Anda di halaman 1dari 14

KEKUASAAN DAN POLITIK DI SEKOLAH

MATA KULIAH : KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORGANISASI


DOSEN PENGAMPU : Dr. YOVITHA JULIEJANTININGSIH, M.Pd.

OLEH :
1. SHOLICHUDDIN SHOFA (20510013)
2. SRIWARI ADI NEGORO (20510028)
3. WAHYU TITI SARI (20510034)
4. WAHYU CHANDRASARI (20510035)
PENGERTIAN
Definisi klasik kekuasaaan adalah kemapuan untuk membujuk orang lain
melakukan apa yang anda ingin mereka lakukan.

Definisi kekuasaan menurut Weber (1947, hal 152) adalah probabilitas


seorang aktor dalam suatu hubungan sosial untuk berada dalam posisi
menjalankan kehendaknya sendiri kendati mendapatkan perlawanan.
Kekuasaan mencakup metode-metode untuk memunculkan kepatuhan baik
sah (otoritas formal dan informal) maupun tidak sah (koersif/memaksa dan
politis).

Otoritas adalah probabilitas bahwa perintah spesifik tertentu (atau semua


perintah) dari sumber tertentu akan dipatuhi oleh sekelompok orang.
(Weber 1947. Hlm. 324).
OTORITAS KARISMATIK = PENGABDIAN KARENA
KARAKTERISTIK PEMIMPINYA

OTORITAS TRADISIONAL = ADAT ISTIADAT

OTORITAS
MENURUT WEBER OTORITAS SAH/ HUKUM =
UNDANG-UNDANG
(FORMAL & INFORMAL)

OTORITAS FUNGSIONAL=
OTORITAS KOMPETENSI & OTORITAS ORANG
OTORITAS DAN PERILAKU ADMINISTRATIF DI SEKOLAH

Sumber utama kontrol adalah otoritas formal yang dilimpahkan kepada kantor atau jabatan, bukan
kepada orang tertentu yang menjalankan peran resmi tersebut (Merton, 1957).

Ketika penyelenggara sekolah, guru dan siswa bergabung dengan sebuah organisasi sekolah,
mereka menerima hubungan otoritas formal. Mereka setuju dalam batas-batas tertentu untuk
mengikuti perintah yang dikeluarkan oleh para pimpinan bagi sekolah

Otoritas formal, yang dikukuhkan dan ditunjang oleh sanksi formal, memiliki ruang lingkup yang
sedikit terbatas

Tantangan dasar para penyelenggara sekolah (kepala sekolah) adalah menemukan metode-metode
untuk memperluas pengaruhnya terhadap staf profesionalnya di luar batas-batas sempit otoritas
jabatan formal
Langkah kepala sekolah dalam menumbuhkan kesetiaan, memperluas pengaruh
dan menuju kesuksesan :
1.Bersikap penuh pertimbangan dan mendukung gurunya : membantu guru agar
sukses.

2.Tulus dan apa adanya : terus terang, sama-sama menjadi pihak yang
bersalah/bertanggung jawab, dan menghindari manipulasi orang lain.

3.Tidak terkungkung oleh birokrasi : mengganti aturan yang kaku dengan penilaian
yang baik.

4.Memperlihatkan otonomi : jadilah diri sendiri.

5.Memperlihatkan pengaruh : belalah guru anda ketika berhadapan dengan atasan.

6.Tetap tenang dan santai, terutama dalam situasi sulit : jangan “kebakaran jenggot”

7.Hidari perilaku otoritarian : perilaku seperti ini dipastikan gagal.


SUMBER KEKUASAAN
Kekuasaan Imbalan : Memberikan imbalan atas perilaku mereka

Kekuasaan Koersif : Memberikan Hukuman atas perilaku mereka (Memaksa)

Kekuasaan Sah : Jabatan Formal (Undang-Undang)

Kekuasaan Referen :
Atas dasar kekaguman, keteladanan, kharisma dan kepribadian dari seorang pemimpin.

Kekuasaan Pakar : Atas Dasar ilmu pengetahuan dan kecakapan specialis.


PENGGUNAAN ADMINISTRATIF KEKUASAAN
Kekuasaan Imbalan berpotensi membuahkan perasaan-perasaan positif
dan memudahkan pengembangan kekuasaan referen, namun kekuasaan
koersif menimbulkan efek yang berlawanan (Huber, 1981). Terlebih lagi,
para bawahan memandang penyelenggara sekolah yang melibatkan
kepakaran sebagai pemilik kekuasaan yang lebih sah. Bahkan kekuasaan
pakar bisa menjadi bentuk kekuasaan yang paling stabil. Dalam satu
penelitian, perubahan dalam struktur imbalan sebuah organisasi ternyata
meningkatkan penggunaan kekuasaan koersif dan menurunkan
penggunaan kekuasaan imbalan, sah dan referen sang penyelenggara
sekolah, sedangkan kekuasaan pakar tetap stabil (Greene dan Podsakoff,
1981).
Gary Yulk (2002) menawarkan beberapa panduan bagi para penyelenggara sekolah
untuk membangun dan memanfaatkan masing-masing dari kelima jenis kekuasaan.
Konsekuensi potensial dari penggunaan kekuasaan merupakan pertimbangan penting
bagi penyelenggara sekolah.
PERSPEKTIF MINTZBERG TENTANG KEKUASAAN

kekuasaan dalam organisasi berasal dari kontrol terhadap sumber daya,


kecakapan teknis, ataupun ilmu pengetahuan.

SISTEM OTORITAS

SISTEM IDEOLOGI
SISTEM
KEKUASAAN INTERNAL
SISTEM KEPAKARAN

SISTEM POLITIK
KEKUASAAN ORGANISASIONAL DAN POLITIK

Politik Organisasi adalah perilaku individu atau kelompok yang berciri informal, sangat
sempit, lazimnya terkotak kotak, tidak sah-tidak disetujui oleh otoritas formal
(Mintzberg 1983a, hlm 172).
Politik merupakan sebuah fakta kehidupan organisasi. Mintzberg (1983a, 1983b)
menyatakan bahwa politik internal lazimnya berlangsung sembunyi-sembunyi dan
tidak sah karena memang dirancang untuk menguntungkan individu atau kelompok,
yang biasanya dengan mengorbankan organisasi. Oleh karena itulah konsekuensi
politik yang paling umum adalah terkotak-kotakan dan konflik.
Konflik tidak serta merta buruk bahkan kadang-kadang meminta perhatian pada
permasalahan dalam sistem kontrol yang sah. Konflik bisa dikelola secara baik dengan
bersaing, berkolaborasi, mengakomodasi, berkompromi ataupun menghindar
tergantung pada situasinya.
Merebut Hati

Pembangunan Jaringan

Manajemen Informasi

Manajemen Kesan
TAKTIK
Manajemen Koalisi
POLITIK
Pengkambinghitaman

Meningkatkan diri agar sangat


dibutuhkan

Menyanjung

Mendapatkan perhatian dari atasan


PERMAINAN POLITIK
1. Permainan untuk melawan otoritas : permberontakan, kontra
pemberontakan.
2. Permainan membendung perlawanan.
3. Permainan membangun kekuatan : permainan sponsor, permainan
membangun aliansi, permainan membangun kerajaan, bersikap
kuasa.
4. Permainan untuk menaklukan lawan : otoritas ilini vs staf pakar,
kubu-kubu perlawanan.
5. Permainan untuk membuahkan perubahan : Kandidat strategis,
pembeberan aib, young turk.
MANAJEMEN KONFLIK

Kenneth Thomas (1976) memberikan sebuah tipologi yang bermanfaat untuk


mengkaji lima gaya manajemen konflik yaitu :
1.Gaya menghindar berciri tidak asertif sekaligus tidak kooperatif.
2.Gaya kompromi adalah keseimbangan antara kebutuhan organisasi dengan
kebutuhan individu.
3.Gaya kompetitif menciptkan situasi menang kalah.
4.Gaya mendakomodasi berciri tidak asertif dan kooperatif.
5.Gaya berkolaborasi berciri asertif dan kooperatif.
Kenneth Thomas (1977) menyatakan bahwa masing-masing dari lima gaya di
atas bisa efektif bergantung pada situasinya, bahkan dengan menggunakan data
yang dikumpulkan dari sejumlah eksekutif utama, ia mencocokan lima gaya
manajemen konflik dengan situasi yang tepat.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai