BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik poros dengan membuat grafik yang
menyatakan hubungan defleksi yang terjadi dengan posisi rotor untuk
berbagai tegangan.
2. Untuk mencari fenomena yang terjadi dengan berputarnya poros pada
tegangan yang telah ditentukan.
1.3. Manfaat
Dengan adanya praktikum putaran kritis ini kita dapat melihat
fenomena yang terjadi pada putaran yang diberikan defleksi paling besar dan
mengetahui besarnya sehingga bisa dihindari dalam operasi suatu system.
Kelompok V 29
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelompok V 30
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
Massa yang bergetar secara vertical mempunyai frekuansi yang sama seperti
massa yang bergetar secara horizontal, dengan osilasi yang terjadi disekitar posisi
keseimbangan
c. Olakan Poros
Akan dibahas olakan poros untuk mengilustrasikan mengapa poros-
poros mebunjukkan lendutan yang sangat besar pada suatu kecepatan dari
operasi, meskipun poros dapat berputar secara mulus pada kecepatan-
kecepatan yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Gambar dibawah menunjukkan sebuah poros dengan panjang L cm
ditumpu oleh bantalan pada ujung-ujungnya, sebuah piringan yang
dipandang sebagai sebuah massa terpusat dan beratnya W Newton, aksi
giroskop dari massa akan diabaikan, dan selanjutnya akan diasuksikan poros
bergerak melalui sebuah kopling yang bekerja tanpa menahan lendutan
poros. Poros dipandang vertical sehingga gravitasi dapat diabaikan,
Kelompok V 31
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
meskipun hasil-hasil yang didapatkan akan sama apakah poros vertikal atau
horizontal.
Apabila titik berat dari massa ada disumbu punter, maka tidak akan ada
ketakseimbangan macam apapun yang dapt menyebabkan poros berputar
disuatu sumbu lain diluar sumbu poros. Namun dalam prakteknya, kondisi
semacam ini tidak dapat dicapai, dan titik berat piringan ada disuatu jarak e
yang boleh dikatakan kecil, dari pusat geometri piringan. Dengan titik berat
yang diluar sumbu putar atau sumbu bantalan, terdapat suatu gaya inersia
yang mengakibatkan poros melendut, dimana lendutan pusat poros
dinyatakan dengan r pada gambar dibawah :
Kelompok V 32
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
Pusat geometri dari piringan , O adalah sama dengan pusat poros pada
piringan. Ketika poros berputar, titik tinggi T akan berputar terhadap sumbu
bantalan S. Gaya inersia piringan diseimbangkan oleh apa yang dapat
disebut dengan gaya pegas dari poros ketika poros berputar. Gaya inersia,
untuk sebuah massa yang berpuatr terhadap satu pusat tetap, adalah :
W
( r + e)ω2
g
Gaya pegas dari poros dapat dinyatakan dengan Kr, dimana k adalah
laju pegas poros, yakni gaya yang diperlukan per cm lendutan poros pada
piringan. Dengan menyamakan jumlah gaya-gaya pada gambar dengan nol,
dengan termasuk gaya inersia, maka didapatkan
W
( r + e)ω2 − kr = 0
g
Khusus untuk poros yang sedang dibahas ini, kecepatan kritis dapat
dinyatakan dengan
Kelompok V 33
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
6 PLEI g
ω= .rad / det
ab ( L2 − a 2 − b 2 ) W
Kelompok V 34
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
pada suatu kecepatan yang tidak jauh dari kecepatan yang dihitung dengan
tanpa gesekan. Juga, harga r/e pada kecepatan-kecepatan yang agak jauh dari
kecepatan olakan tidak terlalu banyak berbeda dengan atau tanpa gesekan.
Dalam praktek, biasanya gesekan diabaikan dan kecepatan olakan
dihitung dengan tanpa gesekan, dengan kesalahan yang sangat kecil.
BAB III
METODOLOGI
Kelompok V 35
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
motor kopling
poros rotor
3.2. Prosedur
3.3. Asumsi-asumsi
1. Percepatan Gravitasi 9,81 m/s2
BAB IV
Kelompok V 36
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
PENGOLAHAN DATA
p *l 3 24 .53 × (1000 ) 3
δ= = = 2.6027 mm
48 * EI 48 ×193000 ×1017 .36
F 24 .53 N
k= = = 9424.8 N/m
δ 2.6027 ×10 −3 m
60 k
Nc teoritis =
2π m
60 9424 .8
=
2 ×3.14 2.5
= 586.621 rpm
Kelompok V 37
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
= 24.53 N
πd 4 3.14 ×(12 ) 4 25434
I= = = = 1017.36
64 64 25
p * a *b 2 2 2
δ= (L -a -b )
6 * EIL
24 .53 ×300 ×700
= ((1000)2 - (300)2 – (700)2)
6 ×193000 ×1017 .36 ×1000
= 1.8365 mm
F 24 .53 N
k= = = 13356.9 N/m
δ 1.8365 ×10 −3 m
60 k
Nc teoritis =
2π m
60 13356 .9
=
2 ×3.14 2 .5
= 698.35 rpm
60 13356 .9
=
2 ×3.14 2 .5
= 698.35 rpm
Kelompok V 38
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
Kelompok V 39
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
3
2.5
Defleksi (mm)
2 pengijian 1,4,7
1.5 pengujian 2,5,8
1 pengujian 3,6,9
0.5
0
300:700 500:500 700:300
Posisi Rotor (mm)
1600
Nc Percobaan (rpm)
1400
1200
1000 pengujian 1,4,7
800 pengujian 2,5,8
600 pengujian 3,6,9
400
200
0
300:700 500:500 700:300
Posisi Rotor (mm)
Kelompok V 40
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
700
Pengujian 1,4,7
650
Pengujian 2,5,8
600
Pengujian 3,6,9
550
500
300:700 500:500 700:300
Posisi Rotor (mm)
Kelompok V 41
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
F
- k=
δ
- δ = defleksi
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa posisi rotor mempengaruhi
kekakuan poros yaitu posisi rotor dapat mempengaruhi defleksi poros. Jadi
untuk posisi rotor yang berbeda memiliki nilai defleksi yang berbeda pula.
Pada percobaan ini diambil tiga posisi rotor yaitu :
rotor
a b
Dan dicoba tiga kali
1 mpercobaan untuk satu posisi. Pada percobaan kami
didapat kecepatan untuk putaran kritis maksimum adalah pada kecepatan 1366
rpm pada a=300 mm dan b=700 mm. dan untuk putaran kritis minimum
adalah pada kecepatan 1010 rpm pada a=500 mm dan b=500 mm. pada
putaran kritis teoritis kami mendapatkan :
- Untuk a = 500 mm b = 500 mm
δ = 2,6027 mm
Nc teoritis = 586,621
- Untuk a = 300 mm b = 700 mm
δ = 1,8365 mm
Nc teoritis = 698,35
- Untuk a = 700 mm b = 300 mm
δ = 1,8365 mm
Nc teoritis = 586,621
Pada putaran kritis teoritis kami dapatkan bahwa nilai kecepatan kritis
yang terbesar adalah pada a = 300 mm, b = 700 mm dan a = 700 mm, b = 300
mm. Jadi nilai kecepatan teoritis semakin besar bila posisi rotor semakin jauh
dari posisi tengahnya, ini disebabkan karena bila posisi rotor tak ditengah
maka defleksi akan semakin besar dan putaran semakin tak imbang.
Untuk lebih jelasnya, dari hasil perhitungan kami mendapatkan beberapa
perbandingan grafik diantaranya :
a. Grafik posisi rotor dan defleksi
Kelompok V 42
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
Kelompok V 43
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
- Frekuensi pribadi pada pembebanan yang jauh dari frekuensi pribadi pada
pembebanan pada tengah-tengah batang
- Putaran kritis maksimum terjadi pada saat rotor berada pada posisi terjauh
dari rotor
- Defleksi maksimum terjadi pada saat rotor berada pada posisi terjauh dari
motor dan tumpuan
- Kekakuan maksimum terjadi pada saat pembebanan terletak di dekat motor
5.2. Saran
- Perhatikan motor apabila sudah sampai pada putaran kritis, jangan terlalu
lama perputaran tersebut terjadi karena akan menyebabkan alat jadi rusak
- Amati hasil yang ditunjukan oleh alat ukur dengan teliti sehingga hasil yang
diperoleh akurat
Kelompok V 44
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
DAFTAR PUSTAKA
Team Asisten LKM. 2008. Panduan Praktikum Fenomena Dasar Mesin Bid.
Konstruksi Mesin dan Perancangan. Jurusan Mesin FT-UA : Padang
William T. Thomsun. 1998. Thori of Vibration with Application Practice. Hall int :
London
Kelompok V 45
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
TUGAS
1. Putaran Kritis
Wm = Wp Wm = W motor
Wp = Frekuensi Pribadi
2πn k
= 600 = sudut kecepatan pada motor
60 m k = kekakuan
60 k m = massa
nc =
2π m
2. Frekuensi Pribadi
Frekuensi yang dimiliki oleh suatu sistem atau benda dimana benda
tersebut mempunyai kekakuan dan massa baik pada waktu diam
ataupun bergerak.
F F = m*g
K=
δ δ = defleksi
F
m= g
k
frekuensi pribadi Wn =
m
Kelompok V 46
Laporan akhir fenomena dasar mesin Putaran Kritis
Kelompok V 47