Anda di halaman 1dari 10

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat-Nya lah kita dapat

berkumpul di Aula Bajakah Itah ini dalam keadaan Alhamdulillah sehat wal ‘afiyat,
dan tidak lupa juga sholawat serta salam kita hanturkan kepada nabi Muhammad
SAW, serta para sahabat dan pengikutnya hingga yaumul akhir.

Kepada yang kami hormati, Dewan Juri, yang kami hormati Panitia serta Guru
Pendamping dan juga kami hormati para hadirin yang berada disini.

Izinkan kami untuk menyampaikan mosi kami terkait “DEWAN INI MENOLAK
UCAPAN SELAMAT PADA PERAYAAN HARI BESAR AGAMA LAIN”

Perkenalkan saya Zaria Syifa Aulia sebagai pembicara pertama, disamping saya
ini ada Muhammad Afriza Febrianur sebagai pembicara kedua dan disamping saya
paling kiri ada Nur Habibah sebagai pembicara ketiga pada mosi yang akan kami
bawakan kali ini.

Kami setuju dengan penolakan pengucapan selamat pada perayaan hari


besar agama lain meskipun dengan tujuan toleransi atau menghargai hari
besar perayaan agama lain, karena kita adalah umat Muslim yang mempercayai
Islam sebagai agama kita dan tentu kita harus mengikuti perintah dan larangan
dari Tuhan kita yaitu Allah SWT.

Allah telah berfirman dalam Q.S Ali-Imran ayat ke 19 yang berbunyi


“innaddiina indalloohil islam” yang memiliki arti “sesungguhnya agama yang
diridhai Allah hanya Islam”. Maksudnya, bahwa tidak ada agama yang diterima
oleh Allah SWT selain agama Islam karena Islam adalah agama yang
disempurnakan dan diridhai.

Kita tahu bahwa memberikan ucapan selamat atas perayaan hari besar
agama lain menimbulkan berbagai presepsi yang berbeda dan masalah ini erat
kaitannya dengan akidah agama islam.

Ketika ada suatu paham yang mengatakan untuk menjaga toleransi, hal itu
tidaklah benar karena akidah tidak dapat dipatahkan hanya dengan alasan
“toleransi”. Toleransi yang dapat kita lakukan tanpa bertentangan dengan
akidah adalah menjaga kedamaian atau kerukunan saat umat agama lain
merayakan hari besarnya. Kita tidak harus ikut merayakan ataupun
memberikan ucapakan karena sejatinya itu adalah urusan mereka dengan
kepercayaanya, kita juga harus melihat dari sejarah bahwa tidak ada contoh dari
Nabi Muhammad yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad pernah memberi
ucapan selamat hari raya kepada umat di luar agama selain Islam.

Kalau memang orang yang mengucapkan mungkin dia bisa selamat dari
kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Selain itu
memberikan selamat pada perayaan hari besar agama lain dapat
membesarkan syiar orang kafir. Hari raya adalah simbol bagi sebuah agama,
dengan mengucapkan selamat hari raya justru dapat menambah syiar-syiar yang
telah mereka sebarkan. Syiar itupun berpengaruh pada eksistensi sebuah agama.

Berdasarkan hadits yang mengatakan “Barangsiapa yang melakukan sebagian


dari hal ini (menyerupai orang kafir dalam hari raya mereka), maka dia berdosa.
Meskipun ia melakukan hal itu lantaran beramah tamah dengan mereka, untuk
mengikat persahabatan, karena malu atau sebab yang lain. Perbuatan ini
adalah bentuk cari muka, sedangkan agama Allah jadi korbannya. Selain itu
dapat menguatkan hati orang kafir dan semakin bangga dengan agama mereka.”

Maka, hal ini membuat seorang Muslim ketika mengucapkan ucapan selamat
pada perayaan hari besar agama lain berarti dia telah menyerupai, mengikuti
bahkan bisa juga mengakui adanya keberadaan agama tersebut, padahal sudah
jelas Allah SWT hanya meridhai agama kita yaitu agama Islam.

]
BAGIAN PRO
JUDUL : DEWAN INI MENOLAK UCAPAN SELAMAT PADA
PERAYAAN HARI
BESAR AGAMA LAIN

1. Kita hidup ini dalam kehidupan yang berbeda-beda suku, ras, golongan
bahkan keyakinan, setiap agama pasti memiliki sikap toleransi. Jadi,
mengapa Islam tidak diperkenankan untuk mengucapkan selamat pada
perayaan hari besar agama lain meskipun dengan tujuan toleransi?
Jawaban : Kita tahu bahwa memberikan ucapan selamat atas perayaan
hari besar agama lain menimbulkan berbagai presepsi yang berbeda dan
masalah ini erat kaitannya dengan akidah agama islam, sedangkan
agama yang diridhai Allah hanya agama islam. Hal ini berarti kita
sebaiknya tidak mengucapkan selamat hari besar kepada agama selain
Islam.

Ketika kita mengucapkan selamat atas hari raya umat agama lain,
berarti secara tidak langsung telah mengakui agama tersebut. Bukankan
ini merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, yang mana dahulu
Nabi Muhammad berdakwah kepada umat lain agar memeluk agama
islam, tetapi sekarang malah sebaliknya umat muslim mengakui
kepercayaan kaum agama lain.

Ketika ada suatu paham yang mengatakan untuk menjaga toleransi, hal
itu tidaklah benar karena akidah tidak dapat dipatahkan hanya dengan
alasan “toleransi”. Toleransi yang dapat kita lakukan tanpa bertentangan
dengan akidah adalah menjaga kedamaian atau kerukunan saat umat
agama lain merayakan hari besarnya. Kita tidak harus ikut merayakan
ataupun memberikan ucapakan karena sejatinya itu adalah urusan
mereka dengan kepercayaanya, kita juga harus melihat dari sejarah bahwa
tidak ada contoh dari Nabi Muhammad yang menerangkan bahwa Nabi
Muhammad pernah memberi ucapan selamat hari raya kepada umat di
luar Islam.

Masalah ini juga telah dikaji lebih dalam dan telah terdapat ij’ma ulama.
Berdasarkan pendapat ulama Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para
pengikutnya seperti Syeikh Ibnu Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin mengucapkan
selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada umat
agama selain islam adalah sesuatu yang diharamkan.

Berdasarkan kesepakatan para ulama ,sebagaimana hal ini dikemukakan


oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’.
Beliau mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar
kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan
selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’
(kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan
selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga
hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada
hari besar mereka dan semacamnya.”

Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari
kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Selain
itu memberikan selamat pada perayaan hari besar agama lain dapat
membesarkan syiar orang kafir. Hari raya adalah simbol bagi sebuah
agama, dengan mengucapkan selamat hari raya justru dapat menambah
syiar-syiar yang telah mereka sebarkan. Syiar itu berpengaruh pada
eksistensi sebuah agama.

“Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini (menyerupai orang


kafir dalam hari raya mereka), maka dia berdosa. Meskipun ia melakukan
hal itu lantaran beramah tamah dengan mereka, untuk mengikat
persahabatan, karena malu atau sebab yang lain. Perbuatan ini adalah
bentuk cari muka, sedangkan agama Allah jadi korbannya. Selain itu
dapat menguatkan hati orang kafir dan semakin bangga dengan agama
mereka.”

2. Apakah mengucapkan selamat pada perayaan hari besar agama lain


diperbolehkan dalam Islam?
Jawaban : Ketika seorang Muslim mengucapkan selamat atas perayaan
hari besar agama lain itu memiliki berbagai pandangan dan pendapat
dari berbagai ulama dan umat Muslim. Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT
telah berfirman dalam Surah Ali-Imran (3):19, yang berbunyi “innaddina
indallahil islam” atau sesungguhnya agama yang diridhoi Allah hanyalah
islam. Dari ayat tersebut telah menjelaskan bahwa agama Islam adalah
satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT dan tiada agama lain yang
diridhaiNya.

Kami menyetujui bahwa mengucapkan selamat perayaan hari besar


pada agama lain itu tidak diperkenankan. Setiap apapun perbuatan yang
akan kita lakukan pastinya memiliki niat terlebih dahulu. Berdasarkan
hadits Arba’in Nawawiyah ke-1, Rasulullah shallallahu alaihii wassalam
bersabda “innamal a’malu binniyyat” atau sesungguhnya segala amal
tergantung pada niatnya.

3. Apa hukumnya jika umat Muslim mengucapkan selamat perayaan hari


besar agama lain? Apakah diperbolehkan atau tidak diperbolehkan?
Jawaban : Menurut ustadz Adi Hidayat, hukum mengucapkan selamat
perayaan hari besar agama lain diluar keyakinan kita dan dalam keimanan
kita sebagai Muslim hukumnya tidak diperkenankan dan bisa jadi
diharamkan, karena kita tidak diperkenankan mengikuti keyakinan kita
pada keyakinan orang lain.
Tetapi menurut pendapat dari Mentri Agama juga menghargai atas
adanya pendapat yang berbeda, menjelaskan dalam hukum Islam ulama
selalu merujuk pada sumber-sumber hukum yaitu Al-Qur’an, sunnah, ijma
dan qiyas. Meski rujukan sama ulama yang memiliki kedalaman ilmu dapat
mengkaji masalah dengan pendekatan dan hasil yang berbeda-beda.

4. Bagaimana apabila kita juga ikut andil dalam merayakan hari besar agama
lain dalam bentuk saling menghargai?
Jawaban : Apabila ada seseorang yang berbeda keyakinan atau agama
dengan kita namun orang tersebut ikut merayakan hari besar dalam agama
kita, kita harus menghormati dan menghargai atas simpatinya. Karena
Allah SWT telah berfirman dalam surah Al-Mumthahanah ayat ke 8 yang
artinya “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama
dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Artinya islam selalu menawarkan toleransi dalam bentuk saling


menghormati bukan memaksa. Islam menyadari bahwa keragaman umat
manusia dalam beragama adalah kehendak Allah SWT. Jadi yang dilarang
dalam Islam itu adalah ikut melakukan ritual keagamaannya dan
peribadahannya.

5. Bolehkah tokoh agama atau pejabat muslim mengucapkan selamat


perayaan pada hari besar agama lain dengan maksud yang baik?
Jawaban : Meskipun para tokoh atau pejabat yang beragama muslim dan
dikategorikan sebagai tokoh terkemuka yang dikenal oleh berbagai
kalangan masyarakat semestinya harus memiliki rasa simpati dan
toleransi terhadap masyarakat atau audiens, perihal memberi ucapan
selamat pada perayaan hari besar agama lain tentu saja masih tidak
diperkenankan.
Sebab, memberi ucapan selamat pada perayaan hari besar agama lain
tidak pernah dicontohkan, diajarkan dan dilakukan dengan perilaku
Rasulullah SAW. Sikap toleransi sudah seharusnya diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi hal ini tidak memiliki arti jika ada suatu
paksaan untuk melakukan sesuai kehendak kita sendiri untuk saling
menjaga kedamaian dan kerukunan antar umat.

Sikap yang sebaiknya dilakukan ialah tidak mengganggu atau merusak


ibadah dan ritual agama mereka, karena sikap saling menghargai dan
berbuat baik serta menjaga kerukunan juga telah disampaikan Allah
SWT dalam firman-Nya dalam surah Al-Mumthahanah ayat ke 8 yang
berbunyi “Lā yan-hākumullāhu 'anillażīna lam yuqātilụkum fid-dīni wa
lam yukhrijụkum min diyārikum an tabarrụhum wa tuqsiṭū ilaihim,
innallāha yuḥibbul-muqsiṭīn” yang memiliki arti Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

6. Bolehkah mendatangi atau menghadiri acara perayaan hari besar agama


lain?
Jawaban : Kita boleh ikut serta dalam kesenangan mereka selagi tidak
ada urusan dengan akidah Islam dan kepercayaan terhadap Tuhan
mereka. Apabila memberikan hal yang mengandung kebaikan maka
terimalah dengan baik dan senang hati karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik dan saling menjaga silaturahmi
kepada sesama manusia.

Berdasarkan dalam firman-Nya pada surah An-Nisa ayat ke 36 yang


berbunyi “Wa'budullāha wa lā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini
iḥsānaw wa biżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wal-jāri żil-qurbā wal-
jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi wabnis-sabīli wa mā malakat
aimānukum, innallāha lā yuḥibbu mang kāna mukhtālan fakhụrā” dan
memiliki arti “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-
bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri”

7. Bagaimana sikap kita dalam menyikapi perayaan hari besar agama lain?
Jawaban : Sikap yang sebaiknya dilakukan ialah tidak mengganggu atau
merusak ibadah dan ritual agama mereka, karena sikap saling
menghargai dan berbuat baik serta menjaga kerukunan.

Allah swt telah menyampaikan dalam firman-Nya pada surah Al-


Mumthahanah ayat ke 8 yang berbunyi “Lā yan-hākumullāhu 'anillażīna
lam yuqātilụkum fid-dīni wa lam yukhrijụkum min diyārikum an
tabarrụhum wa tuqsiṭū ilaihim, innallāha yuḥibbul-muqsiṭīn” yang
memiliki arti Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.

8. Bolehkah kita mengucapkan selamat pada perayaan hari besar agama lain
walaupun terpaksa?
Jawaban : Kalau kita mengucapkan, kita harus menyampaikannya secara
terang-terangan. Misalnya, saya mempelajari para pendapat ulama dan
fatwa lainnya bahwa dalam masalah agama terkait pengucapan selamat
perayaan hari besar agama lain itu tidak diperkenankan karena secara
tidak langsung telah mengakui keberadaan agama tersebut yang tidak
diridhai Allah SWT.

Hal ini juga tidak membuat tali silaturahmi menjadi terputus, sama
seperti perilaku Rasulullah SAW yang dimana beliau selalu bersilaturahmi
dan menjaga tali persaudaraan kepada orang-orang yang muslim dan non-
muslim. Allah SWT juga telah memerintahkan kepada kita untuk menjaga
tali silaturahmi atau persaudaraan kepada umat Muslim bahkan umat yang
bukan Muslim.

9. Bagaimana apabila umat Muslim ikut merayakan hari besar agama lain?
Jawaban : Menurut Syekh Husein Yee, apabila seorang Muslim ikut
merayakan hari besar agama lain dapat dilakukan ketika hari besar
tersebut telah selesai agar kita dan mereka memiliki tujuan dan niat yang
berbeda, ketika menghadiri perayaan tersebut, kita tidak boleh
mengganggu atau merusak ibadah dan ritual agama mereka karena Islam
mengajarkan kepada kita untuk selalu berbuat baik dan kedamaian antar
sesama umat.

Anda mungkin juga menyukai