Audith M Turmudhi
(Dimuat di majalah ilmiah Kalam, Yogyakarta, nomor 5 vol. III tahun 1993;
kemudian dimuat di buku Membangun Paradigma Psikologi Islami,
editor: Fuat Nashori, Yogyakarta: penerbit Sipress, 1994)
Kalau kita amati sepintas teori-teori psikologi kontemporer yang tersedia
di dunia akademik kita, boleh jadi akan timbul kesan bahwa semuanya baik-baik
saja. Kesan ini akan membawa sikap lanjutan, yaitu bahwa yang penting untuk
kita lakukan adalah sekedar menerimanya dan mengoperasikannya di lapangan.
Akan tetapi, jika teori-teori itu kita cermati secara kritis, sangat boleh jadi kesan
baik tersebut akan buyar.
Kritisisme kiranya kita semua sepakat sangat diperlukan agar suatu
karya budaya apapun, termasuk psikologi, menjadi dinamik: tumbuh dan
berkembang menuju penyehatan dan penyempurnaan. Lebih-lebih lagi bagi kita,
masyarakat akademik negara dunia ketiga, sikap kritis bukan saja akan
mengantarkan kita menjadi konsumen ilmu yang baik, akan tetapi juga menjadi
prasyarat utama bagi tumbuhnya kreativitas penciptaan teori-teori baru
(theoriebuilding) atau bahkan teori-teori psikologi berparadigma baru. Relevansi
dan urgensi untuk hal yang disebut terakhir itu kiranya jelas dengan sendirinya,
yaitu mengingat psikologi adalah ilmu yang sangat sentral dan sarat nilai, yakni
menyangkut pemahaman dan perlakuan terhadap kehidupan kejiwaan manusia.
Sementara kita tahu, bahwa psikologi yang kita hadapi saat ini adalah psikologi
Barat dengan segala muatan nilai-nilai kulturalnya.
Berikut ini kita akan dicoba-kemukakan kritik teori psikologi atau kritik
terhadap
teori-teori
psikologi,
yang
akan
meliputi
kritik
empiris,
kritik
tetap
memelihara
sikap
arif,
yakni
tetap
mengapresiasi
dan
lain
lagi
adalah
kritik
empiris
terhadap
konsep-konsep
mengenai
apa
sumber-sumber
pengetahuan;
apa
hakekat,
pengidap kelainan
dianggap tidak memiliki jiwa, orientasi dan kerinduan terhadap hal-hal yang tinggi
dan metafisis sifatnya. B.F. Skinner yang dengan tegar tidak mau mengakui
adanya apa yang dimaksud dengan kehendak bebas (free will) dalam perilaku
manusia, dan yang memandang manusia bagai mesin belaka (Hjelle & Ziegler,
1981),
maka
tentunya
di
dalam
sistem
psikologinya
berkonsekuensi
Cambridge:
Schenkman, 1965
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1984