Rival Raboy
Rivaldo14072003@gmail.com
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya
bagi seorang muslim untuk mengikuti upacara natal bersama. Fatwa tersebut dikeluarkan
pada masa kepemimpinan Buya Hamka pada tahun 1981, yang ditandatangani oleh Ketua
Komisi Fatwa MUI KH. M. Syukri Ghozali dan Sekretaris Komisi Fatwa Drs. H. Mas’udi.
Dalam konteks sekarang sebagian umat Islam ikut merayakan Natal dengan dalih
toleransi umat beragama, menghormati perayaan agama orang lain dan dalih kerukunan
antarumat beragama. Secara syar’i alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan.
“Dan (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah) orang-orang yang tidak
menghadiri kebohongan…” (QS Al-Furqan [25] : 72).
Selain itu, seorang muslim yang turut merayakan hari raya agama lain, berarti telah
menyerupakan dirinya dengan kaum kafir. Padahal Islam telah mengharamkan muslim untuk
menyerupakan dirinya dengan kaum kafir pada hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran
mereka, seperti hari-hari raya mereka.
Hadits Nabi Saw,” Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
golongan mereka.” (HR Abu Dawud)
Kedua, mengucapkan selamat hari raya Natal dan berdoa bersama juga haram
hukumnya, karena masih termasuk perbuatan mempersaksikan kebohongan atau
menyerupakan diri dengan kaum kafir. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata:
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-
orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan
berdasarkan ijma’ ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan
puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau
dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang
yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari
perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja
dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan
perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih
dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum
minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang
semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu,
barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau
kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli
Adz-Dzimmah Juz I/162).
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa mengucapkan selamat pada
hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan
seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridha dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat.
Meskipun mungkin seseorang tidak ridha dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak
diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridha terhadap syiar kekufuran atau memberi
ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhai hal
tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia
tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai
bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7).
Jadi, bagi seorang muslim haram hukumnya untuk mengikuti perayaan Natal, berdoa
bersama atau sekadar mengucapkan selamat Natal. Dengan alasan apapun seorang muslim
tidak dapat dibenarkan untuk melakukan hal tersebut.
Tetapi ada ragam Fatwa Halal dan Haram Mengucapkan Selamat Natal menurut para
ulama:
Mengucapkan Selamat Natal itu terutama dimotori oleh fatwa para ulama di Saudi
Arabia, yaitu fatwa Al-'Allamah Syeikh Al-Utsaimin. Beliau dalam fatwanya menukil
pendapat Imam Ibnul Qayyim.
Selain pendapat yang tegas mengharamkan di atas, ada juga fatwa sebagian dari
ulama yang cenderung tidak mengharamkan ucapan tahni'ah kepada umat nasrani.
Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara
tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang kafir. Beliau
mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri
menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya
dengan pengakuan atas kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut. Sehingga
menurut beliau, ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang
sedang merayakan hari besar mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran
keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan
muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda
agama.