harus
mempertautkan
semua
proses
tersebut
dengan
ideologi
dari nilai ideologi akan berusaha dipertahankan esensi dan tujuannya dan mudah
dievaluasi.
Ideologi Muhammadiyah bukan hanya seperangkat paham dan pemikiran
belaka, tetapi juga teori dan strategi perjuangan untuk mewujudkan paham
tersebut dalam kehidupan. Ideologi Muhammadiyah dapat diahami dengan
mempelajari
pokok-pokok
pikiran
dalam
muqaddimah
Anggran
Dasar
3. Amal ibadah yang harus ditunaikan bukan hanya yang bersifat manusia
dengan Tuhannya namun juga ibadah yang sifatnya ishlah dan ikhsan
kepada manusia dan masyarakat, yaitu dengan berjuang untuk
kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Hamba yang bertauhid sangat
memahami itu.
Jadi intinya adalah hamba yang bertauhid adalah hamba yang menjunjung tinggi
nilai-nilai humanitas dalam kehidupan dan itu merupakan bagian dari ideologi
Muhammadiyah yang dijadikan world view dalam menjalankan proses organisasi,
termasuk IPM.
Setelah membahas mengenai landasan ideologis dan menemukan nilai
humanitas
di
dalamnya,
selanjutnya
kita
bahas
mengenai
cita-cita
sebagai praksis Gerakan Pelajar Berkemajuan dengan tiga pilar utamanya, yaitu
Pencerdasan, Pemberdayaan dan Pembebasan pelajar dari problematikanya.
Gerakan Ilmu dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem
kemanusiaan pelajar, berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan
persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural2. Pencerdasan,
pemberdayaan dan pembebasan merupakan humanisasi yang sangat nyata. Suatu
gerakan dicetuskan sesuai dengan keadaan pelajar pada masanya. Jadi, jika
humanisasi pelajar ini sudah sejalan dengan gerakan IPM berarti humanisasi
pelajar sudah cocok diterapkan saat ini.
Melihat gerakan pelajar dari masa ke masa yang telah berubah-ubah,
ternyata semakin lama, gerakan semakin menunjukkan komitmennya untuk
mengambil peran di kalangan pelajar secara luas. Gerakan IPM sebelum 1998,
cenderung fokus pada masalah internal pelajar. Hingga kini mantra Tiga T, yakni
tertib ibadah, tertib belajar, dan tertib organisasi begitu populer di kalangan IPM.
Kala Orde Baru tumbang, persoalan pelajar semakin kompleks. Tentunya, tidak
hanya di masalah internal, tetapi juga eksternal terutama kaitannya dengan
struktur kebijakan negara di bidang pendidikan. Beda lagi, ketika Muktamar 2002
(Yogyakarta) sihir baru tentang gerakan kesadaran kritis muncul. Gagasan ini dari
Mansour Fakih. Pemikiran itu, berlanjut sampai pada muktamar 2004 (Bandar
Lampung). Sempurnalah konsep gerakan dengan julukan Manifesto Gerakan
Kritis-Transformatif. Dengan kesadaran kritis IPM tidak hanya di bergerak pada
level individu pelajar, tetapi pimpinan IPM dan struktur IPM. Manifesto GKT
mempunyai jargon tiga P Penyadaran, Pembelaan, dan Pemberdayaan. IPM
sebagai gerakan sosial baru yang pro terhadap kepentingan pelajar. Konsep GKT
pada kenyataannya masih belum applicable di kalangan pelajar. Dari sinilah
ditemukan Gerakan Pelajar Kreatif (GPK) sebagai model dan alternatif gerakan
IPM. GPK adalah kelanjutan dari Manifesto GPK atau dapat disebut pula babak
kedua dari GKT karena konsep GKT masih belum bisa dirasakan oleh pelajar di
tingkat bawah. Sampai di sini, ternyata pekerjaan rumah pasca-perubahan nama
IPM saat Muktamar 2008, paradigma gerakan pelajar baru belum menemukan
jawaban. Akhirnya, ijtihad itu menuaikan titik temu saat dialektika muktamar 2012
(Palembang). Dalam Tanfidz Muktamar XVIII, IPM menemukan Islam yang
berkemajuan (trand mark Muhammadiyah) sebagai paradigma. Muncullah
Gerakan Pelajar Berkemajuan sebagai paradigma baru, gerakan IPM. GPB
merupakan wujud dari gerakan ilmu yang tepat bagi IPM, karena sesuai dengan
basis massanya, yaitu pelajar3.
Dengan mengambil fokus pada humanisasi pelajar yang sejalan dengan
gerakan pelajar berkemajuan maka perlu dirancang strategi yang sesuai dengan
basis masa pelajar yang luas, karena fokus IPM saat ini bukan lagi pada perbaikan
pribadi kader saja namun harus menjadi khairu ummah di kalangan pelajar. Selain
memperhatikan sasaran gerakan, yang perlu diperhatikan dalam menentukan
strategi adalah cara pendang terhadap pelajar. Pelajar harusnya bukan dipandang
sebagai obyek masalah namun sebagai subyek penyelesaian masalah. Maka dalam
upaya humanisasi pelajar harus terfokus pada pengembangan potensi pelajar
bukan fokus pada masalah yang dihadapi. Contoh sederhananya misal pelajar saat
ini terlalu berlebihan dalam menggunakan gadget, maka jangan justru melarang
pelajar menggunakan gadget, namun buat suatu kegiatan positif , bermanfaat dan
menyenangkan sehingga waktu tidak terbuang sia-sia untuk bermain gadget saja.
Dari dua pertimbangan dalam penentuan strategi di atas, maka salah satu strategi
yang cukup efektif di kalangan pelajar saat ini adalah strategi komunitas kreatif.
Strategi Komunitas adalah metode penanaman nilai-nilai ajaran Islam
dalam seluruh dimensi kehidupan pelajar deengan memperhatikan potensi, minat
dan bakat pelajar sebagai makhluk budaya secara luas dalam rangka mewujudkan
masyarakat islam yang sebenar-benarnya dalam kelompok-kelompok pelajar yang
disebut komunitas4. Strategi komunitas ini dinilai sangat humanis karena (1) dalam
komunitas pelajar dipandang sebagai manusia dengan segala bakat dan minat
positif yang siap dikembangkan dalam komunitas, (2) komunitas tidak dibatasi
kotak-kotak golongan atau strata sosial, komunitas hadir untuk semua pelajar, (3)
komunitas mampu memberdayakan pelajar menjadi lebih baik sesuai minat dan
bakatnya dan tidak ada pemaksaan (4) komunitas menjunjung kebersamaan dan
kekeluargaan, tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya dari yang lain.
Walaupun komunitas dapat menampung semua pelajar baik pelajar
Muhammadiyah atau bukan namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: (1)
terdapat inti komunitas yang berasal dari kader IPM sebagai pengawal jalannya
komunitas. Walaupun sangat inklusif, namun jangan sampai komunitas berjalan
secara bebas tanpa mempertimbangkan idealisme dasar yang mendasari lahirnya
strategi komunitas ini. (2) nilai-nilai keislaman dan etika harus tetap dipertahankan
dalam komunitas. (3) evaluasi komunitas perlu dilakukan secara reguler.
Komunitas kreatif bukanlah akhir capaian tetapi merupakan proses yang
diusahakan terus-menerus sebagai upaya humanisasi pelajar. Dalam komunitas
bukan hanya terjadi transfer ilmu saja namun lebih penting dari itu adalah
bagaimana memberdayakan pelajar melalui minat dan bakatnya dan juga ada
penanaman nilai-nilai. Sehingga muncul gagasan Komunitas berkelanjutan. Secara
sederhana komunitas berkelanjutan bukan hanya bermanfaat pada masa ini
namun juga bermanfaat untuk masa yang akan datang. Untuk menjadikan sutu
komunitas menjadi komunitas berkelanjutan perlu strategi yang difikirkan secara
matang.
Suatu komunitas dinilai menjadi komunitas berkelanjutan dilihat dari profil
anggota komunitas setelah cukup lama bergabung dengan komunitas. Profil
anggota komunitas ini juga dapat dijadikan evaluasi jalannya komunitas. Profil
anggota komunitas berkelanjutan diantaranya:
1. Menyadari bahwa dirinya adalah sebaik-baik makhluk yang diciptakan
Allah dengan bakat dan minat yang unik, sehingga konsisten untuk belajar
dan pengembangan diri adalah hal yang sangat penting baginya.
2. Meyadari bahwa semua orang adalah makhluk yang memiliki
keistimewaan masing-masing sehingga ia tidak mudah merendahkan
orang lain.
3. Mampu menerapkan nilai-nilai kebaikan sebagaimana yang diterakan
dalam komunitas.
Daftar Rujukan
1
Muhammadiyah
2
Suara Muhammadiyah
3
MIND MAP
Ideologi Muhammadiyah
sebagai World View
Penerapan Tauhid
dengan Humanisasi
Terbentuk Komunitas
Kreatif
Mewujudkan Komunitas
Berkelanjutan