NORMA DALAM
PSIKOMETRI
Kriteria
Proses asesmen psikologi diawali dengan
kegiatan pengukuran yang akan
menghasilkan data yang dideskripsikan dalam
bentuk angka. Selanjutnya dilakukan
perbandingan hasil pengukuran dengan suatu
kriteria agar dapat menarik kesimpulan hasil
pengukuran yang berkenaan dengan atribut
yang diukur. Proses perbandingan tersebut
dinamakan evaluasi atau penilaian, dan
memerlukan suatu kriteria yang digunakan
sebagai pembandingnya.
Pengukuran
Istilah pengukuran (measurement) sangat berkaitan
dengan istilah penilaian (evaluation). Pengukuran
adalah istilah yang merujuk pada upaya untuk
mendeskripsikan data, sedangkan penilaian merujuk
pada pengertian proses perbandingan hasil
pengukuran dengan suatu kriteria.
Pengukuran yang tidak diikuti dengan langkah
penilaian tidak akan menghasilkan deskripsi data
yang mengandung arti yang jelas.
Skor hasil pengukuran hanya mendeskripsikan
sebagaimana adanya atribut yang diukur dalam
bentuk angka.
Contoh
Misalkan angka kecerdasan seorang
mahasiswa dengan menggunakan suatu tes
adalah 70. Angka ini tidak bermakna jelas,
apakah mahasiswa tersebut adalah individu
yang sangat cerdas, ataukah yang agak
cerdas.
Barulah angka tersebut punya arti jika kita
memiliki data lain dari individu yang berbeda
yang diukur dengan tes yang sama misalkan
89. Individu pertama yang kurang cerdas
dibandingkan dengan individu kedua.
contoh
Dapat pula kita menggunakan pembanding lain misalkan
klasifikasi angka kecerdasan menurut Louis Terman
bahwa kecerdasan berada pada taraf normal atau rata-
rata jika mendapat skor antara 90-110.
Dengan menggunakan kriteria ini maka kita dapat menarik
kesimpulan bahwa kecerdasan individu pertama berada
pada taraf di bawah rata-rata. Sedangkan individu kedua
memiliki kecerdasan yang sama dengan kebanyakan
orang pada tingkat usia yang sama atau memiliki
kecerdasan pada taraf rata-rata.
Dengan menggunakan suatu kriteria atau pembanding
maka hasil pengukuran dapat disimpulkan atau dapat
diinterpretasikan.
Asesmen
Asesmen seperti diuraikan diatas
merupakan proses lanjutan dari kegiatan
pengukuran dan penilaian, atau dengan
perkataan lain dapat dinyatakan bahwa
keseluruhan prosedur itulah yang disebut
dengan asesmen.
Asesmen adalah proses penarikan
kesimpulan berdasarkan data deskriptif
dan hasil perbandingan dengan suatu
kriteria.
Intervensi
Melalui proses asesmen inilah kita dapat memahami
karakteristik individu sehingga dapat dilakukan kegiatan
lanjutan berupa penetapan diagnosis bahkan prognosis.
Dalam proses pemberian bantuan psikologi terhadap
individu yang mengalami masalah psikologi, proses
seperti ini dinamakan psikodiagnostika.
Ketepatan dalam merumuskan tindakan pemberian
bantuan atau saran ataupun yang biasa dianamakan
teknik intervensi, sangat tergantung pada ketepatan
diagnosis dan prognosisnya
maka ketepatan diagnosis tergantung pada kriteria yang
digunakan, bahkan tergantung pula pada tingkat
ketepatan instrument yang digunakan dalam pengukuran.
Pemilihan kriteria yang tepat akan menentukan
kualitas kesimpulan yang dibuat.
Jika yang digunakan adalah kriteria kelompok maka
dasar kesimpulan adalah kelompok dimana individu
yang dinilai menjadi anggota kelompok tersebut,
sehingga kesimpulannya tidak berlandaskan pada
ukuran ideal.
Apalagi jika kriterianya adalah individu lain maka
kesimpulannya hanya akan dapat menemukan
apakah individu yang dinilai lebih atau kurang
dibandingkan dengan individu lain yang digunakan
sebagai kriteria.
Kriteria kecerdasan
Jika kita menggunakan kriteria kecerdasan dari
Louis Terman tersebut diatas, dalam menarik
kesimpulan tentang taraf kecerdasan
mahasiswa kita, kemungkinan saja krtiteria itu
terlalu tinggi atau terlalu rendah dan tidak
sesuai dengan ukuran rata-rata orang
Indonesia.
Timbulah pertanyaan kriteria seperti apa yang
tepat untuk digunakan dalam proses asemen
yang kita lakukan, dan ternyata banyak pilihan
tersedia dalam penetapan kriteria tersebut.
Jenis Kriteria
(Kower,1975)
Kriteria Objektif
Kriteria Subjektif
Kriteria Langsung
Kriteria Intermedier
Kriteria Akhir
Kriteria Objektif
Semua fakta tentang perilaku yang dituntut dalam
suatu tugas tertentu untuk dapat dikatakan berhasil.
Misalkan kriteria untuk suatu tes psikologi yang
ditetapkan dalam mengukur atribut bakat teknik
adalah rata-rata skor yang dicapai sekelompok
subjek yang benar-benar menunjukkan bakat teknik
yang tinggi sebesar 54.
Maka dengan kriteria ini individu yang hasil
pengukuran bakat tekniknya mendapat skor 55
dengan tes itu, disimpulkan memiliki bakat teknik
yang tinggi.
Kriteria Subjektif
Pembanding yang digunakan berupa
judgment, pendapat orang-orang yang
ahli/kompeten dan mengetahui secara
pasti permasalahan yang diukur.
Misalnya pendapat para ahli tentang
patokan/ukuran minimal yang
menggambarkan keberhasilan individu
dalam belajar atau dalam bekerja.
Kriteria Langsung
Patokan yang ditetapkan berupa bentuk
perilaku, sikap, tindakan, atau prestasi
dan lainnya, sebagai ukuran
keberhasilan sesuai dengan perilaku
yang diukur.
Misalkan seorang siswa sekolah
penerbang dinyatakan telah berhasil
dan lulus jika telah benar-benar dapat
menerbangkan pesawat.
Kriteria Intermedier
Kriteria ini menetapkan patokan pada apa
yang harus dicapai subject pada tahapan-
tahapan tertentu sepanjang proses
pelaksanaan tugas.
Misalkan dari suatu program kegiatan
ditetapkan ukuran keberhasilan tiga bulan
pertama apa yang harus dicapai, tiga
bulan kedua, sampai pada tahap terakhir
telah ditetapkan ukuran keberhasilannya.
Kriteria Akhir
Suatu ukuran yang seharusnya dicapai
pada akhir program, atau akhir kegiatan,
jika semua proses perilaku telah
dilaksanakan.
Content
reference/performance
reference
Self reference
Jenis kriteria
(Thondike, 1991)
Grade norm
Kriteria kelompok
(norm criterion)
Percentile norm
19 3
27 4
35 5
43 6
Prosedur pembentukan grade
norm :
Berikan tes kepada sekelompok subjek
sebagai sampel
Subjek terdiri kelompok pada beberapa
grade yang berbeda
Hitung skor rata-rata pada setiap grade
Siswa yang memeroleh skor 27 berarti
kemampuannya setara dengan pada
umumnya siswa yang berada pada
tingkat atau grade 4 karena skor itu
berada pada Grade Equivalents (GE) 4.
Age Equivalents atau Age Norm
Dalam skala umur, item persoalan tes
dikelompokan ke dalam tingkatan usia.
Misalkan sejumlah item yang dapat diselesaikan
dengan tepat oleh sekelompok anak berusia 7
tahun atau dengan kata lain skor rata-rata pada
kelompok usia itu adalah 45
Skor inilah yang menjadi pembanding bagi setiap
anak yang diukur jika berusia 7 tahun. Contohnya
adalah anak usia 7 tahun hanya mendapat skor
40, berarti anak tersebut memiliki kemampuan di
bawah kemampuan anak lain yang seusia dalam
atribut yang diukur.
Percentile Norm
Skor-skor persentil diungkapkan dalam kaitan
dengan persentase orang dalam sampel yang
berada di bawah skor tertentu. Misalkan
terdapat 28% orang hanya dapat menyelesaikan
dengan benar kurang dari 15 soal dalam
penalaran aritmatika, maka skor mentah itu
dapat disamakan dengan persentil ke 28
Skor persentil menunjukan posisi relatif individu
dalam sampel. Persentil dapat dianggap sebagai
peringkat dalam suatu kelompok subjek yang
jumlah anggotanya 100 orang.
Percentile Norm
Dengan catatan bahwa dalam penentuan peringkat
biasnya orang mulai menghitung dari atas, subjek terbaik
menduduki peringkat satu. Sebaliknya subjek yang
mendapat skor terendah akan menduduki peringkat 100.
Namun dalam persentil kita menghitung dari bawah dimulai
dari skor terendah. Maka subjek yang mendapat skor
buruk berada pada posisi di bawah dan makin tinggi skor
yang diperoleh subjek maka posisinya akan makin tinggi.
Skor pada suatu titik persentil misalkan 45, memisahkan
45 persen subjek berada di bawah posisi individu yang
mendapatkan skor tersebut dan 56 persen subjek berada
pada posisi diatas skor tersebut.
Contoh norma persentil
Standard Score Norm
Norma yang paling banyak digunakan sekarang ini
adalah norma skor standar yang merupakan tipe
norma yang paling memuaskan
Pembentukan norma ini berdasarkan pada suatu
proses yang diawali dengan pengukuran atribut
psikologis tertentu pada sekelompok subjek
sebagai sampel yang representatif dari suatu
populasi
Skor yang ditampilkan dalam norma ini
menunjukan jarak skor individu dari rata-rata dalam
kaitan dengan simpangan baku dari distribusi skor.
Standard Score Norm
Biasanya norma skor standar diperoleh
melalui transformasi linier maupun non
linier dari sekumpulan skor mentah.
Skor standar dinamakan skor-z. untuk
menghitung skor-z dilakukan dengan
menemukan perbedaan antara skor
mentah individu dengan skor rata-rata
kelompok, kemudian membagi perbedaan
ini dengan simpangan baku kelompok itu.
Standard Score Norm
Jika
M = 60 dan SD = 5, maka skor standar untuk subjek yang mendapat
skor mentah 65 adalah:
=
z = +1,00
Jika subjek mendapat skor mentah 58, maka z nya = -0,40. Perhitungan
skor-z diatas adalah untuk dua subjek, subjek pertama berada +1 SD di atas
kelompok rata-rata, sedangkan subjek kedua berada pada posisi 0,40 SD di
bawah rata-rata kelompok. Skor mentah yang tepat berada pada posisi
ekivalen dengan skor rata-rata adalah z = 0.
Nampak dari prosedur diatas bahwa individu yang mendapat skor di bawah
rata-rata akan mendapat skor z di bawah 0 atau memiliki tanda negatif.
Kebanyakan rentang skor SD yang digunakan adalah -3,00 di atas atau
bertanda + dan 3,00 di bawah atau bertanda negatif. Berdasarkan tentang
skor SD yang digunakan ini ditetapkan skor standar berjenjang 5 atau 6, 7, 9
atau 11 dst. Sehingga ditemukan adanya istilah stanfive, stanine, staneleven,
dan sebagainya.
Proses penyusunan norma standar lainnya
dihitung berdasarkan penyimpangan (deviasi)
dari mean. Misalkan dari distribusi skor hasil
pengukuran terhadap sejumlah subjek ditetapkan
menjadi 5 kategori, diperoleh mean = 55 dn
standar deviasi 10. Maka batas atas kategori 1
dinyatakan pada M -2 SD, kategori 2 diantara -2
SD sampai dengan M -1 SD, kategori 3 antara -1
SD sampai dengan M +1 SD, kategori 4 antara M
+1 SD sampai dengan M +2 SD dan kategori 5
dengan batas bawah pada M +2 SD.
Contoh
contoh