Anda di halaman 1dari 31

KESIAPAN MASYARAKAT

DI ERA INFORMASI

Tatang A Taufik

1. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi atau


telematika, termasuk komputer, diakui sebagai salah satu “lompatan
teknologi” yang telah mempengaruhi kehidupan masyarakat yang
saat ini memasuki tahap awal era baru yang kadang disebut dunia
berjaringan (networked world) dan menjadi salah satu kunci
perkembangan masa depan.
Kesiapan manusia/masyarakat dalam memasuki era informasi
menjadi salah satu perhatian banyak pihak, khususnya para
pembuat kebijakan, karena beragam konsekuensi/implikasi yang
bisa muncul dari perkembangan ini. Jika beberapa waktu lampau
“kemampuan membaca” merupakan kemampuan dasar yang
penting bagi kemajuan masyakat, maka hal ini dinilai sebagai ukuran
yang tak lagi memadai. Kemampuan dalam memanfaatkan komputer
merupakan salah satu indikator yang kini dinilai makin penting. Tentu
ini saja juga tak cukup. Beragam faktor lain yang dinilai akan
mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam menghadapi tantangan
dan peluang yang berkembang dinamis.
Kesiapan masyarakat dalam konteks perkembangan
telematika dinilai sebagai salah satu isu pembangunan yang sangat
penting mengingat implikasinya kepada kesejahteraan masyarakat,
baik secara langsung maupun tidak. Kesiapan masyarakat pada
gilirannya akan terrefleksikan pada bagaimana ia mempersepsikan,

139
menyikapi, dan bertindak atas peluang dan tantangan dari kemajuan
telematika dan dinamika perubahan penting lainnya.
Upaya untuk mengkaji kesiapan masyarakat dalam konteks ini
(sering disebut e-readiness) telah dilakukan oleh beberapa pihak.
Tulisan ini membahas secara singkat beberapa analisis tentang
bagaimana kesiapan Indonesia dalam konteks perkembangan
telematika tersebut.

2. “KESIAPAN”

Istilah e-readiness didefinisikan cukup beragam. Tanpa


maksud menentukan arti yang paling benar, berikut beberapa
definisi yang digunakan dalam bererapa dokumen kajian yang
berbeda.
E-readiness mempunyai arti seberapa siap suatu
masyarakat/komunitas atau perekonomian memanfaatkan teknologi
informasi atau perniagaan elektronik. 1 E-readiness juga mencakup
kesiapan secara luas beragam komponen masyarakat, termasuk
sumber daya manusia, kepemimpinan, lembaga, kebijakan, regulasi,
peraturan perundangan lain, iklim bisnis, investasi dan kemitraan.
E-readiness pada dasarnya adalah tingkat di mana suatu
masyarakat siap berpartisipasi dalam dunia berjaringan (the
Networked World). 2 Hal ini umumnya dinilai dari kemajuan
masyarakat di bidang yang sangat penting bagi adopsi telematika
(ICT) dan aplikasi terpenting dari telematika. Gambar yang diperoleh
lebih merupakan potret sesaat (snapshot) potensi suatu masyarakat.

1
Lihat misalnya Bridges.org (how ready a society or economy is to benefit from
information technology and electronic commerce);
2
Readiness is the degree to which a community is prepared to participate in the
Networked World. It is gauged by assessing a community's relative advancement
in the areas that are most critical for ICT adoption and the most important
applications of ICTs (lihat http://www.readinessguide.org/readiness.html).

140 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Dalam analisis EIU (2002), e-readiness diartikan sebagai


tingkat sejauh mana lingkungan bisnis suatu negara kondusif bagi
peluang komersial berbasis internet.
Beberapa pengertian di atas menunjukkan perspektif dan
metodologi pengkajian yang yang tidak persis sama. Seperti juga
diilustrasikan pada Gambar 1, perhatian atas e-readiness dalam
konteks perkembangan isu telematika dan pembangunan
berkembang dari waktu ke waktu.
Selain itu, bagaimanapun setiap masyarakat/negara
menghadapi persoalan masing-masing yang tak persis sama.
Karenanya, seperti diungkapkan dalam Readiness for the Networked
World (www.ereadinessguide.org), e-readiness pada dasarnya perlu
diartikan sesuai dengan konteks pembangunan politik, sosial dan
ekonomi negara yang bersangkutan.

Konsep dengan perkembangan fokus dari waktu ke waktu

Missing Link Global Information Digital Divide


(Maitland Report) Infrastructure
Kepentingan relatif isu telematika

Pemberdayaan
(Empowerment)
dari waktu ke waktu

Pengetahuan

Content

Aplikasi

Aspek Regulasi
Infrastruktur

1985 1988 1991 1994 1997 2000 2003

Waktu
Sumber: Diadopsi dari Lanvin (2002).

Gambar 1 Perkembangan Isu yang Terkait


dengan Telematika dan Pembangunan.

P2KT PUDPKM
DB PKT
141
3. TINJAUAN METODOLOGI

Seperti telah disampaikan, harus diakui bahwa setiap


masyarakat/negara menghadapi tantangan dan peluang yang
berbeda. Karenanya, penyikapan atas kesiapan dan strategi serta
langkah-langkah yang perlu diambil dalam memperbaiki/
meningkatkan kesiapan masyarakat pun perlu dirancang sesuai
dengan konteks masyarakat/negara yang bersangkutan. 3 Hanya
sekedar menggunakan strategi dari negara lain yang berhasil tidak
menjamin akan memberikan keberhasilan yang sama, kecuali
konteks sosio-demografis dan lingkungannya serupa, dan nilai serta
budayanya ekuivalen.
Di antara yang membahas isu e-readiness, setidaknya dua
sumber kepustakaan menyajikan bahasan yang dapat menjadi
rujukan bagi upaya perbandingan internasional dan perumusan
strategi tindak lanjut, yaitu: GeoSINC International (2002a) melalui
publikasinya berjudul “e-Readiness Guide for Developing Countries:
How to Develop and Implement a National e-Readiness Action Plan”
dan Bridges.org (2002) dengan publikasinya berjudul “E-readiness
Assessment: Who is Doing What and Where” (lihat Daftar
Kepustakaan).
Dalam publikasi GeoSINC International (2002a) tersebut
diungkapkan saran tentang pendekatan e-readiness: bagaimana
kajian dilakukan, hingga perumusan strategi dan rencana tindak
(Gambar 2).
Dalam kaitan ini, ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi
pendekatan strategik suatu negara (Gambar 3), yaitu:
1. Konsep e-Readiness yang berlaku sebelum proses
dimulai akan berdampak pada ketentuan time e-readiness
dan pemilihan metodologi. Konsep ini sejalan dengan
nilai-nilai setempat dan strategi pertumbuhan sosial-
ekonomi nasional;

3
GeoSINC International (2002a): each country needs to tailor the e-Readiness
targets and the National Strategy to address most effectively its specific needs,
opportunities, goals and resources.

142 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

KAJIAN STRATEGI RENCANA TINDAK

Mengukur tingkat Menyajikan langkah yang Jelaskan proyek spesifik


penetrasi ICT dipilih (program dan yang berkaitan dengan
sehubungan dengan tindakan) berdasarkan ICT yang dirancang
Dilakukan
Apa yang

partisipasi masyarakat ICT untuk mencapai untuk mencapai


dalam digital economy tujuan komprehensif: tujuan spesifik
dan penciptaan Terkait dengan prioritas dan memberikan cara
masyarakat yang lebih pemerintah untuk mengukur
baik kemajuan

Menyusun tindakan yang


Mengumpulkan dan
dikehendaki dalam
menganalisis fakta untuk Mengidentifikasi hubungan
kesatuan yang koheren di
menentukan tingkat e- antara proyek dengan
bawah
readiness relatif terhadap langkah-langkah yang
garis yang terarah untuk
standar internasional dan akan diselesaikan,
memberikan lintasan
mengidentifikasi prioritas dan urutannya
tindakan yang jelas menuju
kelemahan-kelemahan
kemajuan
Bagaimana?

Mengidentifikasi kapasitas Menyusun upaya-upaya


Menyajikan posisi relatif
kelembagaan, swasta, umum dengan
sehubungan dengan
dan sosial mana mendorong kapasitas
awareness, pengetahuan
yang dapat dihimpun kepemimpinan
dan kapasitas. Hal ini
untuk mencapai dan kelembagaan
mengidentifikasi
tujuan dan yang mana sektoral
kapabilitas.
yang perlu diperkuat dan masyarakat

Menentukan mekanisme
Mengidentifikasi tingkat dari dan mengidentifikasi
Menunjukkan peluang
aktivitas yang terkait proyek-proyek
dan aktivitas
dengan ICT sehubungan yang paling mungkin
berprioritas tinggi
dengan teknologi dan untuk membangun
untuk
dalam beragam bidang dengan cepat
pembangunan atau
masyarakat. di atas kekuatan dan
perkuatan sosial
Hal ini mengidentifikasi memungkinkan perbaikan
berkaitan dengan teknologi
peluang. yang besar dan
berkelanjutan

Sumber: Diadopsi dari GeoSINC International (2002a).

Gambar 2 Hubungan antara Laporan Kajian,


Strategi dan Rencana Tindak.

P2KT PUDPKM
DB PKT
143
Konsep E- Readiness
yang sejalan dengan
strategi pertumbuhan
nasional
Tingkat
Nilai-nilai dan Pembangunan,
budaya setempat Sumber daya,
Kapasitas

Pendekatan
Strategik

Kecenderungan
Global dan Pelibatan
Situasi Regional Stakeholders

Pilihan-pilihan
Strategik
Strategic
Choices

Strategi e-Readiness
Nasional

Sumber: Diadopsi dari GeoSINC International (2002a).

Gambar 3 Faktor-faktor Utama yang Berkontribusi kepada


Pendekatan e-Readiness Nasional.

2. Nilai-nilai dan budaya setempat (local values and culture).


Seperti juga dikutip GeoSINC Internasional (2002a),
beberapa studi dari Asia 4 dan Afrika 5 mengilustrasikan
bagaimana konsep-konsep nilai dan budaya tersebut
berbeda dengan yang berlaku di negara-negara barat.
Teknologi itu sendiri tak dapat mengubah praktek-praktek
dan aturan/kebiasaan yang berlaku seketika. Trnasisi

4
Pradhan dan Metcalfe (2001).
5
Mungai (2002).

144 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

poerubahan organisasional, khususnya dalam


administrasi pemerintahan dan sumber daya peningkatan
kapasitas harus menjadi bagian integral dari rencana
tindak strategik;
3. Tingkat pembangunan, sumber daya yang tersedia, dan
kapasitas dalam bidang-bidang strategik, sebagaimana
dievaluasi dalam kajian e-readiness;
4. Keterlibatan stakeholder sehubungan dengan ICT dan
proyek-proyek Strategi Nasional;
5. Kecenderungan-kecenderungan global dan penentuan
posisi strategik di antara negara-negara tetangga.

Beragam pengalaman negara-negara berkembang 6


menunjukkan bahwa Strategi E-Readiness Nasional dikembangkan
menurut dua pendekatan yang berbeda, yaitu (Gambar 4):
ICT dipandang sebagai “sektor produksi,” dan strategi e-
readiness nasional dimaksudkan untuk mengembangkan atau
memperkuat industri-industri yang terkait dengan ICT;
ICT dipandang sebagai “alat yang memungkinkan
pembangunan sosial ekonomi” (enabler of socio-economic
development) dan strategi e-readiness nasional memanfaatkan
ICT untuk mendongkrak kebijakan-kebijakan pembangunan.

Tidak semua negara mungkin sesuai dan memperoleh


manfaat besar dari strategi yang memfokuskan pada ICT sebagai
sektor ekonomi. Walaupun begitu, setiap negara pada dasarnya
dapat memperoleh manfaat dari strategi e-readiness dengan
memanfaatkan ICT sebagai enabler dalam pembangunan.
Model dan alat analisis dalam kajian e-readiness pun beragam
dari yang lebih berfokus pada e-economy dan yang lebih berfokus

6
Digital Opportunity Initiative, 2001. www.opt-init.org/framework.html

P2KT PUDPKM
DB PKT
145
pada e-society, walaupun kedua pendekatan tersebut sebenarnya
bukan merupakan dua pendekatan yang bersifat mutually exclusive.
Beberapa studi internasional tentang kesiapan masyarakat
telah dilakukan. Untuk Indonesia, studi yang disusun oleh EIU, IDC,
KAM, MI, M-N, ITU (P), dan USAID, merupakan di antara prakarsa
penting membahas isu ini. Gambaran singkat studi tersebut adalah
seprti ditunjukkan pada Tabel 5 berikut. Hasil studi tersebut dibahas
secara singkat.

Pendekatan Strategik

ICT sebagai ICT sebagai Enabler


Sektor Produksi Pembangunan
Social-Ekonomi

Pilihan Strategi
yang bersifat
Non mutually exclusive

Kapasitas
Fokus
Fokus Pasar Nasional dan Fokus Tujuan
Positioning
Ekspor Fokus Pasar Pembangunan
Global
Domestik

Strategi ICT Nasional

Sumber: Diadopsi dari Digital Opportunity Initiatives (2001).

Gambar 4 Tipologi Peran ICT dalam Strategi Nasional.

146 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Tabel 5 Beberapa Kajian Kesiapan Masyarakat (E-Readiness).

Prakarsa dan Penjelasan Singkat


EIU
Penyusun: the Economist Intelligence Unit and Pyramid Research
Sumber: http://www.ebusinessforum.com/index.asp?
layout=rich_story&doc_id=367
&country_id=VN&channelid=6&categoryid=20&title=Introducing+
the+EIU%27s+e%2Dbusiness%2Dreadiness+rankings+World
Keterangan: Rangking statistik berdasarkan the EIU’s business
environment rankings, yang mencakup 70 indikator terpisah dan
Pyramid’s connectivity scores. Kategori untuk perangkingan dan
bobotnya adalah: Connectivity (30%), Business environment (20%), E-
commerce consumer and business adoption (20%), Legal and
regulatory environment (15%), Supporting e-services (10%), Social and
cultural infrastructure (5%).
IDC
Penyusun: World Times / IDC's Information Society Index
Sumber:
http://www.worldpaper.com/2001/jan01/ISI/2001%20Information%20
Society%20Ranking.html
Keterangan: Rangking statistik dari 55 negara berdasarakn 23
indikator penggunaan PC, Internet, dan non-computer information
technologies (radio, TV), di pemerintah, dunai usaha, rumah dan
sekolah. Juga mencakup variabel pendaftaran sekolah dasar dan
kebebasan masyarakat.
KAM
Penyusun: World Bank, Knowledge Assessment Matrix
Sumber: http://www1.worldbank.org/gdln/kam.htm
Keterangan: Merupakan kajian statistik detail tentang kesiapan suatu
negara dalam ekonomi dan masyarakat infornmasi, dengan
menggunakan 61 ukuran “rejim ekonomi dan kelembagaan” (the
economic and institutional regime), "penduduk terdidik dan terampil”
(educated and skilled population), '”infrastruktur informasi dinamis
(dynamic information infrastructure), dan “sistem inovasi perusahaan,
pusat-pusat litbang, perguruan tinggi dan konsultan" yang efisien
(efficient innovation system of firms, research centers, universities,
consultants).

P2KT PUDPKM
DB PKT
147
Tabel 5 Beberapa Kajian Kesiapan Masyarakat (E-Readiness)
(lanjutan).

Prakarsa dan Penjelasan Singkat


MI
Penyusun: McConnell International and the World Information
Technology and Services Alliance (WITSA)
Sumber:
http://www.mcconnellinternational.com/ereadiness/default.cfm.
Keterangan: Setiap negara dinilai atas lima kategori termasuk
infrastruktur dan akses, kebijakan pemerintah, pendidikan ICT, dan
iklim bisnis, berdasarkan skala satu hingga tiga (“biru,” “jingga,”
“merah”), dan selanjutnya analisis dan rekomendasi juga disajikan.
M-N
Penyusun: Metric-Net E-Economy Index
Sumber: http://www.metricnet.com/specials/GNEImain.html
Keterangan: Disajikan statistik atas sofistikasi/kecanggihan dan
kekuatan teknologi dengan menggunakan ukuran “Knowledge Jobs,”
"Globalisasi", "Economic Dynamism and Competition", "Transformasi
kepada Digital Economy" dan "Kapasitas Inovasi teknologi
(Technological Innovation Capacity)."
ITU
Penyusun: International Telecommunications Union's Internet Country
Case Studies
Sumber: http://www.itu.int/ITU-D/ict/cs/
Keterangan: Studi kasus yang sangat detail tentang infrastruktur ICT,
penggunaan ICT, kerangka hukum dan peraturan (legal and regulatory
framework), serta lingkungan makro ekonomi dan bisnis setempat/lokal
negara sasaran. Hal ini mencakup rangking statistik berdasarkan
Mosaic's methodology, dan rekomendasi yang luas.

148 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Tabel 5 Beberapa Kajian Kesiapan Masyarakat (E-Readiness)


(lanjutan).

Prakarsa dan Penjelasan Singkat


USAID
Penyusun: U.S. Agency for International Development
Sumber: Central and Eastern Europe reports dapat diakses di:
http://www.usaid.gov/regions/europe_eurasia/eeresources.html#IT
Laporan lain juga dapat diperoleh melalui:
http://www.usaid.gov/regions/
Keterangan: Studi kasus yang cukup detail (level negara) dengan
menggunakan kerangka 4P, yaitu "Pipes (Access), Public Sector
(Government Policies, E-Government), Private Sector (Usage), People
(Training), serta program pengembangan yang berjalan (existing
development program)s", dengan rincian rencan tindak yang dinilai
perlu untuk dilaksanakan oleh setiap masing-masing di masa datang.

Sumber: http://www.bridges.org/ereadiness/tables.html#about;
http://www.ebusinessforum.com/i dan beberapa sumber lain.

4. KESIAPAN MASYARAKAT

A. Hasil Kajian EIU


Riset dari The Economist Intelligence Unit/Pyramid Research
e-readiness rankings mengungkapkan hasil temuannya (lihat
http://www.ebusinessforum.com/). Secara umum mereka
mengelompokkan 60 negara yang dievaluasi ke dalam 4 (empat)
kelompok sebagai berikut:
E-business leaders
Adalah negara-negara yang memiliki hampir seluruh elemen e-
readiness, walaupun masih terdapat beberapa kekhawatiran
tentang isu peraturan perundangan.

P2KT PUDPKM
DB PKT
149
E-business contenders
Adalah negara-negara yang mempunyai infrastruktur memadai
dan lingkungan bisnis yang baik. Akan tetapi, beberapa bagian
dari e-business masih belum/kurang berkembang.
E-business followers
Negara-negara ini (bagian terbesar dalam rangking yang
dilakukan) mulai menciptakan lingkungan yang kondusif bagi e-
business, namun masih harus bekerja lebih keras lagi.
E-business laggards
Negara-negara ini mempunyai resiko karena terbelakang, dan
menghadapi hambatan bagi pertumbuhan e-business, terutama
menyangkut konektivitas.

Dalam evaluasinya, Indonesia memperoleh e-readiness score


sebesar 3,16 dengan rangking ke 54 dari 60 negara yang dinilai
(termasuk kategori E-business laggards).

B. Hasil Kajian IDC


Dalam risetnya, IDC (2001) mengungkapkan pengelompokan
sebanyak 150 negara ke dalam 4 (empat) kelompok sebagai berikut
(lihat misalnya http://www.worldpaper.com/2001/jan01/ISI/
2001%20Information%20Society%20Ranking.html):
SKATERS (ISI score di atas 3,500): Negara yang mempunyai
posisi kuat untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya
revolusi informasi karena kemajuan infrastruktur informasi,
komputer, internet, dan sosial.
STRIDERS (ISI score di atas 2,000): negara ini ke arah era
informasi dengan memiliki sebagain besar infrastruktur yang
dibutuhkan telah tersedia/berkembang.
SPRINTERS (ISI score di atas 1,000): Negara ini bergerak maju
secara cepat namun masih harus mengubah prioritas karena
tekanan ekonomi, sosial dan politik.

150 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

STROLLERS (ISI score di bawah 1,000): Negara-negara ini


bergerak maju tapi tidak konsisten, seringkali karena
keterbatasan sumber daya keuangan yang harus
dipertimbangkan bagi penduduknya yang besar.

Dalam riset IDC ini, Indonesia menempati rangking ke-53


dengan nilai 1172 (kelompok Sprinter).

C. Hasil Kajian KAM


Lembaga Bank Dunia (the World Bank Institute) telah
merancang program baru yang disebut Knowledge for Development
(K4D), yang perannya adalah membantu negara-negara anggota
mencapai tujuan memanfaatkan revolusi dalam pengetahuan untuk
mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan
berkelanjutan, yang tentunya juga mendukung agenda pengetahuan
dan pembelajaran Bank Dunia.
Program ini terdiri atas empat komponen utama, yaitu:
Course/Policy Forum yang mempersiapkan peserta
mengatasi isu-isu kunci dalam menggunakan
pengetahuan secara efektif, dan menyediakan suatu
metodologi pengkajian pengetahuan untuk mengkaji
kesiapan negara masing-masing bagi ekonomi
pengetahuan.
Policy Services yang membantu negara anggota
mengembangkan strategi pengetahuan yang kongkrit
untuk ekonomi secara keseluruhan ataupun dalam
sektor-sektor spesifik. Karya terbaru yang dihasilkan
termasuk laporan tentang China and the Knowledge
Economy: Seizing the 21st Century dan Korea and the
Knowledge-based Economy: Making the Transition.
TechNet, yang merupakan kelompok tematik Bank Dunia
tentang iptek untuk pembangunan yang berperan sebagai
clearinghouse dan jaringan bagi para profesional.

P2KT PUDPKM
DB PKT
151
Knowledge Economy Tools yang membantu negara-
negara melakukan benchmark masing-masing negaranya
terhadap negara tetangga, pesaing, ataupun negara
lainnya yang diharapkan dapat dicontoh. Salah satu
alatnya adalah yang disebut Knowledge Assessment
Methodology (KAM).

Dalam publikasinya, Bank Dunia (World Bank, Knowledge


Assessment Matrix) menyajikan alat interaktif untuk mengevaluasi
kinerja suatu negara dalam berbagai dimensi, termasuk yang terkait
dengan ICT (lihat http://www1.worldbank.org/gdln/kam.htm).
Tabel 6 dan Gambar 5 mengilustrasikan hasil perhitungan
bagaimana dunia ICT Indonesia berdasarkan 14 variabel ICT yang
digunakan oleh Bank Dunia dalam model ini.

Tabel 6 Variabel untuk ICT.


[ln] Telephone per 1000 people 1999 [ln] Telephone per 1,000 people,
(telephone mainlines+mobile phones) 1999 (2000 ITU) [t2] Indonesia =
2000 ITU [t1] Indonesia = 3.89 3.45
[ln] Mobile phones per 1,000 people, [ln] Computers per 1,000 persons
1999 (2000 ITU) [t3] Indonesia = 2.85 1999 (2000 ITU) [t4] Indonesia =
2.21
[ln] TV Sets per 1,000 people, 1999 [ln] Radios per 1,000 people, 1999
(2001 WDI) [t5] Indonesia = 4.96 (2001 WDI) [t6] Indonesia = 5.06
[ln] Daily newspapers per 1,000 Investment in telecom as % of
people, 1996 (2001 WDI) [t7] GDP 1998 (2001 IMD) [t8]
Indonesia = 3.18 Indonesia = 0.52
Rating of computer processing power [ln] Internet hosts per 10,000
as % of total worldwide MIPS 1998 people, 2000, (2001 ITU) [t10]
(2001 IMD) [t9] Indonesia = 0.42 Indonesia = 0.77
International telecommunications, cost Information Society Index (IDC)
of call to US ($/3 min) 1999 (2001 2000 [t12] Indonesia = 52.00
WDI) [t11] Indonesia = 4.20
E-Government ( 2001 WEF ) [t13] ICT Expenditure as % of GDP
Indonesia = 2.00 1999 (2001 WDI) [t14 ] Indonesia =
1.39

Sumber http://www1.worldbank.org/

152 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

[ln] Koran per 10,000 orang


10 Investasi dlm telekomunikasi
[ln] Radio per 1000 orang
sbg % PDB
Rating kemampuan
[ln] TV per 1,000 orang
pemrosesan komputer
5
[ln] Internet hosts per 10.000
[ln] Komputer per 1000 orang
orang
0
[ln] Mobile phone per 1,000
Biaya panggilan internasional
people

[ln] Telepon per 1,000 people Indeks Masyarakat Informasi


[ln] Telepon per 1000
E-Gov (2001 WEF)
(mainlines + mobile)
Anggaran ICT sbg % PDB

Gambar 5 Kondisi Umum ICT Indonesia.

D. Hasil Kajian MI
McConnel International (MI) bekerja sama dengan the World
Information Technology and Services Alliance/WITSA (MI, 2001)
mengukur status dan kemajuan dalam lima bidang, yaitu
1. Connectivity
2. E-Leadership
3. Information Security
4. Human Capital
5. E-Business Climate.

Dari analisisnya (lihat http://www.mcconnellinternational.com/


ereadiness/default.cfm), MI menilai “warna merah” bagi seluruh lima
dimensi bagi Indonesia. Ini berarti bahwa perbaikan yang substansial
dibutuhkan dalam membangun kondisi yang diperlukan untuk
mendukung e-business dan e-government di Indonesia.

P2KT PUDPKM
DB PKT
153
E. Hasil Kajian M-N
MetricNet.Com menelaah e-readiness bagi 47 negara (tahun
2000), 53 negara (2001) dan 49 negara (2002) dan menyusun 2000
Global New E-Economy Index/GNEI (tahun 2000) serta Global
Technology Index/GTI (tahun 2002) yang mencakup (lihat Rubin,
2002; Rubin, et al., 2000):
Knowledge Jobs,
Globalization,
Economic Dynamism and Competition,
Transformation to a Digital Economy, dan
Technological Innovation Capacity.

Secara keseluruhan, Indonesia menempati posisi terakhir (49)


pada tahun 2002, menurun dari posisi 37 di tahun 2001.

F. Hasil Kajian ITU


Dalam hasil kajian studi kasus negara yang dilakukan oleh
International Telecommunication Union/ITU (Minges, 2002, 2001;
Gray dan Minges, 2001), diungkapkan bagaimana perkembangan
teknologi dan industri telematika, khususnya internet, di Indonesia.
Selain itu, studi kasus ini antara lain mengungkapkan
kesiapan dalam hal internet di Indonesia (Minges, 2002) dengan
menggunakan metodologi yang dikembangkan Mosaic Group (lihat
antara lain misalnya Wolcott, et al., 2001; dan The Mosaic Group di
http://www.agsd.com/gdi97/gdi97.html).
Nampak bahwa di antara kelemahan utama terletak pada
sectoral absorption (yang menunjukkan tingkat penggunaan internet
di bidang pendidikan, komersial, kesehatan, dan pemerintah/sektor
publik), sophistication of use (yang mengindikasikan karakteristik
pemanfaatan), dan connectivity infrastructure (ukuran berdasarkan
backbone bandwidth internasional maupun di dalam negara,
exchange points, dan last-mile access methods).

154 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Pervasiveness
4
3
Sofistikasi Penggunaan 2 Sebaran Geografis

1
0

Infrastruktur
Absorpsi Sektoral
Organisasional

Infrastruktur Konektivitas

Sumber: Minges (2002) ~ ITU Diadopsi dari Mosaic Group Methodology.

Gambar 6 Status Internet di Indonesia.

G. Hasil Kajian USAID


Pemerintah Amerika Serikat (White House) mensponsori
Internet for Economic Development (IED) Initiative. Parakarsa ini
pada mulanya mencakup 10 negara yang selanjutnya diperluas
menjadi 20. Indonesia dimasukkan sekitar pertengahan 2000 atas
permintaan the Asia Near East (ANE) Bureau. The ANE Bureau
menggunakan pendekatan “4 P” bagi keberhasilan Internet
Deployment, yaitu: (1) Policy, (2) Pipes, (3) Private Sector, dan (4)
People:
1. Policy – Membuka pintu melalui reformasi kebijakan (policy)
untuk mengijinkan pengenalan dan pertumbuhan ICT,
mengurangi hambatan atas konektivitas yang terbuka, dan
memastikan bahwa e-commerce global dapat berlangsung
dalam pola yang terbuka dan transparan.

P2KT PUDPKM
DB PKT
155
2. Pipes – Mendemonstrasikan keefektifan perangkat keras dan
lunak yang sesuai dengan menggunakan teknologi terbaru
seperti wireless, high speed data transfer, kapabilitas secure
transaction, memperluas Internet ke daerah yang kurang
terlayani, dan bekerja dengan para Penyedia Jasa Internet
(Internet Service Provider) swasta untuk menawarkan beragam
layanan kepada klien.
3. Private Sector – Memastikan sektor swasta (private sector)
“dapat meakukan apa yang harus dilakukan untuk berhasil (can
do what it needs to do to be successful).” Hal ini mencakup
kombinasi preformasi kebijakan (“Policy”) dan perbaikan saluran
(“Pipes”) dengan memastikan kememadaian teknisi yang terlatih
untuk mendukung industri ICT yang berkembang.
4. People – Mengimplementasikan pendekatan baru dalam
pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan melalui
alat (tool) Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hal ini sangat
penting bagi keberhasilan program yang digunakan oleh mitra
USAID dalam penggunaan Internet dan ICT lainnya sebagai alat
pembangunan.

Sasaran program TIK ini adalah agar seluruh misi ANE


Bureau mendorong satu atau lebih elemen P tersebut dalam portfolio
pembangunan.
Partnership for Economic Growth (PEG) Project - USAID
(PEG-USAID) mengkaji ICT di Indonesia dengan mendasarkan pada
kerangka Asia and the Near East Bureau (ANE Bureau) yang
menggunakan empat “P”, yaitu policies, pipes, private sector, dan
people (Owen, et al., 2001).
Hampir serupa dengan kajian ITU (Minges, 2002), laporan ini
merupakan hasil kajian komprehensif berdasarkan empat dimensi
tersebut atas perkembangan ICT di Indonesia. Program yang
dikembangkan dilakukan dengan misi untuk mendorong portfolio
pengembangan satu atau lebih dari keempat dimensi tersebut. Studi
ini menyampaikan 16 butir rekomendasi umum, yang secara singkat
adalah seperti berikut:

156 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

1. Kampanye awareness dan edukasi/pendidikan bagi pegawai


pemerintah dan legislatif;
2. Perlunya Independent Telecommunications Regulator Body;
3. Pembentukan dan pemberdayaan entitas pengarah/
pengkoordinasi ICT tingkat nasional yang baru;
4. Manajemen spektrum frekuensi;
5. Formulasi kebijakan e-commerce;
6. Pembentukan subkomisi tentang perubahan perundangan e-
commerce;
7. Perubahan perundangan dan legislative drafting;
8. Perkuatan penegakan hukum;
9. Awareness tentang perundangan dan kebijakan ICT;
10. E-government;
11. Pengembangan database elektronik hukum/perundangan,
regulasi, dan keputusan;
12. Penguatan asosiasi industri dan mekanisme koordinasi
pemerintah;
13. Memfasilitasi perdagangan;
14. Perluasan pasar luar negeri melalui B2C e-commerce;
15. Mendorong pembelian lokal oleh pembeli luar negeri melalui
B2C e-commerce;
16. Memfasilitasi B2B e-commerce industri.

Hasil analisis berikut diperoleh berdasarkan informasi yng


dipublikasikan oleh the Information Technologies Group (ITG) pada
the Center for International Development at Harvard. 7 Buku

7
Lihat misalnya Readiness for the Networked World: A Guide for Developing
Countries dan The Global Information Technology Report 2001-2002: Readiness
for the Networked World.

P2KT PUDPKM
DB PKT
157
“Panduan” yang disusun menggunakan kajian secara sistematis
beragam faktor yang menentukan “Kesiapan Berjaringan”
(Networked Readiness) dari negara berkembang.
Dari analisis yang diperoleh (lihat Kirkman, G., et al. (ed),
2002; dan Chowdhury, Mridul dan Hermanto Murniadi, 2002. id.
Dalam Kirkman, et al. (ed), 2002) 8 gambaran tentang kelima kategori
(access, learning, society, economy, and policy) kesiapan Indonesia
adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 7 dan Tabel 7. 9

Akses: Infrastruktur
Kebijakan: Perdagangan 4 Akses: Ketersediaan Internet
Kebijakan: Telekomunikasi Akses: Keterjangkauan Biaya Internet
3
Ekonomi: E-Gov Akses: Kecepatan & Kualitas
2
Ekonomi: B2B 1 Akses: hardware & Software

0
Ekonomi: B2C Akses: Jasa & Dukungan

Ekonomi: Tenaga kerja ICT Pembelajaran: Akses Sekolah

Masyarakat: ICT dlm Kerja Pembelajaran: Peningkatan melalui ICT

Masyarakat: Info & Kom dlm Kehidupan Pembelajaran: Pengembangan SDM ICT
Masyarakat: Muatan Lokal Masyarakat: Orang & Orgn. Online

Sumber: Diadopsi dari Kirkman, et al. (ed), (2002).

Gambar 7 Networked Readiness untuk Indonesia.

8
Lihat misalnya melalui http://www.cid.harvard.edu/cr/gitr2002_press.html.
9
Penjelasan detail tentang setiap kategori dapat dilihat pada dokumen Readiness
for the Networked World: A Guide for Developing Countries.

158 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Tabel Networked Readiness Index untuk Indonesia.

Kategori Rangking
Global Competitiveness Index Ranking, 2001–2002 64
Networked Readiness Index 59
Networked Use Component Index 61
Enabling Factors Component Index 57
Network Access 55
Information Infrastructure 42
Hardware, Software, and Support 68
Network Policy 59
Business and Economic Environment 62
ICT Policy 55
Networked Society 47
Networked Learning 49
ICT Opportunities 29
Social Capital 64
Networked Economy 53
e-Commerce 39
e-Government 62
General Infrastructure 59
Sumber: Chowdhury dan Murniadi (2002).

5. WACANA KEBIJAKAN

Melihat perkembangan ICT secara umum dan “kesiapan


masyarakat” di Indonesia di era informasi, dari beragam kajian e-
readiness yang telah disampaikan secara singkat sebelumnya
nampak sekali ketertinggalan Indonesia dalam hal ini.

P2KT PUDPKM
DB PKT
159
Ada beberapa isu yang menurut hemat penulis perlu
mendapat perhatian dalam wacana kebijakan yang terkait dengan
perkembangan ICT secara umum dan “kesiapan masyarakat”
Indonesia ini, yaitu:
a. “Kekurangsiapan masyarakat” untuk dapat mengambil manfaat
sebesar-besarnya dari perkembangan kemajuan ICT dan
perubahan global.
Dengan “status” seperti hingga saat ini, nampaknya upaya-
upaya peningkatan awareness, perbaikan akses, pendidikan,
dan sejenisnya, tetap merupakan prioritas penting khususnya
bagi kelompok masyarakat/daerah yang relatif tertinggal.
Dalam konteks “peran ICT” untuk Indonesia, setidaknya hingga
sejauh ini, tekanan pengembangan ICT masih pada ICT sebagai
enabler dalam pembangunan. Sementara potensi besar sebagai
sektor ekonomi nampaknya pada software dan produk jasa yang
terkait dengan ICT (atau kelompok produk jasa dan paket,
dalam terminologi dalam dokumen KTIN). Kini, dengan adanya
dokumen kebijakan (dan strategi) nasional, bagaimana
instrumen kebijakan dan implementasi operasionalnya
membutuhkan kesungguhan semua pihak yang terkait untuk
“membumikannya.”
b. “Kelambanan” dalam merespon dan/atau mengantisipasi
perubahan/perkembangan.
Di tengah perubahan/perkembangan yang cepat, lambatnya
respon dan/atau antisipasi atas isu krusial berpotensi membuat
posisi relatif Indonesia semakin tertinggal. Masalah
perundangan (tentang Pemanfaatan TI, dan Informasi Elektronik
dan Transaksi Elektronik) misalnya, merupakan salah satu
contoh.
c. “Kelemahan gerak yang menyatukan” melalui mekanisme
pragmatis koordinasi, komplementasi dan sinergi
kebijakan/program.
Beberapa program yang sebenarnya berkonsep baik, misalnya
seperti TATP dan BHTV yang “bermuatan utama TI” di satu sisi,
dan program pembangunan lain yang sangat terkait erat baik

160 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Pemerintah Pusat maupun Daerah (misalnya


pengembangan/perkuatan UKM, formasi klaster industri, skema
insentif pembiayaan litbangyasa, dan/atau program spesifik
daerah yang terkait) disisi lainnya, nampak belum “terkoordinasi”
(seolah berjalan sendiri-sendiri) dan/atau menjadi upaya yang
bersifat komplementatif dan sinergis. Akibatnya instrumen-
instrumen kebijakan tersebut nampaknya kurang/belum
mencapai adequacy of scope yang diharapkan yang mampu
memberikan dampak perubahan yang signifikan.
d. “Kelangkaan” kepemimpinan/kepeloporan di berbagai tataran.
Kepemimpinan (formal ataupun informal) yang mempunyai
kualitas kepengaruhan besar dalam pengembangan ICT
umumnya dan “kesiapan masyarakat” khususnya masih sangat
terbatas. Isu ini pun nampaknya belum menjadi “isu/agenda
politik penting” bagi para politisi. Demikian halnya dengan
prakarsa lokal. Seolah isu ini lebih merupakan “porsi Pusat.”
Patut diakui, “ketertinggalan” dalam hal ini sangat nampak di sisi
pemerintah. Yang nampaknya sangat positif adalah tumbuh-
berkembangnya inisiatif-inisiatif dari “non-pemerintah,” baik
asosiasi/komunitas tertentu, perorangan ataupun fora
diskusi/gerakan. 10 Saluran dialog dengan pemerintah (Pusat
maupun Daerah) perlu terus dikembangkan agar menjadi
gerakan yang selaras, saling mengisi/memperkuat dan sinergis,
baik pada tataran kebijakan maupun program/kegiatan
operasional upaya pembangunan.
e. “Konsistensi” dalam upaya/proses pengembangan (perkuatan).
Upaya/proses pengembangan (perkuatan) ICT ataupun
“kesiapan masyarakat” dalam hal ini harus menjadi gerakan
bersama yang menerus. Sayangnya, beberapa upaya yang
(setidaknya) tujuan dan konsepnya yang baik sering “terbentur”
pada terhentinya proses “di tengah jalan.” Banyak dijumpai
program/kegiatan yang “tidak berkelanjutan” (tentu sebagian
karena alasan yang “dapat diterima”). Namun sering pula

10
Berkembangnya forum diskusi elektronik merupakan salah satu contoh yang
sangat positif.

P2KT PUDPKM
DB PKT
161
digantikan oleh atau muncul program/kegiatan “baru” yang tidak
mengambil manfaat dari pelaksanaan program/kegiatan terkait
sebelumnya. Seolah tidak terjadi “proses pembelajaran” dari
kebijakan atau program/kegiatan sebagai bagian dari siklus
iteratif pembangunan. Hanya karena kebijakan atau
program/kegiatan sebelumnya digagas/dilaksanakan oleh
instansi pemerintah atau pihak lain (walaupun hal ini tentu tidak
pernah eksplisit), sering menjadi “alasan” di balik ini.

Bridges.org 11 menyampaikan 25 kebijakan kunci, dan


menjelaskan bagaimana kebijakan tersebut mempengaruhi
kesenjangan digital dan stakeholders dalam kebijakan tersebut.
Kebijakan tersebut beragam dari yang berupa deregulasi
telekomunikasi hingga ukuran “penangkal” brain-drain 12 . Kebijakan-
kebijakan tersebut dibagi atas tujuh kategori yang berkaitan dengan
kelima bidang strategis, seperti ditunjukkan pada Tabel 8 berikut.
Tentu mendorong perkembangan ICT dan kesiapan
masyarakat bukan semata tanggung jawab pemerintah. Tumbuh-
berkembangnya peran non-pemerintah dalam hal ini merupakan hal
yang sangat positif yang tetap membutuhkan dukungan pemerintah.
Dalam kaitan ini, beberapa hal yang mungkin dapat menjadi upaya-
upaya terobosan untuk mengimplementasikan kerangka kebijakan
dan strategi TI nasional, antara lain adalah:

11
http://www.bridges.org/spanning/annex5.html
12
Sebagai contoh lihat misalnya the Global Internet Policy Initiative (GIPI) untuk hal
yang menyangkut hukum dan regulasi http://www.internetpolicy.net/about/ ;
OECD, 2002. http://www.oecd.org/pdf/M00030000/M00030907.pdf ; IDRC,
2001. An Information Policy Handbook for Southern Africa - A Knowledge Base
for Decision-Makers Editor: Tina James. http://www.apc.org/books/ictpolsa/
tentang proses perubahan hukum dan regulasi.

162 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Tabel 8 Dua Puluh Lima Kebijakan Kunci yang Mempunyai


Dampak terhadap Pengembangan ICT dan E-Readiness.
Kebijakan Keterangan
Infrastruktur dan Kebijakan yang mempengaruhi infrastruktur
Sistem Pendukung dasar ICT dan Penggunaan produktif dalam
(Infrastructure and masyarakat
Supporting Lisensi dan Regulasi Telekomunikasi, Privatisasi
Systems) Telekomunikasi, Alokasi Spektrum, Manajemen
Domain Internet, Sektor Perbankan dan
Keuangan, Penentuan Standar, Standarisasi
Bea & Cukai
Kepercayaan Kebijakan yang mempengaruhi kepercayaan
(Trust) bisnis, pemerintah dan pembeli pada ICT, dan
satu dengan lainnya secara online
Tandatangan Elektronik, Keamanan Data,
Cybercrime, Privacy, HKI, Regulasi atas
Content, Perlindungan Konsumen.
Peningkatan Kebijakan yang membangun kapasitas yang
Kapasitas diperlukan untuk pemanfaatan ICT secara
(Capacity Building) efektif
Kurikulum dan Material, Pendidikan Teknis
Perpajakan dan Kebijakan Perpajakan dan Perdagangan yang
Perdagangan mempengaruhi ICT
(Taxation and Perpajakan, hambatan tarif dan perdagangan,
Trade) Foreign direct investment
Ketenagakerjaan Kebijakan yang terkait dengan
dan Perburuhan ketenagakerjaan
(Employment and Kebijakan yang berkaitan dengan Collective
Labour) Bargaining dan Kebijakan Ketenagakerjaan/
Perburuhan Lainnya, Brain Drain Counter-
Measures
Difusi Teknologi Kebijakan yang dapat membantu penyebaran
(Technology ICT dalam masyarakat
Diffusion) Pelayanan Universal, E-Government,
Pemanfaatan ICT oleh Sektor Swasta dan
Masyarakat Umum
Lingkungan Isu kebijakan yang mempengaruhi
Pemerintah Umum penggunaan ICT dan investasi ICT
(General Gov. Demokrasi, Transparansi, Independensi otoritas
Environment) peradilan dan regulasi, Kebijakan Diskriminasi
Sumber: http://www.bridges.org/spanning/annex5.html

P2KT PUDPKM
DB PKT
163
1. Pengembangan potensi pasar domestik bagi industri TI dalam
negeri melalui
“penetapan” platform e-gov;
skema insentif kolaborasi swasta dengan perguruan
tinggi/lembaga litbangyasa nasional dalam pengembangan
produk e-gov (termasuk barang dan/atau jasa, atau paket);
mandatory pemanfaatan TI untuk beberapa layana;
pemerintah tertentu (Pusat dan Daerah).
Apresiasi atas aplikasi e-gov yang baik.
2. Skema insentif bagi pengembangan shareware/freeware paket
aplikasi bisnis berbahasa Indonesia (dan/atau bilingual) untuk
UKM dan modul edukasi di sekolah, dan apresiasi atas paket
aplikasi yang baik.
3. Penyederhanaan prosedur perijinan perusahaan TI di daerah.
4. Tax holiday bagi perusahaan TI baru (termasuk lembaga
pendidikan formal ataupun vocational-nya).
5. Apresiasi (nasional dan di setiap daerah) atas perusahaan-
perusahaan TI yang berprestasi.

6. CATATAN PENUTUP

Kesenjangan – digital, informasi, bahkan pengetahuan - pada


gilirannya mempengaruhi kesenjangan kesempatan bagi
masyarakat, untuk dapat meraih yang lebih baik dari
perkembangan/kemajuan iptek dan dinamika perubahan yang
terjadi.
Kini saatnya setiap “daerah” mengambil peran lebih aktif
dalam mengatasi persoalan ini. Sebab bagaimanapun akses, adopsi,
difusi dan inovasi, pada dasarnya sangat erat dengan lokalitas.

164 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. APEC. 2000. E-Commerce Readiness Guide. Electronic
Commerce Steering Group, Asian Pacific Economic Cooperation
(APEC). 2000.
2. Boulton, William R. 1999. Information Technologies in the
Development Strategies of Asia. International Technology
Research Institute.
3. BPS. 2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
4. Bridges.org. 2002. E-readiness Assessment: Who is Doing What
and Where. Version 3.6 -- Updated 23 March 2002. An Open
Content Report by bridges. Org. 2002.
5. Bureau of the Census. 1999. Current Population Surveys (CPS)
conducted in 1984, 1989, 1994, 1997, and 1998 (Partial
Results).U.S. Department of Commerce. Dari
http://www.ntia.doc.gov
6. Bridges.org. 2001. Comparison of E-Readiness Assessment
Models. Final draft, v. 2.13, 14 March 2001. Prepared by
bridges.org as an ‘open content’ document for further distribution
and use. 2001.
7. Cattagni, Anne, dan Elizabeth Farris Westat. 2001. Internet
Access in U.S. Public Schools and Classrooms: 1994 – 2000.
Office of Educational Research and Improvement. U.S.
Department of Education. May 2001.
8. Church, Claudia. 2001. Cisco on Literacy in the 21st Century.
March 28, 2001. Dari http://www.cisco.com.
9. Chowdhury, Mridul dan Hermanto Murniadi, 2002. id. Dalam
Kirkman, G. et al. (editors). 2002. “The Global Information
Technology Report 2001-2002: Readiness for the Networked
World.” the Center for International Development - Harvard
University.
10. CIC. 2000. Study on Internet Portal Business in Indonesia.
11. Digital Opportunity Initiative. 2001. Creating a Development
Dynamic: Final Report of the Digital Opportunity Initiative.
www.opt-init.org/framework.html

P2KT PUDPKM
DB PKT
165
12. Duncombe, Richard, dan Richard Heeks. 2001. Information and
Communication Technology: A Handbook for Entrepreneurs in
Developing Countries. Version 1 – 2001. IDPM - University of
Manchester dan UK Department for International Development.
UK.
13. Elkin, Noah. 2001. How to Beat the High Cost of Internet Access.
EMarketer. Dec., 2001. Dari http://www.emarketer.com/analysis/
world_regions/20011219_wr.html.
14. GeoSINC International. 2002a. e-Readiness Guide for
Developing Countries: How to Develop and Implement a
National e-Readiness Action Plan. Release Date: July 2002.
15. GeoSINC International. 2002b. E-Readiness Guide: How to
Develop and Implement a National e-Readiness Action Plan in
Developing Countries. Release Date: April 2002.
16. Gray, Vanessa, Tim Kelly, dan Micahel Minges. 2001. The
Internet in South East Asia: ITU Case Studies. Presented at
The internet in South East Asia Workshop. Bangkok, Thailand,
21 – 23 November, 2001.
17. Howkins, John, dan Robert Valantin. 1997. Development and the
Information Age: Four Global Scenarios for the Future of
Information and Communication Technology. International
Development Research Centre / United Nations Commission on
Science and Technology for Development. Ottawa. Canada.
18. HPG. (Seri 1 s/d 5). 2000 Eight Imperatives for Leaders in a
Networked World: A Series of Guidelines for the 2000 Election
and Beyond. The Harvard Policy Group. On Network-Enabled
Services and Government. John F. Kennedy School Of
Government. Cambridge, Massachusetts. March 2000.
19. Hurley, Deborah, dan Viktor Mayer-Schönberger. 2000.
Information Policy and Governance dalam Governance In A
Globalizing World. Part III: The Governance of Globalism.
January 2000.
20. Hwang, Gyu-heui. 1998. Diffusion of Information and
Communication Technologies and Changes in Skills. Electronic
Working Papers Series. Paper No. 48. Science and Technology

166 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

Policy Research (SPRU). University of Sussex. Falmer, Brighton.


UK.
21. Kirkman, Geoffrey, et al. (editors). 2002. The Global Information
Technology Report 2001-2002: Readiness for the Networked
World. the Center for International Development - Harvard
University.
22. Lanvin, Bruno (2002). Reaping the Full Benefits of ICTs in the
New Global Economy. A Presentation at the GIIC Annual
Meeting, Beijing, 23 April 2002. www.giic.org/events/
beijing/bruno_lanvin.ppt
23. Leigh, Andrew, dan Robert D. Atkinson. 2001. Clear Thinking on
the Digital Divide. Progressive Policy Institute (PPI). Policy
Report. June 2001.
24. Meares, Carol Ann, dan John F. Sargent, Jr (Principal Authors).
1999. The Digital Work Force: Building Infotech Skills at the
Speed of Innovation. Office of Technology Policy. Technology
Administration. U.S. Department of Commerce. June 1999.
25. MI (McConnel International). 2001. Ready? Net. Go!:
Partnerships Leading the Global Economy. McConnel
International in collaboration with WITSA. May 2001.
26. Minges, Michael. 2002. Kretek Internet: Indonesia Case Study.
International Telecommunication Union (ITU). Geneva,
Switzerland. March 2002.
27. Minges, Michael. 2001. ASEAN Internet: ITU Case Studies.
Presented at e-ASEAN Task Force Meeting. Siem Reap,
Cambodia. 6 July 2001.
28. Mungai, Wainaina. 2002. The African Internet: Impact, Winners
and Loosers. A Paper on the impact of the Internet on human
development in Africa. Background paper for the Second
International Conference of the African Youth Foundation (AYF)
on Technology and Human Development in Africa, 6th-7th June
2002 in Bonn, Germany. http://www.developmentgateway.org/
node/133831/browser/redir?item_id=213832&url=/download/120
251/The_African_Internet[Impact-Winners-Losers].doc

P2KT PUDPKM
DB PKT
167
29. Neice, David C. 1998. Measures of Participation in the Digital
Technostructure: Internet Access. Information, Networks &
Knowledge (INK). Electronic Working Paper Series. Paper No.
21. Science Policy Research Unit (SPRU). University of Sussex.
Falmer, Brighton. UK.
30. NTIA. 2000, 1999, 1998 . Seri Falling Through the Net 1999.
Dari http://www.ntia.doc.gov/
31. OECD. 2001a. ICT Database. OECD. July 2001.
32. OECD. 2001b. Measuring the ICT Sector. OECD.
33. OECD. 2001c. Understanding the Digital Divide. OECD.
34. Owen, Darrell E., et al. 2001. Indonesia—Information and
Communications Technologies (ICT) Assessment. Technical
Report. Prepared for The Government of Indonesia. Submitted
by Nathan/Checchi Joint Venture. Partnership for Economic
Growth (PEG) Project1. Under USAID Contract #497-C-00-98-
00045-00. January 16–February 5, 2001
35. Pigato, Miria. 2001. Information and Communication Technology,
Poverty, and Development in sub-Saharan Africa and South
Asia. Africa Region Working Paper Series. Number 20. The
World Bank. August 2001.
36. Pradhan, Junelee dan Mike Metcalfe. 2001. Information
Technology in Nepal: What Role for the Government? Presented
at the International Conference on Information,
Technology,Communications and Development (ITCD) 29-30
November, Kathmandu, Nepal. http://www.itcd.net/itcd-2001/
papers/doc_pdf/doc_32.PDF
37. P2KTPUDPKM-BPPT. 2001. Survei Literasi Komputer. (Laporan
Teknis Intern, Tidak Diterbitkan).
38. P2KTPUDPKM-BPPT. 2001. Studi Kebijakan Peningkatan
Literasi Komputer dan pemanfaatan Internet. (Laporan Teknis
Intern, Tidak Diterbitkan).
39. PSRA. 2001. Education, Innovation and the Internet: Nobel
Laureates Look To The Future. Final Report. Prepared by
Princeton Survey Research Associates for Cisco Systems, Inc.
November 2001.

168 SURVEI LITERASI KOMPUTER 2001


Tatang A. Taufik
Kesiapan Masyarakat di Era Informasi

40. Rubin, Howard A. 2002. The 2002 Global Technology Index.


Distributed by META Group..
41. Rubin, Howard A., et al. 2000. The Global New E-Economy
Index: A Cyber-Atlas. 2nd Edition, 2000. Metricnet.com.
42. Talero, Eduardo. 1996. National Information Infrastructure In
Developing Economies. The World Bank. Dari
http://ksgwww.harvard.edu/iip/GIIconf/talero.html
43. US-GAO. 2001. Characteristics and Choices of Internet Users.
Report to the Ranking Minority Member, Subcommittee on
Telecommunications, Committee on Energy and Commerce,
House of Representatives. United States General Accounting
Office. February 2001.
44. Wilson III, Ernest J. 1996. Comparing National Information
Superhighways: What, Why, Where And How. Comments
Welcome Prepared for the Symposium on the "National and
International Initiatives for Information Infrastructures". Kennedy
School of Government. Harvard University. Cambridge, MA,
USA. Jan. 25-27 http://ksgwww.harvard.edu/iip/GIIconf/
wilpap.html
45. World Bank. 2001 World Development Indicators. World Bank.
46. Yadi S.A. Suriadinata. 2001. Penelitian Penggunaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi Oleh UKM Eksportir di Indonesia.
PEG-USAID. September 2001.
47. YLTI. 1999. Penelitian Kebijakan dan Materi Regulasi
Penyelenggaraan Multimedia. Dari http://www.ylti.or.id/
48. Wolcott, Peter, et al. 2001. A Framework for Assessing the
Global Diffusion of the Internet. Journal of the Association for
Information Systems. Volume 2, Article 6. November 2001.
49. ----------. 2001. Indonesian Internet Statistics. PT INDOCISC dan
PT Insan Infonesia.

P2KT PUDPKM
DB PKT
169

Anda mungkin juga menyukai