Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Psikologi Sosial ini.
Makalah ini telah kami susun sesuai sistematika penulisan makalah yang benar, tapi
terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
Aplikasi Psikologi Sosial di Bidang Hukum
    Akhir kata kami berharap semoga makalah Aplikasi Psikologi Sosial di Bidang
Hukum ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

  

Bandung, 7 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
I.I Latar Belakang..........................................................................................................................1
I.II Rumusan Masalah.....................................................................................................................1
I.III Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
II.I Pengertian Kasus, Kejahatan, dan Kriminal.....................................................................3
II.II Asal-Usul Perilaku Pidana..................................................................................................3
A. Teori Biologi (Biological Theories).....................................................................................3
B. Teori Sosiologi (Sociological Theories)...............................................................................4
C. Teori Psikologi Sosial (Social Psychological Theories ).....................................................5
D. Implikasi Perawatan............................................................................................................6
II.III Hubungan Psikologi Sosial dalam Bidang Hukum............................................................8
II. IV Aplikasi Psikologi Sosial......................................................................................................8
II. V Kontribusi Psikolog Sosial pada Sistem Hukum...............................................................9
1. Kesaksian Ahli (Expert Testimony)...........................................................................................9
2. Ringkasan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan).......................................................................9
BAB III...............................................................................................................................................10
STUDI KASUS..................................................................................................................................10
BAB IV...............................................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Menurut Gordon Allport (1985), psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang


berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku
seseorang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain, baik secara:

a) secara nyata atau actual


b) dalam bayangan atau imajinasi
c) dalam kehadiran yang tidak langsung (implied)

Kemudian hukum merupakan hal yang bisa dikatakan mempunyai pengaruh yang
dominan dalam kehidupan manusia untuk mengarahkan kehidupannnya ke arah yang lebih
baik. Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995) membagi peran psikologi
dalam bidang hukum: psychology in law, psychology and law, psychology of law.

a. Psychology in law, merupakan aplikasi praktis psikologi dalam bidang hukum seperti
psikolog diundang menjadi saksi ahli dalam proses peradilan.
b. Psychology and law, meliputi bidang psycho-legal research yaitu penelitian tentang
individu yang terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa, pengacara, terdakwa.
c. Psychology of law, hubungan hukum dan psikologi lebih abstrak,  hukum sebagai
penentu perilaku. Isu yang dikaji antara lain bagaimana masyarakat mempengaruhi
hukum dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.
Sehingga kaitan antara psikologi sosial dengan hukum sangat erat karena kebenaran
dan keadilan itu sendiri sangat subjektif dan karenanya bersifat psikologis.

I.II Rumusan Masalah


1. Apa itu Kasus, Kejahatan, dan Krimanal?
2. Bagaimana asal usul pidana ?
3. Apa faktor penyebab seseorang melakukan tindak kriminal itu terjadi?
4. Apa kaitannya dengan Psikologi Sosial?
5. Apakah Psikologi Sosial dapat berperan dalam membantu tindakan kejahatan?

1
I.III Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat bertujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui definisi Kasus, Kejahatan, dan Kriminal.


2. Mengetahui asal usul pidana.
3. Mengetahui dan memahami kaitan Psikologi Sosial di bidang Hukum.
4. Mengetahui dan memahami peran Psikologi Sosial dalam bidang Hukum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.I Pengertian Kasus, Kejahatan, dan Kriminal

Kasus adalah keadaan yg sebenarnya dari suatu urusan atau perkara, keadaan atau
kondisi khusus yg berhubungan dengan seseorang atau suatu hal, soal atau perkara (KBBI).
Kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa
yang ditentukan dalam kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang
ditetapkan dalam kaidah hukum, dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang
telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat dimana yang
bersangkutan bertempat tinggal (Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita, 1987).
Kriminal adalah suatu konsep yang berhubungan dengan perilaku atau perbuatan jahat
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Hal ini seperti yang dikatakan
Kartono (2007) bahwa crime adalah kejahatan dan criminal dapat diartikan sebagai perbuatan
jahat, maka tindak kriminal dapat diartikan sebagai perbuatan kriminal.

II.II Asal-Usul Perilaku Pidana


Teori-teori perilaku kriminal yang ada melibatkan berbagai variabel yang berada di
dalam orang tersebut, lingkungan terdekat orang tersebut, dan konteks sosiologis yang lebih
luas. Perspektif psikologis sosial, penting untuk selalu mengingat bahwa perspektif disiplin
lain berkontribusi pada pemahaman yang lebih lengkap tentang fenomena psikologis,
termasuk etiologi perilaku kriminal. Diskusi umum tentang teori biologi dan sosiologis
disajikan pertama kali, diikuti dengan pertimbangan beberapa pendekatan psikologis sosial.

A. Teori Biologi (Biological Theories)

3
Teori-teori berbasis biologis, memandang perilaku kriminal sebagai hasil dari
genetika, fungsi neurologis, dan biokimia. Studi-studi tentang pengaruh genetik, misalnya,
telah mencatat dominasi penjahat yang lebih besar di antara anak laki-laki yang orang tua
kandungnya juga penjahat (Lytton, 1990). Temuan yang terdokumentasi dengan baik bahwa
pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk agresi fisik daripada wanita telah dikaitkan
dengan tingkat testosteron yang lebih tinggi (Dabbs, Carr, Frady, & Riad, 1995) dan adanya
kromosom Y ekstra (XYY) (Crowell, 1987), meskipun pengamatan terakhir telah dibuang
(Mednick Moffitt, Gabrielli, & Hutchings, 1986).
Selain karakteristik biologis yang diwariskan ini, defisit biologis yang diperoleh dapat
memengaruhi perilaku kriminal. Bahkan sebelum kelahiran, faktor-faktor lain mungkin
bersekongkol melawan janin yang sedang berkembang, membuatnya cenderung menjadi
impulsif, hiperaktif, dan perilaku agresif. Misalnya, kurangnya nutrisi yang tepat selama
periode kritis perkembangan sebelum kelahiran atau paparan sebelum atau sesudah kelahiran
terhadap agen toksik (misalnya, alkohol, rokok, timbal, obat-obatan) dapat mengakibatkan
defisit ringan atau berat dalam komunikasi (misalnya, Leaming Disabilities, defisit
pemrosesan informasi sosial) dan perilaku (misalnya, koordinasi motorik yang buruk, kontrol
diri yang buruk) (Hodgins, Kratzer, & McNeil, 2002). Faktor yang dikenal sebagai penanda
perilaku agresif pada anak-anak.

B. Teori Sosiologi (Sociological Theories)

Beberapa teori kejahatan yang paling bertahan lama adalah teori yang didasarkan
pada prinsip sosiologis. Teori tradisional ini, misal: Anomie, regangan, kontrol, dan
subkultur. Meskipun sangat beragam, berupaya menjelaskan kejahatan dalam kaitannya
dengan berbagai faktor dalam masyarakat seperti kelas sosial, kemiskinan, dan ketidakadilan
sosial. Dengan demikian, status sosial ekonomi seseorang, ditentukan oleh pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan karakteristik lingkungan, menjelaskan variabilitas substansial
dalam perilaku kriminal. Status sosial ekonomi yang lebih rendah dikaitkan dengan tingkat
kejahatan yang lebih tinggi. Namun, mekanisme kausal yang dimaksudkan untuk
menghubungkan variabel-variabel ini akan berbeda tergantung pada teori tertentu. Misalnya,
menurut teori regangan (Cohen, 1960), perilaku kriminal disebabkan oleh ketegangan yang
tidak semestinya (frustrasi) yang dialami sebagai akibat dari struktur sosial patologis,
misalnya, ketidaksetaraan sosial dan kemiskinan, yang mencegah seseorang mencapai kelas
menengah. harapan untuk kesuksesan materi. Ketegangan itu membuat orang itu terlibat

4
dalam perilaku menyimpang secara sosial, seperti kejahatan, untuk mendapatkan barang dan
tekanan sosial.
Teori Subkultur (Wolfgang ; Ferracuti, 1981) menyatakan bahwa individu yang
terlibat dalam kegiatan kriminal hanya sesuai dengan nilai-nilai hedonistik, bermusuhan, dan
merusak dari budaya kelas bawah. Memang, dalam subkultur yang menyimpang, yang tidak
sesuai yang tidak terlibat dalam pencurian, penggunaan narkoba, dan afiliasi geng dikatakan
sebagai penyimpangan sejati (Andrews & Bonta, 2003).

C. Teori Psikologi Sosial (Social Psychological Theories )

Teori perilaku kriminal dari perspektif psikologis sosial cenderung


mempertimbangkan pengaruh faktor disposisi dan situasional. Sebagai contoh, seperti yang
dicatat oleh Hoge (2001), model ekologi sosial menjelaskan kejahatan sebagai fungsi
interaksi di antara banyak kekuatan yang beroperasi pada tingkat individu, lingkungan sosial
langsung mereka, dan faktor-faktor yang lebih jauh di dalam lingkungan sosial yang lebih
besar. Menurut teori pembelajaran sosial Bandura (1977), aktivitas kriminal mewakili
perilaku yang dipelajari yang berkembang melalui interaksi dan pengalaman seseorang
dengan lingkungan sosial. Pembelajaran ini terjadi sebagai hasil dari berbagai proses,
termasuk mengamati dan meniru perilaku kriminal orang lain, menerima konsekuensi positif
karena terlibat dalam perilaku kriminal (mis., Persetujuan pemberi izin), menyadari bahwa
perilaku tersebut dapat secara efektif mengarah pada hasil yang diinginkan (yaitu, memiliki
nilai instrumental), dan mengembangkan rasa kemanjuran diri dalam menggunakan cara-cara
antisosial untuk mencapai tujuan seseorang. Seperti yang akan kita lihat, gagasan-gagasan ini
telah sangat mempengaruhi perkembangan teori-teori kejahatan sosial psikologis saat ini. Sub
bagian ini berfokus pada kepribadian umum dan model psikologis sosial dari perilaku
kriminal yang telah dikembangkan oleh Andrews dan Bonta (2003).
Studi tentang sikap, termasuk sikap antisosial, dan hubungannya dengan perilaku
merupakan upaya penting dalam psikologi sosial, sikap umumnya dianggap sebagai penilaian

5
evaluatif yang dibuat seseorang tentang suatu masalah atau suatu objek, sikap terhadap
kejahatan mungkin relevan dengan kecenderungannya untuk melakukan kejahatan.
Andrews dan Bonta (2003) mengidentifikasi lima elemen yang terdiri dari sikap
patuh antisosial (termasuk nilai-nilai dan kepercayaan):

1. toleransi tinggi terhadap penyimpangan secara umum


2. penolakan terhadap validitas otoritas dan lembaga hukum
3. penggunaan distorsi kognitif (misalnya, rasionalisasi, penolakan) untuk membuat perilaku
antisosial seseorang dapat diterima
4. interpretasi berbagai rangsangan lingkungan sebagai alasan untuk marah
5. gaya berpikir yang umumnya anti-sosial & Item-item sampel dari Measures of Criminal
Attitudes and Associates (Mills & Kroner, 1999)

Inventaris laporan sikap antisosial, Diambil bersama-sama, sikap, nilai, dan


kepercayaan antisosial, setelah stabil, telah terbukti menjadi salah satu prediktor terkuat
perilaku kriminal daripada kelas sosial, variabel tekanan pribadi, misal, harga diri rendah,
kecemasan dan karakteristik pengasuhan keluarga (Gendreau, Little, & Goggin, 1996).
Korelasi antara sikap antisosial dan perilaku kriminal telah ditemukan berada dalam kisaran
0,35 hingga 40 (Andrews, Leschied, & Hoge, 1992).
Penelitian telah menunjukkan bahwa perilaku menyinggung, khususnya di kalangan
remaja, cenderung tertanam dalam kelompok sebaya antisosial. Pengaruh kelompok sebaya
dapat muncul dalam salah satu dari dua cara umum: melalui asosiasi yang relatif kasual dan
terbatas waktu dengan teman nakal atau melalui afiliasi jangka panjang yang terindoktrinasi
dengan pemuda antisosial lain seperti keanggotaan dalam geng jalanan. Remaja yang
mengikuti jalur pertama di identifikasi sebagai kelompok terbatas remaja, dan mereka yang
mengikuti jalur kedua di identifikasi sebagai kelompok yang bertahan hidup (Moffitt, 1993).

D. Implikasi Perawatan

Sesuai dengan kepribadian umum dan pendekatan psikologi sosial, perawatan efektif
perilaku antisosial melibatkan penargetan faktor-faktor yang mendukung atau
mempertahankan perilaku kriminal. Sebagaimana yang telah diuraikan, ini termasuk faktor
penargetan seperti sikap antisosial, kepercayaan, dan asosiasi teman sebaya serta faktor

6
keluarga. Misalnya, program perawatan yang menargetkan pemikiran antisosial sebagai
salah satu komponen strategi rehabilitasi telah terbukti menghasilkan efek positif dalam
mengurangi risiko pengulangan atau residivisme (Coates, Miller, & Ohlin, 1978) .
Salah satu strategi intervensi yang berhasil, Program Perawatan Multisistemik untuk
anak muda yang sangat kejam (Henggeler, 1999), upaya untuk mempengaruhi berbagai
sistem sosial tempat orang muda tertanam (misalnya, keluarga, sekolah, teman sebaya,
lingkungan tempat tinggal, sistem peradilan) untuk menurunkan perilaku kriminal. Dengan
demikian, anggota staf program melakukan intervensi dalam beberapa cara di berbagai
bidang, termasuk bekerja sama dengan keluarga untuk memodifikasi praktik pengasuhan dan
sinkronisasi disfungsional di dalam rumah para remaja, mengaitkan keluarga dengan
dukungan masyarakat, mengalihkan para pemuda dari asosiasi teman sebaya yang negatif,
memicu konseling individu, dan menyediakan dukungan di sekolah.

Evaluasi hasil Program Perawatan Multisistemik, menggunakan desain eksperimental


dan kuasi eksperimental, telah menemukan intervensi yang menjanjikan. Menunjuk ke utilitas
klinisnya, program ini telah terbukti lebih unggul daripada layanan biasa untuk pelaku seperti
rawat inap psikiatrik dan konseling individu. Keuntungan positif dalam mengurangi tingkat
residivisme telah diamati hingga 5 tahun setelah perawatan (Edwards, Schoenwald,
Henggeler, & Strother, 2001; Henggeler, 1999). Sebagai contoh, Borduin dan rekan (1995)
melaporkan bahwa tingkat residivisme 4 tahun setelah keluar dari program pengobatan hanya
22% untuk remaja program, dibandingkan dengan 72% untuk remaja yang menerima
konseling individual dan 87% untuk remaja yang menolak kedua jenis perawatan. Ini adalah
perbedaan yang cukup besar dalam keefektifan program dan berbicara dengan jelas tentang
nilai pendekatan yang membahas faktor-faktor pribadi dan sosial yang mempengaruhi
perilaku kriminal.
Kepribadian umum dan pendekatan psikologis sosial juga menunjukkan bahwa upaya
untuk mencegah timbulnya perilaku antisosial dan kenanakalan dapat dimulai pada anak usia
dini. Sasaran yang tepat untuk strategi pencegahan dan intervensi dini termasuk :

a) anak kecil yang menunjukkan tanda-tanda agresi, impulsif, dan keterampilan sosial yang
buruk.

7
b) lingkungan rumah untuk memberikan pelatihan kepada orang tua dalam penggunaan
teknik disiplin induktif, misalnya mengajar dan menjelaskan, daripada teknik disiplin
hukuman, misalnya, memukul atau berteriak.
c) lingkungan sekolah untuk mendukung anak-anak yang menunjukkan masalah akademik
atau perilaku (Day & Golench, 1997). Orang hanya bisa bertanya-tanya apakah Matti
akan hidup hari ini jika penyerangnya telah terlibat dalam program intervensi awal atau
program seperti Program Perawatan Multisistemik.

II.III Hubungan Psikologi Sosial dalam Bidang Hukum

Psikologi sosial mempelajari banyak topik yang berkaitan dengan pemikiran dan
perilaku sosial. Karenanya tidak mengejutkan bahwa riset psikologi sosial juga dilakukan
pada sejumlah topik hukum. Adapun manfaat dari psikologi sosial yaitu mengenai
identifikasi saksi mata (eye witness) dan kesaksian, saksi palsu, deteksi kebohongan,
keputusan juri, kesaksian ahli, sikap terhadap hukuman mati, dan diskriminasi dalam sistem
hukum.
Identifikasi Saksi Mata dan Kesaksian Kesalahan identifikasi oleh saksi mata seperti
kisah nyata Steven Avery mungkin bukan kejadian langka. Beberapa ahli percaya bahwa
kekeliruan saksi mata adalah penyebab utama dari hukuman yang salah, yang menyebabkan
ribuan orang tak bersalah dimasukkan dalam penjara (Scheck, Neufeld, & Dwyer). Banyak
penelitian juga menunjukkan bahwa identifikasi saksi mata sering tidak akurat (Wels dan
Olson). Dalam sebuah studi dua asisten periset berpura-pura sebagai konsumen yang

8
mengunjungi 63 toko. Agar pelayan toko memperhatikan mereka, asisten itu sengaja
berperilaku aneh. Misalnya, seorang asisten membayar sebungkus rokok dengan dengan
menggunakan uang recehan logam semua dan meminta petunjuk ke lokasi yang jauh dari
toko. Dua jam kemudian, sepasang lelaki dengan mengenakan setelan datang ke toko,
memperkenalkan diri sebagai pengacara yang sedang magang dan meminta pelayan toko
mengidentifikasi si asisten dari enam foto. Pelayan yang mengidentifikasi dengan tepat hanya
34 persen. Dengan kata lain, hanya 2 jam setelah berinteraksi dengan orang yang aneh, 65
persen pelayan salah dalam mengidentifikasi.

II. IV Aplikasi Psikologi Sosial

Kajian-kajian psikologi sosial sangat berguna untuk memahami pertanyaanpertanyaan


penting yang berhubungan dengan sistem hukum, sistem kesehatan, organisasi,
kepemimpinan, karena basis dari kajian psikologi sosial berangkat dari asumsi interaksi sosial
antara dua orang atau lebih. Myers mengemukakan bahwa dalam setting klinis, psikologi
Sosial dapat diterapkan mengevaluasi dan mempromosikan kesehatan mental dan fisik. Tidak
hanya itu saja di Pengadilan, Psikologi Sosial dapat membantu mengeksplorasi pemikiran
sosial dan pengaruh sosial pada anggota juri dan dewan juri. Psikologi Sosial juga berpikir
tentang Masa Depan yang berkelanjutan," mengeksplorasi bagaimana prinsip sosial-
psikologis dapat membantu mencegah krisis ekologi yang mengancam masyarakat sebagai
akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, konsumsi, dan perubahan iklim.

II. V Kontribusi Psikolog Sosial pada Sistem Hukum

Di Amerika, psikolog sosial berkolaborasi dengan Departemen Kehakiman untuk


menyusun pedoman nasional bagi polisi yang dipakai saat wawancara dengan saksi ahli.
Dibagian ini akan diulas sumbangan psikologi sosial pada dua area penting sistem hukum
yakni:

1. Kesaksian Ahli (Expert Testimony)

9
Para psikolog sosial sering diminta untuk menjadi saksi ahli untuk menjelaskan
temuan riset guna memberi kerangka pemahaman bagi juri dan hakim dan untuk
mengevaluasi bukti dalam kasus tertentu (Monahan dan Walker). Dua isu utama dalam
kesaksian ahli adalah kualitas testimoni dan efeknya pada juri. Kualitas kesaksian dari ahli
adalah penting karena pengadilan tidak ingin juri mempertimbangkan bukti yang tidak
reliabel atau tidak jelas. Jadi psikolog sosial bersaksi hanya tentang riset yang memenuhi
standar hukum untuk diterima sebagai bukti. Kesaksian ahli sangat berpengaruh apabila saksi
ahli bersaksi sebelum saksi lain dihadirkan, karena ia akan memberi kerangka untuk
mengevaluasi kesaksian saksi-saksi lain. Jadi kesaksian dari pakar yang menghubungkan riset
dengan kasus tertentu berpengaruh lebih besar daripada kesaksian pakar yang hanya
menyajikan seperangkat temuan riset.

2. Ringkasan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan)

Amicus curiae adalah dokumen yang ditulis oleh psikolog dan jaksa yang berisi
ringkasan literatur ilmiah yang diberikan pada pengadilan. Ringkasan amicus (sahabat
pengadilan) berisi ringkasan psikologi yang relevan bagi hakim untuk memberi konteks
ilmiah guna memutuskan kasus tertentu. Dengan menyusun ringkasan amicus tersebut, para
psikolog sosial dapat memberi bukti ilmiah pada pengadilan yang dapat menghasilkan
keputusan hukum yang lebih adil.

BAB III
STUDI KASUS

Eksperimen laboratorium yang menarik oleh Kassin dan Kiechel (1996) menunjukkan
betapa mudahnya orang dituntun untuk mengakui kejahatan yang tidak mereka lakukan dan
tidak hanya mengaku tetapi juga menginternalisasikan pengakuan palsu dan merinci rincian
peristiwa untuk menjadikannya konsisten. Dengan pengakuan salah mereka sebanyak 75
siswa keanekaragaman hayati berpartisipasi, satu per satu, dalam percobaan. Mereka
dituntun untuk percaya bahwa mereka berpartisipasi dalam studi pada waktu reaksi di mana

10
mereka harus mengetik huruf pada keyboard komputer secepat mungkin ketika surat-surat itu
dibacakan kepada mereka oleh orang lain. Persoala lainnya sebenarnya adalah sekutu
eksperimental. Para peserta juga diperingatkan oleh eksperimen untuk tidak menekan tombol
"ALT" karena hal itu akan menyebabkan komputer macet dan semua data mereka akan
hilang. Tak lama setelah tugas dimulai, komputer berhenti berfungsi, dan seorang
eksperimen yang sangat tertekan menuduh peserta menekan kunci ALT terlarang. Awalnya,
masing-masing peserta menolak memukul kunci. Eksperimen kemudian bermain-main
dengan komputer, mengkonfirmasi bahwa data telah hilang, dan bertanya apakah peserta
telah menekan tombol ALT. Eksperimen itu juga bertanya kepada sekutu apa yang telah
terjadi dan menulis sebuah pengakuan tulisan tangan untuk ditandatangani oleh peserta.
Eksperimen menjelaskan bahwa konsekuensi untuk penandatanganan adalah panggilan
telepon dari penyelidik utama.

Bagaimana para peserta menanggapi tuduhan memukul kunci ALT tergantung pada
kondisi eksperimental yang telah mereka peroleh secara acak. Dua variabel independen
dimanipulasi: kerentanan rendah versus tinggi dan ketidakhadiran versus kehadiran saksi
memberatkan palsu. Dalam kondisi kerentanan rendah, laju tugas lambat, jadi tombol ALT
belum ditekan. Dalam kondisi kerentanan tinggi, langkah tugas sangat cepat, mengurangi
kepastian peserta tentang tidak menekan tombol. Dengan tidak adanya kondisi saksi yang
memberatkan yang palsu, konfederasi memberi tahu pelaku eksperimen bahwa dia belum
melihat apa yang terjadi. Di hadapan kondisi saksi yang memberatkan palsu, konfederasi
mengatakan bahwa dia telah melihat peserta menekan tombol ALT. Dengan demikian, ada
empat kondisi: kerentanan rendah / tidak ada saksi yang memberatkan, kerentanan rendah /
saksi yang memberatkan, kerentanan tinggi / tidak ada saksi yang memberatkan, dan saksi
yang memberatkan kerentanan tinggi.

Sebanyak 69% dari peserta menandatangani pengakuan mengakui bahwa mereka


telah menekan tombol ALT ketika, tentu saja, mereka tidak melakukannya. Dalam kondisi
yang paling condong ke arah pengakuan saksi-kerentanan tinggi / memberatkan-100% dari
peserta menandatangani pengakuan. Selain itu, 65% dari peserta ini menginternalisasi
keyakinan bahwa mereka adalah peserta bahwa mereka telah merusak percobaan), dan 35%
menyatukan informasi tentang bagaimana dan kapan mereka menekan kunci ALT ketika
diminta oleh eksperimen untuk merekonstruksi acara (misalnya, "Aku memukulnya dengan
tangan kananku ketika aku mengetik huruf "G").

11
Studi Kassin dan Kiechel (1996) merupakan contoh lain dari kekuatan situasi. Ini
menyoroti efek kuat dari pengakuan sosial yang memalsukan pengakuan palsu, khususnya
penggunaan memberikan bukti yang memberatkan palsu, sebuah taktik yang sering
digunakan oleh polisi. Di California, Bradley Page 19 tahun mengakui pembunuhan
pacarnya setelah detektif mengatakan kepadanya, selama interogasi 16 jam, bahwa ia gagal
dalam tes pendeteksi kebohongan, ia terlihat di dekat tempat kejadian kejahatan, dan petugas
telah menemukan sidik jarinya di dekatnya. Tidak satu pun dari rincian itu yang benar.
Tersangka mengaku kejahatan setelah berteman dengan detektif, yang "merangkulnya dan
memanggilnya 'putra" (Kassin, 1997, hal. 226) dan yang kepercayaannya sangat diinginkan
tersangka. Pengakuannya datang terlepas dari kenyataan bahwa tidak ada bukti apa pun yang
menentangnya. Dia tampaknya memiliki alibi yang solid dan tanpa motif. Meskipun
demikian, ia dijatuhi hukuman 9 karena pernyataannya.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Psikolog sosial telah menempuh banyak jalan dalam penerapan teori dan
metodologi penelitian yang terkontrol dengan baik untuk menjelaskan dan
menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan dan sistem peradilan.
Berkenaan dengan peristiwa kriminal, bab ini menjelaskan bagaimana, daripada
berfokus secara eksklusif pada karakteristik pribadi pelaku individu, faktor-faktor di

12
lingkungan, seperti kehadiran orang lain dan petunjuk situasional yang menghasut
perilaku agresif, juga dapat terlibat sebagai penentu kegiatan kriminal. Gagasan
interaksi orang lingkungan telah dimasukkan ke dalam kepribadian umum dan model
psikologis sosial dari etiologi perilaku kriminal. Apalagi mengingat peran yang
berpengaruh dari peer group di kegiatan kriminal kaum muda, menggambarkan
sebuah penelitian yang mengidentifikasi pola interaksi sosial yang memfasilitasi
pemikiran dan perilaku antisosial.

DAFTAR PUSTAKA

 Coutts, Larry M, dkk. 2005. Applied Social Psychology. California : SAGE Publications.
 Daulay, Nurussakinah. 2014. Pengantar Psikologi Dan Pandangan Al-Qur’an Tentang
Psikologi. Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP.
 Damang. 2011. Aplikasi Psikologi Dalam Bidang Hukum. Diakses pada tanggal 7
Oktober 2019, pukul 11.10 WIB. http://www.damang.web.id/2011/02/aplikasi-psikologi-
sosial-dalam-bidang.html

13
 Baron, A. R. & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta. Edisi
kesepuluh.
 Koentjoro. 2012. Kriminologi dalam perspektif psikologi sosial. Universitas Gadjah
Mada.

14

Anda mungkin juga menyukai