Anda di halaman 1dari 16

Full costing dan Direct Costing

Dr. Novi Susanti Suseno, SE., M. Si., Ak., CA


Universitas Garut
2

Kalkulasi Biaya Penuh


Kalkulasi biaya produksi penuh (full costing) ialah pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan
barang atau jasa dimana unsur-unsurnya adalah biaya bahan langsung, upah langsung, dan seluruh biaya overhead
pabrik baik tetap maupun variabel dibebankan ke barang jadi. Karena seluruh biaya overhead tetap dan variabel
diserap ke dalam harga pokok produksi, maka disebut absorption costing.
Istilah full costing harus dibedakan dengan istilah full cost (biaya produk penuh). Full cost ialah
seluruh pengorbanan sumber daya sampai produk dikonsumsi oleh konsumen, dimana unsur-unsurnya adalah
biaya langsung, upah langsung, biaya overhead pabrik tetap dan variabel, biaya pemasaram tetap dan variabel,
dan biaya administrasi tetap dan variabel.
Kegunaan full costing adalah untuk: (1) menyajikan perhitungan laba-rugi untuk pihak luar, (2)
menentukan kinerja divisi pabrik, pemasaran, dan divisi administrasi, (3) memisahkan beban (expense) menurut
fungsi manajemen.
3

Kalkulasi Biaya Produk Variabel

Kalkulasi biaya produksi variabel (variable costing) ialah pengorbanan sumber daya untuk
menghasilkan barang atau jasa dimana hanya diperhitungkan biaya variabel saja, yang terdir dari biaya bahan
langsung, upah langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Ketiga unsur biaya itu langsung berhubungan
dengan volume kegiatan produksi, maka disebut kalkulasi biaya produk langsung (direct costing)
Kegunaan variable costing adalah untuk: (1) membebankan seluruh biaya tetap kepada perhitungan
laba-rugi, (2) perencanaan laba, (3) pengambilan keputusan reduksi biaya, (4) memisahkan beban (expense)
menurut perilaku biaya, (5) memudahkan menyusun rugi-laba segmen tingkat unit, tingkat batch, tingkat produk.
4
Perhitungan atau penentuan Harga Pokok Produk
dapat dilakukan dengan full costing maupun variable costing.
Full Costing sering disebut dengan Absorption Costing atau
conventional costing, sedangkan Variable Costing sering
disebut dengan Direct Costing atau Marginal Costing. Full
Costing dalam menentukan Harga Pokok Produk memasukkan
semua biaya produksi baik yang bersifat variabel maupun yang
bersifat tetap terhadap produk.
Variable Costing merupakan penghitungan Harga
Laporan Laba/Rugi
Pokok Produk yang hanya memasukkan biaya Prduksi
(Variable Costing)
variabel. Biaya produksi yang bersifat tetap terhadap produk
(BOP tetap), dimasukkan sebagai biaya periode. Adanya Penjualan…………………………… Rp 000
perbedaan dalam penentuan Harga Pokok Produk, maka forat Biaya Variabel……………………… Rp 000 (-)
penyusunan Laporan Laba/Rugi juga berbeda antara Full Kontribusi Margin………………….. Rp 000
Costing dengan Variable Costing. Secara sederhana, format Biaya tetap…………………………. Rp 000 (-)
Laporan Laba/Rugi dengan variable costing adalah sbb: LABA……………… Rp 000
5

Laporan keuangan yang disusun dengan full costing mengklasifikasikan biaya menurut fungsionalnya,
yaitu biaya produksi, biaya pemasaran dan biaya administrasi. Laporan keuangan full costing sangat
berguna karena pengklasifikasian biaya secara fungsional sudah akrab bagi pembaca sehingga laporan
tersebut mudah dipahami. Laporan keuangan yang disusun dengan variable costing lebih memfokuskan
pada perilaku biaya terhadap produk, yaitu biaya variabel dan biaya tetap.
6
Penyajian Laporan L/R

Dalam perhitungan L/R


menurut Absorption Costing
(Full Costing). BOPt
diperlakukan seperti halnya
BOP variabel, yaitu digunakan
untuk menentukan HPP.
Sedangkan dalam Variable
Costing, BOPt dimasukkan
sebagai biaya periode.
7

Contoh 1:
PT. Merpati selama operasi bulan Januari 2010, memiliki data sebagai berkut:
Jumlah Penjualan bulan Januari 2010 sebesar 20.000 unit, harga jual @Rp 15,-
Jumlah Produksi selama bulan Januari 2010 adalah 20.000 unit.
Biaya Produksi:
Biaya Bahan : Rp 4 per unit
BTKL : Rp 2 per unit
BOP v : Rp 2 per unit
BOP tetap : Rp 40.000 untuk satu bulan.

Biaya non produksi:


Komisi Penjualan : 5% dari penjualan
Biaya distribusi variabel : Rp 1,- per unit yang terjual
Biaya administrasi tetap : Rp 50.000,- untuk satu bulan
Tidak ada persediaan pada awal bulan dan akhir bulan.
8
Laporan L/R PT. Merpati untuk bulan Januari 2010 adalah sbb:
Contoh 1 menunjukkan laba menurut Absorption Costing dan Variable Costing sama besar. 9
Apabila dalam periode tersebut data produksi dan data untuk dijual tidak sama
jumlahnya, maka laba menurut kedua metode tersebut akan berbeda.

Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan penghitungan biaya produksi. Perbedaan


perlakuan biaya produksi yang sifatnya tetap (BOP tetap) mengakibatkan biaya yang
melekat pada persediaan juga berbeda , sehingga HPP juga berbeda dan pada akhirnya laba
juga berbeda.
10
Selisih Laba menurut Variable Costing dengan Absorption Costing
Perlakuan yang berbeda terhadap biaya produksi yang sifatnya tetap (BOP tetap) dalam variable costing,
mengakibatkan hasil penghitungan L/R berbeda dengan L/R menurut absorption costing. Perbedaan laba tersebut
terjadi apabila jumlah unit poduksi tidak sama dengan jumlah unit terjual dalam periode tersebut. Berkut ini
disajikan perbedaan yang terjadi dalam 3 kondisi yang berbeda:
1. Jika volume produksi lebih besar daripada volume penjualan (VPr > VPj), makalaba menurut Absorption
Costing lebih besar daripada laba menurut Variable Costing. Bila volume produksi lebih besar daripada
penjualan, berarti terjadi peningkatan persediaan akhir. Adanya persediaan akhir yang meningkat tersebut,
berarti terdapat penahanan biaya produksi yang sifatnya tetap. Adanya penahanan biaya tetap yang meningkat
tersebut, mengakibatkan perhitungan HPP lebih kecil dan berakibat laba menurut Absorption Costing hasilnya
lebih besar dibanding laba menurut Variable Costing. Dalam keadaan seperti ini laba menurut Variable Costing
hasilnya lebih kecil, karena semua biaya tetap tidak ada yang ditahan dalam persediaan akhir.
2. Jika volume produksi lebih kecil daripada volume penjualan (VPr < VPj),
11 laba menurut Absorption Costing lebih kecil bila dibandingkan menurut
Variable Costing. VPr < VPj berarti terdapat penurunan persediaan.
Penurunan jumlah persediaan akhir, berarti memperbesar HPP. Hal
tersebut dikarenakan BOP tetap yang semula melekat pada persediaan
awal, kini sebagian tidak lagi melekat pada persediaan akhir tetapi telah
ikut menjadi HPP. HPP menurut absorption costing lebih besar bila
dibadningkan dengan Variable Costing, mengakibatkan laba menurut
Absorption Costing lebih kecil daripada laba menurut Variable
Costing.
3. Jika volume produksi sama dengan volume penjualan (VPr = VPj), maka
laba menurut absorption costing sama dengan variable costing.
12

Contoh 2
Data unit produksi dan unit penjualan PT. Merpati untuk bulan
Januari sampai Maret 2010 adalah sbb:
Periode
Keterangan
Januari Februari Maret
Persediaan Awal - - 3.000
Produksi 20.000 20.000 20.000
Tersedia 20.000 20.000 23.000
Penjualan 20.000 17.000 22.000
Persediaan Akhir - 3.000 1.000

Data yang lain sama dengan data pada contoh 1. Laporan L/R PT.
Merpati untuk bulan Januari 2010 adalah sbb:
13
14
15

Kasus pada contoh 1 dan 2 jika diringkas akan seperti pada tabel
berikut ini:

Costing Method Laba


Periode Kondisi
Full Variable Selisih Ket
Januari 2010 Pr = Pj Rp 15.000 Rp 15.000 Rp 0 F=V
Februari 2010 Pr > Pj Rp 5.250 Rp (750) Rp 6.000 F>V
Maret 2010 Pr < Pj Rp 21.500 Rp 25.500 Rp 4.000 F< V

Pada tabel diatas, nampaklah bahwa jika volume produksi sama


dengan volume penjualan (Pr = Pj) maka laba menurut Full Costing
akan sama besar dengan laba menurut Variabel Costing (Bulan
Januari). Pada bulan Febuari, karena volume produksi lebih besar dari
pada volume penjualan (Pr > Pj maka laba menurut Full Costing
lebih besar dibandingkan laba menurut Variabel Costing. Pada bulan
Maret, kondisinya adalah volume produksi lebih kecil dari pada
16
Selisih laba menurut Full Costing dengan variabel Costing diakibatkan oleh
perbedaan biaya produksi tetap (BOPt) yang melekat pada persediaan. Pada
kondisi Pr = Pj tidak ada perbedaan persediaan awal dan akhir sehingga tidak ada
perbedaan BOPt yang melekat pada persediaan. Pada kondisi Pr > Pj, akan terjadi
penambahan jumlah persediaan. Penambahan persediaan pada Full Costing,
berarti terjadi penambahan BOPt yang melekat pada persediaan tersebut. BOPt
yang melekat pada penambahan persediaan inilah yang membuat selisih laba
antara Full Costing dengan Variabel Costing. Nilai persediaan yang lebih besar
(Pada metode Full Costing) berarti akan memperkicil nilai HPP, dan akhirnya
akan membuat menjadi lebih besar. Selisih laba tersebut dapat dihitung sebagai
berikut:
Full – Variabel = Tarip BOPt x (Pr – Pj)
= Rp 2,- x (Rp 20.000 – 17.000)
= Rp 2,- x 3.000
= Rp 6.000

Kelemahan Variable Costing


Variable Costing memiliki kebaikan terutama bagi manajemen tetapi variable

Anda mungkin juga menyukai