Didi Suryadi Departemen Pendidikan Matematika, FPMIPA UPI (Kamis, 27 April 2017) Ontology dan Epistemology Ontology is the study of claims and assumptions that are made about the nature of social reality, claims about what exists, what it looks like, what units make it up and how these units interact with each other (Blaikie dalam Grix, 2003, h. 59) Pengkajian ontology berarti pengkajian tentang makna suatu realitas Pengkajian epistemology adalah pengkajian tentang bagaimana cara mengetahui eksistensi suatu realitas Epistemology is the theory of knowledge embedded in the theoretical perspective and thereby in the methodology (Crotty, 1998) Paradigma atau Paradigm Paradigma riset adalah gabungan asumsi- asumsi ontologis dan epistemologis Metodologi dan metode sejalan dengan asumsi-asumsi tersebut atau merupakan akibat dari asumsi-asumsi tersebut Empirical Paradigm (Positivist-Post Positivist) Tujuan riset paradigma ini adalah untuk prove atau disprove sebuah hipotesis Karakteristiknya meliputi penggunaan metode ilmiah, analisis statistik, dan generalisasi temuan riset Filsafat pendukung: Deductive reasoning (Aristotle); Realism (Descartes); Scientific method (Galileo); Positivism (Comte); Logical positivism (Vienna Circle); Inductive reasoning (Bacon); Post positivist (Popper) Asumsi Ontologis Paradigma Empiris Realitas bersifat eksternal dari periset dan direpresentasikan sebagai obyek dalam ruang Obyek memiliki makna independen Realitas dapat ditangkap (be captured) pikiran-perasaan kita serta dapat diprediksi Asumsi Epistemologis Paradigma Empiris Metodologi ilmu alam dapat diterapkan dalam studi realitas sosial Kebenaran dapat diperoleh karena terbentuknya pengetahuan bergantung pada kumpulan kebenaran lain yang terkonfirmasi, tidak dipertanyakan, dan tidak diragukan Pengetahuan dilahirkan secara deduktif berdasarkan sebuah teori atau hipotesis Pengetahuan bersifat obyektif Perlu diperhatikan jika menggunakan paradigma empiris Tidak seperti dalam riset ilmu alam, pengontrolan variabel riset sosial tidaklah mudah. Akibatnya, kebenaran hasil riset bersifat tentatif. Dengan demikian, hipotesis bukan dibuktikan melainkan tidak ditolak Sejumlah variabel yang mempengaruhi bisa jadi tidak terdeteksi kecuali jika akibatnya bisa diidentifikasi Seringkali ditemukan salah penggunaan statistik, dan salah interpretasi Generalisasi berdasarkan data empiris jarang dijelaskan. Akibatnya, kesimpulan tidak mudah dipahami. Alat ukur penelitian sosial cenderung dikembangkan secara subyektif Paradigma Interpretif Disebut juga paradigma anti-positifis karena berkembang sebagai reaksi atas paradigma positifis Sering juga disebut sebagai paradigma konstruktifis karena menekankan pada kemampuan seseorang untuk mengkonstruksi makna Terutama dipengaruhi filsafat hermeneutics (studi makna dan interpretasi teks historis) dan phenomenology (mengutamakan interpretasi subyektif) Juga didukung filsafat symbolic interaction, dan ethnomethodology Paradigma Interpretif Paradigma ini terutama berdasar pada pandangan bahwa riset tidak akan pernah bisa mengobservasi secara obyektif dari luar, melainkan harus dari dalam melalui pengalaman langsung manusia Hubungan kausalitas yang dapat diobservasi dalam ilmu alam tidak akan bisa diterapkan pada riset pembelajaran karena guru dan siswa masing-masing mengkonstruksi makna Peran periset pada dasarnya adalah untuk memahami bukan menjelaskan realitas Asumsi Ontologis Paradigma Interpretif
Realitas bersifat subyektif dan dikonstruksi secara
tidak langsung berdasarkan interpretasi individual Manusia menginterpretasi dan memiliki makna sendiri tentang suatu peristiwa Setiap peristiwa adalah berbeda (unik), sehingga tidak mungkin digeneralisasi Atas suatu kejadian terdapat banyak perspektif Hubungan-hubungan dalam ilmu sosial ditentukan oleh makna dan simbol yang diinterpretasi Asumsi Epistemologis Paradigma Interpretif
Pengetahuan diperoleh melalui suatu strategi “respects the
differences between people and the objects of natural sciences and therefore requires the social scientist to grasp the subjective meaning of social actions” (Bryman, dalam Grix, 2004) Pengetahuan terbentuk secara induktif untuk menghasilkan teori Pengetahuan muncul dari situasi khusus dan interpretasinya tidak bisa dikurangi untuk penyederhanaan Pengetahuan didapat melalui pengalaman personal Hal yang perlu diperhatikan tentang paradigma interpretif Hasil penelitian tidak bisa digeneralisasi, sehingga dipertanyakan aliran positifis “untuk apa kalau tidak bisa digeneralisasi?” Pandangan tentang asumsi ontologis bahwa realitas bersifat subyektif juga menjadi bahan kritikan aliran positivist Aliran ini dianggap “kurang radikal” karena hanya menghasilkan pemahaman atas fenomena atau realitas yang diamati bukan menghasilkan penjelasan sebagaimana yang dihasilkan aliran positivist Paradigma Kritis Paradigma ini lahir berdasarkan critical theory serta keyakinan bahwa riset dilakukan untuk “the emancipation of individuals and groups in an egalitarian society” (Cohen, 2007) Riset aliran ini tidak hanya bertujuan untuk memahami atau menjelaskan fenomena sosial, melainkan untuk melakukan perubahan Aliran filsafat pendukung paradigma ini adalah: critical theory (Habermas); critical pedagogy (Priere); structuralism (Foucault); critical discouse analysis (Fairclough); Feminism (Friedan); post modernism (Kuhn) Asumsi Ontologis Paradigma Kritis Realitas sosial ditentukan oleh orang per orang dalam masyarakat Realitas sosial dikonstruksi secara sosial melalui media, institusi, dan masyarakat Prilaku sosial seringkali terbentuk akibat pengaruh yang tidak diinginkan sebagian besar masyarakat seperti keterpaksaan, prilaku refresif, penguasaan kelompok dominan, karena tidak mengerti , atau tidak berdaya Asumsi Epistemologis Paradigma Kritis
Pengetahuan dikonstruksi secara sosial melalui
media, institusi, dan masyarakat Apa yang dipandang sebagai pengetahuan berharga ditentukan oleh kekuatan posisional dan sosial yang mengupayakan berkembangnya pengetahuan tersebut Pengetahuan dihasilkan oleh kekuatan dan lebih mengekspresikan kekuatan dibanding kebenaran Yang perlu diperhatikan mengenai paradigma kritis Dikritik sebagai paradigma elitis Perubahan pada sekelompok masyarakat akan menghasilkan ketidak-samaan baru Dasar Filosofis DDR DDR lahir dengan alasan historis, kultural, dan politis Selain didukung filosofi paradigma interpretif dan kritis, juga ditopang filosofi humanism, yang lebih berfokus pada pemberdayaan potensi dan otonomi anak DDR berdiri di atas dua paradigma riset yaitu paradigma interpretif dan kritis Paradigma interpretif berkaitan dengan pengkajian masalah yang diakibatkan desain didaktis. Sementara paradigma kritis berkaitan dengan inovasi desain yang didasarkan atas masalah yang ditimbulkan desain sebelumnya Asumsi Ontologis DDR Asumsi ontologis paradigma interpretif dan kritis juga berlaku bagi DDR Realitas makna yang dihasilkan dalam proses belajar dipengaruhi oleh lingkungan belajar khususnya desain didaktis Desain merupakan lingkungan belajar yang dimaknai beragam oleh siswa. Guru juga memiliki makna sendiri atas desain tersebut Kesenjangan tuntutan desain dengan kapasitas anak dapat memunculkan ontogenic obstacle Urutan, tahapan, dan penyajian materi ajar dapat memunculkan didactical obstacle Keterbatasan konteks yang digunakan dalam desain didaktis dapat memunculkan epistemological obstacle Realitas perkembangan anak dalam konteks pembelajaran, erat kaitannya dengan rangkaian situasi didaktis yang digunakan guru Realitas perkembangan otonomi anak berbanding terbalik dengan intensitas intervensi guru Asumsi Epistemologis DDR Asumsi epistemologis paradigma interpretif dan kritis juga berlaku bagi DDR Pengetahuan terbentuk secara individual melalui hubungan didaktis anak dan materi ajar, dan secara sosial melalui hubungan pedagogis yang dikembangkan guru Pengetahuan, kapasitas, dan kemandirian anak terbentuk berdasarkan rangkaian situasi didaktis yang digunakan Sesuai teori genetic epistemology (Piaget), belajar merupakan suatu bentuk adaptasi cognitif (Radford, 2008) Dorongan percepatan perkembangan pengatahuan, kapasitas, dan kemandirian anak dapat dilakukan melalui pemanfaatan proses akulturasi dan adaptasi secara berimbang sesuai kebutuhan anak Pengetahuan terbentuk sebagai solusi “optimal” situasi didaktis tertentu (Radford, 2008)
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
Paradigma Penelitianmerupakan Kerangka Berpikir Yang Menjelaskan Bagaimana Cara Pandang Peneliti Terhadap Fakta Kehidupan Sosial Dan Perlakuan Peneliti Terhadap Ilmu Atau Teori