Anda di halaman 1dari 7

Hukum Perayaan Hari Ibu dan Tahun Baru Masehi

serta Ucapan Selamat Natal.


OLEH :
(Syaikh.DR.TGH.ABDUL AZIZ SUKARNAWADI M.A)

‫فضيلة الشيخ الدوكتورعبد العزيز سوكارناوادى‬


1.)Hukum Perayaan Hari Ibu:
Hari Ibu bukanlah sebuah ritual atau kegiatan ibadah
sebagaimana Hari Raya Idul Fithri dan Hari Raya Idul Adha. Tidak
ada satu muslim pun yang meyakini Hari Ibu sebagai hari raya
ketiga setelah Idul Fithri dan Idul Adha. Hari Ibu hanyalah budaya
sosial (‘adah ijtima’iyyah) sebagaimana Hari Buruh, Hari Santri dan
lain-lain. Segala kegiatan sosial tidak dilarang oleh Islam selagi
isinya tidak bertentangan dengan prinsip dan norma hukum
Islam.Jika yang dilakukan pada Hari Ibu justru dipuji oleh Islam,
seperti membahagiakan ibu dengan berbagai cara yang bersifat
spesial, maka menjadi sunnah hasanah (tradisi mulia menurut
Islam), sebagaimana difatwakan Mufti Mesir, Syekh Ali
Jum’ah.Merayakan Hari Ibu bukan berarti hanya membahagiakan
ibu di hari itu saja. Misalnya, sejumlah alumni sebuah universitas
sepakat untuk mengadakan reuni tahunan setiap tanggal 15 Mei,
apakah itu mengandung kesepakatan untuk tidak berjumpa di hari-
hari lainnya?. Sama halnya dengan membaca sejarah Nabi di bulan
Rabiul Awal, apakah itu mengandung tekad untuk tidak
membacanya di bulan-bulan lain?. Begitu pula dengan
tradisi tadarusan (membaca al-Qur’an) di bulan Ramadhan, apakah
tradisi itu mengandung unsur kesepakatan untuk tidak membaca
al-Qur’an di bulan-bulan selain Ramadhan?. Kemudian apakah
disyariatkannya shalat Jum’at berarti tidak perlu ke masjid di hari-
hari dan waktu-waktu lain selain siang Jum’at?.Kalaupun Hari Ibu
dirayakan pertama kali oleh orang-orang kafir di Barat, maka tidak
dapat dikatakan tasyabbuh(meniru/menyerupai) dengan mereka.
Sebab, menurut Imam dan Khatib Masjid Umar bin Abdul Aziz di
kota Khubar Arab Saudi, Syekh Muhammad Shalih al-
Munajjid, tasyabbuhyang terlarang adalah yang berkaitan dengan
budaya khas kaum kafir saja, seperti memakai atau memasang
salib, memanggil umat beribadah dengan menggunakan terompet
atau lonceng, dan lain sebagainya. Adapun yang bukan khas
mereka maka boleh-boleh saja ditiru. Bukankah toga wisuda juga
pertama kali dipakai di Barat? Bukankah jas-dasi pertama kali
dipakai oleh orang Barat? Bukankah mobil, komputer, internet dan
sebagainya dibuat dan digunakan pertama kali oleh orang Barat?.
Semua itu walau bersumber dari orang kafir dan dilakukan pertama
kali oleh orang kafir, namun sama sekali tidak menjadi khas
mereka, dan tidak pula menjadi tuntunan khusus dalam agama
mereka.Rasulullah Saw. melakukan puasa Asyura’ padahal umat
Yahudi pun melakukannya. Beliau tidak membatalkannya lantaran
meniru umat Yahudi, melainkan hanya menambahkannya dengan
puasa Tasu’a’.Lebih-lebih, tanggal Hari Ibu berbeda-beda di setiap
negara. Misalnya di Amerika, Malaysia dan banyak negara lainnya
pada tanggal 9 Mei, di Perancis pada tanggal 30 Mei, di India pada
tanggal 19 Agustus, di negara-negara Arab pada tanggal 21 Maret,
di Rusia pada tanggal 28 November, adapun di Indonesia pada
tanggal 22 Desember sebagaimana ditetapkan oleh Presiden
Soekarno pada hari ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan
Indonesia dengan maksud merayakan semangat wanita Indonesia
sekaligus meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.

2.)Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi:


Perayaan tahun baru masehi sebetulnya adalah memperingati
kelahiran (maulid) Nabi Isa As. dan memperingati kelahiran
(maulid) beliau sesungguhnya tidak merupakan ajaran khusus
agama Kristen dan tidak pula menjadi tradisi khusus umat Kristiani.
Siapapun dari umat Islam boleh saja memperingati hari lahir (ulang
tahun) siapapun yang dicintainya; Nabi Muhammad Saw., ibu,
ayah, suami/istri, anak, saudara, sahabat, tetangga, guru, dan
seterusnya. Boleh pula memperingati hari-hari lahir (ulang tahun)
sebuah organisasi, lembaga, perusahaan, negara, dan lain
sebagainya. Yang penting memperingatinya dengan cara-cara yang
tidak dilarang oleh Islam. Lalu, apakah memperingati kelahiran
(maulid) Nabi Isa As. menjadi haram? sementara dalam al-Qur’an
sendiri dikatakan: “Dan keselamatan semoga dilimpahkan
kepadaku (Nabi Isa) pada hari aku dilahirkan, pada hari aku
meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS.
Maryam: 33)Sebetulnya umat Islam lebih berhak merayakan
maulid Nabi Isa daripada umat Kristiani, sebab akidah umat Islam
tentang Nabi Isa lah yang benar (tidak merupakan anak Tuhan dan
tidak pula mati disalib).Jika dikatakan bahwa tanggal lahir Nabi Isa
tidak benar pada 25 Desember atau 1 Januari, maka siapa sih yang
mengatakan bahwa peringatan hari lahir, ulang tahun ataupun
maulid seseorang itu harus atau wajib dirayakan pada tanggalnya
yang tepat?.Terlepas dari kelahiran Nabi Isa As., perayaan tahun
baru masehi juga menyangkut kalender yang resmi digunakan
secara luas di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia sejak
dahulu kala. Sehingga, tidak ada salahnya menyambut tahun baru
menurut kalender yang memang dipakai sepanjang tahun bahkan
sepanjang zaman oleh orang yang hendak menyambutnya itu. Yang
penting menyambutnya dengan cara-cara yang tidak dilarang oleh
Islam. Itu saja. Jika tidak ingin menyambut tahun baru masehi
dengan alasan itu kalender orang kafir, maka sekalian saja tidak
usah memakai kalendernya!.Cukup munafik seseorang yang
mengatakan jangan sambut tahun baru masehi, sementara
sepanjang tahun ia menggunakan kalender masehi tersebut dalam
segala aktivitas sehari-harinya.Memperingati maulid Nabi Isa
maupun menyambut tahun baru masehi sama-sama tidak
mempunyai kaitan apapun dengan urusan akidah, apalagi sampai
menodai dan merusak akidah umat Islam sebagaimana diklaim
sebagian orang. Peringatan hari lahir maupun hari wafat dan begitu
pula menyambut tahun baru, bulan baru, pekan baru, bahkan hari
baru semata-mata urusan ‘adah dan bukan
urusan ‘ibadah apalagi aqidah, baik aqidah umat Islam
maupun aqidah umat Kristiani. Perayaan tahun baru masehi
semata-mata menyambut pergantian tahun menurut kalender yang
memang telah digunakan secara luas sepanjang zaman oleh seluruh
umat dan seluruh agama serta di seluruh dunia. Sekali lagi, yang
penting cara menyambutnya tidak dengan cara yang haram semisal
mabuk, berzina dan lain-lain.Meniup terompet, menyalakan
kembang api dan sebagainya bukanlah kegiatan khusus kaum kafir
sehingga dikategorikan tasyabbuhdengan mereka. Selagi tidak ada
niat menyerupai dan tidak merupakan perbuatan khusus orang
kafir maka tidak dikatakan tasyabbuh.

3.)Hukum Mengucapkan Selamat Natal:


Kata natal berasal dari bahasa Portugis yang artinya kelahiran,
sehingga perayaan natal sesungguhnya adalah peringatan maulid
Nabi Isa As. Sebagai seorang muslim yang wajib mengimani dan
memuliakan seluruh nabi boleh-boleh saja memperingati maulid
Nabi Isa As., bahkan lebih pantas memperingatinya daripada umat
Kristiani (karena keyakinan umat Islam tentang sosok Nabi Isa
adalah keyakinan yang benar). Dalam kitab-kitab karya Imam al-
Ghazali saja banyak dikutip pesan-pesan agung Nabi Isa As.Telah
dijelaskan sebelumnya di atas bahwa memperingati kelahiran
siapapun hukumnya halal selagi dengan cara yang halal. Di Mesir,
maulid-maulid Imam al-Husain, Siti Zainab, Syekh Ahmad al-
Badawi, Syekh Ibrahim ad-Dusuqi dan lain-lain juga diperingati dan
dirayakan. Tak terkecuali maulid Nabi Isa As.Telah dijelaskan
sebelumnya di atas bahwa menyerupai dan meniru orang kafir
(tasyabbuh) mempunyai ketentuan dan batasan yang ketat,
sehingga tidak boleh mudah dan sedikit-sedikit
memvonis tasyabbuh. Jika seorang muslim hendak memperingati
dan merayakan maulid Nabi Isa dengan cara yang tidak sama
dengan umat Kristiani, misalnya dengan zikir, pengajian, sedekah
dan sebagainya (sebagaimana perayaan maulid Nabi Muhammad
Saw.) maka sama sekali tidak salah.Sudah pula dijelaskan
sebelumnya di atas bahwa peringatan maulid seseorang tidak wajib
dilakukan pada tanggalnya yang tepat, melainkan boleh saja
dilakukan pada tanggal berapapun. Andaikata peringatan maulid
Nabi Isa dirayakan pada tanggal 25 Desmber atau 1 Januari, tidak
masalah selagi tidak dengan cara yang sama seperti cara umat
Kristiani merayakannya.Jika memperingati maulid Nabi Isa As.
adalah baik dan benar, maka tidak salah mengucapkan selamat
kepada siapapun yang memperingati atau
merayakannya.Mengucapkan selamat natal tidak berarti
membenarkan akidah Kristen. Sama halnya ketika seorang muslim
mengucapkan selamat kepada orang Kristen yang baru saja
menikah, apakah itu artinya mengakui pernikahan tersebut adalah
benar menurut hukum Islam?.Sayidina Abdullah bin Mas’ud pernah
mengucapkan salam kepada orang-orang kafir yang menemani
beliau saat musafir, lalu ditanya oleh Sayidina Alqamah bin Wa’il
mengapa mengucapkannya, maka Sayidina Abdullah bin Mas’ud
menjawab: “itu adalah hak mereka sebagai teman perjalanan kita.”
Maka lebih-lebih tetangga dan sesama warga negara juga memiliki
hak yang sama.Jika dari sudut teologi sudah tidak begitu
dikhawatirkan, maka lebih-lebih dari sudut sosial, tentu saja
mengucapkan selamat natal merupakan bagian dari toleransi
dan akhlaqul karimah yang diajarkan Rasulullah Saw. Para ulama
terkemuka al-Azhar Mesir seperti Syekh Ahmad ath-Thayyib dan
lain-lain bahkan mengkategorikannya sebagai bir(sikap yang baik)
yang disebutkan dalam firman-Nya: “Allah tidak melarang kamu
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari
kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahinah: 8)Menurut ulama
terkemuka Yaman, Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jifri,
mengucapkan selamat natal juga termasuk mengamalkan perintah
Allah: “Dan berkatalah kepada semua orang dengan
perkataan/ucapan yang baik.” (QS. al-Baqarah: 83)Dan alasan-
alasan lainnya yang telah dipaparkan dan dijelaskan oleh para
ulama terkemuka di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah.
##KESIMPULANNYA
Alhasil, merayakan Hari Ibu dan tahun baru masehi serta
mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani tidak melanggar
hukum agama Islam. Wallahu A’lamu bisshawab.

#Beberapa pertanyaan peserta kajian:


Apa hukum adanya lambang mata satu (simbol Dajjal) di HP?. Jika
memang benar itu simbol khusus Dajjal maka dihapus saja atau
diganti, akan tetapi -kalau tidak salah- simbol serupa dipakai juga
sebagai lambang oleh kepolisian Arab Saudi.Apa hukum menerima
hadiah dari non muslim?. Para ulama semisal Imam Zainuddin al-
Iraqi membolehkan, karena Rasulullah Saw. pernah menerima
hadiah dari non muslim.Apa hukum bekerja (misalnya sebagai
tukang sapu) di sebuah gereja?. Sebagian ulama semisal Syekh
Sa’duddin Hilali, Syekh Ahmad Karimah dan ulama-ulama lain dari
al-Azhar Mesir maupun lainnya membolehkan dalam rangka
memelihara kedamaian, menjaga kerukunan umat beragama,
menghargai sesama warga negara dan maksud-maksud serta
alasan-alasan positif lainnya.

* Disampaikan di Musholla al-Abror Pancor Lombok Timur pada


tanggal 23 Desember 2018.
Alhamdulillah saya hadir langsung bertatap muka di kajian ini yang
di laksanakan ba’da magrib.

Anda mungkin juga menyukai