertenaga baterai oleh Phonogram-marchiv Saint Patersburg
dan Zurich pada tahun 1908. Alat yang mendukung para pekerjaan
lapangan atau peneliti untuk merekam keanekaragaman bahasa dan
budaya yang direkam selama 50 tahun terakhir,(schuller, 2018).
Sarmiento (2010) telah menemukan fonogram sebagai instrument kunci
untuk penyebaran seni, ide-ide dan digunakan dalam penciptaan karya
seni di lingkungan avan garde pada awal abad ke-20.

3
Pada tahun 1920 – 1930, arsip suara nasional ditemukan untuk
melindungi rekaman fonografi. salah satunya Discoteca Stato d’Italia.
Tahun 1930-an, siaran radio direkam scara teratur. Pada awal tahun
program radio telah hilang dari sejarah karena sebagian besar tidak di
rekam dan nilainya tidak dihargai secara luas.
Tahun 1932, istilah perpustakaan audio mulai digunakan Gabriel
Timmory sebagai Perpustakaan Audio Nasional Perancis. Pada akhir
dekade, awal mulai koleksi suara telah menjadi bagian dari koleksi
perpustakaan. Pada decade 1940-an, piringan hitam mulai
diperkenalkan. Klijn dan Lusenet telah menunjukan pada pertengahan
abad ke-20 beberapa lembaga audio dan film nasional telah didirikan.
Pada tahun 1957, stasiun radio mulai menggunakan pita
magnetic untuk merekam suara dalam International Expo of Brussels.
Radio Prancis mempersembahkan rekaman suara penulis sebagai
pelengkap pameran visual yang dipamerkan.
Penelitian ilmiah dan eksplorasi artistic adalah bagian utama
sebagai koleksi-koleksi perangkat suara menjadikan rekaman program
radio sebagai contributor terbesar selama puluhan tahun.

Awal dari rekaman analog


Rekaman telah ada tersimpan di perpustakaan audio berdasarkan
prinsip – prinsip konseptual, filosofis perpustakaan, arsip, dan museum.
Rekaman suara terdiri dari konten informative dan media pedukung
rekaman. Media pendukung rekaman terbuat dari beragam bahan
diantaranya lilin, vinil, plastic, asetat, kertas,dan bakelite. Konten yang
direkam dan media pendukung sama pentingnya dalam media analog,
media analog magnetic dan sistem penyimpanan digital pertama.
Tujuan dasar rekaman suara untuk melestarikan dokumen
suara dengan cara menjaga dan melindungi dokumen dalam jangka
waktu yang panjang. Pelestarian pelestarian dokumen analog dikaitkan
dengan stabilitas fisik dan kimia dari dukungan media. Akibatnya, ada
insentif untuk membatasi akses publik ke arsip, bahwa konservasi
menjadi langkah pelestarian utama. Konservasi untuk menyimpan

4
salinan dokumen sambil meminimalkan penggunaan dokumen asli atau
salinan. Salah satu tugas utama dari operasi arsip untuk melestarikan
koleksi bahan asli adalah untuk membuat salinan dan membuatnya
tersedia untuk pengguna umum.
Edmondson (2004), menyatakan bahwa konservasi adalah
seperangkat elemen yang diperlukan untuk memastikan ketersediaan
dokumen audiovisual dalam kondisi optimal. Dia menambahkan bahwa
tanpa katalog, dokumen suara tidak dapat diidentifikasi atau
dikonsultasikan. Diketahui bahwa membuat katalog dokumen suara
adalah tugas khusus yang berasal dari katalogisasi buku.
Sejarah katalog dokumen suara dimulai pada tahun 1942,
Asosiasi Perpustakaan Musik mengeluarkan Kode untuk Katalogisasi
Catatan Fonograf. Pada tahun 1995, Asosiasi Internasional Arsip Suara
dan Audio Visual (IASA) mengeluarkan aturan pembuatan katalog
berdasarkan pekerjaan dan pengalaman dari tim arsiparis suara dan
audiovisual profesional. Katalog dokumen suara adalah proses kunci
yang memungkinkan pengambilan konten dan mengizinkan akses ke
sana.
Jika tidak ada akses ke dokumen, dokumen tidak ada artinya.
konservasi dan akses adalah dua sisi yang sama. Akses dapat dipahami
sebagai hak semua orang untuk berkonsultasi dan ikut berbagi dalam
Informasi.

Penggabungan Teknologi Informasi dan Komunikasi di


perpustakaan Audio
Compact disc (audio CD) muncul pada tahun 1980 sebagai
dukungan suara untuk menjaga dan melestarikan film bergerak.
Brylaswky (2003) menegaskan bahwa selama bertahun-tahun arsiparis
suara telah berbicara tentang masa depan digital, tetapi sekarang tidak
ada pembicaraan seperti itu, karena masa depan digital ada di sini.
Karena ketidakstabilan dukungan dan anggapan bahwa peralatan
pemutaran yang diperlukan tidak akan tersedia selamanya, selain itu,
banyak pemikir dalam hal-hal seperti itu percaya bahwa pelestarian

5
analog telah berakhir atau tidak ada pilihan
Semua dokumen audiovisual adalah yang pertama kali ditransfer
dari platform analog ke platform digital dilakukan untuk pertama
kalinya di Jerman pada tahun 1992. pada tahun 1997, Institute del
Audiovisuel di prancis meluncurkan rencana digitalisasi arsipnya.
Koleksi pertama yang akan didigitalkan adalah program radio,
karena telah menjadi keharusan untuk mengatur, melestarikan dan
mengarsipkan sejumlah bahan radio dan televisi yang telah
terakumulasi. Pada Konferensi Asosiasi Arsip Suara dan Audiovisual
Internasional Tahun 2000, Albrecht Haefner adalah orang pertama
memberi sinyal tren teoretis dan teknologi baru yang mulai mendapat
tempat di bidang radio dan televisi, yaitu teknologi untuk penyimpanan
konten digital.
pada tahun 1997, para ahli dari Masyarakat Teknik Audio (AES),
Akademi Seni dan Ilmu Perekaman Nasional (NARAS) dan Asosiasi
Pengumpulan Suara Rekam (ARSC) semuanya sepakat bahwa dokumen
analog harus disimpan, karena format digital sebenarnya tidak stabil
(CLIRLC, 2006). Rekomendasi peringatan ini datang pada saat platform
pelestarian digital akan diluncurkan.
Penggunaan teknologi untuk melestarikan dokumen suara telah
mendorong penelitian dan refleksi, dan telah mendominasi tahap
konferensi, forum, dan seminar dari Asosiasi Internasional Arsip Suara
dan Audiovisual (IASA). , Masyarakat Teknik Audio (AES), dan
pertemuan internasional spesialis, peneliti, arsiparis, insinyur, dan
profesional dokumen audiovisual lainnya.
Keandalan platform pelestarian digital, telah ditunjukkan bahwa
upaya penyimpanan digital sangat mahal, mengamati kebutuhan
membuat platform pelestarian digital lebih banyak tersedia. Komisi
Eropa menciptakan Proyek PRESTO untuk tujuan menemukan solusi
untuk masalah pelestarian digital. Proyek ini berfokus pada peluang baru
dan jangka panjang untuk penyimpanan dan akses.
Selain proyek PRESTO, salah satu kontribusi paling signifikan
untuk pengembangan teknologi pelestarian digital dibuat oleh Kevin

6
Bradley, yang menerbitkan makalah Menuju penyimpanan sumber
terbuka dan sistem pelestarian:: rekomendasi mengenai implementasi
dari sistem pelestarian audiovisual digital.
Metodologi proyek berusaha membangun sistem penyimpanan
massal digital skala kecil, otonom, dan menggunakan perangkat lunak
sumber terbuka. Sistem yang disusun untuk mengasumsikan semua
fungsi arsip standar dalam sistem penyimpanan digital, seperti
manajemen tugas dan asupan, manajemen dan ekstraksi metadata, dan
pelestarian dan penyimpanan cadangan.
Karena Bradley memahami bahwa tidak ada yang namanya
penyimpanan digital permanen, ia membayangkan sistem berbasis kode
sumber terbuka yang sederhana dan berkelanjutan yang menyediakan
opsi strategi manajemen pelestarian digital. Saat ini, sistem kode terbuka
adalah alternatif yang layak untuk pelestarian digital dokumen suara.

Digitalisasi dan pelestarian digital


Digitalisasi dan pelestarian digital adalah konsep yang terkait
erat. Teremens (2013), mendefinisikan bahwa pelestarian digital
memastikan akses dan penggunaan dokumen digital yang dibuat dimasa
kini atau masa lalu, berdasarkan konservasi informasi dan keamanan
yang memastikan pemeliharaan dan penggunaan jangka panjang.
Di sisi lain, digitalisasi adalah transfer konten yang disimpan
dalam media analog ke media digital, yaitu proses dimana sinyal analog
diganti dengan sinyal digital (IASA, 2005). Digitalisasi berfungsi untuk
melindungi dokumen berharga dari manipulasi dan penurunan kualitas.
Menurut rekomendasi para ahli dan peneliti (IASA, 2005;
ARSC-Technical Committe, 2011), digitalisasi didasarkan pada
rekomendasi berikut:
1. Digitalisasi harus dilakukan tanpa mengompresi data,
berdasarkan kuantifikasi sinyal digital dan sampel yang
disepakati.
2. Sinyal analog dokumen harus diambil dengan kelincahan
tinggi menggunakan peralatan perekaman dan reproduksi

7
yang tepat.
3. Digitalisasi harus dilakukan tanpa mengubah bahan sumber.
4. Tautan kode alfa-numerik antara media dan metadata harus
disediakan untuk mengidentifikasi materi.
konservasi dan pelestarian akan diubah oleh pelestarian digital.
Perubahan ini telah memodifikasi perlindungan arsip suara melalui
munculnya profil dan arus profesional baru.

Alur dan profil profesional baru


Digitalisasi adalah proses baru pertama yang dimasukkan dalam
tugas file suara tradisional. Westerhof (2011), digitalisasi terletak pada
akar dari perubahan organisasi dan generasi masalah dalam file. Dengan
digitalisasi, alur kerja baru tentang identifikasi file dan asupan dokumen
digital secara bertahap telah dimasukkan. Alur karya ini juga mencakup
validasi dan verifikasi katalog dan digitalisasi, dan hal-hal yang
melibatkan akses di tempat dan jarak jauh, verifikasi integritas dan
konsistensi sinyal audio dan metadata yang berkelanjutan, dan produksi
berkala salinan media dan metadata sesuai dengan kebijakan arsip.
Salinan digital tanpa kerugian
melestarikan konten, alih-alih dukungan, terletak di jantung
perubahan konservasi digital. produksi salinan pada dukungan analog
mensyaratkan hilangnya sinyal delity. Cara untuk memiliki salinan dan
memastikan pelestarian arsip jangka panjang adalah dengan
memindahkannya ke platform digital.
Media dan metadata, komponen dasar
Dua komponen dasar yang perlu dipertimbangkan dalam
pelestarian digital adalah suara digital, juga disebut esensi atau media,
dan metadata. Untuk pelestarian suara, sangat diperlukan untuk memiliki
format, tingkat resolusi, dukungan dan sistem teknologi yang memenuhi
standar internasional.
Metadata merupakan informasi mendasar untuk penggunaan dan
pengelolaan koleksi suara begitu telah didigitalkan. Metadata melayani
tidak hanya untuk mengidentifikasi dan menyusun informasi, tetapi juga

8
untuk memungkinkan pengambilannya. Metadata dari file suara digital
dibuat berdasarkan informasi yang dikeluarkan dari katalog, digitalisasi
dan manajemen file suara (De Jong, 2001).
Metadata dari file suara adalah alat utama untuk komunikasi
antara sistem dan sistem teknologi yang muncul. Tanpa metadata,
pertukaran informasi digital tidak akan berjalan.
Manajemen dan penyimpanan digital massal
Menururt Wrighy, 2011 Mengatakan bahwa seiring
bertambahnya arsip suara dan audiovisual telah menghadapi tantangan
utama negosiasi untuk ruang penyimpanan. Sisitem manajemen dan
penyimpanan digital massal mengintegrasikan dan mengotomatiskan
proses mengendalikan, mendigitalkan, menyimpan, membuat katalog,
mengelola dan mendistribusikan Objek digital dan metadata dari file
suara untuk tujuan memastikan pelestarian dan akses.

Akses penyebaran dan penggunaan kembali file suara


Thibodeau (2010) telah menyatakan bahwa nilai pelestarian ada
sejauh informasi tersebut digunakan. tujuna akhir kenservasi adalah
untuk mengoptimalkan kemungkinan penggunaan. Penggunaan file
suara digital diperkuat oleh internet dan layanan khusus baru yang
dibuat berdasarkan katalog, yanag berfungsi untuk menjaga dokumen
yang disimpan dalam setiap arsip.

Tantangan pelestarian digital, diantaranya :


1. Usang dan migrasi
Thibodeau (2010) menetapkan bahwa satu-satunya prediksi yang
dapat dibuat mengenai teknologi informasi adalah bahwa aia akan
terus berubah. Akibatnya digital dipahami sebagai solusi permanen
untuk menjaga asrip audio, menyelesaikan masalah kerapuhan dan
usangan dkungan rekaman yang dihasilkan lebih dari satu setengah
abad yang lalu mungkin tidak beroperasi dalam waktu yang
relative singkat.
Migrasi adalah sesuatu yang akan dilakukan secara terus-menerus,

9
Schuller (2006) dan Teruggi (2004) juga mengatakan bahwa
migrasi informasi ke sistem penyimpanan baru sebagai akibat dari
keusangan yang akan datang dari sistem penyimpanan sebelumnya.

2. Kerusakan teknologi dan kesalah manusia


Selain kesalahan manusia dalam pengoperasian manajemen digital
massal dan sistem penyimpanan timbul dari kurangnya kualifikasi
khusus dan pelatihan dalam teknologi terkait (Van Malssen, 2011).
Karena pelestarian adalah bidang pengetahuan baru, banyak
lembaga tidak memiliki personel yang berkualifikasi untuk
menangani teknologi. Kadang-kadang, tenaga teknis dipekerjakan,
yang tidak memiliki pengetahuan yang diperlukan, yang
menyebabkan kesalahan manusia yang mempengaruhi operasi arsip
digital. Terlebih lagi, kapasitas untuk merespons serangan internal
dan eksternal terkait langsung dengan kemampuan untuk memiliki
personel yang berkualifikasi secara profesional pada staf.

3. Kesinambungan social, ekonomi dan politik


Dalam hal ini, Deklarasi Vancouver, (UNESCO-UBC, 2012: 1)
menyatakan bahwa “sejumlah besar informasi terus-menerus hilang
karena pentingnya tidak diketahui, kurangnya kerangka hukum dan
kelembagaan untuk memastikan konservasi dan pelatihan yang
lebih baik dan dana dibutuhkan. "

4. Bencana alam
Bencana alam seperti banjir, gempa bumi dan kebakaran
menimbulkan risiko bagi arsip digital maupun digital. Untuk
melindungi arsip-arsip semacam itu, lembaga akan memiliki paling
tidak dua salinan yang disimpan di tempat-tempat alternatif
bersamaan dengan rencana pemulihan bencana (Van Malssen,
2011; UNESCO-UBC, 2012).

5. kurang nya metadata

10
Kurangnya metadata merupakan ancaman dalam manajemen dalam
koleksi besardokumen digital (Van Malssen, 2011). Dalam arsip
analog, kurangnya mengidentifikasi metadata serius, tetapi dalam
arsip digital bahkan lebih merusak, karena dukungan tidak tersedia.
Sebelum memulai digitalisasi koleksi suara, inventarisasi koleksi
termasuk metadata dasar untuk mengidentifikasi dokumen digital
adalah prasyarat
Kesimpulan Pada bagian kesimpulan, penulis membuktikan dan menjelaskan
bahwa jutaan dokumen suara yang mencerminkan sejarah artistik,
budaya, ilmiah, dan warisan politik kemanusiaan telah diciptakan.
Dengan demikian, pelestarian koleksi analog adalah tugas utama arsip,
perpustakaan, perpustakaan audio dan penyimpanan memori suara
lainnya.
Dengan munculnya pelestarian digital, prioritasnya adalah untuk
melestarikan konten daripada dukungan. Akibatnya, arsip suara
mengalami transformasi yang dapat diamati melalui penggabungan
aliran kerja baru dan profil profesional yang ditentukan oleh
koeksistensi metode analog dan pelestarian digital, produksi salinan
digital lossless (yang telah mengubah gagasan tentang yang asli). ,
penggabungan media dan metadata sebagai komponen dasar dari file
digital. Pelestarian digital menghasilkan perubahan dalam arsip audio
yang melibatkan serangkaian tantangan, termasuk keusangan teknologi,
migrasi yang berkelanjutan, gangguan teknologi, kesalahan manusia,
dan kontinuitas sosial, ekonomi dan politik, bencana alam dan
kurangnya metadata.
Kekuatan Penelitian 1. Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah dipahami oleh
pembaca.
Kelemahan Penelitian 1. penulis kurang lengkap dalam menyimpulkan keselurhan isi dari
jurnal.

11
PERBANDINGAN ARTIKEL DENGAN JURNAL INTERNASIONAL

Menurut beberapa arikel ilmiah yang kami cari untuk dijadikan bahan
perbandingan terhadap artikel atau jurnal internasional sebagai bahan utama untuk kami
review, bahwa secara keseluruhan isi atau pembahasan dari artikel ilmiah sangat mendukung
dengan apa yang ada pada pembahasan di jurnal internasional. Yang membedakan hanya
terletak pada pelestarian dan tantangan. Persamaan perbedaan yang terdapat pada artikel
ilmia, diantaranya :

Asal dan Pengembangan Rekaman Suara


Menurut web yang kami baca asal dan pengembangan rekaman suara sama terhadap
jurnal internasional yang kami jadikan sebagai pembahasan .
Sejarah rekaman dimulai dari ditemukannya ala perekam suara yang pertama yaitu
Phonoautograph olehh Leon Scott pada tahun 1857. HIngga tahun 1920, phonograph di geser
dengan keberadaan player dengan built in speaker yang dapat memutar hasil rekaman dangan
volume yang lebih keras. Phonograph atau yang disebut juga Gramaphone menjadi satu-
satunya alat perekam dan playback yang umum digunakan hingga akhir perang dunia II.
Tape recording kmudian muncul dan menggantikan phonograph karena penggunaan
nya yang lebih muda dan biaya terjangkau.

Penggabungan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Perpustakaan Audio


Menurut Anton (2011:25), dalam kehidupan di masa mendatang, teknologi informasi
dan telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan. Teknologi banyak berperan
dalam bidang-bidang antara lain: bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang pemerintahan
apalagi dalam bidang perpustakaan. Teknologi informasi dengan mudah akan menghilangkan
batasan-batasan ruang dan waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan.
Supriyanto dan Muhsin (2008:24), menyatakan bahwa teknologi informasi membantu
untuk mempercepat pengguna dalam memperoleh kebutuhan informasi dan membuat sistem
agar layanan perpustakaan tersistematis. Peran dari teknologi informasi adalah sebagai tools
atau perangkat alat yang digunakan untuk mengotomasikan kinerja. Dengan kerja yang sudah
otomasi maka banyak manfaat yang bisa didapatkan dalam pengelolaan perpustakaan,
khususnya di layanan informasi. Salah satu manfaat penggunaan Teknologi Informasi dalam
perpustakaan yaitu, meningkatkan kualitas layanan, memberikan kemudahan dalam
pengambilan keputusan dan pengembangan otomasi perpustakaan.
12
Selanjutnya Purwono (2006:35), menyatakan bahwa sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dinamika masyarakat, dan meningkatnya kebutuhan informasi,
maka perpustakaan perlu mengembangkan jenis layanan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi. Keanekaragaman layanan, ivovasi dan kecepatan penyediaan informasi
diperlukan bagi perpustakaan maupun pusat informasi. Hal ini merupakan tuntutan agar
perpustakaan cepat tanggap terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat pemustaka
dengan menyajikan informasi yang dibutuhkan, mengikuti perkembangan sarana teknologi
informasi dan telekomunikasi.
Teknologi informasi di Perpustakaan berperan untuk melakukan pekerjaan secara
otomatis. Dengan teknologi informasi, kita mampu mengotomasikan perpustakaan sehingga
akan mempercepat kerja dari rutinitas tersebut, teknologi informasi akan sangat membantu
banyak sekali kerja, lebih efektif dan efesien baik secara waktu, tenaga pekerjaan dan modal.
Bukan hanya rutinitas, dengan teknologi informasi pekerjaan yang tadinya tidak mungkin
dikerjakan menjadi ada alternatif untuk menjembatani.
Pekerjaan yang paling banyak terbantu dengan adanya teknologi informasi di
perpustakaan adalah dalam pembuatan basis data koleksi perpustakaan. Setelah semua data
dimasukkan (entry) maka dengan menggunakan fasilitas search pemakai dengan akan mudah
mengetahui keberadaan buku yang dicari. Termasuk juga pengelola perpustakaan akan sangat
dimudahkan dalam menambahkan koleksi buku tentang daftar dan pelayanan peminjaman.
Hal yang sangat menarik saat ini adalah digunakannya fasilitas internet sebagai alternatif
layanan perpustakaan berbentuk digital.

Digitalisasi dan Pelestarian Digital


Digitalisassi merupakan proses konversi dari segala bentuk fisik atau analog ke
dalam bentuk digital (Deegan, 2002 : 38). Feather (1996; 14) Mendefinisikan digitalisasi
sebagai transkripsi data ke dalam bentuk digital sehingga dapat diproses secara langsung
dengan menggunakan computer.
Secara garis besar berarti bahwa digitalisasi adalah proses konversi bentuk
tercdetak ke dalam bentuk elektronik melaluimproses pemindaian (scan) untuk menciptakan
halaman elektronik yang sesuai dengan penyimpanan, temu kembali dan transmisi computer.
Selanjutnya ada beberapa definisi mengenai pelestarian koleksi yang dikemukakan
oleh para ahli. Feather (1996:5) mendefinisikan pelestarian sebagai segala kegiatan, berupa
tindakan preventif, yang tujuannya untuk melindungi dan mengamankan koleksi
perpustakaan, untuk menjamin ketersediaan, akses, dan penggunaannya. definisi lainnya
13
menyebutkan bahwa pelestarian mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka
dan arsip, termasuk di dalamnya kebijakan pengelolaan, keuangan, sumber daya manusia,
metode dan teknik penyimpanannya (Sulistyo-Basuki, 1991: 271)
Dari definisi-definisi yang diungkapkan sebelumnya, dapat dilihat bahwa scakupan
pelestarian sangat luas, antara lain mencakup sumber daya manusia, penyimpanan dan
perlindungan. dalam hal sumber daya manusia, ditekankan bahwa terdapat kebutuhan untuk
pendidikan dan pelatihan mengenai pelestarian bagi staf perpustakaan.
Tujuan pelestarian bahan pustaka dan arsip alah melestarikan kandungan informasi
bahan pustaka dan arsip dengan alih bentuk medialain atau melestarikan bentuk aslinya
selengkap mungkin untuk dapat digunakan secara optimal (Sulistuo-Basuki, 1991: 271). hal
ini senada dengan pendapat Conway bahwa tujuan dari pelestarian adalah untuk memastikan
pelindungan terhadap informasi sehingga dapat diakses untuk saat ini dan di masa yang akan
datang (Hedstrom, 1996).
Pelestarian digital ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa media penyimppanan
digital cepat using selain itu materi digital tidak dapat terlepas dari lingkungan aksesnya
(baim perangkat kesar maupun perangkat lunak) sehingga diperlukan inovasi yang
berlanjutan.
Koleksi digital tidak memiliki usia yang panjang seperti non digital. Bahkan
Deegan menegaskan bahwa data yang tersimpan dalam media optic seperti CD-ROM atau
DVD hanya bertahan beberapa tahun (2006: 14), dengan demikianlah perlu dilakukan
tindakan untuk memastikan data tersebut bertahan lama sampai masa yang akan datang.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pelestarian
koleksi digital sangat perlu dilakukan. Pelestarian koleksi digital dapat dilihat dari tiga sudut
pandang (Graham, 1995), yaitu :
1. Pelestarian Medium (Media Penyimpanan)
Pelestarian medium menekankan pada pelestarian media penyimpanan tempat informasi
disimpan, seperti pita, disk, CD-Rom dan sejenisnya.
2. Pelestarian teknologi
Masalah yang lebih serius dari kerusakan media penyimpanan adalah perubahan yang
cepat baik pada format penyimpanan maupun perangkat lunak yang digunakan untuk
mengakses informasi elektronik/digital
3. Pelestarian Intelektual
Kebutuhan untuk pelestarian intelektual muncul karena koleksi digital memiliki
perlindungan hokum yang masih lemah. Hal ini mengakibatkan koleksi digital dapat
14
disalin dengan mudah seperti aslinya, dan dengan kemudahan itu juga isi informasi
dapat diubah tanpa terdeteksi. Jadi pada pelestarian intelektual ini menekankan pada
originalitas informasi yang terkandung dalam koleksi digital.
Pada dasarnya digitalisasi bertujuan untuk memudahkan askes bagi pengguna
perpustakaan. Digitalisasi merupakan salah satu bentuk pelestarian Koleksi, yaitu
dengan mengalihbentukkan koleksi analog menjadi digital.
Seperti yang kita ketahui, saat ini banyak perpustakaan yang
mempertimbangkan untuk mengkonservasi isi intelektual dari koleksi yang
dimilikinya ke dalam bentuk digital. Pertimbangan ini didasarkan pada kelebihan-
kelebihan koleksi dalam format digital, antara lain (Harvey, 1993 : 178):
1. Dapat diduplikasikan dengan cepat
2. Menghemat ruang penyimpanan
3. Dapat disimpan dalam berbagai bentuk media dan dapat di transfer dari satu
media penyimpanan ke media penyimpanan lainnya.
4. Menawarkan proses temu kembali serta akses terhadap informasi dengan lebih
cepat.

Saat kita yakin untuk memilih mengoleksi koleksi digital perlu diperhatikan
juga tantangan pelestarian yang akan dihadapi. tantangan-tantangan tersebut antara
lain (Harvey, 1993 : 178) :
1. Usia Media Penyimpanan Data
Media penyimpanan data, misalnya bentuk optikal disk hanya mampu
bertahan setidaknya 10 tahun. Karena usia ketahanannya yang tidak panjang
data-data dalam format digital harus disalin kembali untuk mengurangi
kemungkinan hilangnya informasi akibat penurunan kualitas media
penyimpanan.
2. Keusangan Peralatan
Perangkat keras berupa computer maupun perangkat lain yang digunakan
untuk menjalankan koleksi digital menjadi using dalam jangka waktu -/+ 10
tahun, sehingga koleksi digital harus dipindahkan dan dikonversi lagi ke
dalam format lebih baru.
3. Keamanan Informasi
Kemajuan teknologi tanpa disadari mempengaruhi keamanan informasi.
Hal yang tampak jelas adalah kaitan kemajuan teknologi dengan hak cipta.
15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.compusiciannews.com/read/Ini-Dia-Sejarah-Singkat-Rekaman-di-Dunia-1088
diakses pada 7 juli 2019 pukul 17.28

jurnal.uinsu.ac.id/indeks.php/jipi/article/download/ diakses pada 7 juli 2019 pukul 17.58

16

Anda mungkin juga menyukai