Anda di halaman 1dari 36

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

1.

PENDAHULUAN

Program RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional) berbeda dengan program unggulan lainnya dari Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), seperti Program Riset Unggulan Terpadu (RUT) ataupun Riset Unggulan Kemitraan (RUK). Perbedaan ini ditandai dengan karakteristik antara lain seperti berikut: 1. 2. Bersifat top-down, dalam menentukan area permasalahan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin nilai kestrategisannya. Mengkaitkan kemampuan penelitian di lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai penyedia ilmu pengetahuan dan solusi teknologi (know-how & technology solution provider) dengan rantai pertambahan nilai di sektor produksi. Besifat jangka panjang dan diupayakan secara sistematis untuk meningkatkan komplementaritas antara kegiatan Litbang dan kegiatan produksi, dan mengembangkan saluran transaksi untuk menjamin alih teknologi dari tahapan penelitian ke tahapan komersialisasi, serta menumbuhkan kemampuan inovasi pada kegiatan bisnis. Keberhasilan Program RUSNAS pada dasarnya diukur berdasarkan parameter berikut ini: 1. Dihasilkannya teknologi produk dan teknologi proses produksi yang dapat diadopsi oleh pelaku bisnis, dengan sejauh mungkin menggunakan state of the art technologies. Terbentuknya mata rantai dukungan teknologi yang terkait dengan penguasaan dan pengembangan technology roadmap yang relevan dengan perkembangan sektor produksi yang dituju. Terbentuknya techno-industrial cluster, yakni jaringan kemitraan antara lembaga penelitian dan perguruan tinggi (PT) dengan klaster industri (industrial cluster) kegiatan produksi yang dituju.

3.

2.

3.

91

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Sehubungan dengan itu, komersialisasi hasil RUSNAS sangatlah penting bagi keberhasilan program ini dan merupakan suatu bagian integral dari proses pencapaian tujuan Program RUSNAS. Komersialisasi hasil RUSNAS pada dasarnya merupakan sehimpunan upaya-upaya (proses) yang dilakukan agar hasil RUSNAS dapat memberikan keuntungan bisnis bagi (para) pelaku yang mengkomersilkannya (penyedia dan pengguna teknologi atau hasil RUSNAS lainnya). Sejauh ini, perkembangan pelaksanaan Program RUSNAS adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tulisan ini merangkum beberapa temuan penting upaya komersialisasi hasil RUSNAS yang sejauh ini telah dilakukan dan membahas pengembangan model komersialisasi hasil RUSNAS yang bersifat generik sebagai bahan masukan bagi pengelolaan Program RUSNAS di KRT dan para pihak lembaga pengelola masing-masing program untuk perbaikan di masa datang. Tabel 1. Program RUSNAS, Lembaga Pengelola dan Tahun Dimulai. Topik RUSNAS Teknologi Informatika dan Mikroelektronika (TIMe) Buah Unggulan Tropis Ikan Kerapu Lembaga Pengelola Pusat Penelitian Antar Universitas Mikroelektronika - ITB (PPAU Mikroelektronika) - Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) - ITB Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) - Lembaga Penelitian IPB Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian (P3TBP) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) Pusat Pangan dan Gizi - Lembaga Penelitian IPB Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Material (P3TM) BPPT Tahun Dimulai 2000

2000 2000

Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit Diversifikasi Pangan Pokok Pengembangan Enjin Aluminium Paduan

2002

2002 2002

Model komersialisasi hasil RUSNAS di sini adalah konsep kertas (paper concept) yang menjabarkan model atau pola tentang upaya/proses komersialisasi hasil dari Program RUSNAS dalam rangka mencapai tujuannya sebagai suatu instrumen kebijakan KRT. Disadari bahwa dengan pengembangan model yang lebih bersifat generik, model yang dibahas di sini tentu tidak dapat dianggap sebagai magic bullet bagi upaya komersialisasi hasil RUSNAS.

92

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Apa yang dimaksud dengan Hasil RUSNAS dalam hal ini adalah semua keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan RUSNAS oleh Lembaga Pengelola (dalam hal ini lembaga litbangyasa dan/atau perguruan tinggi sebagai penyedia teknologi/ pengetahuan) dan/atau oleh suatu kemitraan atau kolaborasi antara lembaga-lembaga litbangyasa dan/atau perguruan tinggi dengan mitra dunia usaha (sebagai pengguna), dan/atau mitra lainnya. Mengingat inti dari Program RUSNAS adalah memperkuat keterkaitan aliran teknologi (pengetahuan) yang mengandung elemen inovasi dengan rantai nilai kelompok produksi (klaster industri) tertentu yang relevan, maka keluaran penting dari Program RUSNAS pada dasarnya merupakan keluaran intelektual. Dalam hal ini, jika hasil RUSNAS diartikan sebagai keluaran intelektual, maka pada dasarnya hasil RUSNAS meliputi: Aset/kekayaan intelektual (intellectual property/IP), termasuk teknologi, yang secara hukum dapat berbentuk salah satu atau kombinasi dari kelompok rejim HKI (paten, desain sirkuit terpadu, dan lainnya). Ini terkait dengan ukuran keberhasilan Program RUSNAS yang berupa teknologi produk dan teknologi proses produksi yang dapat diadopsi oleh pelaku bisnis, dengan sejauh mungkin menggunakan state of the art technologies. Keluaran aktivitas produktif yang memiliki nilai komersial yang terkait dengan pemanfaatan yang terkait dengan sumber daya (misalnya fasilitas laboratorium) dan keahlian (expertise).

2.
2.1

PENDEKATAN, TINJAUAN KONSEPSI MODEL DAN BEBERAPA TEMUAN PENTING


Pendekatan

Studi terkait (dilakukan pada pertengahan 2003) diawali oleh aktivitas baseline, yang meliputi: Studi meja tentang literatur yang relevan, khususnya tentang konsep/model, praktik terbaik/baik (best/good practices), kajian kebijakan; Diskusi pendahuluan dengan Manajemen Program (KRT); Desain metodologi; Desain survei; dan Review dokumen laporan pelaksanaan Program RUSNAS (6 program). Agenda kegiatan yang dilakukan berikutnya adalah melakukan kunjungan dan diskusi dengan enam Lembaga Pengelola RUSNAS (Gambar 1). Beberapa studi/diskusi membahas konteks isu dan/atau beragam faktor yang mempengaruhi komersialisasi teknologi atau hasil litbang. Hal demikian digali dalam survei lapang dan diskusi dengan para lembaga pengelola keenam Program RUSNAS.

P2KDT DB PKT

93

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Program RUSNAS X

Pasar Tujuan Karakteristik

Calon Pengguna
Karakteristik, Rencana Bisnis, Skema Transaksi

Produk Atribut Utama

Teknologi Karakteristik

Kebutuhan

Faktor Penting Lain


Skema/Model Bisnis Faktor Lingkungan Faktor lain

Penyedia
Karakteristik, Pengetahuan tentang Pasar & Pengguna, Rencana Bisnis, Komersialisasi & Skema Transaksi

Gap Gap
Kerangka KerangkaSolusi Solusi Komersialisasi Komersialisasi

Gambar 1. Rancangan Survei Peserta Program RUSNAS. Landasan konsep dan temuan penting dari hasil studi lapang (termasuk seri diskusi) atas masing-masing program selanjutnya menjadi bahan bagi pengembangan model komersialisasi hasil RUSNAS.

2.2

Tinjauan Konsep

Tinjauan atas beberapa isu terkait dilakukan dan disajikan dalam tulisan lain. Topik penting yang dibahas terutama terkait dengan komersialisasi hasil litbang, konsep inovasi teknologi, pengembangan klaster industri dan pemetarencanaan (roadmapping).1 Pengembangan/penguatan klaster industri dipandang sebagai suatu platform pendekatan yang sesuai bagi peningkatan daya saing melalui inovasi dan keterkaitan rantai nilai industri. Upaya-upaya individual maupun kolaboratif, termasuk inovasi produk dan

Lihat antara lain dalam Daftar Pustaka dan tulisan Beberapa Isu Kome rsialisasi Hasil Litbang: Tinjauan Konsep/Teori..

94

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

proses, perlu mengarah pada elemen yang memiliki leverage tinggi dan memberikan sinergi positif bagi keseluruhan klaster industri yang bersangkutan. Terkait dengan prakarsa klaster (cluster initiatives), pemetarencanaan (roadmapping) merupakan salah satu tool yang semakin berkembang dan digunakan, terutama dalam mengembangkan upaya berinovasi secara lebih terkelola (managed innovation), baik organisasi individual maupun sebagai upaya kolaboratif. 2 Telah menjadi pandangan umum bahwa akseptabilitas (atau pemanfaatan/adopsi) dari ide pembaharuan (perbaikan) merupakan kunci dari makna inovasi. 3 Seperti diungkapkan oleh Mitra (2001), keberhasilan pasar (komersial) merupakan salah satu esensi penting dari inovasi (Gambar 4).

Gambar 2. Inovasi dan Klaster Industri dalam Peningkatan Daya Saing.

Untuk diskusi detail tentang roadmapping, lihat Taufik (2003a) dan beberapa sumber pada Daftar Pustaka. Beberapa pihak adakalanya menyebutnya productive innovation; Beberapa menyebut inovasi yang tidak diadopsi sebagai kreativitas biasa saja.

P2KDT DB PKT

95

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Klaster industri
Rantai nilai tambah Industri

Pasokan teknologi

Keterkaitan/ Kemitraan

Persaingan pasar Inovasi

Kinerja ekonomi

Perguruan Tinggi

Lembaga Litbang

Investasi

Rantai pasokan teknologi


Sumber : Diadopsi dari KRT (2001).

Gambar 3. Ilustrasi Penguatan Klaster Tekno-Industri.

INNOVATION : The successful exploitation of a new idea


Markets Technology
Sumber: Mitra (2001).

Opportunity Creativity

INOVASI :
Eksploitasi (= pendayagunaan) yang berhasil dari suatu gagasan baru
Gambar 4. Interpretasi Inovasi.

96

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

2.3

Beberapa Temuan Penting

Kajian pelaksanaan komersialisasi hasil RUSNAS berangkat dari kerangka supplydemand teknologi (pengetahuan) dan hasil RUSNAS lainnya, yaitu pihak lembaga litbang/perguruan tinggi sebagai penyedia/pemasok teknologi dan dunia usaha sebagai penggunanya. Berikut adalah rangkuman beberapa temuan penting dari pelaksanaan survei dan diskusi tentang pelaksanaan komersialisasi hasil RUSNAS sejauh ini: 1. Upaya yang terkait dengan prakarsa klaster (cluster initiatives) pada Program RUSNAS umumnya masih terbatas pada tahapan mula terutama pada pemetaan (mapping) klaster potensial terkait. Tertangkap kesan bahwa komersialisasi hasil RUSNAS bukanlah tanggung jawab lembaga pengelola (dalam hal ini lembaga litbang atau perguruan tinggi). Tanggung jawab pihak lembaga peng elola adalah pengembangan teknis -teknologis (pelaksanaan litbang) sesuai agenda pada petarencana teknologi (technology roadmap) yang disusun. Upaya komersialisasi hasil RUSNAS telah ada/dimulai. Namun umumnya belum merupakan program/kegiatan spesifik yang fokus dan lebih terencana. Tidak (belum) dijumpai bahwa pihak lembaga pengelola Program RUSNAS menyusun (memiliki) dokumentasi strategi komersialisasi atau rencana bisnis (business plan) yang eksplisit. Beberapa prakarsa komersialisasi yang berpotensi berhasil (sejauh ini) ditemui pada program (sub program) dengan: 5. Pasar relung (niche) dengan kelompok hasil yang merupakan substitusi produk yang digunakan oleh industri (existing products); Mekanisme transaksi dengan pola yang bersifat deal-driven.

2.

3.

4.

Bagi kelompok dengan respons pasar yang masih sangat pasif, pola pengembangan start-up company dan deal driven nampaknya merupakan salah satu alternatif yang dinilai paling memungkinkan bagi upaya komersialisasi. Potensi mismatch antara penyedia teknologi dan pengguna (calon pengguna) muncul antara lain karena Tingkat kesiapan teknologi yang belum sesuai dengan kebutuhan pasar; Penyedia teknologi tidak (belum) mengetahui kelompok sasaran pengguna yang spesifik; Aktivitas litbang dilakukan berdasarkan perki raan sepihak pihak penyedia (masukan dari industri masih sangat minimum).

6.

P2KDT DB PKT

97

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

7.

Keterbatasan pengetahuan para stakeholder kunci: Walaupun pihak pengelola umumnya menguasai aspek teknis tentang teknologi (kegiatan litbang) yang ditanganinya, namun beberapa pengelola nampaknya memiliki pengetahuan pasar yang terbatas tentang fokus industri atau pasar sasaran (terutama calon pengguna) potensial yang ditujunya. Di sisi lain, pelaku bisnis di sektor produksi yang terkait yang berpotensi menjadi mitra nampaknya memiliki pengetahuan yang terbatas baik menyangkut Program RUSNAS secara umum maupun produk/hasil RUSNAS yang relevan yang dapat dimanfaatkannya. Kurangnya informasi tentang tingkat kesiapan teknologi/TKT (technology readiness level/TRL) dari teknologi yang dikembangkan dan kemungkinan rendahnya technology readiness dari (calon) pengguna merupakan faktor yang diperkirakan menjadi penghambat interaksi produktif antara penyedia dan pengguna teknologi dalam Program RUSNAS. Selain itu, minimumnya (terbatasnya) kontak, media dan/atau kesempatan berinteraksi dengan pelaku bisnis di sektor produksi yang terkait nampaknya juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini.

8.

Terdapat beberapa program/kegiatan yang pada saat bersamaan dilaksanakan oleh pengelola program, yang sebenarnya berpotensi saling komplementatif dengan kegiatan dalam Program RUSNAS terkait dan meningkatkan peluang komersialisasi, namun karena bukan/tidak termasuk Program RUSNAS, maka tidak (belum) digabungkan/diintegrasikan dalam Program RUSNAS yang dikelola (termasuk strategi komersialisasi). Belum ada ketentuan yang memandu secara lebih tegas tentang hasil apa yang legal diperbolehkan dari Program RUSNAS, sehingga dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan komersialisasi. Juga tidak (belum) ada arahan mengenai bagaimana upaya komersialisasi hasil RUSNAS dilakukan.

9.

Di sisi lain, terdapat beberapa faktor pendukung bagi keberhasilan komersialisasi hasil RUSNAS secara umum, antara lain adalah: Reputasi baik lembaga pengelola Program RUSNAS. Tim teknis pelaksana yang kompeten dari setiap program. Infrastruktur pendukung yang cukup memadai yang dimiliki pihak pelaksana program (dan mitranya). Pengalaman dalam pelayanan kepada industri. Pilihan fokus bidang teknologi yang mengindikasikan menjanjikan (memiliki potensi komersial).

98

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

3.

BEBERAPA KONSEP KUNCI YANG MELANDASI MODEL

Bahasan tentang model komersialisasi dalam kajian ini dilandaskan pada beberapa konsep kunci sebagai berikut. Upaya komersialisasi Program RUSNAS senantiasa mengacu kepada tiga elemen penting keberhasilan, yaitu: Inovasi (khususnya produk/proses produksi) yang diadopsi oleh pelaku bisnis; Pembentukan/penguatan mata rantai dukungan teknologi yang terkait dengan penguasaan dan pengembangan technology roadmap yang relevan dengan perkembangan sektor produksi yang dituju; Penguatan klaster industri relevan.

Bahwa inovasi (terutama inovasi teknologi) akan berkaitan dengan suatu siklus tahapan-tahapan yang umumnya berbeda (misalnya litbang, introduksi dan adopsi, perluasan implementasi atau difusi). Implikasi perkembangan inovasi terhadap bisnis akan dipengaruhi oleh adopsi pasar. Oleh karena itu, perkembangan inovasi umumnya juga berhubungan dengan siklus bisnis pada industri terkaitnya. Proses adopsi dipengaruhi oleh jenis inovasi (dan teknologi) yang dihasilkan (misalnya bersifat inkremental atau radikal/diskontinyu). Hal ini bukan saja karena perbedaan potensi dampaknya, tetapi juga karena keragaman respons dari adopter. Proses inovasi dipengaruhi oleh beragam faktor pada tingkat yang berbeda, dari yang bersifat lebih makro (misalnya seperti persaingan, struktur pasar, kebijakan pemerintah) hingga yang lebih mikro (misalnya pengelolaan proyek, dinamika kelompok, insentif dan penghargaan). Keseluruhan faktor biasanya mempengaruhi secara bersamaan. Selain faktor-faktor yang bersifat generik pengaruhnya, faktor-faktor yang lebih bersifat spesifik industri atau perusahaan (atau individual), turut berpengaruh. Hal ini bukan saja menyangkut faktor teknis teknologi, tetapi juga yang erat kaitannya dengan komunitas adopter. Pada beragam tahapan dan tingkatan, biasanya akan melibatkan pengorganisasian pasangan (organizational counterpart) yang memiliki perspektif dan kepentingan yang berbeda. Pemahaman atas pengelolaan hubungan keterkaitan karenanya merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam lanskap luas aktivitas komersialisasi. Dengan bidang tematik, agenda dan setting struktur yang tidak persis sama dalam konteks isu yang disebutkan di atas pada keenam Program RUSNAS, maka model/pola komersialisasi hasil RUSNAS pada dasarnya mengandung elemen yang bersifat universal dan spesifik klaster.

Disadari bahwa dengan pengembangan model yang lebih bersifat generik, model yang dibahas di sini tentu tidak dapat dianggap sebagai magic bullet bagi upaya komersialisasi hasil RUSNAS.

P2KDT DB PKT

99

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

4.
4.1

KERANGKA DAN STRATEGI KOMERSIALISASI


Kerangka Komersialisasi

Hasil RUSNAS pada dasarnya merupakan semua keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan RUSNAS oleh Lembaga Pengelola (dalam hal ini lembaga litbangyasa dan/atau perguruan tinggi sebagai penyedia teknologi/pengetahuan) dan/atau oleh suatu kemitraan atau kolaborasi antara lembaga lembaga litbangyasa dan/atau perguruan tinggi dengan mitra dunia usaha (sebagai pengguna), dan/atau mitra lainnya. Dalam hal ini, jika hasil RUSNAS diartikan sebagai keluaran intelektual, maka pada dasarnya hasil RUSNAS meliputi: Aset/kekayaan intelektual (intellectual property/IP), termasuk teknologi, yang secara hukum dapat berbentuk salah satu atau kombinasi dari kelompok rejim HKI (paten, hak cipta, desain sirkuit terpadu, dan lainnya). Ini terkait dengan ukuran keberhasilan Program RUSNAS yang berupa teknologi produk dan teknologi proses produksi yang dapat diadopsi oleh pelaku bisnis, dengan sejauh mungkin menggunakan state of the art technologies. Aset intelektual lain berupa keluaran aktivitas produktif yang memiliki nilai komersial yang terkait dengan pemanfaatan: Pelayanan berbasis pengetahuan/teknologi (termasuk keahlian/expertise); Fasilitas litbangyasa/perguruan tinggi (misalnya untuk pengujian); Tenaga terampil (skilled people), misalnya tenaga yang dilatih, lulusan perguruan tinggi, dan lainnya; Perusahaan pemula (dalam bentuk perusahaan baru dari dunia industri atau perusahaan baru berupa spin-off dari lembaga litbangyasa/ perguruan tinggi); Kerjasama/kemitraan/kolaborasi litbang perguruan tinggi dengan dunia usaha. antara lembaga litbangyasa/

Secara sederhana, hasil RUSNAS tersebut dikelompokkan pada tiga kelompok aset intelektual, yaitu teknologi, keahlian, dan fasilitas. Dengan demikian, maka secara skema, kerangka komersialisasi hasil RUSNAS dapat digambarkan seperti pada Gambar 5 berikut.

100

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

KLASTER INDUSTRI RELEVAN


Industri Terkait (Related Industry)

Masukan Kebutuhan Industri

Industri Inti Industri Pemasok (Supplier Industry) (Core Industry)

Pembeli (Buyer)

Industri Pendukung (Supporting Industry)

PENGORGANISASIAN & KEMITRAAN

Institusi Pendukung (Supporting Institutions)

Program RUSNAS

Petarencana

Rencana Teknis dan Komersialisasi

Model Bisnis Komersialisasi Hasil RUSNAS

Dampak Ekonomi & Kualitas Hidup

Fasilitas

Aset Intelektual Teknologi Keahlian

Gambar 5. Kerangka Komersialisasi Hasil RUSNAS.

4.2
yaitu: 1.

Strategi Komersialisasi
Pada dasarnya terdapat dua strategi utama inovasi atau komersialisasi hasil RUSNAS, Strategi Konvensional: Ini yang pada umumnya dilakukan dalam pelaksanaan Program RUSNAS. Secara ringkas, strategi ini menunjukkan beberapa hal berikut yang dilaksanakan secara sekuensial-linier: Petarencana (roadmap) disusun sendiri, rencana pengembangan teknologi (dan model bisnisnya) disusun tanpa melibatkan pengguna (calon pengguna potensial) dalam klaster industri yang relevan; Aktivitas litbang dilaksanakan; Teknologi (dan hasil RUSNAS lain) yang diperoleh beserta model bisnisnya kemudian ditawarkan kepada industri.

P2KDT DB PKT

101

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

2.

Strategi Inovasi Kolaboratif: Ini yang menurut hemat penulis lebih berpotensi sebagai inovasi produktif. Dalam strategi ini, maka hal berikut dilaksanakan lebih sebagai proses iteratif dan simultan: Model kolaborasi (yang bersifat kontekstual) dikembangkan. Intensitas keterlibatan/interaksi dengan stakeholder kunci dikembangkan sedini mungkin dan sejalan dengan proses perkembangan program yang dicapai; Petarencana (roadmap) disusun bersama (kolaboratif, melibatkan berbagai stakeholders kunci), rencana pengembangan teknologi (dan model bisnisnya) disusun dengan melibatkan pengguna (calon pengguna potensial) dalam klaster industri yang relevan; Pengembangan/penguatan klaster industri relevan (cluster dikembangkan sebagai bagian integral program yang prioritas; initiatives)

Aktivitas litbang dan aktivitas produktif lainnya, termasuk komersialisasi dilaksanakan. Skema komersialisasi untuk adopter (pengguna) dan dalam kerangka klaster industri relevan, serta kerangka tahapannya dikembangkan (termasuk misalnya bagaimana untuk kelompok early majority dan late majority).

Strategi kolaboratif disarankan di sini bukan saja karena secara konsep ini nampaknya yang lebih sesuai untuk program RUSNAS, tetapi juga berdasarkan pertimbangan kelemahan/kekurangan-kekurangan dan potensi perbaikan dari pelaksanaan Program RUSNAS sejauh ini. Ini juga penting mengingat program RUSNAS masih berada pada tahap-tahap awal dari kerangka program yang bersifat jangka panjang.

5.

PENDEKATAN

Model komersialisasi hasil RUSNAS terdiri atas tiga elemen (dan tools) utama (Gambar 6) yang saling terkait satu dengan lainnya, yaitu: 1. 2. 3. Pengembangan klaster industri relevan (cluster initiatives); Pemetarencanaan (roadmapping); dan Konteks Komersialisasi.

102

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Konteks Komersialisasi Inovasi


Pendekatan Simultan & Kolaboratif

Pengembangan Klaster Industri (Cluster Initiatives)

Pemetarencanaan (Roadmapping)

Gambar 6. Pendekatan Komersialisasi Hasil RUSNAS.

Ketiga hal tersebut disusun secara kolaboratif dan simultan. Kolaborasi sangat penting, terutama untuk: 1. 2. Mendorong berkembangnya rasa kepemilikan (ownership) tentang program RUSNAS di kalangan komunitas yang lebih/semakin luas; Mengembangkan keterlibatan dan interaksi para stakeholder kunci (yang relevan dengan masing-masing program) sehingga agenda Program RUSNAS menjadi agenda bersama multi pihak (bukan semata sebagai upaya sepihak); Meningkatkan efektivitas dan membangun sinergi dalam pencapaian tujuan program sesuai dengan kompetensi masing-masing, menyadari bahwa tidak ada satu pihak pun yang serba mampu melakukannya sendiri segala aktivitas penting dalam program.

3.

P2KDT DB PKT

103

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Sementara itu simultan dalam konteks ini mempunyai arti bahwa beragam dimensi/faktor penting dari program dipertimbangkan, dikaji dan/atau diatasi sekomprehensif mungkin, dan implementasi program dijalankan dalam kombinasi pentahapan dan keserentakan yang tepat, serta sebagai proses interaktif dan iteratif (tidak sekuensial-linier, seperti misalnya aktivitas litbang manufaktur pemasaran penjualan).4 Konteks komersialisasi dikembangkan sesuai dengan pertimbangan dan karakteristik spesifik masing-masing program. Sebagai contoh, upaya pengembangan/penguatan kolaborasi dan pendekatan simultan tentu saja perlu dikembangkan sebagai suatu proses, yang secara bertahap diperbaiki/disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dalam masing-masing program.

5.1

Pengembangan/Penguatan Klaster Industri Relevan (Cluster Initiatives)

Beberapa pihak telah melakukan upaya-upaya pengembangan klaster industri dengan beragam pendekatan dan tahapan. Upaya dan proses pengembangan (penguatan) klaster industri pada dasarnya terdiri atas 4 (empat) tahapan generik (Taufik, 2003b), yaitu:5 1. 2. 3. 4. Aktivitas Awal Inisiatif Pengembangan (Penguatan); Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan (Penguatan); Implementasi; dan Pemantauan, Evaluasi serta Perbaikan/Penyempurnaan.

Tahapan proses tersebut sebenarnya lebih merupakan proses yang berkesinambungan, hingga batas tertentu bertumpang -tindih (overlap) satu dengan lainnya, dan bersifat iteratif. Detail tahapan dapat beragam dan berbeda dari suatu kasus ke kasus lain. Penjelasan singkat setiap tahapan adalah seperti berikut.

Filosofi ini identifk dengan Concurrent Engineering (CE), atau dalam model inovasi terkadang dikenal sebagai feddback-loop model. Beberapa bahasan detail tentang klaster industri dan tahapan pengembangan dapat dipelajari dalam beragam literatur (lihat Daftar Pustaka), atau lihat misalnya Taufik (2003b).

104

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Aktivitas Awal Inisiatif / Prakarsa Pengembangan

Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan


Perumusan Strategi & Implikasi Kebijakan

Implementasi
Pembelajaran & Kepemimpinan

Penggalian / Penentuan SDM, S Dana & SD lain

Eksplorasi / Analisis

Inisiasi

Konsensus Prakarsa

Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur Operasional

Mobilisasi SD & Pelaksanaan Aktivitas

Pengelolaan Tugas, SDM & Hubungan


Pengelolaan Sinergi

Konsensus Rencana
Pencapaian Milestones

Pengelolaan Keberterimaan, Komitmen & Sinergi Positif Pengamanan Kesepakatan / Persetujuan

Pengembangan Tim Prakarsa

Perencanaan Aksi

Pengelolaan Keterlibatan & Komunikasi

Peningkatan Kapasitas

Pemantauan, Evaluasi dan Perbaikan


Sumber : Taufik (2003b).

Gambar 7. Kerangka Tahapan Generik Proses Pengembangan (Penguatan) Klaster Industri.

A.
1.

Aktivitas Awal Inisiatif (Prakarsa) Pengembangan/Penguatan


Inisiasi: Perlu ada concern dan kepeloporan (misalnya dapat diprakarsai melalui diskusi wacana, presentasi, studi awal). Upaya perlu dikembangkan untuk membangun minat dan partisipasi di antara konstituen, yang diperlukan untuk melaksanakan prakarsa. Eksplorasi/Analisis (studi, diskusi): Utamanya mengkaji: Kinerja dan perkembangan perekonomian/industri yang relevan (sesuai konteks), Infrastruktur ekonomi, Isu urgen; Potensi tematik klaster industri, dan Potensi spesifik lokal dan lainnya yang mendukung kinerja klaster. Merekrut para pemimpin/pelopor dan pakar; Mengidentifikasi prioritas dan bidang fokus; Menganalisis prioritas;

2.

3.

Pengembangan Tim Prakarsa: Persiapan agenda, antara lain meliputi:

P2KDT DB PKT

105

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

4.

Melibatkan partisipan untuk membangun konsensus; Mengidentifikasi upaya (misalnya kebijakan/program) khusus yang dibutuhkan; dan Merancang mekanisme tindak lanjut.

Konsensus Prakarsa: Proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi awal tentang prakarsa klaster sesuai dengan peran masing-masing: Mendorong prakarsa lokal, Mendiskusikan kerangka tahapan pengembangan, Merancang instrumen kebijakan dan program, Menentukan prioritas program aksi, Membangun/memperkuat kelembagaan (organisasi, mekanisme, termasuk model resource sharing untuk aktivitas yang disepakati), dan Mendorong kesepakatan rencana tindak jangka pendek, termasuk jadwal pelaksanaannya, dan rencana tindak jangka menengah. Adanya kesepakatan rencana tindak jangka pendek dinilai penting untuk melakukan operasionalisasi secara realistis dan memelihara momentum kolaborasi.

B.
1.

Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan


Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur Operasional: Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi persoalan kelembagaan yang ada (diantisipasi akan muncul) ~ eksekutif, legislatif, pelaku bisnis, LPSM, lembaga donor, dan pihak non pemerintah lain. Menghimpun stakeholder sisi permintaan (misalnya seperti perusahaan dalam setiap klaster) dan stakeholder sisi penawaran (termasuk lembaga pendukung ekonomi, baik publik maupun swasta) dalam kelompok kerja untuk mengidentifikasi tantangan utama dan prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan bersama.

2. 3. 4.

Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan: Antara lain menyangkut grand strategy, kerangka dan instrumen kebijakan. Perencanaan Aksi: menyangkut isu urgen dan spesifik, alternatif solusi serta prioritas rencana langkah pragmatis. Konsensus Rencana: Proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masingmasing.

106

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

C.
1.

Implementasi
Mobilisasi Sumber Daya dan Pelaksanaan Aktivitas: Pendayagunaan (dan pengembangan) sumber daya (dana, SDM, jaringan, dan sumber daya lain). Pelaksanaan rencana aktivitas operasional sesuai perkembangan (termasuk penguatan kelembagaan). konsensus dan

Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi persoalan kelembagaan yang ada (diantisipasi akan muncul) ~ eksekutif, legislatif, pelaku bisnis, LPSM, lembaga donor, pihak non pemerintah lain.

2. 3.

Pencapaian Milestone: Menghasilkan capaian-capaian sangat penting seperti yang ditargetkan dan dijadwalkan. Pengelolaan Sinergi: Proses mengelola dan memperkuat komitmen, peran dan peningkatan kapasitas masing-masing pihak dan secara bersama, terutama: Penggalian/Penentuan SDM, sumber dana dan sumber daya lain; Pengelolaan Tugas, SDM dan Hubungan; Pengelolaan Akseptabilitas, Komitmen dan Sinergi Positif; Pengamanan Kesepakatan/Persetujuan; Peningkatan Kapasitas.

D.
1.

Pemantauan, Evaluasi dan Perbaikan


Pengelolaan sumber daya, proses, dan hasil sejalan dengan tahapan dan elemen kolaborasi, serta evaluasi pelaksanaan dan rencana (termasuk output dan dampak), serta penyesuaian yang dianggap penting sejalan dengan perkembangan yang terjadi, untuk perbaikan. Keseluruhan agenda sebagai proses iteratif: Dokumen rencana menjadi dokumen yang dipergunakan bagi tindakan; Dokumen rencana merupakan dokumen yang hidup (living document), bukan dokumen sakral (dan mati), dapat dan perlu terus dimutakhirkan.

2.

3.

Proses keseluruhan sebagai proses pembelajaran, pengembangan kepemimpinan, peningkatan keterlibatan, dan perbaikan komunikasi multi pihak.

P2KDT DB PKT

107

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

5.2

Pemetarencanaan (Roadmapping)

Program RUSNAS mensyaratkan penyusunan pemetarencanaan teknologi (technology roadmapping) sebagai upaya menyusun agenda program/aktivitas, khususnya yang berkaitan dengan upaya-upaya inovasi teknologi, dengan tujuan/sasaran-sasaran dan lintasan langkah serta tahapan yang dinilai tepat. Bahasan lebih lanjut tentang ini disajikan dalam tulisan lain. Beberapa saran umum terkait dengan pengembangan peta rencana (roadmap) dalam program RUSNAS adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. Memperluas pemetarencanaan dalam proses pemetarencanaan kolaboratif, selain yang bersifat organisasi individual; Setiap program menyusun petarencana yang cukup detail, terutama untuk rencana 12 tahun mendatang; Mengintegrasikan/mensinergikan elemen-elemen program/kegiatan yang relevan (terkait) dalam petarencana, termasuk rencana komersialisasi dan program/kegiatan yang di luar Program RUSNAS; Perlu ada kesepakatan dan pengakuan dari KRT tentang bentuk hasil RUSNAS (termasuk pemanfaatan, difusi dan/atau komersialisasi) yang menjadi indikator keberhasilan Program. Selain itu, perlu dirancang mekanisme yang sah dari setiap pola/moda pemanfaatan, difusi dan/atau komersialisasi hasil tersebut; Ketegasan dari KRT agar setiap program RUSNAS melakukan pemutakhiran pemetarencanaannya secara reguler sebagai salah satu elemen kegiatan tahunan; Perlu upaya pengembangan/penguatan kelembagaan dan/atau jejaring kerja (institusi kolaborasi) dalam setiap program sebagai salah satu elemen kegiatan penting.

4.

5. 6.

5.3

Konteks Komersialisasi

Walaupun dengan skema implementasi program yang sejauh ini diterapkan tanggung jawabnya berada pada masing-masing pihak Lembaga Pengelola Program RUSNAS (perguruan tinggi/lembaga litbang), namun upaya komersialisasi hasil RUSNAS pada dasarnya melibatkan lebih dari sekedar lembaga pengelola yang hingga kini melaksanakannya. Untuk itu, semua pihak kunci perlu didorong untuk dapat terlibat dan berkontribusi dalam aktivitas produktif terutama dalam rangka meningkatkan/ mempercepat komersialisasi hasil RUSNAS. Prinsip kontribusi yang dapat dilakukan melalui pengembangan model komersialisasi dan perancangan intervensi khusus terutama adalah: Menciptakan/mengembangkan transaksi yang saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat (penyedia dan pengguna teknologi atau hasil RUSNAS); Mendorong proses yang mendatangkan penghasilan (revenue-generating process); Menyadari pentingnya membangun/mengembangkan bisnis yang paling sesuai; Mempercepat prosesnya;

108

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Menjembatani sedapat mungkin kesenjangan (gaps) antara science/technology bisnis - inventors - entrepreneurs (investors); Menciptakan/mengembangkan model-model komersialisasi yang berhasil; Mendorong edukasi kepada Investors dan Investees; Mendorong para pelaku agar menjadi pemain global; Mengakses dan menyediakan keahlian (expertise) dari beragam disiplin; Mengupayakan sedini mungkin agar investor siap dan bersedia menghadapi risiko tertentu; Mendorong agar setiap pihak berkomitmen dan konsisten menjalankan perannya.

Beberapa elemen pengembangan model komersialisasi berikut dinilai penting adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Prakarsa pengembangan/penguatan klaster industri pemetarencanaan sebagai elemen tak terpisahkan; Pengembangan/penguatan institusi kolaborasi; Strategi Produk Pasar; Model Bisnis; Strategi pentahapan; relevan dan agenda

A.

Prakarsa Pengembangan/Penguatan Klaster Industri Relevan dan Agenda Pemetarencanaan sebagai Elemen Tak Terpisahkan

Dalam konteks pengembangan/penguatan klaster industri, Program RUSNAS pada dasarnya merupakan suatu instrumen intervensi (kebijakan), terutama terkait dengan pasokan inovasi/teknologi dari lembaga litbang/perguruan tinggi (Gambar 8). Dalam perspektif lain namun terkait dengan ilustrasi Gambar 3, Program RUSNAS merupakan upaya intervensi dalam rangka penguatan kapasitas inovatif suatu klaster industri keseluruhan (ilustrasi Gambar 9).

P2KDT DB PKT

109

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Industri Terkait (Related Industry)

Industri Pemasok (Supplier Industry)

Industri Inti (Core Industry)

Pembeli (Buyer)

Industri Pendukung (Supporting Industry)

Sumber: Taufik (2003b)


Institusi Pendukung (Supporting Institutions)

Gambar 8. Model Generik Klaster Industri. Dalam konteks program/aktivitas yang bersifat (menjalankan misi) publik/semi publik (non-bisnis/non-komersial),6 maka para pelaku tersebut termasuk kelompokkelompok institusi pendukung. Namun tentu dalam pelaksanaan misi bisnis/komersial, konteks peran organisasi demikian dapat berada dalam kelompok industri pendukung. Kejelasan dalam kerangka ini adalah di antara beberapa hal yang perlu ditelaah, dan terkait dengan upaya pemetaan stakeholder kunci, agenda kolaborasi dan lainnya. Selain itu, kejelasan konteks klaster industri merupakan salah satu pijakan bagi upaya pemetarencanaan teknologinya. Apakah ia disusun sebagai kehendak/rencana sepihak, rencana satu pihak yang didasarkan kehendak bersama (misalnya setidaknya berdasarkan masukan dari calon pengguna), atau merupakan bagian dari agenda bersama (kolaboratif) perlu dipertegas. Jika petarencana merupakan prakarsa sepihak semata, tentu tidak mengherankan misalnya apabila respons pasif muncul dari calon pengguna (yang diperkirakan) tentang komersialisasi hasil dari aktivitas litbang yang dilakukan. Oleh karena itu menurut hemat penulis, berdasarkan konsep (dan tujuan) Program RUSNAS, maka prakarsa pengembangan/penguatan klaster industri relevan dan agenda pemetarencanaannya pada dasarnya merupakan elemen yang terkait satu dengan lainnya (Gambar 10).

Menkalankan hubungan kerja non-bisnis (non-komersial).

110

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

KIN/D (N/RIC): potensi suatu negara/daerah (sebagai entitas ekonomi maupun politik) untuk menghasilkan aliran inovasi relevan yang komersial. Tiga elemen luas yang mencerminkan bagaimana suatu lokasi membentuk kemampuan perusahaan di suatu lokasi tertentu untuk berinovasi di tingkat global:

Sehimpunan investasi dan kebijakan terobosan yang mendukung inovasi dalam keseluruhan ekonomi.

Infrastruktur Inovasi Umum

Kondisi SpesifikSpesifik-Klaster

the four diamond framework.

Kualitas Keterkaitan Hubungan timbal-balik


Sumber : Diadopsi dari Porter dan Stern (2001). Sumber : Diadopsi dari Porter dan Stern (2001).

Instrumen Kebijakan

Gambar 9. Intervensi Dalam Konteks Penguatan Kapasitas Inovatif Klaster-klaster Industri.

Industri Terkait (Related Industry)

Klaster Industri X

Industri Pemasok (Supplier Industry)

Industri Inti (Core Industry)

Pembeli (Buyer)

Industri Pendukung (Supporting Industry)

Institusi Pendukung (Supporting Institutions)

Aktivitas Awal Inisiatif / Prakarsa Pengembangan


Eksplorasi / Analisis

Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan


Perumusan Strategi & Implikasi Kebijakan
Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur Operasional

Implementasi
Pembelajaran & Kepemimpinan
Mobilisasi SD & Pelaksanaan Aktivitas

Penggalian / Penentuan SDM, S Dana & SD lain Pengelolaan Tugas, SDM & Hubungan

Agenda Penguatan/ Pengembangan Klaster Industri X

Inisiasi

Konsensus Prakarsa

Konsensus Rencana

Pengelolaan Sinergi

Pencapaian Milestones

Pengelolaan Keberterimaan, Komitmen & Sinergi Positif Pengamanan Kesepakatan / Persetujuan

Pengembangan Tim Prakarsa

Perencanaan Aksi

Pengelolaan Keterlibatan & Komunikasi

Peningkatan Kapasitas

Pemantauan, Evaluasi dan Perbaikan

Agenda Pemetarencanaan Sumber: Taufik (2003b)

Proses Pemetarencanaan (Roadmapping)

Gambar 10. Kesejalanan Pengembangan Klaster Industri dan Pemetarencanaan.

P2KDT DB PKT

111

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

B.

Pengembangan/Penguatan Institusi Kolaborasi

Kelembagaan, Kebijakan dan Instrumen Kebijakan menjadi salah satu titik lemah penanganan kegagalan pasar (market failure), kegagalan pemerintah (government failure), dan/atau kegagalan sistemik (systemic failure). Patut diakui, bahwa kelemahan kelembagaan menjadi salah satu faktor kunci yang menentukan (sangat mempengaruhi) praktik pembangunan ekonomi di masa lampau yang sentralistik, dan tidak/kurang terarah, terfokus, terkoordinasi, serta kurang sinergis. Selain itu, kelemahan kelembagaan menghambat partisipasi masyarakat dan berkembangnya kolaborasi sinergis antar pihak, serta pemanfaatan segenap potensi terbaik setempat secara terpadu dan berkelanjutan. Pada akhirnya hal demikian mengakibatkan tidak/kurang berkembangnya dan lambatnya berbagai upaya peningkatan daya saing. Keadaan demikian yang berlangsung lama cenderung berkembang menjadi kegagalan sistemik dan mekanisme pasar yang ada sulit diharapkan menghasilkan solusi kelembagaan terbaik bagi setiap program. Karena itu, upaya terobosan untuk menghasilkan solusi kelembagaan yang dinilai paling sesuai dengan potensi terbaik terkait dengan setiap program dan karakteristik spesifik lainnya (termasuk industri dan faktor lokalitas) merupakan agenda yang sangat penting. Pengembangan atau penguatan kelembagaan (misalnya forum, konsorsium atau bentuk lainnya), dinilai sebagai suatu prakarsa urgen dan strategis dalam rangka mendorong, mengembangkan dan memperkuat upaya sinergis pengembangan daya saing klaster industri. Pengembangan/penguatan institusi kolaborasi ini selain merupakan bagian agenda penting pada butir A, dalam konteks komersialisasi akan sangat menentukan, terutama dalam upaya melakukan/mengembangkan: Kajian pasar secara dini (eksplorasi industri/pasar sasaran); Keseimbangan (trade-off) risiko dan imbalan (rewards); Pembiayaan litbang dan kemampuan melakukan scale up yang efisien; Lintasan yang jelas ke arah pengembangan pasar.

C.

Strategi Produk Pasar

Setiap upaya komersialisasi perlu mengidentifikasi dan mengembangkan strategi tentang produk yang hendak dikomersialkan, segmen pasar yang dituju, dan positioning yang direncanakan. Di antara beberapa hal penting tentang produk misalnya: Apa hasil RUSNAS yang menjadi produk yang hendak dikomersialkan; bagaimana deskripsi produk yang mudah dipahami oleh target audience. Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana misalnya hasil RUSNAS seperti tenaga terampil, layanan berbasis pengetahuan, fasilitas, teknologi (dalam bentuk lisensi), perusahaan pemula, dan kerjasama litbang industri dikemas sebagai produk komersial agar dapat diadopsi oleh pengguna.

112

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Manfaat bagi pengguna dan unique advantage. Milestone (teknis, seperti tingkat kesiapan teknologinya, dan sebagainya). Alternatif transaksi.

Sementara itu, segmen pasar yang dituju perlu diidentifikasi. Pertimbangan produk 7 dan karakteristik pasar (termasuk segmentasi kelompok pengguna/ adopter 8) merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam menentukan strategi produk pasar ini. Pernyataan positioning (positioning statement) misalnya menunjukkan beberapa hal berikut: 9 For (target customer) ~ siapa yang menjadi konsumen sasaran; Who (statement of need) ~ apa kebutuhannya (nilai atau manfaat yang akan diberikan oleh produk); The (product name) ~ apa produknya; is a (product category) ~ jenis/kelompok produk; That (compelling reason to buy) ~ faktor yang menunjukkan keunggulan daya saing produk dan mendorong bagi konsumen untuk membelinya; Unlike (primary alternative) ~ indikasi produk saingan; Our Product (primary differentiation) ~ perbedaan utama (yang menonjol).

D.

Model Bisnis

Alternatif model bisnis dapat dikembangkan sesuai dengan pertimbangan strategisnya. Jika dilihat pada rantai nilai pasokan teknologi, maka alternatif skema komersial dapat dilakukan dengan pola (lihat ilustrasi Gambar 11 dan 12): Langsung antara lembaga penyedia teknologi dengan pihak pengguna langsung; Tidak langsung antar pihak, baik melibatkan secara langsung ataupun tidak langsung pihak penyedia teknologi.

Bagi hasil berupa teknologi/inovasi, termasuk misalnya jenis dan tingkat kesiapannya ser ta pertimbangan siklus teknologi-bisnis. Antara lain berdasarkan pertimbangan kesiapan adopter. Lihat misalnya Morse (2002).

8 9

P2KDT DB PKT

113

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Alternatif 1
Lembaga Litbang (Perguruan Tinggi)
Pihak lain Skema Komersial

Skema Kolaborasi

Pengguna (Adopter)

...

Pengguna/ Konsumen Akhir (End Users)


Dampak Bisnis & Bangkitan Ekonomi (Economic Leverage)

Skema Non Komersial (Semi)

Alternatif 2

Lembaga Litbang (Perguruan Tinggi)

Pengguna (Adopter)

Pengguna pada Rantai Pasar Berikut (Derived Demand)

...

Pengguna/ Konsumen Akhir (End Users)

Pihak lain

Pihak lain

Gambar 11. Kerangka Pengembangan Model Bisnis.

Jaringan / Kemitraan Pengembang Teknologi

- Diseminasi info - Match-making - Konsultansi / Interaksi

Intermediaries
Asosiasi Asosiasi Bisnis Bisnis Pusat/Jaringan Pusat/Jaringan infobisnis, bisnis, info Periodicals Periodicals Kontak Langsung Tech. Brokers, Brokers, Tech. TechnologyTransfer Transfer Technology Networks Networks

CC C C K K

- Konsultan -

C C C C K K

- Konsultan -

C C C C K K

- Konsultan -

C C C C K K

Perusahaan / Entitas Bisnis E E E E E E E E E E P E P E P P P P E E E E E E E E E E P E P E P P P P E E E E E E E E E E P E P E P P P P E E E E E E E E E E P E P E P P P P

Gambar 12. Alternatif Hubungan dalam Kerangka Pengembangan Model Bisnis.

114

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Betapa penting bagi pihak pengelola program (pengembang teknologi) untuk mengkaji bagaimana potensi nilai komersial (pertimbangan bisnis) dan nilai ekonomi dari teknologinya serta bagaimana strategi komersialisasi yang dikembangkannya dalam masing-masing program. Bagi para pihak yang terlibat langsung, potensi nilai komersial tentu sangat penting dalam pertimbangan peluang terjadinya transaksi bisnis. Sementara bagi pemerintah (dan masyarakat secara umum), bangkitan ekonomi (economic leverage) dari Program RUSNAS akan sangat penting untuk menilai apakah suatu program (sebagai suatu intervensi) dapat diterima (justified) atau tidak. Artinya, nilai strategis Program RUSNAS bukan saja semata karena setiap program ditentukan secara top-down pada bidang-bidang yang dianggap strategis, tetapi memang memberikan dampak penting dan signifikan pada klaster industri yang dituju sehingga dapat dianggap strategis bagi perkembangan perekonomian. Bahasan konsepsi menyangkut hal ini (termasuk bauran pemasaran 4P) dapat dilihat pada beragam buku referensi pemasaran. Beberapa model transaksi berikut dapat dipertimbangkan dalam mengembangkan mekanisme transaksi hasil RUSNAS: 1. 2. Jual-beli konvensional (termasuk misalnya jasa sewa penggunaan fasilitas, jasa pengujian yang telah baku, dan sebagainya). Jual-beli dengan value added fee (termasuk misalnya kombinasi pemanfaatan fasilitas dan keahlian/ expertise tertentu; penyediaan faktor produksi yang memiliki keunggulan). Lisensi. Kontrak kerjasama: a. b. Sharing pembiayaan (dan/atau sumber daya lain) untuk kolaborasi litbang. Waivers & Elections: Waivers: pemerintah (pemberi biaya) menyerahkan haknya atas aset intelektual yang diperoleh kepada pihak pengguna secara luas. Elections: pemerintah (pemberi biaya) menyerahkan haknya atas aset intelektual yang diperoleh kepada pihak pengguna tertentu yang dinilai berhak menurut peraturan perundangan yang berlaku, seperti misalnya organisasi pemerintah lain atau organisasi nirlaba.

3. 4.

c. d. e. 5. a. b. c. d. 6. 7.

Kontrak litbang independen ataupun sponsored R&D agreement. Turn-key project, BOT, dan sejenisnya. Marketing and Distribution Agreement. Lisensi. Joint venture atau equity transactions yang melibatkan lembaga penyedia teknologi. Spin-off unit atau personil lembaga penyedia teknologi. Penyediaan fasilitas inkubator teknologi/bisnis.

Pengembangan perusahaan baru (start-up company) dengan:

Material Transfer Agreements. Kombinasi sebagian atau seluruhnya.

P2KDT DB PKT

115

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Selain itu, beberapa pola alih teknologi dalam sebagai bentuk penyediaan barang publik (public goods provision, dari pemerintah atau lembaga pemerintah) dan/atau pemenuhan kewajiban lembaga pengelola (karena pembiayaan pemerintah) 10 atau philanthropic activities (dari organisasi non pemerintah) dapat dikembangkan dan dikombinasikan dengan alternatif mekanisme transaksi di atas. Kombinasi strategi produk-pasar,11 model bisnis dan taktik memasuki pasar perlu dikembangkan dalam setiap program. Cara memperkenalkan produk teknologi (inovasi) dengan memberikan jasa pelayanan yang diperlukan oleh calon adopter potensial (yang mungkin saja tidak ada kaitan langsung dengan inovasi tersebut, seperti misalnya konsultansi atau pemberian bantuan teknis/technical assisstance), dapat dikemas dalam upaya/proses introduksi pasar. Betapa penting bahwa pengembang teknologi (atau tim komersialisasi) mempelajari untuk memahami apa kebutuhan pasar yang sangat penting, bagaimana kecenderungannya, bagaimana buying behavior dari adopter potensial, dan faktor spesifik apa yang mempengaruhi keputusan pembelian (adopsi). Mekanisme transaksi atau model bisnis dan kerangka pengorganisasian bagi komersialisasi teknologi (hasil litbang) perlu senantiasa dikembangkan dan acapkali disesuaikan (customized). Selain itu, pada beragam tahapan dan tingkatan, biasanya akan melibatkan pengorganisasian pasangan (organizational counterpart) yang memiliki perspektif dan kepentingan yang berbeda. Pemahaman atas pengelolaan hubungan keterkaitan karenanya merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam lanskap luas aktivitas komersialisasi. Isu ini berkaitan pula dengan institusi kolaboratif yang dikembangkan. Setiap program sebaiknya mengembangkan tim khusus yang menangani isu komersialisasi hasil RUSNAS, termasuk pengorganisasiannya. Jika ini tidak dimungkinkan dari tim internal, cara outsourcing dapat menjadi suatu alternatif. Mengingat sebagian besar pihak pengelola Program RUSNAS adalah lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi negeri, maka isu tentang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan BHMN (Badan Hukum Milik Negara) adalah di antara yang perlu mendapat penanganan yang tepat. Sebagai pertimbangan komersialisasi, beberapa opsi yang dapat dilakukan untuk pengembangan bisnis/perusahaan (venturing) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

10 11

UU No. 18 tahun 2002 tentang Sisnas P3 Iptek (Pasal 16) adalah di antara landasan legal bagi hal ini. Lihat tulisan Beberapa Isu Komersialisasi Hasil Litbang: Tinjauan Konsep/Teori.

116

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Tabel 2. Beberapa Opsi Pengembangan Bisnis (Venturing). Inventor, Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi Jika dilakukan sendiri: Start-up Company Venture Financing Internal Start-up Perusahaan Kecil/ Menengah Perusahaan Besar

Jika dilakukan dengan mitra lain: Konsultansi Lisensi Aliansi Strategis Joint Venture Lisensi Aliansi Strategis Joint Venture Merger Akuisisi OEM Manufacturing Private Label Deal Sumber: Kotelnikov (2001). Spinout Aliansi Strategis Joint Venture Merger

Sumber-sumber pembiayaan untuk venturing perlu digali dari beragam sumber seperti: Bootstrapping Program pemerintah (donor tertentu) Angel Investor Venture Capitalist Investment Banker Banks Retail Start up Banks

Pasar saham

P2KDT DB PKT

117

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

E.

Strategi Pentahapan

Dengan karakteristik Program RUSNAS yang cukup beragam, maka sebaiknya setiap program perlu mengembangkan strategi pentahapan komersialisasi yang disesuaikan dengan masing-masing program. Pengertian kolaboratif dalam strategi komersialisasi lebih dimaksudkan agar program RUSNAS berkembang menjadi agenda bersama multipihak, bukan sebatas kepentingan pengelola program yang ditunjuk semata. Sementara simultan dalam hal ini adalah bahwa upaya penting terkait diletakkan pada perspektif multidimensi dan dilakukan dalam proses yang sejalan (align) tidak sekuensial-linier (misalnya melakukan aktivitas litbang dulu, kemudian apa dan bagaimana melakukan komersialisasinya dipikirkan belakangan). Walaupun begitu, tentu saja langkah/tahapan-tahapan yang diperlukan perlu direncanakan, mengingat tidak semua hal dapat dilakukan dan dicapai sekaligus/seketika. Beberapa tahapan generik komersialisasi hasil RUSNAS antara lain adalah: 1. Tahapan Eksploratif: 2. Kajian potensi pasar (termasuk kebutuhan dan segmen yang dituju); Fokus pada penentuan persoalan dan solusi; Eksplorasi dan pengembangan kolaborasi, termasuk penentuan/pengembangan tim komersialisasi. Fokus pada pengembangan teknologi dan produk; Startegi dan rencana pengelolaan HKI; Kastomisasi; Strategi dan mekanisme komersial (termasuk model bisnis). Penilaian teknologi (technology value evaluation), termasuk bagaimana tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level); Fokus pada niche tertentu; Skema komersialisasi khusus (dan rencana alih teknologi non/semi komersial, jika ada). Fokus pada the whole product dan penetrasi pasar untuk mencapai penggunaan yang luas; Pengembangan/penguatan sistem bagi adopsi produk (misalnya standarisasi), dan peningkatan nilai produk (seperti misalnya pengemasan produk); Penguatan dan perluasan mekanisme komersial (dan rencana alih teknologi non/semi komersial, jika ada).

Tahapan Pematangan:

3.

Komersialisasi Awal (Early Commercialization)12

4.

Komersialisasi Perluasan (Outreach):

5.

Keberlanjutan: membantu calon pengguna lain mempercepat adopsi.

12

Upaya promosi yang tepat perlu dikembangkan sesuai dengan masing-masing program.

118

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

EKSPLORATIF

PEMATANGAN

KOMERSIALISASI AWAL

KOMERSIALISASI PERLUASAN

KEBERLANJUTAN

Umpan balik

Riset Pasar (termasuk identifikasi persoalan) Konseptualisasi (termasuk identifikasi arah solusi dan potensi mitra)

Membangun kredibilitas teknis (peng. tekn/produk & kastomisasi) Membuktikan nilai Mendemonstrasikan transitionability Berkolaborasi dengan adopter/ investor yang visionaries Strategi & Model Bisnis

Mengembangkan struktur dukungan bagi alih teknologi/ komersialisasi dan produk komersial Promosi Product launch Fokus kepada niche Memulai introduksi kepada adopter awal potensial (early market) Opsi prioritas transaksi: dealdriven

Crossing the Chasm Memulai jangkauan kepada adopter pragmatist Whole product Opsi prioritas transaksi: customized, kombinasi Infrastruktur standarisasi Packaged product Self-sustaining transition

Ekspansi Dukungan bagi mass market Revitalisasi (penggalian peluang baru) Exit market

Commercial Revenue & Economic Impact

Gambar 13. Ilustrasi Tahapan Komersialisasi.

Kelima langkah ini dilakukan secara simultan dengan agenda/upaya pengembangan/penguatan klaster industri relevan (cluster initiatives) dan proses pemetarencanaan yang terkait. Setiap program (pengelola program) juga sebaiknya menyusun suatu check list komersialisasi.

6.

BEBERAPA INISIASI MODEL BISNIS

Mengingat Program RUSNAS sejauh ini didukung oleh dana pemerintah (seluruh atau sebagian dari keseluruhan aktivitas dalam program), dan ketentuan dalam UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sisnas P3 Iptek - Pasal 16 menyangkut kewajiban untuk melaksanakan alih teknologi kekayaan intelektualnya, maka pada dasarnya pola waiver and elections dapat diterapkan bagi seluruh program. Namun tentu perlu dipertimbangkan segi private return (segi komersial) bagi pihak pengelola program (lembaga litbang/perguruan tinggi) 119

P2KDT DB PKT

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

dan social returns (misalnya melalui knowledge spillover) serta implikasinya dalam mempercepat terjadi dampak ekonomi yang lebih luas melalui perkembangan klaster industri relevannya. Sebagai bahan masukan, berikut adalah beberapa inisiasi model bisnis yang dapat dikembangkan bagi keenam fokus bidang strategis Program RUSNAS beserta topik kegiatannya.13

6.1
1.

Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia (PKBT IPB)


Lisensi kekayaan intelektual (KI) kepada investor (perusahaan) untuk: Memproduksi benih/bibit. Pengembangan perusahaan baru (start-up company) produsen benih/bibit. Joint venture (equity licensing) pengembangan perusahaan baru (start-up company) produsen benih/bibit.

2. 3. 4.

Kontrak kerjasama. Produksi bibit sendiri (bibit yang disertifikasi). Model waiver and elections KI pembibitan untuk budidaya di dalam negeri (perusahaan nasional, balai-balai benih): Dengan perjanjian spesifik komersialisasi dengan pihak pengguna (adopter) lapis pertama;14 Tanpa perjanjian spesifik.

6.2

Budidaya Kerapu (P3TBP BPPT)

Produk potensial sementara adalah dalam bentuk pakan ikan. Alternatif model bisnis: 1. 2. Penjualan formula (kontrak kerjasama). Model waiver and elections KI produksi bentuk pakan ikan di dalam negeri (perusahaan nasional atau balai-balai benih ikan): Dengan perjanjian spesifik komersialisasi dengan pihak pengguna (adopter) lapis pertama; Tanpa perjanjian spesifik.

13

Beberapa yang disampaikan di sini juga telah/sedang dalam proses pengembangan dalam beberapa Program RUSNAS terkait. Sebagai contoh elections dengan perjanjian spesifik adalah adanya fee yang dibayarkan oleh pengguna lapis pertama jika produksi melampaui titik impas (break even point/BEP).

14

120

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

6.3 A.
1.

Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit (MAKSI) Produk Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)/Detergen
Pasar konvensional: Pengembangan perusahaan baru (joint venture start-up). Penjualan formula (konvensional atau kontrak kerjasama). Pengembangan perusahaan baru. Model waiver and elections KI kepada perusahaan nasional: Dengan perjanjian spesifik komersialisasi dengan pihak pengguna (adopter) lapis pertama; Tanpa perjanjian spesifik.

2.

Pasar relung/niche:

B.

Produk Biodiesel

Pasar relung/niche, substitusi produk yang ada namun selektif pada segmen pengguna selektif potensial (misalnya pengadaan pemerintah dan/atau daerah terpencil): 1. 2. 3. Kontrak kerjasama. Pengembangan perusahaan baru. Model waiver and elections KI kepada perusahaan nasional: Dengan perjanjian spesifik komersialisasi dengan pihak pengguna (adopter) lapis pertama; Tanpa perjanjian spesifik.

C.

Mikro en Kapsulasi Minyak Makan Merah (bahan baku obat suplemen/ vitamin)
Ini masih dalam proses litbang. Bila berhasil, model bisnis dapat dalam alternatif:

1. 2. 3.

Pengembangan perusahaan baru pembuat bahan baku obat suplemen/vitamin. Penjualan formula (konvensional atau kontrak kerjasama). Model waiver and elections KI misalnya kepada IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) dan/atau industri makanan/minuman: Dengan perjanjian spesifik komersialisasi dengan pihak pengguna (adopter) lapis pertama. Tanpa perjanjian spesifik;

P2KDT DB PKT

121

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

6.4

Diversifikasi Pangan Pokok (PPG IPB)


Relung/niche, produk baru: 1. Start-up company melalui 2. Lisensi KI kepada investor atau pengguna; Joint venture (equity transaction) dengan investor atau pengguna.

Kontrak kerjasama.

6.5 A.

Teknologi informatika dan Mikro Elektronika (LPPM ITB) Wireless Multimedia Internet
Relung/niche, produk baru: 1. 2. Lisensi. Start-up company melalui: Lisensi KI kepada investor atau pengguna (daerah); Joint venture (equity transaction) dengan investor atau pengguna (daerah).

B.

Software Component
Relung/niche, produk baru: 1. Pengembangan start-up company ~ software house melalui: 2. Lisensi KI kepada investor atau pengguna; Joint venture (equity transaction) dengan investor atau pengguna; atau Spin-off (unit/personil) dari ITB.

Lisensi. Catatan: Lihat bahan dari Goodenough (2001).

C.

Radionsonde (System-on-Chip)
1. Segmen pasar potensial sementara ini merupakan concentrated market segment atau pasar spesifik (pasar tunggal) karena diarahkan pada substitusi produk yang dipakai BMG (sebagai pembeli tunggal): Joint venture (equity transaction) dengan investor atau pengguna untuk pengembangan perusahaan baru (start-up company) produsen alat; Spin-off (unit/personil) dari ITB.

2. 3.

122

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

D.

Pengembangan Elektronika Industri


Relung/niche: pengembangan start-up company melalui 1. 2. 3. Lisensi KI kepada investor atau pengguna untuk pengembangan perusahaan baru (start-up company) produsen alat; Joint venture (equity transaction) dengan investor atau pengguna untuk pengembangan perusahaan baru (start-up company) produsen alat; Spin-off (unit/personil) dari ITB.

6.6

Enjin Kecil Aluminium Paduan (P3TM BPPT)


1. 2. 3. 4. Lisensi KI kepada investor untuk pengembangan perusahaan baru (start-up company) produsen enjin. Joint venture (equity transaction) dengan investor untuk pengembangan perusahaan baru (start-up company) produsen enjin. Kontrak kerjasama. Model waiver and elections KI produksi engine untuk perusahaan dalam negeri: Dengan perjanjian spesifik komersialisasi dengan pihak pengguna (adopter) lapis pertama; Tanpa perjanjian spesifik.

7.

CATATAN PENUTUP

Seperti telah menjadi fenomena umum tentang persoalan yang biasanya dihadapi oleh pengembang teknologi/peneliti/inventor, beberapa isu berikut ini juga umumnya muncul dalam pelaksanaan Program RUSNAS: Risiko mengembangkan teknologi (melakukan litbang) yang baik namun belum pernah melihatnya digunakan dalam praktik. Kebutuhan pasar berisiko dipersepsikan tidak/kurang tepat. Nilai strategis dari upaya dan sasaran hasil yang direncanakan dicapai lebih ditentukan sepihak. Hambatan untuk pertama kali mengupayakan agar teknologinya dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang sama sekali belum pernah menggunakan teknologinya. Kesulitan memperoleh pengguna (adopter) dan mitra yang tepat, terutama untuk early market.

P2KDT DB PKT

123

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

Kebutuhan mendapatkan mekanisme yang tepat untuk mengalihkan teknologinya dalam praktik. Umumnya perlu menarik orang (pihak) lain dengan keterampilan dan sumber daya yang tidak dimilikinya.

Di antara fenomena umum yang menjadi titik lemah dari pelaksanaan Program RUSNAS sejauh ini adalah keterlibatan/interaksi dengan calon pengguna potensial dan nampak bahwa sebagian besar agenda litbang (pengembangan teknologi atau produk) ditentukan sepihak oleh lembaga pengelola (lembaga litbang/perguruan tinggi). Keterlibatan calon pengguna atau masukan atas kebutuhan pasar berdasarkan i nteraksi yang lebih erat dengan calon pengguna potensial masih sangat terbatas. Karena itu, upaya melibatkan dan/atau berinteraksi dengan calon pengguna potensial secara lebih intensif merupakan di antara agenda yang perlu diprioritaskan oleh pihak pengelola program. Disarankan bahwa komersialisasi (termasuk pengembangan model komersialisasi), pengembangan/penguatan klaster industri, dan pemutakhiran pemetarencanaan, masingmasing menjadi agenda aktivitas eksplisit dalam setiap Program RUSNAS setiap tahunnya.

Konteks Komersialisasi Inovasi

Pendekatan Simultan & Kolaboratif

Pengembangan Klaster Industri (Cluster Initiatives)

Pemetarencanaan (Roadmapping)

AGENDA LITBANG

Gambar 14. Perbaikan Kerangka Aktivitas dalam Program RUSNAS.

124

MODEL KOMERSIALISASI HASIL RUSNAS

Sebagai penutup, beberapa catatan berikut disampaikan untuk dipertimbangkan: 1. Upaya redefinisi/rekonfirmasi dan/atau penajaman bidang/aktivitas litbang (agenda pengembangan/penguatan klaster industri dan pemetarencanaan) agar memberikan produk dan dampak strategis pada klaster industri yang dituju. Perubahan/perbaikan paradigma pengelolaan (implementasi) program, dari Program RUSNAS sebagai upaya yang diimplementasikan oleh pihak lembaga pengelola menjadi agenda kolaboratif yang melibatkan stakeholder kunci. Para pengelola program sangat dianjurkan untuk berusaha dekat dengan calon pengguna/ adopter potensial masing-masing. Ini sangat penting, mengingat adopsi teknologi pada dasarnya merupakan pembelajaran sosial (social learning). Dalam kaitan ini sebaiknya pertimbangkan karaktertistik pelanggan dan pentingnya word of mouth dalam membuka peluang komersialisasi. Pengembangan klaster industri, pemetarencanaan dan komersialisasi merupakan elemen-elemen yang perlu dikembangkan sebagai suatu kesatuan dalam aktivitas setiap Program RUSNAS. Setiap model komersialisasi dikembangkan sesuai dengan karakteristik program (dan klaster industri relevan) masing-masing. Inovasi merupakan suatu paradoks. Inovasi tidak harus sebagai demand driven atau technology driven secara tegas, melainkan di antaranya. Dalam waktu yang relatif dekat, setiap program sebaiknya mengupayakan success story komersial-nya. Percepatan akan hal ini penting, selain sebagai bahan umpan balik (masukan) pelaksanaan program, juga bagi dukungan pertanggungjawaban kepada publik atas intervensi yang telah dilakukan sejauh ini. Untuk tahap awal, sebaiknya upaya komersialisasi berfokus terlebih dahulu pada segmen pasar yang kecil tetapi signifikan. Ini memungkinkan masuk ke pasar dan kisah keberhasilan (success story) untuk memberikan kesan baik kepada komunitas pengguna yang lebih menyukai mengikuti (menjadi market followers) ketimbang memimpin (menjadi market leaders). Untuk tahap awal misalnya mulai dengan pola deal driven dengan 13 pengguna (adopters) dan kombinasi produk dalam penyampaiannya. Adanya upaya khusus (bukan terkesan sebagai aktivitas tambahan dalam program) yang memang berfokus pada pasar dan penjualan dinilai sangat penting. Karena itu, aktivitas litbang dalam Program RUSNAS sebaiknya ditafsirkan mencakup pula aktivitas komersialisasinya dan aktivitas pengembangan/penguatan klaster industri relevan. Kecepatan masuk pasar (speed to market) juga penting, mengingat siklus produk yang semakin pendek. 5. Para pihak yang terlibat perlu mengembangkan strategi pengelolaan kekayaan intelektualnya (KI), termasuk perlindungan legalnya dalam rejim HKI yang ada, yang disesuaikan dengan konteksnya masing-masing. Pengelolaan KI pada dasarnya dimaksudkan untuk mendapatkan nilai -nilai strategis, yang secara umum dapat dikelompokkan atas tujuan berikut: a. b. Mendapatkan keuntungan bisnis (finansial); Jaminan keamanan legal di masa datang (dasar bagi klaim legal atas penggunaan yang tidak legal KI oleh pihak lain dana/atau perlindungan dari klaim legal atas HKI oleh pihak lain); Akumulasi aset intelektual bagi peningkatan kapasitas (capacity building) individu dan lembaga (organisasi);

2.

3.

4.

c.

P2KDT DB PKT

125

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

d.

Memperoleh pengakuan (acknowledgment) dan penghargaan (appreciation) atas kompetensi atau prestasi intelektual.

Para pihak perlu mempertimbangkan hal tersebut dalam menentukan strategi pengelolaan HKI-nya. Faktor/tujuan apa yang dinilai paling prioritas akan turut menentukan bagaimana komersialisasinya yang paling tepat. Dalam konteks tertentu, mendapatkan keuntungan bisnis (finansial) dari HKI tidak selalu merupakan tujuan paling utama dan langsung atau bersifat strategis bagi organisasi (atau pengorganisasian) yang terlibat. Dalam hal demikian, mungkin saja bentuk lisensi misalnya bukanlah pilihan paling tepat. Dengan kata lain, strategi pemasaran tertentu dan pola komersialisasinya boleh jadi merupakan opsi terbaik untuk memperoleh keuntungan komersial dan nilai-nilai ekonomi lainnya. 6. Hal penting lain yang menjadi persoalan umum dalam komersialisasi hasil litbang terutama dari lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi adalah lingkungan organisasi dan kebijakan pemerintah terkait yang seringkali dinilai tidak/kurang mendukung proses produktif komersialisasi tersebut. Oleh sebab itu, dipandang perlunya penyesuaian dari organisasi yang terlibat agar lebih kondusif bagi upaya/proses komersialisasi hasil litbang (dan sejalan dengan perkembangan produk dan pasar). Intervensi kebijakan tertentu yang diperlukan perlu digali dan dikembangkan untuk mendorong komersialisasi hasil RUSNAS dan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip mendorong/mengembangkan mekanisme pasar yang sehat (tidak distortif). Model yang dibahas di sini bersifat awal dan generik. Oleh karena itu model tersebut tentu tidak perlu dianggap sebagai magic bullet bagi upaya komersialisasi hasil RUSNAS untuk setiap Program RUSNAS.

7.

126

Anda mungkin juga menyukai