KEBIJAKAN
Penulis: Tatang A Taufik
Diterbitkan oleh:
Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi
Pengembangan Unggulan Daerah
dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Hak cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini dalam bentuk apa pun, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan
lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
ISBN 979−9344−10−7
ii
DAFTAR ISI
BAB 1
PEMETARENCANAAN: PROLOG 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Pengertian 2
1.3. Perkembangan Konsep dan Praktik Pemetarencanaan 4
1.4. Esensi Utama Pemetarencanaan 9
1.5. Pemetarencanaan dan Foresight: Suatu Perbandingan 13
1.6. Beberapa Isu Diskusi 14
ix
DAFTAR ISI
BAB 2
ALASAN DI BALIK PEMETARENCANAAN 17
2.1. Pendahuluan 17
2.2. Pendorong dan Tujuan Pemetarencanaan 18
2.3. Kegunaan dan Manfaat Pemetarencanaan 22
2.4. Catatan Penutup 23
BAB 3
TAKSONOMI PETARENCANA 25
3.1. Pendahuluan 25
3.2. Beberapa Jenis dan Taksonomi Petarencana 25
3.3. Dimensi Penting Jenis dan Taksonomi Pemetarencanaan 31
3.4. Catatan Penutup 32
BAB 4
BEBERAPA CONTOH PRAKTIK PEMETARENCANAAN 33
4.1. Pendahuluan 33
4.2. Beberapa Praktik di Negara Maju 33
4.3. Beberapa Prakarsa Internasional dan Nasional 41
4.4. Beberapa Sumber Rujukan 43
x
DAFTAR ISI
BAB 5
PEMETARENCANAAN DALAM KONTEKS 45
MANAJEMEN/STRATEGI ORGANISASI
5.1. Pendahuluan 45
5.2. Pemetarencanaan dalam Konteks Manajemen 46
5.3. Peran Pemetarencanaan dalam Konteks Strategik 49
5.4. Keberhasilan Pemetarencanaan dalam
Perusahaan/Organisasi 56
5.5. Catatan Penutup 57
BAB 6
FORMAT GENERIK PETARENCANA 59
6.1. Pendahuluan 59
6.2. Elemen Utama 59
6.3. Kerangka Petarencana 60
6.4. Format/Arsitektur Generik Petarencana 62
6.5. Kunci Keberhasilan Format/Arsitektur Petarencana 66
BAB 7
PROSES PEMETARENCANAAN PRODUK-TEKNOLOGI 69
7.1. Pendahuluan 69
7.2. Alasan dan Lingkup Pemetarencanaan Produk-Teknologi 70
7.3. Pendekatan 72
xi
DAFTAR ISI
BAB 8
PROSES PEMETARENCANAAN SAINS DAN 81
TEKNOLOGI
8.1. Pendahuluan 81
8.2. Kerangka Tahapan 82
8.3. Catatan Penutup 97
BAB 9
BEBERAPA ISU PENTING 99
9.1. Pendahuluan 99
9.2. Kejelasan Tujuan 99
9.3. Kepemilikan 100
9.4. Motif Pendorong Utama 100
9.5. Orientasi Pemetarencanaan 101
9.6. Platform Konsensus bagi Proses Kolaboratif 101
9.7. Faktor Keberhasilan 104
9.8. Tantangan dan/atau Kendala Umum 110
9.9. Catatan Penutup 112
xii
DAFTAR ISI
BAB 10
KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN 113
PEMETARENCANAAN
BAB 11
PERAN PARTISIPAN 127
BAB 12
PEMETARENCANAAN DAN KEBIJAKAN ORGANISASI 135
xiii
DAFTAR ISI
BAB 13
BEBERAPA IMPLIKASI KEBIJAKAN 159
BAB 14
EPILOG: PEMETARENCANAAN DALAM PERJALANAN 177
KE DEPAN
xiv
SAMBUTAN DEPUTI KEPALA
Pemetarencanaan Teknologi (Technology Roadmapping) merupakan suatu cara
berinovasi secara sistematis yang dinilai semakin penting. Beberapa pengalaman praktik
terutama di negara maju, baik yang dilakukan oleh organisasi/perusahaan individual maupun
yang dilakukan bersama oleh para pelaku industri beserta mitranya (termasuk pemerintah)
menunjukkan kemanfaatan nyata dari proses dan hasil pemetarencanaan.
Dewasa ini, prakarsa pemetarencanaan teknologi tengah dilakukan di lingkungan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Upaya ini diharapkan dapat membantu
peningkatan peran BPPT dalam pembangunan nasional dan pembangunan bidang iptek,
sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
Salah satu kendala umum dalam pengkajian dan penerapan metode/teknik-teknik yang
relatif baru adalah ketersediaan pengetahuan yang terdokumentasikan (codified knowledge)
menyangkut teori/konsep, metode, panduan (guidelines) ataupun pengalaman praktik
empirisnya, yang mudah diakses oleh pihak-pihak yang memerlukannya.
Kendala demikian juga dirasakan dalam bidang pemetarencanaan, yang di Indonesia
sendiri memang masih relatif baru. Karena itu, terbitnya buku berjudul: “PEMETARENCANAAN
(ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN” ini sangat saya hargai.
Kehadiran buku berbahasa Indonesia yang mengupas topik pemetarencanaan ini diharapkan
dapat berkontribusi dalam mengurangi kendala tersebut. Selain itu, upaya ini juga diharapkan
dapat memicu dan memacu perkembangan prakarsa pemetarencanaan oleh berbagai pihak di
beragam bidang, terutama yang sangat prioritas bagi peningkatan daya saing, yang pada
akhirnya tentu sangat menentukan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam bentuk sajiannya yang relatif ringkas, substansi buku ini diharapkan mudah dibaca
dan dipahami oleh siapa pun, terutama pelaku bisnis, mereka yang berprofesi/bekerja di bidang
penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi dan institusi pemerintah yang berkepentingan
dalam pengembangan teknologi. Semoga bermanfaat.
iii
SAMBUTAN DIREKTUR
Peningkatan daya saing kini telah menjadi salah satu agenda utama berbagai negara
baik pada tataran perusahaan maupun industri. Kecenderungan demikian tak dapat dihindari
sebagai implikasi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi, perubahan
aktivitas bisnis dan dinamika beragam perubahan lain yang saling terkait.
Menyikapi perkembangan ini, semua pihak baik perusahaan, lembaga-lembaga litbang
dan perguruan tinggi, dan pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kinerjanya sesuai
dengan peran masing-masing dan menggali potensi kolaborasi sinergis. Hal ini merupakan
salah satu agenda yang dinilai sangat penting oleh Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), baik dalam rangka mendukung pembangunan nasional maupun
pembangunan bidang iptek itu sendiri.
Pengembangan teknologi atau inovasi dalam berbagai bidang sangatlah penting bagi
peningkatan daya saing atau keunggulan daya saing daerah. Salah satu upaya yang
dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah
dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat (P2KT PUD PKM), Deputi Bidang Pengkajian
Kebijakan Teknologi – BPPT adalah mengkaji, mengembangkan dan mendiseminasikan
metode/teknik-teknik relevan yang dinilai penting.
Sehubungan dengan itu, P2KT PUDPKM mengangkat suatu topik “pemetarencanaan”
(roadmapping) yang dewasa ini menjadi salah satu metode yang relatif pesat penerapannya di
beragam industri dan mendapat perhatian meluas dari berbagai kalangan di banyak negara.
Buku berjudul: “PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN
IMPLIKASI KEBIJAKAN” ini diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman
pihak-pihak yang memerlukan tentang salah satu alat yang dapat digunakan dalam
pengembangan teknologi atau berinovasi secara lebih sistematis. Selain itu, hal ini juga
diharapkan dapat ikut memicu dan memacu perkembangan prakarsa pemetarencanaan oleh
berbagai pihak di beragam bidang, terutama yang sangat prioritas bagi peningkatan daya saing
di daerah. Semoga bermanfaat.
v
KATA PENGANTAR
Hanya karena kemurahan Allah SWT, penulis dapat menghimpun berbagai bahan dan
menuangkannya dalam beberapa rangkaian tulisan. Untuk itu, penulis panjatkan puji syukur ke
hadlirat Allah SWT atas diterbitkannya buku bertema “Pemetarencanaan (Roadmapping)” ini.
Penulisan buku ini dilatarbelakangi oleh kenyataan relatif barunya topik
“pemetarencanaan (roadmapping)” dan masih sangat jarangnya bahan bacaan/diskusi tentang
hal tersebut dalam bahasa Indonesia. Sejauh yang penulis ketahui, beberapa rekan di Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kementerian Riset dan Teknologi (KRT)
termasuk di antara sehimpunan kecil yang memprakarsai diskusi-diskusi dan pengembangan
pemetarencanaan, khususnya pemetarencanaan teknologi (technology roadmapping) di
Indonesia dewasa ini. Karena itu, penulis termotivasi untuk berpartisipasi dalam meningkatkan
ketersediaan bahan bacaan/diskusi berbahasa Indonesia tentang topik pemetarencanaan ini.
Menyiapkan suatu buku yang mudah dipahami merupakan suatu tantangan tersendiri.
Apalagi jika “isinya” termasuk topik yang relatif baru. Walaupun buku ini bertopik spesifik,
namun penulis berusaha menyajikannya sesederhana mungkin dan ditujukan bagi siapa pun
yang menaruh minat dalam manajemen dan pengembangan teknologi (inovasi).
Buku ini lebih merupakan “kompendium” tentang konsep, metode dan beberapa kasus
praktik selektif pemetarencanaan, terutama di beberapa negara maju. Kedalaman bahasan
dalam buku ini bersifat perkenalan (introductory). Untuk pendalaman lebih lanjut, khususnya
menyangkut topik-topik spesifik, para pembaca disarankan mempelajari pada beberapa literatur
yang antara lain ada pada Daftar Kepustakaan. Tanpa maksud mengalihkan tangggung jawab
isi tulisan, yang tentu sepenuhnya berada pada penulis, para kontributor utama esensi dari
tulisan-tulisan dalam buku ini adalah para pakar terutama yang penulis rujuk dokumen-
dokumen tertulisnya. Melalui tulisan mereka lah penulis menimba pelajaran dari pemikiran dan
pengalaman mereka dalam bidang ini.
Banyak pihak yang berjasa atas terbitnya buku ini. Sehubungan dengan itu, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada rekan-rekan di BPPT
dan KRT, terutama yang telah memberikan kritikan dan saran serta menggunakannya sebagai
salah satu bahan dalam prakarsa-prakarsa pemetarencanaan di lingkungan BPPT dan KRT.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran
membangun akan senantiasa penulis hargai setulusnya. Semoga bermanfaat.
Tatang A. Taufik
vii
BAB 1
PEMETARENCANAAN: PROLOG
1.1. PENDAHULUAN
Daya saing merupakan kunci bagi keberhasilan bisnis. Perusahaan yang tidak kompetitif,
tak saja mustahil menguasai/mempertahankan posisi pasarnya tetapi juga akan sulit
mempertahankan keberlangsungan hidupnya, dan cepat atau lambat mungkin akan “punah”
dan digantikan oleh perusahaan-perusahaan yang kompetitif.
Perjalanan sejarah menunjukkan berbagai dinamika perkembangan yang mendorong
menguatnya keyakinan akan kecenderungan inovasi sebagai faktor yang makin menentukan
daya saing. Literatur tentang knowledge based economy/KBE atau “ekonomi berbasis
pengetahuan/EBP” sarat dengan diskusi akan hal ini.
Dalam kenyataannya, inovasi biasanya tak terjadi dalam lingkungan yang terisolasi.
Inovasi teknologi, baik yang lebih bersifat technology push, demand pull, ataupun kombinasi
keduanya (market driven) lebih merupakan hasil proses interaksi banyak pihak, di mana
pertukaran informasi dan pengetahuan merupakan salah satu elemen penting.
Ini menunjukkan bahwa bila tingkat inovasi hendak ditingkatkan, maka kolaborasi yang
lebih baik antara berbagai pihak yang memiliki atau dapat membentuk tujuan inovasi bersama
menjadi hal yang sangat penting. “Pemetarencanaan” atau roadmapping termasuk
“pemetarencanaan teknologi” (technology roadmapping), memungkinkan banyak pihak untuk
secara bersama berkolaborasi dalam suatu proses perencanaan jangka panjang dan membuka
kesempatan bagi penelitian dan pengembangan teknologi secara sinergis.
Pemetarencanaan teknologi misalnya dapat sangat membantu peningkatan inovasi.
Namun, suatu “petarencana teknologi” (technology roadmap) sebenarnya bukan dimaksudkan
untuk memprediksi terobosan dalam iptek yang akan terjadi di masa depan, melainkan
menekankan elemen-elemen yang diperlukan untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan teknologi
di masa depan.
1
Buku ini membahas singkat sebagai tinjauan umum atas beberapa hal pokok tentang
“pemetarencanaan”, khususnya “pemetarencanaan teknologi,” yang relatif masih baru di
Indonesia. Segi kepraktisan lebih ditekankan di sini. Karena itu, beberapa isu yang dinilai
terlampau “teoritis” (walaupun penting) tidak dibahas di sini. Beberapa contoh ilustratif disajikan
untuk meningkatkan pemahaman. Selain itu, kerangka umum bagaimana melaksanakan
pemetarencanaan dibahas untuk memberikan gambaran dan sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam merancang suatu program/proyek pemetarencanaan. Tentu saja, langkah-
langkah tersebut perlu disesuaikan dengan konteks kasus pemetarencanaan yang ditangani.
1.2. PENGERTIAN
Keluaran proses ini adalah “petarencana” (roadmap) yaitu dokumen yang menjelaskan
bagaimana perkiraan masa datang dan tujuan (destinasi) yang hendak dicapai, bagaimana
lintasan (alternatif lintasan) dan langkah (tahapan) apa yang diperlukan untuk mencapainya,
siapa yang melakukan dan kapan dilaksanakan, serta sumber daya dan kapabilitas apa yang
diperlukan untuk kesemua itu.
1
Dalam Buku ini, penulis menggunakan kata “pemetarencanaan” sebagai padanan terjemahan dari istilah
roadmapping, dan kata “petarencana” untuk istilah roadmap.
Jadi, istilah “pemetarencanaan teknologi” (technology roadmapping) dalam hal ini pada
dasarnya merupakan serangkaian proses perencanaan teknologi yang didorong oleh proyeksi
kebutuhan-kebutuhan (projected needs) atas kondisi masa yang akan datang dalam
lingkup/domain kerja organisasi atau konteks tertentu. Artinya, yang menjadi penekanan yang
terkait dengan tema utamanya dalam hal ini adalah “teknologi.” Tetapi (seperti akan dijelaskan
lebih lanjut pada bagian-bagian berikut di buku ini), hal ini tidak berarti bahwa dalam
pemetarencanaan teknologi, maka elemen lain (misalnya industri atau pasar, produk atau
lainnya) diabaikan. Ini hendaknya lebih diartikan bahwa “fokus dan/atau tekanan” perhatian
proses yang dimaksudkan adalah pada teknologi. Dalam hal ini, maka keluaran dari proses
pemetarencanaan teknologi/PRT biasanya disebut “petarencana teknologi” (technology
roadmap).
Demikian halnya dengan konteks kelembagaan atau organisasi dan
pengorganisasiannya. Pemetarencanaan (termasuk pemetarencanaan teknologi) dapat
dilakukan oleh organisasi tertentu, seperti misalnya perusahaan (individual), forum/konsorsium,
komunitas atau asosiasi tertentu yang mempunyai kepentingan (concern) terhadap
pengembangan teknologi, industri dan/atau kepentingan tertentu.
Dalam kaitan ini, setiap tatanan kelembagaan atau organisasi dan pengorganisasiannya
biasanya mempunyai motivasi, kepentingan dan tujuan utama yang hendak dicapai serta
implikasi pentingnya. Inilah yang akan menentukan konteks tematik bidang dan fokus dari suatu
prakarsa/upaya pemetarencanaan. Hal ini dapat ditelaah dari beragam praktik
pemetarencanaan yang sejauh ini berkembang. Untuk memberikan gambaran, beberapa istilah
berikut adalah yang sejauh ini dijumpai (digunakan) dalam beberapa dokumen.
Sandia National Laboratories – Amerika Serikat (SNL, 2003) mendefinisikan
pemetarencanaan teknologi sebagai “suatu proses perencanaan teknologi yang didorong oleh
kebutuhan (needs-driven) untuk membantu mengidentifikasi, memilih dan mengembangkan
alternatif-alternatif teknologi untuk memenuhi sehimpunan kebutuhan produk.”
Robert Galvin, mantan pimpinan Motorola (Schaller, 1999) mendefinisikan
"Suatu petarencana (roadmap) adalah merupakan perluasan pandangan tentang
masa depan dari suatu bidang penyelidikan tertentu yang terdiri dari kumpulan
pengetahuan dan imajinasi pendorong-pendorong “terjelas” dalam bidang
tersebut."
3
3. “Petarencana produk” (product roadmaps); dan
4. “Petarencana program” (program roadmaps).
Secara historis, tidak diketahui persis kapan metode ini mulai digagas, namun beberapa
dokumen pemerintah di kalangan Departemen Pertahanan Amerika Serikat diperkirakan
mengawali pengembangan teknik ini (Schaller, 1999). Teknik pemetarencanaan (roadmapping)
mulai berkembang dan diterapkan di perusahaan-perusahaan untuk perencanaan produk,
seperti yang dilakukan oleh Motorola di tahun 80-an. Belakangan, pendekatan ini diperluas
untuk mendukung prakarsa foresight, terutama di Amerika Serikat (Çetindamar dan Farrukh,
2001).
Berkembangnya keyakinan akan pentingnya inovasi mendorong beragam kajian tentang
bagaimana inovasi terjadi dan bagaimana hal tersebut dapat dipengaruhi/didorong. Kerangka
pola inovasi Rycroft/Kash (Schaller, 1999) yang mengindikasikan inovasi baik dalam bentuk
bertahap (incremental), besar (major), dan mendasar (fundamental) merupakan salah satu di
antaranya (Gambar 1.1). Hukum Moore (Moore’s Law)3 merupakan di antara “kaidah umum”
yang menjadi acuan misalnya dalam menganalisis prediksi dan/atau pentargetan tertentu dalam
pemetarencanaan di industri semiconductor. Kesemua contoh ini mengilustrasikan
perkembangan industri dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) senantiasa
dimanfaatkan dan akan saling memperkuat bagi proses pemetarencanaan.
Bagaimana kecenderungan perkembangan pemetarencanaan (khususnya
pemetarencanaan teknologi) adalah contoh dalam kasus semiconductor yang dikaji oleh
Schaller (2001) dan menjadikannya topik kajian disertasi doktoralnya. Di antara temuan
2
EISDISR: Emerging Industries Section Department of Industry, Science and Resources - Australia.
3
Yang menyatakan pelipatgandaan kinerja microchip dalam kurun waktu setiap 18 bulan.
pentingnya dalam kaitan ini adalah beberapa kecenderungan yang secara singkat seperti
berikut.
g
Pola Normal f
to i---
g
tw ry 2
olo
-
k--
K
kn
--- ajec
or
Te
- --
i
Tr
Ne
e
n
e
r d
j
c
a
--
--- ajec ogi-
Pola Transisi
tw ry 1
-
Tr knol
k--
to
or
Te
---
Ne
Innovation legend:
b Inkremental
a Besar (Major)
Fundamental
Pola Transformasi
Waktu
Sumber: Schaller (1999).
† Awal periode perkembangan (15 tahun antara pertengahan 1970-an hingga 1990-an)
bersamaan dengan munculnya kekhawatiran industri semiconductor Amerika Serikat
atas ancaman pesaing dari Jepang.
§ Di kalangan industri semiconductors, “Motorola” diperkirakan yang mengawali
petarencana teknologi seperti dalam bentuk yang banyak digunakan saat ini.
§ Ada banyak perusahaan yang juga sebagai pengguna (TI, IBM, Intel, Honeywell,
bahkan perusahaan manufaktur Jepang).
† “MicroTech 2000” dapat dikatakan sebagai titik penting perubahan, di mana
pemetarencanaan makin merupakan upaya bersama banyak pihak yang melibatkan
pelaku bisnis, perguruan tinggi, lembaga litbang dan pemerintah. Pemetarencanaan juga
lebih menekankan pandangan yang lebih berjangka panjang, partisipasi multi disiplin dan
metodologi yang berbasis konsensus.
5
† Pemetarencanaan semakin diposisikan sebagai pendekatan strategik dan sistematik:
§ Ini semakin memperkuat keterkaitan dengan dukungan litbang, karena petarencana
dari lembaga litbang biasanya mempunyai fokus perencanaan jangka panjang
(antara 5 atau 10 tahun hingga beyond the “next generation“);
§ Berfokus untuk membantu terbentuknya kolaborasi tingkat tinggi karena persoalan
umum (pre-competitive) dan kebutuhan menjadi jelas bagi semua pihak;
§ Dukungan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi (misalnya dalam kasus
Motorola) menjadi elemen kunci keberhasilan. Organisasi yang kondusif bagi
terjadinya proses pemetarencanaan, menjadikannya “bagian dari budaya”;
§ Pendekatan yang mendalam dan sistematis menjadi bagian dari perencanaan.
† Cakupan pemetarencanaan semakin luas dan merupakan proses membangun
kebersamaan:
§ Perkembangan sejak “MicroTech 2000” yang dilanjutkan dengan NTRS (National
Technology Roadmap for Semiconductors) tahun 1994 dan 1997, hingga ITRS (The
International Technology Roadmap for Semiconductors) tahun 1999 dan 2001.
§ Cakupannya lebih luas (dari perusahaan ke tingkat industri) dan ada kecenderungan
“standarisasi” proses dan metode yang bisa lebih memberikan nilai bagi perusahaan
dan sekaligus memudahkan “berbagi” informasi dan pengetahuan di antara para
partisipan.
0 1 ITR S
9 9 ITR S
Pe m e rin ta h
9 7 N TR S
U n ive rs ita s
Ko n s o rs iu m
Su p p lie r
9 4 N TR S*
C h ip m a ke r
92 Roadm ap
9 1 MT2 0 0 0
01 ITR S
99 ITR S
97 N TR S
K ons ors ia & U nivers itas
P em erintah
Indus tri
94 N TR S *
92 R oadm ap
91 M T2000
7
24%
0 1 ITR S
76%
28%
9 9 ITR S
72%
39%
9 7 N TR S
61%
L a in n ya
In d u s tri
39%
9 4 N TR S *
61%
42%
92 Roadm ap
58%
58%
9 1 MT2 0 0 0
42%
4
“The Learning Trust” misalnya mengembangkan “Geneva Vision Strategist,” suatu software yang digunakan untuk
perencanaan strategis. Di antara para penggunanya adalah Motorola dan Honeywell.
9
Tujuan Pemetarencanaan:
Menyusun rencana dengan sasaran yang tepat, lintasan perjalanan
yang tepat, dengan biaya yang tepat, menggunakan teknologi dan
kapabilitas yang tepat, dan pada saat/waktu yang tepat.
˘ Konteks strategik
11
mencapai tujuannya secara bersama, pemetarencanaan sangat bernilai terutama bagi
peningkatan kapasitas dan pengembangan sinergi positif melalui:
§ Proses pembelajaran (learning) dari tim/kelompok;
§ Memanfaatkannya sebagi alat komunikasi (communication) bagi tim/kelompok.
Proses pemetarencanaan teknologi merupakan alat efektif sebagai suatu mekanisme
untuk mengintegrasikan beragam elemen organisasi (tatanan kelembagaan tertentu)
secara kolaboratif, dalam merencanakan pengembangan teknologi secara sistematis.
Dari perspektif berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), pemetarencanaan dapat
berguna terutama karena potensinya dalam memberikan kerangka mekanisme
koordinasi dan dukungan sumber daya yang diperlukan untuk menginisiasi tindak lanjut
serta sebagai katalis untuk melaksanakan langkah-langkah penting yang disepakati.
Pemetarencanaan dinilai bermanfaat terutama dalam memberikan informasi untuk
membantu keputusan-keputusan investasi teknologi secara lebih baik.
† Pemetarencanaan pada dasarnya merupakan salah satu cara mendorong inovasi secara
lebih terkelola (managed innovation)
Inovasi dapat berkembang dari beragam situasi, termasuk secara “kebetulan” (by
chance). Apabila hal positif ini dapat didorong melalui upaya yang lebih terencana,
sangat logis mengharapkan bahwa pemetarencanaan sebagai upaya yang lebih
sistematis, pengorganisasian pelaku (pihak yang terlibat), proses, serta implikasi yang
lebih terkelola diharapkan dapat meningkatkan peluang dan keberhasilan inovasi yang
lebih tinggi.
† Pemetarencanaan merupakan proses iteratif
Betapa penting untuk dipahami bahwa sebagai perencanaan jangka panjang, proses
pemetarencanaan merupakan proses iteratif. Ini tentu berarti bahwa hasil yang diperoleh
pada suatu tahapan/periode proses pemetarencanaan tertentu, tidak harus dianggap
sebagai hasil final yang tidak bisa “ditawar.” Upaya perbaikan yang terus menerus
(continuous improvement) perlu terus menjadi bagian dari proses pemetarencanaan
teknologi itu sendiri.
† Pentingnya komitmen partisipan
Proses pemetarencanaan memang akan membutuhkan pemikiran, energi, dan waktu
yang biasanya “menantang (challenging).” Karena itu upaya ini membutuhkan
kesungguhan/komitmen yang tinggi dari para stakeholder, baik selama proses
perencanaan, implementasi maupun pemantauan, evaluasi dan perbaikannya.
Dalam dua bentuk “ekstrim” teknik perencanaan, yaitu “peramalan” (forecasting) yang
pada dasarnya bertujuan mengetahui apa yang (mungkin) terjadi di masa depan, dengan
“perencanaan skenario” (scenario planning) yang pada dasarnya bertujuan menyusun langkah-
langkah yang perlu dilakukan atas asumsi keadaan-keadaan tertentu, maka pemetarencanaan
pada dasarnya mengkombinasikan keduanya. Pemetarencanaan memanfaatkan teknik
peramalan misalnya dalam memproyeksikan kondisi masa depan (termasuk kebutuhan-
kebutuhan tertentu), biasanya terutama berdasarkan kecenderungan-kecenderungan yang
berkembang. Di sisi lain, pemetarencanaan juga memanfaatkan teknik perencanaan skenario
misalnya dalam mengelaborasi alternatif lintasan yang mungkin dalam mencapai sasaran-
sasaran tertentu (atau memenuhi kebutuhan tertentu).
Sumber : Dimodifikasi seperlunya dari Çetindamar dan Farrukh (2001), Phaal (2002), Farrukh (2003).
13
Tabel 1.1 Perbandingan Umum antara Pemetarencanaan dan Foresight.
Bahasan yang diangkat dalam buku ini selanjutnya ditekankan pada beberapa hal yang
dinilai penting. Bab berikut membahas alasan umum di balik pemetarencanaan, terutama
menyangkut pendorong dan tujuan pemetarencanaan, kegunaan dan manfaat serta manfaat
pemetarencanaan. Mengingat perkembangannya yang cukup pesat, diskusi menyangkut
taksonomi dinilai penting untuk diangkat setidaknya untuk memberikan gambaran keragaman
dan konteks masing-masing. Beberapa contoh jenis petarencana dan upaya menyusun
taksonomi, serta dimensi penting jenis dan taksonomi petarencana dibahas secara singkat.
Pengayaan wawasan dan upaya membantu agar dapat memetik pelajaran berharga dari
pengalaman-pengalaman praktik yang telah dilakukan oleh berbagai pihak sangatlah penting.
Karena itu, bagian selanjutnya mendiskusikan secara selektif beberapa contoh praktik
pemetarencanaan teknologi, baik contoh di negara maju, contoh internasional, maupun
beberapa prakarsa nasional.
15
(pendekatan dan proses generik) dibahas. Proses pemetarencanaan terutama pada dasarnya
terdiri atas tiga tahapan umum, yaitu tahap awal/inisiasi, tahap pengembangan, dan tahap
peninjauan, implementasi, dan evaluasi. Proses tersebut akan dijelaskan lebih lanjut tanpa
maksud mengelaborasi elemen-elemen teknis terlampau detail. Ini mengingat bahwa setiap
proses pemetarencanaan pada dasarnya bersifat unik, sehingga dalam praktiknya kastomisasi
sebenarnya merupakan aspek yang sangat penting (menentukan).
Isu yang tidak kalah pentingnya adalah aspek kelembagaan (organisasi dan
pengorganisasian), peran partisipan serta beberapa implikasi kebijakan yang terkait dengan
pemetarencanaan, yang masing-masing dibahas tersendiri, walaupun tidak dimaksudkan satu
dengan lainnya bersifat mutually exclusive. Diskusi tentang kelembagaan terutama mengangkat
kerangka kelembagaan dan beberapa contoh. Sedangkan bagian tentang peran partisipan
membahas peran pemerintah maupun peran partisipan non pemerintah serta pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan dalam upaya-upaya pemetarencanaan. Sementara itu, diskusi
tentang implikasi kebijakan dibatasi pada kerangka umum. Untuk membantu pemahaman,
beberapa contoh ilustratif dari aplikasi praktis juga disampaikan seperlunya. Tentu saja
bahasan tentang isu-isu tersebut dalam buku ini pun tidak perlu dianggap sebagai bahasan
yang telah paripurna. Kajian dan pengembangan tentang ketiga topik ini perlu terus
dikembangkan.
2.1. PENDAHULUAN
17
(yang mungkin berupa alternatif-alternatif yang pada dasarnya juga perlu digali) dan proyeksi
kebutuhan terkaitnya di masa depan.
Dalam pandangan demikian, pemetarencanaan merupakan penyikapan terhadap masa
datang yang bersifat “proaktif” berdasarkan pengalaman masa lampau. Alternatif cara
penyikapan lain bisa saja lebih bersifat “reaktif,” atau bahkan “pasif” (status quo).
Pemetarencanaan akan memiliki nilai pragmatis jika ada perbedaan signifikan dibanding kedua
cara penyikapan terakhir.
Tetapi persoalannya, pemetarencanaan mengandung elemen masa depan yang tidak
seorang pun mampu “mengetahuinya” dengan pasti dan “mengendalikan” sepenuhnya. Selain
itu, faktor yang lebih “teknis,” seperti misalnya penetapan “target” yang terlampau “konservatif”
atau sebaliknya yang terlampau “ambisius” dapat mempengaruhi bagaimana perbedaan antara
yang dipetarencanakan dengan hasil sebenarnya. Karena itu, penilaian ex-post atas “ketepatan
hasil” pemetarencanaan akan menimbulkan kerancuan dan dapat “menyesatkan” (misleading)
dalam menilai suatu proses pemetarencanaan.
Kualitas pemetarencanaan (dan petarencana yang dihasilkan) sebenarnya perlu dinilai
dari “proses” pemetarencanaan itu sendiri, termasuk apakah pemetarencanaan tersebut
sebagai suatu bentuk perencanaan yang “logis” dan dipandang sebagai proses iteratif untuk
terus diperbaiki sejalan dengan perkembangan yang terjadi, serta apakah petarencana yang
dihasilkan menjadi pijakan bagi para pihak yang bersangkutan untuk memiliki komitmen
melaksanakan tindak lanjut seperti yang dituangkan di dalamnya.
Sehubungan dengan itu, bagian ini selanjutnya membahas beberapa aspek penting
terkait terutama menyangkut pendorong (driver), tujuan, kegunaan dan manfaat umum, serta
beberapa tantangan yang biasanya muncul dalam pemetarencanaan.
A. Pendorong Pemetarencanaan
Di antara pendorong utama bagi perusahaan atau industri untuk melakukan
pemetarencanaan, khususnya pemetarencanaan teknologi/PRT atau technology roadmapping/
TRM pada dasarnya adalah lingkungan persaingan global yang makin ketat. Seperti juga
ditegaskan dalam EISDISR (2001), tantangan utama bagi perusahaan adalah mengembangkan
dan mempertahankan keunggulan daya saing dalam suatu lingkungan bisnis yang kompleks.
Pasar dan teknologi berubah sangat cepat, tekanan atas biaya meningkat, pelanggan semakin
menuntut, dan siklus produk serta time-to-market cenderung semakin pendek. Dalam
lingkungan demikian, maka perusahaan perlu berfokus pada pasar-pasar masa depan mereka
dan menggunakan perencanaan teknologi untuk tetap terdepan dalam persaingan (lihat ilustrasi
Gambar 2.1).
Kompleksitas Tekanan
teknologi/produk globalisasi
Industri
Regulasi Tuntutan
akan quick returns
dari stakeholder
2. Internal:
§ Perencanaan dan eksekusi yang lebih baik
§ Komunikasi antar organisasi yang lebih baik
19
Pemetarencanaan teknologi biasanya mengidentifikasi persyaratan sistem yang utama
(untuk sehimpunan kebutuhan produk, berdasarkan atas perkiraan perkembangan pasar dan
rencana pasar sasaran yang dituju), target kinerja produk dan proses, dan alternatif teknologi
serta milestones untuk mencapai target-target tersebut. Jadi pada dasarnya pemetarencanaan
teknologi adalah proses perencanaan teknologi yang bersifat needs-driven untuk membantu
mengidentifikasi, memilih, dan mengembangkan beberapa alternatif untuk memenuhi
serangkaian kebutuhan produk.
Suatu “petarencana teknologi” atau technology roadmap merupakan hasil dari proses
pemetarencanaan teknologi dari suatu perusahaan ataupun kolaborasi multipihak dalam suatu
industri tertentu (lihat misalnya Garcia dan Bray, 2001). Petarencana pada dasarnya
merupakan dokumen yang dapat memberikan suatu kerangka atau petunjuk untuk rencana
tindakan beberapa waktu ke depan (misalnya dalam kurun waktu 3 – 5 tahun) berdasarkan
rencana tindakan dan aktivitas yang direkomendasikan.
Petarencana tersebut menjelaskan suatu gambaran masa datang, berdasarkan visi
bersama para pihak yang terlibat dalam mengembangkan peta rencana tersebut, dan
memberikan suatu kerangka kerja (framework) untuk merealisasikan masa datang tersebut
agar secara teknologi dapat terwujud.
Karena setiap “industri” pada dasarnya memiliki karakteristik spesifik masing-masing
(selain elemen yang bersifat universal), maka eksplorasi dan elaborasi tentang faktor penentu
suatu industri tertentu di masa datang perlu dilakukan. Kondisi masa datang bagaimana yang
diperkirakan dan faktor pendorong apa di balik perubahan yang terjadi dan/atau diperkirakan
akan terjadi adalah di antara isu yang perlu ditelaah dengan cermat dalam setiap
pemetarencanaan.
B. Tujuan Pemetarencanaan
Seperti telah disampaikan bahwa tujuan mendasar pemetarencanaan adalah menyusun
rencana (yang berperan strategis dan dalam bentuk pragmatis) dengan sasaran yang tepat,
lintasan perjalanan yang tepat, dengan biaya yang tepat, menggunakan teknologi dan
kapabilitas yang tepat, dan pada saat/waktu yang tepat.
Tujuan utama PRT adalah menyusun rencana tindak yang sistematis tentang
pengembangan dan penyediaan kemampuan teknologi untuk konteks tertentu yang spesifik
oleh para stakeholder kuncinya yang diperkirakan dibutuhkan di masa datang.
Sementara itu, tujuan umum PRT biasanya adalah (Çetindamar dan Farrukh, 2001):
† Memfasilitasi integrasi teknologi baru ke dalam proses perencanaan;
† Sinkronisasi pengembangan pasar, produk dan teknologi dalam dan antara organisasi;
† Memberikan informasi penting tentang kecenderungan-kecenderungan teknologi dan
dampaknya;
† Mendukung komunikasi dan kerjasama dalam dan antara organisasi;
† Mendukung seleksi proyek, alokasi sumber daya, dan keputusan pendanaan.
Çetindamar dan Farrukh (2001) mengidentifikasi tentang bidang aplikasi, tujuan umum
dan maksud PRT sebagai berikut. Bidang aplikasi PRT antara lain adalah:
† Perencanaan proyek untuk target-target yang diketahui yang melibatkan beragam
teknologi;
† Perencanaan produk – (berkaitan dengan platform dan evolusi);
† Media untuk mengkomunikasikan strategi teknologi atau kebijakan teknologi;
† Peramalan teknologi dan produk.
Secara umum, PRT biasanya dimaksudkan untuk (Çetindamar dan Farrukh, 2001):
† Mendukung perintisan proses pemetarencanaan teknologi khusus suatu
perusahaan/organisasi;
† Membangun keterkaitan kunci antara sumber daya teknologi dengan pendorong bisnis
(business drivers);
† Mengidentifikasi kesenjangan penting dalam inteligen pasar, produk dan teknologi;
† Mengembangkan peta lintasan terobosan teknologi;
† Mendukung strategi dan prakarsa perencanaan teknologi di dalam suatu perusahaan;
† Menunjang komunikasi antara fungsi teknis dengan komersial.
21
2.3. KEGUNAAN DAN MANFAAT PEMETARENCANAAN
A. Kegunaan
PRT memberikan kerangka mekanisme koordinasi dan dukungan sumber daya yang
diperlukan untuk menginisiasi tindak lanjut serta sebagai katalis untuk melaksanakan langkah-
langkah penting yang disepakati. Bagi pembuat kebijakan (termasuk kebijakan teknologi), PRT
jelas merupakan hal sangat penting untuk memformulasikan kerangka kebijakan yang efektif
dalam pengembangan teknologi, termasuk misalnya “teknologi masyarakat (indigenous
technology)” sebagai bagian dari aset intelektual bangsa sendiri.
PRT pada dasarnya mempunyai 3 (tiga) kegunaan utama, yaitu:
1. Membantu pengembangan suatu konsensus tentang sehimpunan kebutuhan (needs) dan
teknologi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Memberikan suatu mekanisme untuk membantu para ahli dan stakeholders kunci untuk
memperkirakan dan menggali alternatif kemungkinan pengembangan teknologi dalam
bidang-bidang tertentu yang dituju (menjadi sasaran).
3. Memberikan suatu kerangka untuk membantu perencanaan dan koordinasi
pengembangan teknologi, baik di dalam suatu organisasi (perusahaan) maupun
keseluruhan industri.
B. Manfaat
PRT dinilai bermanfaat terutama dalam memberikan informasi untuk membantu
keputusan-keputusan investasi teknologi secara lebih baik. Manfaat umum dari PRT adalah:
† Memberikan pendekatan yang sistematis bagi pengembangan teknologi yang
berorientasi kebutuhan pasar masa datang;
† Memberikan konsensus pandangan tentang peluang-peluang pasar yang baru dan
teknologi-teknologi yang dinilai sangat penting (critical technologies);
† Mengidentifkasi hambatan/kendala-kendala utama bagi pengembangan di masa depan;
† Membimbing investasi litbang di masa depan;
† Mendorong pengembangan teknologi-teknologi terobosan, terdepan, atau yang dapat
mempelopori perkembangan lebih lanjut (leading-edge technologies);
† Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan keterampilan yang dinilai penting;
† Meningkatkan daya saing, produktivitas dan profitabilitas;
† Mendorong formasi aliansi baru, jaringan dan kemitraan;
† Mengurangi risiko kolaborasi;
† Memberikan arah untuk menyesuaikan kebijakan-kebijakan, program dan regulasi
pemerintah.
Dalam batas rasionalitas manusiawi (yang sering disebut bounded rationality) dan
kearifan (wisdom), apa yang dapat dilakukan oleh manusia “hanyalah” berupaya melihat ke
depan, dan perlu terus belajar dari masa lampau agar makin mampu melangkah ke depan
secara lebih baik.
Dalam perspektif demikian, barangkali tak berlebihan untuk menyatakan bahwa
“keberhasilan” pada dasarnya bukanlah “suatu keadaan (a state),” tetapi lebih merupakan
“suatu proses” terutama dalam mengembangkan dan memanfaatkan peluang, menghadapi
tantangan serta bagaimana cara positif menyikapi berbagai perubahan/perkembangan.
Dalam konteks demikian lah setiap upaya/proses pemetarencanaan perlu dilihat, sebagai
suatu cara penyikapan positif dalam melihat masa datang. Banyak pihak terus berupaya
mengembangkan pemetarencanaan, baik dalam tataran konsep maupun aplikasi praktis, yang
satu sama lain akan saling melengkapi/memperkuat.
23
24 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 3
TAKSONOMI PETARENCANA
3.1. PENDAHULUAN
Dari waktu ke waktu, prakarsa pemetarencanaan, aplikasi dan jenis petarencana yang
dihasilkan terus berkembang. Schaller (1999) mengungkapkan beberapa ragam aplikasi
pemetarencanaan, di antaranya
† science / research roadmaps (misalnya: science mapping)
† cross-industry roadmaps (Industry Canada initiative)
† industry roadmaps (SIA's Technology Roadmap for Semiconductors)
25
† technology roadmaps (contoh: aerospace, aluminum, dan lainnya)
† product roadmaps (Motorola dan lainnya)
† product-technology roadmaps (Lucent Technologies, Philips Electronics)
† project / issue roadmaps (yaitu untuk administrasi proyek)
Ragam tujuan dan aplikasinya yang berkembang terus di berbagai industri dan negara
dewasa ini relatif dengan cepat memposisikan pemetarencanaan dan petarencana dalam
memperkaya khasanah alat perencanaan strategik yang penting bagi perusahaan, organisasi
non bisnis dan/atau komunitas industri tertentu di berbagai negara.
Di sisi lain upaya dalam mempelajari pemetarencanaan memerlukan antara lain
pemahaman masing-masing pemetarencanaan (dan hasil) serta konteks tempat dan hubungan
satu dengan lainnya (jika ada).
Nasional/ NGM/IMTR
Cross-
Industry University Industry Canada
of Leiden Sandia
B
(Domain of Application)
National
A Labs SIA NTRS
Domain Aplikasi
Industri
NCR
Corporation
NCMS/MATI
Office of Naval
Pacific NW Research
Perusahaan/
Roche National Lab
Organisasi
Georgia Molecular
D
Institute of Biochemicals C National
Reconnaissance
Technology
Philips International Office
Produk/ Lucent Technologies
Proyek
Riset/Pemahaman Pengembangan Teknologi Administrasi
Tujuan (Objective)
Sumber : Albright dan Schaller: "Technology Roadmap Workshop," 1998,
Dikutip dari Schaller (2001).
27
Tren/ “Petarencana Sains / Teknologi” “Petarencana Produk-Teknologi”
Lintasan
(Trajectories) (Science / Technology Roadmaps) (Product-Technology Roadmaps)
Menetapkan sasaran industri Menyelaraskan keputusan dengan tren
Penekanan Petarencana
(Roadmap Emphasis)
Tujuan Pemetarencanaan
(Roadmapping Purpose)
1
EISDISR: Emerging Industries Section Department of Industry, Science and Resources - Australia.
kolaboratif dalam dan antar industri untuk mengisi kesenjangan teknologi dan/atau
menangkap peluang-peluang yang terkait dengan teknologi;
3. “Petarencana tingkat produk” (product level roadmap): petarencana yang
memberikan suatu kajian teknologi yang bersifat jangka panjang dan komprehensif
tentang kebutuhan produk masa depan kepada para manajer bisnis. Jenis ini
memuat deskripsi lengkap lini produk, divisi atau kelompok pengoperasian suatu
organisasi.
Luas Besar
Industri
Teknologi
Partisipasi Dampak
Produk
Sempit Terbatas
Sumber: EISDISR (2001)
2
Beberapa sumber rujukan dapat dilihat antara lain melalui http://strategis.gc.ca
29
3. “Petarencana produk” (product roadmaps), yaitu petarencana yang biasanya
digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi proses teknis (technical
processes), dan peluang serta risiko yang menyertainya yang terkait dengan
pengembangan suatu produk barang dan/atau jasa tertentu;
4. “Petarencana program” (program roadmaps), yaitu petarencana yang digunakan
organisasi (lembaga) pemerintah atau swasta untuk mengevaluasi bagaimana isu-
isu yang muncul (emerging issues) dapat mempengaruhi arah strategik dari suatu
program jangka panjang.
Dalam buku ini, istilah seperti disajikan pada Tabel 3.1 berikut digunakan sebagai
padanan bagi istilah lain yang serupa. Walaupun begitu, ini perlu dilihat lebih sebagai padanan
istilah yang penulis anggap “paling mendekati” mengingat beragamnya aplikasi dan penafsiran
yang berkembang.
Istilah Padanan
Pemetarencanaan Roadmapping
Petarencana Industri atau Petarencana § Petarencana Teknologi Industri” (Industry
Teknologi Industri Technology Roadmaps) – Industry Canada
§ Petarencana Teknologi Industri” (Industry
Technology Roadmaps) – USDOE
§ “Petarencana Industri” (Industry Roadmap) –
EISDISR
§ Industry Technology Roadmaps – Schaller
§ Industry Roadmap – Kappel
§ Environmental Roadmap - Honeywell
Petarencana Produk, Petarencana § “Petarencana Produk” (Product Roadmaps) -
Teknologi atau Petarencana Produk- Industry Canada
Teknologi § “Petarencana Produk” (Product Roadmaps) –
USDOE
§ “Petarencana Tingkat Produk” (Product Level
Roadmap) dan “Petarencana Tingkat
Teknologi” (Technology Roadmap) - EISDISR
§ Corporate or Product-Technology Roadmaps
dan Product / Portfolio Management
Roadmaps – Schaller
§ Product-Technology Roadmaps atau Product
Roadmaps – Kappel
§ Product Roadmap dan/atau Technology
Roadmap - Honeywell
Istilah Padanan
Petarencana Sains dan Teknologi § “Petarencana Sains dan Teknologi” (Science
and Technology Roadmaps) - Industry
Canada
§ Science and Technology Roadmaps atau
Critical/Emerging Technology Roadmaps -
USDOE
§ “Petarencana Teknologi” (Technology
Roadmap) - EISDISR
§ Science and Technology Roadmaps –
Schaller
§ Science / Technology Roadmaps - Kappel
Petarencana Program/Isu/Proyek § “Petarencana Program” (Program
Roadmaps) - Industry Canada
§ Issue-oriented Roadmaps - USDOE
Dari petarencana yang berkembang, keragaman jenis dan “keserupaan” yang dapat
dijadikan kriteria taksonomi nampaknya banyak ditentukan/terkait dengan beberapa dimensi,
yaitu:
1. Tujuan pemetarencanaan
2. Fokus tematik orientasi pemetarencanaan, yaitu dengan tekanan:
§ Produk, teknologi dan/atau industri (dalam konteks bisnis)
§ Sains dan/atau teknologi (dalam konteks kemajuan/advancement)
§ Program/isu (dalam mengatasi/menghadapi isu tertentu).
31
3. Pengorganisasian (dan partisipasi), yaitu berbentuk:
§ Tim organisasi individual (internal, misalnya suatu perusahaan)
§ Tim kolaboratif atau antar organisasi (eksternal, dari pespektif suatu organisasi,
misalnya konsorsium).
4. Fokus tingkat analisis:
§ Industri
§ Produk
§ Teknologi (beserta aktivitas pendukung dan pengelolaan sumber daya).
4.1. PENDAHULUAN
Seperti diungkapkan oleh Schaller (1999) dan setidaknya dari indikasi dokumen yang
dapat diakses secara elektronik dewasa ini, nampaknya upaya dan dokumen tentang
penerapan empiris pemetarencanaan secara kuantitatif jauh “lebih banyak” dengan yang
membahas sisi “konsep/teori.” Karena itu contoh-contoh praktik pemetarencanaan sebenarnya
tersedia relatif banyak, kecuali yang bersifat spesifik perusahaan dan/atau dibatasi bagi
anggota komunitas tertentu.
Bagian ini menyampaikan beberapa contoh selektif untuk memberikan gambaran aplikasi
empiris pemetarencanaan dan prakarsa nasional yang memang masih pada tahap awal.
33
persyaratan berbeda. Walaupun begitu, teknologi manufaktur semiconductor pada dasarnya
merupakan bidang umum di mana para pelaku industri beroperasi. Mereka bersaing dalam
desain semiconductor dan dalam produk-produk yang menggunakannya, bukan pada teknologi
manufaktur yang mendasarinya.
Selain itu, suatu prakarsa “NEMI” (National Electronics Manufacturing Initiative) juga
dikembangkan. Jika Pemetarencanaan Teknologi Semiconductor SIA menelaah isu yang terkait
dengan kebutuhan/persyaratan (requirements) manufaktur semiconductor, Pemetarencanaan
Teknologi NEMI berfokus pada kebutuhan bersama untuk produk yang terkait dengan jaringan
informasi seperti misalnya NII (National Information Infrastructure). Kedua pemetarencanaan ini
memungkinkan industri untuk mengembangkan teknologi-teknologi kunci yang mendasari
secara kolaboratif, yang tentunya diharapkan menghindari/mengurangi terjadinya pembiayaan
litbang yang bersifat “duplikasi” dan kekurangan pembiayaan atau mengabaikan teknologi
penting lainnya.
Persyaratan/kebutuhan sistem yang penting (critical system requirements) antara lain
meliputi ukuran yang lebih kecil (yaitu ukuran fitur), biaya yang lebih murah, dan power
dissipation. Sebagai contoh ditargetkan bahwa dalam kurun 1992 – 2007 terjadi penurunan
dalam perubahan 3 tahunan, dari ukuran 0,5 menjadi 0,1 mikron.
Selanjutnya petarencana mengidentifikasi 11 bidang teknis (seperti chip design and test,
lithography, dan manufacturing systems). Dengan menggunakan critical system requirements
tersebut sebagai kerangka kerja keseluruhan, dibentuklah tim untuk setiap bidang teknis, dan
petarencana teknologi pun disusun untuk setiap bidang.
Setiap tim mengembangkan sehimpunan pendorong teknologi (technology drivers) yang
bersifat spesifik bagi setiap bidang, yang diturunkan dari dan terkait dengan salah satu atau
lebih critical system requirements. Sebagai contoh misalnya pendorong teknologi dalam bidang
lithography yang terkait dengan ukuran fitur meliputi overlay, resolusi dan ukuran alat. Bidang
lithography kemudian dibagi atas exposure technology; mask writing, inspeksi, perbaikan
(repair), pemrosesan, dan metrologi; serta resist, track, dan metrologi.
Untuk setiap bidang teknologi (misalnya lithography) dan/atau sub bidang (misalnya
exposure technology), petarencana mengidentifikasi alternatif teknologi seperti x-ray, e-beam,
dan ion projection. Kinerja pendorong teknologi selanjutnya diproyeksikan untuk setiap alternatif
teknologi untuk beragam titik/periode waktu. Berdasarkan proyeksi tersebut beserta dampaknya
pada sasaran-sasaran critical system requirements, maka direkomendasikanlah sejumlah
alternatif.
Laporan petarencana teknologi yang lengkap disiapkan untuk aktivitas tindak lanjut.
Lokakarya diselenggarakan untuk melakukan kritik dan memvalidasi petarencana. Petarencana
selanjutnya digunakan oleh Sematech untuk mengevaluasi dan menyusun prioritas dari proyek-
proyek potensial. Dokumen ini telah mengalami beberapa peninjauan dan revisi dan berbeda
dari versi awalnya.
Integrated
1st Mfg. Infra. Workshop Manufacturing
FCCSET AMT Interagency
Budget Initiative Technology
FCCSET CIT 2nd Mfg. Infra. Workshop Roadmapping
Working Group
35
Proses pemetarencanaan IMTR melibatkan lebih dari 400 partisipan dari 150
perusahaan. Kerangka tahapan, proses pelaksanaan dan keluaran (deliverables) IMTR adalah
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2 – 4.4.
Petarencana IMTR
Visi
Perusahaan
Kompetitif
Masa Depan
Database
Iptek
Rencana
Implementasi Program
Baseline keadaan
saat kini dan
kemana akan
menuju.
Menjabarkan bidang
teknologi ke dalam
fungsi-fungsi logis dari
perusahaan manufaktur
“generik”
“Nugget” Roadmaps
Menentukan keadaan
masa depan yang
diinginkan, kapabilitas Menentukan kerangka
yang diperlukan untuk waktu untuk mencapai
mencapainya, dan tujuan, kebutuhan, dan
litbang untuk mencapai Mengidentifikasi “10 teratas” tugas; dasar bagi
setiap kapabilitas. kapabilitas yang akan rencana litbang detail.
dikembangkan dan
mengkaitkan teknologi-
teknologi yang berperan dari
seluruh (empat)
petarencana IMTR.
Sumber : Caswell (2002).
37
2. Technology Sourcing (Anggota: Baxter, Kraft, Kellogg, Redex, Rockwell). Agenda:
Pengambilan keputusan pengembangan teknologi secara internal atau eksternal,
bagaimana berurusan dengan isu kekayaan intelektual, bagaimana
mengidentifikasi kebutuhan dan sumber teknologi, secara domestik maupun
global, benchmark praktik terbaik dan mengenali kesenjangan teknologi, serta
pengembangan pemahaman keahlian dalam bidang di luar kelompok.
3. Inovasi-Produk-Teknologi dan Strategi; Manajemen Portfolio/Technology-product-
innovation & Strategy; Portfolio Management (Anggota: Coca Cola, Lucent,
Motorola, Roche, Rohm and Haas, SWPC, United Technologies). Agenda:
Mengembangkan sub modul “Strategi Teknologi” dalam MOAD, dan menentukan
praktik "termaju" (state of the art) dari manajemen portfolio.
4. Alih Teknologi/Technology Transfer (Anggota: Baxter, Ford, Kraft, Motorola,
Roche, Rockwell, Siemens-Westinghouse). Agenda: akuisisi dan alih (transfer)
pengetahuan dan teknologi yang bersifat perusahaan-perusahaan, dalam
perusahaan, litbang-manufaktur dan lintas lini produk. Fokus utamanya adalah
pada proses transfer dan pada pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman dan
studi perusahaan.
5. Standar Teknologi Antar Organisasi/Inter-Organizational Technology Standards
(Pemimpin: Rockwell). Agenda: topik yang bersifat lintas kelompok kerja.
6. Isu Dalam Organisasi/Intra-organizational Issues (Anggota: Kellogg, Lucent,
McDonald’s, Motorola, Roche). Agenda: Pembahasan isu-isu internal organisasi
dalam teknologi yang memungkinkan studi pendalaman.
7. Pemetarencanaan Bioteknologi/Biotechnology Roadmapping (Anggota: Kellogg,
Kraft, Motorola, McDonald’s, Northwestern Biotech Center, Redex, Roche).
Agenda: Pengembangan dan penerapan petarencana industri dalam beragam
bidang ilmu kehidupan yang sejauh ini terabaikan. Perhatian terutama diberikan
pada perubahan pertambahan nilai, hambatan dan pola perubahan bidang yang
ditemui dalam berbagai sektor industri.
39
Tabel 4. 1 Beberapa Kasus dengan Metode ‘Fast-Start.’
Sektor/Produk Maksud
§ Industrial coding (x2) § Product planning
§ Postal services (x10) § Integration of R&D into business; business planning
§ Security / access systems § Product planning
§ Labelling software § Product planning
§ Surface coatings § New product development process
§ Medical packaging (x2) § Business reconfiguration
§ Automotive sub-systems § Service development & planning
§ Power transmission § Business opportunities of new technology
§ Capital investment planning and technology insertion
§ Railway infrastructure (x2)
§ Research programme planning
§ National infrastructure
§ New product opportunity; business reconfiguration
§ Building controls
§ Defining the national research agenda for the sector
§ Automotive
† Lucas:
§ Menyediakan perencanaan proyek terpadu bagi sistem rekayasa;
§ Memasok masukan-masukan teknologi yang tepat bagi proses penganggaran.
† ABB:
§ Menginformasikan proses evaluasi teknologi bisnis.
Topik Pengelola
1. Teknologi Informatika dan Pusat Penelitian Antar Universitas Mikroelektronika-ITB
Mikroelektronika (TIMe) (PPAU Mikroelektronika)-Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM) - ITB
41
Dalam rancangannya, Program RUSNAS dikembangkan dengan pertimbangan sebagai
berikut (faktor pendorong):
1. Banyak sektor produksi yang strategis kurang dapat berkembang karena lemahnya
penguasaan berbagai bidang teknologi yang terkait.
2. Di pihak lain bidang-bidang teknologi yang terkait dengan suatu sektor produksi yang
strategis juga mengalami kemajuan-kemajuan yang semakin cepat, sehingga tanpa
usaha yang ekstensif dan berjangka panjang untuk menguasai kemajuan teknologi-
teknologi tersebut perkembangan sektor produksi itu akan semakin tertinggal.
3. Oleh karena itu diperlukan usaha yang secara komprehensif memetakan technology
roadmap yang terkait dengan perkembangan suatu sektor produksi yang strategis,
menumbuhkan penguasaannya, serta mendorong pemanfaatannya secara nyata ke
dalam kegiatan produksi.
Sejauh ini memang elemen penting yang diharapkan tumbuh berkembang dalam
program ini yaitu “keterkaitan” (linkage) antara “rantai pasokan pengetahuan dan teknologi”
(knowledge and technology supply chain) dengan rantai produksi (production chain) masih
“lemah.” Hampir seluruh petarencana yang dihasilkan sejauh ini pada dasarnya merupakan
petarencana dari perspektif “pengelola” program (dalam hal ini perguruan tinggi atau lembaga
litbang).
Sementara itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga tengah
mengembangkan petarencana teknologi bidang-bidang industri (ekonomi) yang terkait dengan
lingkup tugas unit-unit yang ada. Sejauh ini terdapat 11 (sebelas) bidang teknologi ditambah 1
(satu) bidang kebijakan teknologi yang menjadi fokus, yaitu:
1. Bidang Teknologi Informasi, Komunikasi dan Kendali;
2. Bidang Bioteknologi dan Farmasi;
3. Bidang Teknologi Energi;
4. Bidang Teknologi Lingkungan;
5. Bidang Teknologi Material;
6. Bidang Teknologi Industri Hankam;
7. Bidang Teknologi Sumber Daya Alam dan Mineral;
8. Bidang Teknologi Transportasi;
9. Bidang Agroteknologi;
10. Bidang Teknologi Rancang Bangun;
11. Bidang Teknologi Kelautan dan Kedirgantaraan.
43
44 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 5
PEMETARENCANAAN
DALAM KONTEKS
MANAJEMEN/STRATEGI ORGANISASI
5.1. PENDAHULUAN
Setiap organisasi, baik organisasi bisnis (perusahaan individual atau korporasi) maupun
non bisnis, dituntut untuk semakin mampu “menangani” pengetahuan, teknologi dan inovasi. Ini
tidak lagi dipandang sekedar persoalan “taktis-operasional” tetapi sebagai “isu strategis.”
Teknologi merupakan aset strategis bagi perusahaan. Bahwa inovasi merupakan “kunci” bagi
daya saing adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, terutama bagi industri dengan tingkat
persaingan yang ketat dan dinamis. Dari beragam perspektif, pakar seperti seperti Schumpeter,
Drucker, Romer, Nelson, dan Porter, untuk menyebut beberapa, meyakini bahwa pengetahuan,
teknologi dan inovasi - tiga istilah yang berbeda namun saling terkait - merupakan faktor
penting bagi daya saing. Semakin banyak perusahaan menyadari peran strategis teknologi
dalam menciptakan “nilai” dan daya saing.
Esensi dari strategi dan perencanaan bisnis adalah berurusan dengan penyelarasan
aktivitas dan sumber daya perusahaan sedemikian sehingga dapat menghasilkan posisi daya
saing yang berkelanjutan dalam persaingan pasar. Dalam pandangan Michael Porter (2002),
daya saing ditentukan oleh landasan ekonomi mikro untuk bersaing, yaitu sofistikasi strategi
dan operasi perusahaan (sophistication of company operations and strategy) dan kualitas
lingkungan bisnis ekonomi mikro (quality of the microeconomic business environment).
Dengan perannya yang semakin menentukan, strategi teknologi atau inovasi semestinya
menjadi bagian integral dari strategi dan perencanaan bisnis, bukan suatu yang terpisah dan/
atau supplementary.
Pemetarencanaan dipandang sebagai suatu alat perencanaan dan strategi bisnis,
terutama bagi pengembangan teknologi atau inovasi secara sistematis. Sebagian
mengistilahkan sebagai upaya inovasi secara terorganisasi (organized innovation).
45
Perkembangan menunjukkan makin menguatnya pandangan pemetarencanaan sebagai alat
strategi.1
Bagian tulisan ini selanjutnya mendiskusikan secara singkat isu yang terkait dengan
pemetarencanaan dalam konteks manajemen/strategi organisasi.
Pengertian ini menunjukkan keterkaitan antara sumber daya teknologi dengan tujuan
bisnis perusahaan dan manajemen teknologi yang efektif akan membutuhkan serangkaian
proses manajemen.
Dalam suatu organisasi perusahaan, manajemen teknologi berkaitan dengan proses
yang diperlukan untuk menjaga aliran produk (barang dan/atau jasa) ke pasar, dan keseluruhan
aspek yang memadukan isu-isu teknologi ke dalam pengambilan keputusan bisnis. Dalam
konteks ini, pemetarencanaan (termasuk jenis/tingkat pemetarencanaan teknologi) merupakan
alat penting dalam mendukung perencanaan dan manajemen teknologi setiap
perusahaan/organisasi. Suatu kerangka manajemen teknologi (Gambar 5.1) yang diajukan oleh
Farrukh (2002) dan Phaal, et al. (2001) misalnya menunjukkan proses manajemen teknologi –
ISAEP (identifikasi/identification, seleksi/selection, akuisisi/acquisition, eksploitasi/exploitation
dan proteksi/protection), menekankan dialog yang diperlukan antara fungsi komersial dengan
fungsi teknologi dalam bisnis untuk mendukung manajemen teknologi yang efektif.
Teknologi, sebagai enabler ataupun productivity tool, semakin menentukan bagaimana
suatu organisasi memberikan nilai (melalui produk barang dan/atau jasa yang dihasilkan)
kepada penggunanya, dan tentunya posisi relatifnya dalam “pasar” (di arena persaingan).
Semakin pentingnya teknologi dalam organisasi mendorong berkembangnya perspektif
bagaimana pengembangan manajemen teknologi agar menjadi bagian integral proses
penciptaan nilai dalam organisasi. Karenanya, pemetarencanaan (pemetarencanaan teknologi)
merupakan elemen penting dalam manajemen teknologi dan karenanya turut menentukan
proses penciptaan nilai tambah dan daya saing organisasi.
1
Lihat misalnya survei Schaller (2003).
2
Lihat http://www-mmd.eng.cam.ac.uk/ctm/eitm/index.html
Lingkungan
Organisasi
Perspektif Komersial
I
Strategi
Mekanisme
Push
P Basis
S Mekanisme
Pull
- kapabilitas Inovasi Teknologi
- persyaratan
(aliran (aliran
pengetahuan) pengetahuan)
Operasi
E A
Perspektif Teknologi
47
Arsitektur Inovasi:
Konsep Inti untuk
mengelola inovasi
Family A PF 1 PF 3
Product
Features
Pemetarencanaan
Family B PF 2 PF 4
Field A ST 1 ST 3
Science/
Technology Field B ST 2 ST 4
Inovasi
RD 1 RD 2 RD 5 RD 7
R&D
Programs RD 3 RD 4 RD 6
Finance F1 F2
Property /
Resources Infrastructure PI 1
Human / HC 1 HC 2
Capability
CC 1 CC 4
Core
CC 2
Competences
CC 3
l
de na l Organisasi Inovasi
Mo asio
ni s
S ub- B C D E S ub- Division
rg a
process process
A F
Venture-Projects
O R&D P
Supply
Germany USA
l
Development
de
partners
Sub-
process
Mo nis
C
Bis
V enture-P rojects
Arsitektur
Inovasi: Manajemen
Memahami
Aliran inovasi Inovasi
l
de n
Mo depa
Time
Segment A MD 1
Market
MD 3
a
Drivers Segment B MD 2
s
Ma
Family A PF 1 PF 3
Product
Features Family B PF 2 PF 4
Field A ST 1 ST 3
Science/
Technology Field B ST 2 ST 4
RD 1 RD 2 RD 5 RD 7
R&D
Programs RD 3 RD 4 RD 6
CC 1 CC 4
Core
CC 2
Competences
CC 3
Pe
r e na r
Manajemen
Sk
nc
Teknologi
e
an o
aa
i
n
Manajemen Manajemen
Perencanaan Strategik
inovasi Strategik
o lo n
k n a la
gi
Manajemen
T e ra m
Pengetahuan
Pe
49
† Mendukung keputusan pensumberan (sourcing decisions), alokasi sumber daya,
manajemen risiko dan keputusan eksploitasi
† Perencanaan dan pengendalian tingkat tinggi, sebagai suatu kerangka kerja (acuan)
bersama.
Manajemen Visi
Manajemen Inovasi
Isu Lingkungan
Pemetarencanaan
Perencanaan Strategik
Peramalan Teknologi
Kecenderungan Industri
† pemanfaatan teknologi,
† pemanfaatan intelektual, dan
† menghubungkan teknologi dan bisnis.
Strategi Operasi
• Pemasaran, Brand Petarencana/Rencana Evolusi Produk
• Distribusi • Atribut Kunci
• Manufaktur • Jadwal
• Rantai Pasokan • Petarencana Evolusi Produk
• Strategi Kekayaan Intelektual
Akuisisi/
Divestasi
Strategi Keuangan Rencana Teknologi
• Penerimaan • Petarencana Teknologi
• Gross Margin • Kebutuhan Pengembangan Teknologi yang
• Cap Ex. penting
• Cash Flow • Isu/Kesenjangan dan strategi penanggulangan
• ROI • Rencana jangka panjang; platform, perluasan,
disruptive technologies
• Strategi/fokus investasi teknologi
Sumber : Diadopsi dari Rasmussen (2003).
51
Risk assessment
ar
is pas
Fo
K et
rm
e r am
ula s
Analis
gi
is
te
pila
ra
tra
St
te
n
gi
Be
n ch Waktu
ma
rk in g M1 M2 ga n
ua n
Pasar
Ke
P1 P2 P3
Produk
P4
T1 T3
Pengenalan produk baru Teknologi
T2 T4
Foresight
Program RD 1 RD 2 RD 4 RD 6
Litbang
RD 2 RD 6
ng
ba
Pr
Ma
Aliansi
sa
li t
os
ya
nu
en
es
ka
em
aj fak
Re
an t ur
M
Informasi Pasar
Analisis Produk-Pasar
Pengkajian Teknologi
Jangka
Sekarang Panjang
Pasar/Market
Kekuatan / kelemahan sekarang
Bisnis
Kesenjangan (gap), Visi masa depan
Lintasan perpindahan
Produk (migration paths)
& ketergantungan
(dependencies)
Teknologi
Organisasi
53
Manajemen secara tradisional tentang masa depan teknologi dari suatu
organisasi/perusahaan dimulai dari misi perusahaan dan proyeksi teknologi saat kini ke masa
depan. Akumulasi pembelajaran dari pemecahan persoalan di masa lampau membatasi visi
organisasi, dan acapkali membawa kepada pola berpikir dan berencana secara “linier” (ilustrasi
Gambar 5.9). Melalui pemetarencanaan, organisasi/perusahaan berupaya mengelola pilihan-
pilihan teknologi saat kini dari perspektif masa depan. Hal ini meliputi upaya mengenali
peluang-peluang dari kejadian (events) dan teknologi masa depan, serta menentukan
keputusan teknologi berdasarkan kesenjangan (gap) kapabilitas yang harus diatasi untuk
mengkapitalisasi peluang-peluang masa depan (ilustrasi Gambar 5.10).
Misi
(Linier)
))
Contingency
Contingency
Plans
Plans
Saat Kini
Kejadian dan Teknologi yang Terbuka
Betapa penting untuk dipahami bahwa sebagai perencanaan jangka panjang, proses
pemetarencanaan merupakan proses iteratif. Ini tentu berarti bahwa hasil yang diperoleh pada
suatu tahapan/periode proses pemetarencanaan tertentu, tidak harus dianggap sebagai hasil
final yang tidak bisa “ditawar.” Upaya perbaikan yang terus menerus (continuous improvement)
perlu terus menjadi bagian dari proses pemetarencanaan itu sendiri.
Petarencana akan mempunyai makna sesungguhnya jika memang merupakan “peta
perjalanan“ yang disepakati hendak ditempuh, bukan sekedar himpunan gambaran lintasan
normatif semata (misalnya dari sehimpunan “praktik baik/terbaik,” yang dikembangkan oleh
organisasi/pihak lain).
Bidang
Bidangpeluang
peluangBaru
Baru
Penemuan Potensial dan yang
yangSegera
Segera(Immediate)
(Immediate)
Penambahan kepada Sains
Titik
TitikMulai:
Mulai:Visi
Visi
Kompetensi
Kompetensi
Sekarang
Sekarang
Pemahaman
Pemahaman
Sekarang
Sekarang Kejadian
Kejadiandan
danTeknologi
TeknologiMasa
MasaDepan Masa
Depan MasaDepan
Depan
yang
yangTerbuka Yang
Terbuka YangTak
TakTerpetakan
Terpetakan
55
5.4. KEBERHASILAN PEMETARENCANAAN DALAM PERUSAHAAN/
ORGANISASI
Seperti banyak diungkapkan dalam beberapa dokumen panduan, kajian konsep maupun
pengalaman empiris, keberhasilan pemetarencanaan dalam organisasi akan ditentukan/
dipengaruhi terutama oleh komitmen manajemen, efektivitas kelompok pemimpin, kompetensi
partisipan, dan keluasan disiplin ilmu partisipan, serta keberlanjutan pemetarencanaan sebagai
proses iteratif.
Tujuan utama pemetarencanaan bagi suatu organisasi pada umumnya adalah menyusun
rencana tindak yang sistematis tentang pengembangan dan penyediaan kemampuan teknologi
yang diperkirakan dibutuhkan di masa datang.
Pemetarencanaan, semakin diyakini peran strategisnya dalam organisasi. Ini tak lagi
sekedar hal yang bersifat normatif, tetapi secara empiris dirasakan oleh beragam organisasi.
Dampak spesifiknya tentu variatif dari suatu organisasi ke organisasi lainnya, dari perannya
dalam berbagi informasi, mengelola ketidak-konsistenan, mengembangkan beragam skenario,
mengelola ketidakpastian, memperkuat keterpaduan rencana teknologi dan/atau inovasi
dengan rencana bisnis, hingga memberikan dukungan keputusan teknologi secara lebih baik.
Untuk mendapatkan kemanfaatan sebesar-besarnya, maka setiap organisasi perlu
menyelaraskan pemetarencanaannya sejalan dengan konteks kepentingan bisnisnya/
mandatnya.
Pemetarencanaan akan berguna, bila hasil yang disepakati (petarencana) benar-benar:
† menjadi dokumen rencana tindak, bukan sekedar gambaran normatif.
† menjadi dokumen acuan bersama untuk tindakan sendiri-sendiri dan yang dilakukan
bersama (kolaboratif) secara sinergis dalam organisasi.
Karena itu, agar menjadi alat manajemen yang efektif, ini acapkali terkait pula dengan
perlunya perubahan paradigma manajemen organisasi.
Menutup bagian tulisan ini, butir berikut adalah di antara esensi penting
pemetarencanaan bagi suatu organisasi:
† Pemetarencanaan perlu dipandang secara keseluruhan sebagai proses membuat,
mengkomunikasikan dan menggunakan secara aktif petarencana.
† Pemetarencanaan merupakan suatu proses terpadu yang menghimpun beragam
perspektif organisasi (seperti pemasaran, produksi, keuangan dan lainnya) untuk
mengatasi persoalan peramalan, perencanaan, dan pengendalian teknologi, serta
mencerminkan suatu proses komunikasi yang menyelaraskan organisasi.
† Pemetarencanaan merupakan suatu proses pembelajaran bagi setiap organisasi.
† Keberhasilan dokumen petarencana yang dihasilkan mencerminkan maksud dan
komitmen bersama atas keseluruhan aspek teknologi dalam strategi bisnis/organisasi.
† Suatu petarencana merupakan dokumen yang “hidup” dan akan terus berkembang
sejalan dengan perubahan kondisi/lingkungannya.
57
58 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 6
6.1. PENDAHULUAN
Dalam "dunia pemetarencanaan" yang dikenal hingga saat ini, keragaman bukan saja
dalam penggunaan istilah tetapi juga menyangkut format/arsitektur petarencana. Masing-
masing organisasi memang seyogyanya mengembangkan dan menggunakan format yang
dianggap paling sesuai untuk kebutuhannya. Tentu saja ada beberapa hal-hal yang secara
umum dianggap penting agar petarencana yang disusun berfungsi efektif.
Bagian ini akan membahas elemen utama dan format petarencana yang bersifat generik.
Format tersebut selanjutnya dapat disesuaikan untuk beragam kepentingan pemetarencanaan,
seperti pemetarencanaan produk-teknologi, pemetarencanaan sains dan teknologi atau lainnya,
baik untuk organisasi individual (suatu perusahaan) maupun pemetarencanaan kolaboratif yang
melibatkan beberapa organisasi. Beberapa contoh template elemen petarencana disampaikan
pada bagian lampiran.
Petarencana yang sejauh ini berkembang, dibuat dengan arsitektur atau format yang
berbeda (tidak selalu sama). Tetapi pada dasarnya, suatu petarencana biasanya memuat fitur
(elemen) atau atribut umum (termasuk skematik):
1. Elemen yang mengindikasikan “alasan dan tujuan” utama dalam konteks upaya
pemetarencanaan yang bersangkutan (know why);
2. Elemen yang menunjukkan apa yang akan disampaikan (dan bagaimana) untuk
memenuhi/mencapai tujuan dan sasaran yang ditentukan (know what);
59
3. Elemen yang menjelaskan teknologi/kapabilitas (know how) yang diperlukan dan akan
dikembangkan (dan alternatif/pilihan yang mungkin), beserta pengetahuan/keterampilan
dan sumber daya, aktivitas penelitian dan pengembangan, serta aktivitas penting lain,
yang diperlukan untuk menghasilkan teknologi tersebut dan terkait dengan butir 2 di atas;
4. Dimensi waktu (timing) yang mencerminkan keputusan kapan langkah/aktivitas dan
sasaran tertentu yang diputuskan harus dilaksanakan atau tersedia (know when).
Skema yang diajukan oleh CTM – the University of Cambridge (Phaal, 2002a)
merupakan salah satu kerangka untuk memahami bagaimana tujuan (-tujuan) yang ingin
dicapai dalam proses pemetarencanaan dijabarkan dalam pilihan dan kombinasi format
petarencana (Gambar 6.1).
Tujuan pemetarencanaan yang dalam konteks strategik biasanya terdiri atas beberapa
“elemen” tujuan yang saling terkait, khususnya: perencanaan jangka panjang, perencanaan
strategik, perencanaan integrasi, perencanaan produk, perencanaan kapabilitas, dan
perencanaan program (perencanaan proyek dan perencanaan proses). Sementara “format”
penyajian elemen-elemen tujuan tersebut umumnya menggunakan kombinasi dari beragam
bentuk seperti teks, grafis diagram alir, tabel, plot, skema single layer dan multilayer.
Suatu cara pandang yang agak “berbeda” (dengan esensi sama) adalah seperti
disampaikan oleh Kappel, Phaal, et al., Albright dan juga digunakan oleh Honeywell (lihat
Rasmussen, 2003) yang dalam kerangka perencanaan strategiknya menekankan bagaimana
keterkaitan antara petarencana lingkungan atau environmental roadmap (dalam analisis
lingkungan), petarencana produk (dalam petarencana evolusi produk), petarencana teknologi
(dalam rencana teknologi), analisis portfolio, strategi operasi, dan strategi keuangan (lihat Bab
5).
Near-term goals
Long-term goals
Mid-term goals
Contribution to
Fundamental
time
questions
“Nugget”
priorities
Market
Mission
Vision
Business Gaps Technology
developments Sectors
Current
Product & products
Vision
Technology Migration
paths
Skills
Organisation 1
2 f
Component /
subsystem
technologies
Prototypes /
test
systems
System /
technology
demonstrators
In-
service
systems
Perencanaan
Perencanaan Jangka Panjang Aliran e
Strategik Technology areas
Teks Market
time
3 Perencanaan Grafis
Integrasi Product
time
Technology
Products
Internal
Perencanaan
Produk PRT Generik Multiple Layers
Integrated
R&D project
d
Technologies
time
Competitor External
time Batang /
Technologies
4 influences
Bar
Technology areas
Perencanaan Deliverables
Single Layer
time
Kapabilitas Technology
Science, Tabel
Triggers / skills,
issues know-how
Next
Internal Products: 1 2 Future
Business &
Perencanaan Resources
External
0
gen
c
market drivers
Plot
Capabilities to Program
meet drivers
Perencanaan time
Technology gap
Perencanaan Proses time
Product features
& performance
developments
Proyek evolution
5 time
Products
Knowledge flows
Performance
Commercial
Technology areas
time perspective & performance
Project evolution
flow
Project milestones
Business
process
(e.g. NPD) Technology 2
Future
technology b
Technology 1
Technology
developments
7
6
61
Strategi Pasar dan Persaingan
(Market and Competitive Strategy) :
Petarencana Industri/Lingkungan
“Know-why” (Environment Roadmaps)
Pahami perilaku pembelian konsumen (customer drivers, CTQs),
kecenderungan industri, pendorong regulatori. Tentukan segmen-
segmen kunci yang menjadi sasaran. Identifikasi penawaran dan
atribut dari para pesaing.
Waktu
“Know-when”
“To-Do” Rencana Tindak (Action Plan)
Sumber daya dan investasi apa yang diperlukan? Rencanakan
proyek dengan prioritas tertinggi. Pengendalian proses tahapan
manajemen evolusi produk dan pemutakhiran petarencana.
Sumber : Modifikasi dari Kappel; Phaal, R., et al.; Albright; dan beberapa sumber lain.
Catatan : CTQ = Critical to Quality.
Secara umum, dalam kerangka ini terdapat 3 (tiga) kelompok petarencana utama dan 1
(satu) kelompok rencana tindak yang dihasilkan,1 yaitu:
1. Petarencana Lingkungan (Environmental Roadmap) yang menjabarkan segmen pasar
sasaran masa depan beserta proyeksi (kecenderungan) situasi persaingan, pengaruh
eksternal, faktor-faktor pendorong, kebutuhan/persyaratan (requirements) konsumen,
pesaing beserta atribut pentingnya, killer technologies dan aspek penting terkait lain.
Albright (2002) mengelompokannya ke dalam Strategi Pasar dan Persaingan (Market
1
Secara teknis, ini merupakan “lapisan” (layer) yang biasanya ditampilkan dalam format generik petarencana.
and Competitive Strategy), atau lapisan (layer) “Tujuan” (Purposes) dalam format CTM
atau T-Plan2 atau “Pendorong Pasar” (Market Driver) dalam format Bucher.
2. Petarencana Produk (Product Roadmap) yang menjelaskan kebutuhan produk (product
requirements) dalam memenuhi segmen pasar sasaran tersebut, dan biasanya
mencerminkan tahapan proyek atau peluncuran produk yang utama, beserta
fitur/atributnya.3 Ini yang sama digunakan oleh Albright atau lapisan “Penyampaian”
(Delivery) dalam format T-Plan, dan lapisan “Fitur Produk” (Product Features) dalam
format Bucher.
3. Petarencana Teknologi (Technology Roadmap) yang menjabarkan alternatif teknologi
beserta lintasan (path) yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang teridentifikasi.
Kelompok ini disebut Petarencana Teknologi oleh Albright, atau lapisan “Sumber Daya”
(Resources) dalam format T-Plan dan “Sains/Teknologi” (Science/Technology) oleh
Bucher.
4. Rencana Tindak (Action Plan) yang merangkum seluruh rencana tindak (program, proyek
dan/atau kegiatan) yang diturunkan dari proses pemetarencanaan beserta kebutuhan
sumber daya, kapabilitas dan aspek teknis lainnya. Kelompok ini disebut “Ringkasan dan
Rencana Tindak” (Summary and Action Plan) dalam kerangka Albright, atau lapisan
“Sumber Daya” (Resources) dalam format T-Plan, atau “Program Litbang, Sumber Daya,
dan Kompetensi Inti” (R&D Programs, Resources, Core Competence) dalam format
Bucher.
2
CTM – University of Cambridge mengembangkan “T-Plan” dengan pendekatan yang disebut “Fast-Start TRM
Process” untuk pemetarencanaan teknologi.
3
Untuk menghasilkan fitur ini, salah satu pendekatan yang dapat digunakan misalnya quality function deployment
(QFD).
63
Analisis Portfolio Analisis Portfolio
Business Bisnis: Grow, Produk yang Berjalan
Exit, Manage for
Leadership
Cash
NPD Stage
Gate Process
Product Owners
Petarencana
Produk
Petarencana
Technology Teknologi
Leaders
Lapisan (layers)
menghubungkan:
Waktu
Waktu
Tujuan / Pendorong (know-when)
Pasar atau Bisnis
“Tujuan” (Purpose)
(know-why)
“Sumber Daya”
Teknologi /
Kompetensi
(Resources)
(know-how)
Keterampilan /
Kemitraan /
Sumber Daya, dll.
Petarencana
Teknologi waktu/time
Pendorong Bisnis /
Bisnis / Pasar Fleksibilitas
Pasar sangatlah
Fitur Produk
penting:
§ Layer
Produk / Fitur Produk § Horizon
Solusi Teknologi
Jasa / Waktu
Produksi Detail
§
§ Fokus
Teknologi / § Proses
Sumber Daya
Grid Analisis
Gambar 6.5 Ilustrasi Pengembangan Data Input dan Struktur Petarencana (T-Plan).
Waktu
Pendorong Segmen A PP 1
Pasar PP 3
(Market
Drivers) Segmen B PP 2
Fitur Kelompok A FP 1 FP 3
Produk Kelompok B FP 2 FP 4
Bidang A ST 1 ST 3
Sains/
Teknologi Bidang B ST 2 ST 4
Program LB 1 LB 2 LB 5 LB 7
Litbang
(R&D) LB 3 LB 4 LB 6
Keuangan K1 K2
Sumber Kepemilikan /
KI 1
Infrastruktur
Daya SDM /
Kapabilitas SK 1 SK 2
Kompetensi KI 1 KI 4
Inti
(Core KI 2
Competences) KI 3
65
Petarencana Strategi Korporasi terkait dengan Petarencana Produk
67
† Ciptakan kerangka iteratif dan pemahaman ulang tentang perubahan teknologi dan
bisnis.
† Ciptakan dan kembangkan keterpaduan antara kompetensi inti (core competencies),
bisnis, dan perkembangan teknologi.
PROSES PEMETARENCANAAN
PRODUK-TEKNOLOGI
7.1. PENDAHULUAN
1
Seperti disampaikan, istilah yang digunakan untuk suatu jenis petarencana bisa berbeda dari suatu organisasi ke
organisasi lainnya.
69
7.2. ALASAN DAN LINGKUP PEMETARENCANAAN PRODUK-TEKNOLOGI
Pengetahuan Evolusi
PRODUK Pasar Pasar
INTERAKSI
Perencanaan Peramalan
TEKNOLOGI Teknologi Teknologi
Waktu
LAPISAN (LAYER)
WAKTU
ANALISIS
INDUSTRI/PASAR M1 M2
P1 P2 P3
PRODUK
P4
Waktu
0 3 6 (tahun)
TEKNOLOGI T1 T3
T2 T4
71
7.3. PENDEKATAN
Gambar 7.3 dan 7.4 menunjukkan tahapan pemetarencanaan yang dirancang dalam
metode “Fast-start.” Yang telah diterapkan juga dalam beberapa kasus. Pemetarencanaan
misalnya dapat dilaksanakan dengan prosedur 4 kali (masing-masing setengah hari) workshop.
Tim dari CTM – the University of Cambridge dalam hal ini berperan sebagai konsultan
yang memfasilitasi proses pemetarencanaan.
Pemetarencanaan
Perencanaan strategik
Proses Standar produk-teknologi
terpadu
Perencanaan
Perencanaan Roll-out
Roll-out
Customized Process
Perencanaan strategik
umum
Gambar 7.3 Proses Standar dan Customized Process “Fast-start TRM (T-Plan).”
• Menyusun • Menindaklanjuti
• Mengelola proses
proses proses
73
Suatu contoh lain tahapan pemetarencanaan untuk jenis ini adalah yang diungkapkan
oleh Albright (2002a, 2002c) dan juga dilakukan oleh Honeywell (lihat Gambar 6.2 dan 7.5).
Masukan Keluaran
Proses
• Pasar Eksternal, Konsumen,
Pemetarencanaan • Jendela Peluang
Pendorong Persaingan
Lingkungan (Windows of Opportunity)
• Analisis Portfolio Bisnis
Proses
STRAP & NPI
2
Catatan: STRAP = Strategic Planning; NPI = New Product Introduction.
75
4. Penyusunan Rangkuman dan Rencana Tindak. Langkah ini merangkum secara
ringkas hasil seluruh tahapan sebelumnya dan menjabarkan rencana tindak operasional
yang diputuskan oleh manajemen. Keluarannya berupa Dokumen Rangkuman dan
Rencana Tindak yang mencakup (dilengkapi dengan):
§ Rencana Tindak/Operasi/Kegiatan Tahunan,
§ Rencana Pengenalan Produk Baru,
§ Rencana Investasi, Pembiayaan dan Alokasi Sumber Daya Lain.
Dalam kerangka Honeywell, langkah ketiga selanjutnya juga akan terkait dengan
perencanaan strategis dan pengenalan produk baru.
Sementara itu, Bucher (2002) menyampaikan 5 (lima) tahapan bagi proses
pemetarencanaan inovasi seperti ditunjukkan pada Gambar 7.6, yaitu: Penyusunan Arsitektur
Inovasi; Peramalan Skenario; Pemetarencanaan Eksploratif; Pengembangan Keterkaitan,
Keterpaduan dan Jastifikasi; dan Keputusan atas Tindakan.
Pengembangan
Arsitektur Peramalan Pemetarencanaan Keterkaitan, Keputusan
Keterpaduan,
Inovasi Skenario Eksploratif Jastifikasi
Tindakan
B B
$
Waktu
Pendorong Segmen A PP 1
Pasar
(Market
Drivers) Segmen B PP 2
Fitur Kelompok A FP 1
Produk Kelompok B FP 2
Bidang A ST 1
Sains/
Teknologi Bidang B ST 2
Program LB 1 LB 2
Litbang
(R&D) LB 3
Keuangan K1 K2
Sumber Kepemilikan /
KI 1
Infrastruktur
Daya SDM /
Kapabilitas SK 1
Kompetensi KI 1
Inti
(Core KI 2
Competences)
Gambar 7.7 Keterkaitan: Bidang Inovasi Inti sebagai Basis Pemetarencanaan Inovasi.
77
Anggaran Kapabilitas
Analisis Portfolio
Keuangan Unit Kompetensi /
Bisnis Kepakaran
Pengembangan
Bisnis Penentuan
Petarencana Petarencana
Petarencana Prioritas Teknologi
Lingkungan / Teknologi
Produk (Pengambilan
Prakarsa Peluang (mutakhir)
Keputusan)
Pengembangan
Jangka Panjang
Direktur Lini Bidang Teknologi / Bidang Teknologi /
Unit Kompetensi / Pemasaran Produk Chief Engineers /
Kepakaran Chief Engineers Dir. Lini Produk
Lingkungan
Komunikasi
Pemasaran Penentuan Prioritas kepada Pimpinan
Platform / Produk dan Staf
Rencana Evolusi
Pendorong Konsumen Produk
dan Bisnis
Strategi Persaingan
Kurva Pengalaman
Analisis Pasar Petarencana
Persyaratan/
Produk
Requirements
Ketersediaan
Petarencana
Manufaktur
Technology Petarencana
Attack Strategy Petarencana
Teknologi
Kebutuhan, Sistem
Pasokan
Rencana Teknologi Petarencana
Persyaratan/ Pemasok
yang Didorong Ketersediaan
Requirements
Bisnis
Pengkajian
Teknologi
Secara umum ada beberapa hal yang perlu “dijawab” secara jelas di awal setiap proses
pemetarencanaan, yaitu menyangkut:
† Apa tujuan pemetarencanaan?
† Bagaimana ruang lingkup pemetarencanaan dan petarencana?
† Struktur petarencana bagaimana yang sesuai?
† Apa titik awalnya? Apakah merupakan proses top-down atau bottom-up? dan lainnya
† Apa langkah-langkah utama prosesnya?
† Sumber daya apa yang tersedia?
† Apakah perlu mengembangkan suatu proses generik?
† Data teknologi dan pasar apa yang diperlukan?
† Seberapa banyak data yang diperlukan tersebut tersedia?
† Bagaimana kesenjangan-kesenjangan utama dalam pengetahuan dapat diatasi?
79
80 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 8
PROSES PEMETARENCANAAN
SAINS DAN TEKNOLOGI
8.1. PENDAHULUAN
Menurut Albright1 Petarencana sains dan teknologi (science and technology roadmaps)
merupakan petarencana yang menjembatani technology foresight dan perencanaan teknologi
(technology planning) dengan menghubungkan aplikasinya, potensi kemajuannya dan rencana
investasinya untuk merealisasikan kemajuan-kemajuan tersebut.
Berbeda dengan Albright, USDOE (2000) lebih menekankan petarencana sains dan
teknologi sebagai petarencana yang berfokus pada kebutuhan pengetahuan dan teknologi dari
suatu program atau proyek dan menjelaskan bagaimana berbagai teknologi yang berbeda
harus dikembangkan untuk mendukung kebutuhan tersebut. Sebagai contoh, dalam kerangka
Program Manajemen Lingkungan (Environmental Management/EM Program) – USDOE,
seluruh petarencana sains dan teknologi yang dikembangkan bersifat/disebutnya needs driven
atau mission pull.
Petarencana sains dan teknologi adakalanya disebut pula critical/emerging technology
roadmap manakala digunakan untuk merencanakan kapabilitas inti bagi suatu bidang teknologi
dengan penerapan yang luas. Pemetarencanaan untuk kelompok inilah yang juga dewasa ini
didorong dan didukung oleh pemerintah di beberapa negara maju, seperti Industry Canada di
Kanada. Pemetarencanaan sains dan teknologi umumnya dilaksanakan oleh industri dan
pemerintah (lebih merupakan upaya pemetarencanaan kolaboratif).
Bagian ini akan membahas bagaimana proses pemetarencanaan sains dan teknologi
generik dilakukan.
1
Htpp://www.albrightstrategy.com/; Albright (2002).
81
8.2. KERANGKA TAHAPAN
A. EISDISR (Australia)
EISDISR (2001) mengungkapkan proses umum dalam menghasilkan pemetarencanaan,
yang terdiri atas:
1. Identifikasi kebutuhan dan manfaat. Hal ini untuk menjawab apakah petarencana
teknologi (technology roadmap) diperlukan. Jika ya, apa manfaatnya;
2. Identifikasi industry champions dan industry leaders. Ini untuk menjawab siapa, tokoh
dari kalangan industri, yang akan memimpin proses;
3. Identifikasi kebutuhan sumber daya dan sumbernya. Hal ini dalam rangka menentukan
siapa yang akan menyediakan sumber daya untuk melaksanakan proses;
4. Menentukan proses. Menyusun proses yang akan dipakai untuk mengembangkan
roadmap;
5. Mengembangkan roadmap: Pelaksanaan roadmapping. Ini bisa melalui pendekatan
pakar (expert-based approach) ataupun semiloka (workshop-based approach);
6. Implementasi: Bagaimana roadmap yang dihasilkan akan ditindaklanjuti.
Beberapa penjelasan detail dari tahapan di atas serupa dengan apa yang akan dibahas
berikut.
Secara teknis, tahapan tersebut biasanya dilaksanakan dalam beragam bentuk aktivitas,
termasuk serangkaian workshop. Bagaimana hal tersebut dilaksanakan biasanya perlu
disesuaikan dengan setiap prakarsa pemetarencanaan masing-masing. Gambar 8.2
merupakan suatu contoh yang mengilustrasikan bagaimana suatu pemetarencanaan
dilaksanakan melalui beragam rangkaian aktivitas.
Untuk membantu proses pelaksanaan, suatu checklist aktivitas seperti disusun oleh
USDOE dan ditunjukkan pada Tabel 8.1 dapat dikembangkan. Untuk penjelasan lebih detail
tentang proses pemetarencanaan ini lihat dokumen Applying Science and Technology
Roadmapping in Environmental Management (USDOE, 2000).
83
Aktivitas Produk
Rancangan Proses
Mendesain proyek pemetarencanaan dan Pemetarencanaan
produknya Rancangan Pelaporan
Mengamankan partisipan Pemetarencanaan
Daftar Partisipan
Laporan Akhir
Meninjau (review) dan memvalidasi laporan
Briefings
Anggaran
Mengembangkan rencana implementasi
Rencana Kerja Litbang
Meninjau kemajuan (progress)
Laporan Status
Petarencana Akhir
Merancang Tinjauan Workshop Respon Teknis
• Finalisasi Dokumen
Petarencana
• Persetujuan Manajemen • Mempresentasikan Hasil Kelompok
• Merancang Dokumen Kerja
• Mengembangkan Rencana Petarencana
Implementasi • Menentukan Prioritas Rencana
• Peninjauan (Review) oleh Respon
• Pemutakhiran Database Partisipan
Baseline dan Perencanaan • Mengintegrasikan Jadwal Respon
• Peninjauan oleh Pihak Lain
• Pemantauan (Monitoring) (Peer/Independent Review) • Merancang Temuan Utama
Implementasi
85
Tabel 8.1 Checklist Umum Pemetarencanaan.
TAHAP INISIASI
Identifikasi, Identifikasi
Hasil Sebelumnya & “Domain & Kebutuhan”
Benchmark Pasar Masa Datang
Kebutuhan Produk
(Produk – Pasar)
Petarencana Teknologi
(PT)
TAHAP IMPLEMENTASI,
EVALUASI/REVIEW &
PEMUTAKHIRAN PROGRAM
87
Esensi tahapan ini sebenarnya serupa dengan yang disampaikan oleh USDOE, hanya
saja pembagian tahapan dan “pendetailan”-nya yang disusun berbeda menurut versi masing-
masing. Berikut adalah penjelasan bagaimana setiap tahapan tersebut dilaksanakan.2
2
Detail tahapan ini dirangkum terutama dari dokumen panduan yang dikeluarkan oleh Sandia Lab. (SNL, 2003) dan
Industry Canada (2002).
3
Terutama misalnya kemampuan dan/atau kepengaruhannya dalam organisasi yang diwakilinya.
89
dibentuk, dan/atau untuk diajukan kepada pihak tertentu (pemerintah dan/atau
donor/sponsor tertentu).
Dalam tahapan inilah sebagian besar beberapa hal seperti diuraikan pada bagian tentang
isu-isu penting (seperti isu kepemilikan dan lainnya) didiskusikan dan disepakati
bersama. Jika tingginya minat dan komitmen peserta untuk terlibat dalam kelompok yang
mencakup beragam pihak dinilai pantas, maka proses pemetarencanaan dapat
dilanjutkan.
91
misalnya dengan atribut penting lain dari sistem masa depan seperti menyangkut
efektivitas biaya, efisiensi, keandalan, dan lainnya. Ini merupakan proses yang
biasanya disebut quality function deployment (QFD).
Selain itu, peserta juga mengidentifikasi keputusan waktu (timing) tentang kapan
produk tersebut harus tersedia di pasar sasaran.
93
melaksanakan adopsi dan aplikasi teknologi dalam mengembangkan produk untuk
memenuhi pasar masa datang. Jika dibutuhkan pendidikan dan pelatihan tertentu,
apa dan bagaimana pelaksanaannya. Pihak pemerintah berperan penting dalam
hal ini terutama dalam mendorong langkah-langkah strategis peningkatan kualitas
SDM, bersama institusi pendidikan dan/atau litbang serta pihak swasta/industri.
Intervensi pemerintah melalui instrumen kebijakan yang tepat untuk
mengembangkan SDM dengan kualifikasi yang diperlukan akan sangat kunci bagi
keberhasilan inovasi teknologi.
Peserta juga perlu mengidentifikasi sumber daya dan sumbernya yang diperlukan
untuk mengimplementasikan agenda yang dihasilkan dari proses
pemetarencanaan.
95
para peserta dan diberikan waktu yang memadai untuk memberikan tanggapan.
Penyelenggaraan workshop mungkin akan membantu mendiskusikan dan
mengintegrasikan, serta menyepakati penyempurnaan dokumen.
Tabel 8.2 Elemen dan Proses Pemetarencanaan Sains dan Teknologi (Albright).
Elemen dan Tahapan Proses Keterangan
1. Elemen-elemen Sains dan Struktur/kerangka dan penentuan lingkup bidang.
Teknologi
2. Penerapan Teknologi Di mana dan kapan teknologi akan menjadi inovasi
(digunakan) – mengapa (the whys).
3. Arsitektur Bagaimana elemen-elemen saling bersesuaian dan
berinteraksi.
4. Tantangan Tujuan dan sasaran kinerja untuk elemen-elemen
teknologi – apa (the whats).
5. Kecenderungan dan Kecenderungan kinerja dan pertumbuhan, kurva
Discontinuities pengalaman (experience curves), potential disruptions.
6. Evolusi Elemen Teknologi Petarencana teknologi - the "hows."
7. Posisi Teknis Persaingan Pendekatan persaingan atas tantangan. Teknologi yang
kompetitif.
8. Rencana Tindakan (Action Strategi teknologi, sumber daya dan timing investasi
Plan) dalam teknologi - the "to-do's."
9. Kekayaan Intelektual dan Kebutuhan/hambatan/tindakan untuk meningkatkan
Standar akses, perlindungan, pengaruh.
10.Peta Investasi Teknologi Prioritas investasi teknologi.
11.Petarencana Risiko Indikator kunci atas rencana. Penelusuran kebutuhan
untuk mengubah.
Sumber: Albright (2002).4
“Pemetarencanaan Sains dan Teknologi” pada dasarnya dapat dilakukan baik dalam
konteks organisasi tunggal (individual) maupun kolaborasi yang melibatkan banyak pihak
industri dan pemerintah. Dalam hal pemetarencanaan sains dan teknologi yang dilakukan
secara kolaboratif, oleh beberapa pihak adakalanya juga disebut “Pemetarencanaan Industri”
atau juga Critical/Emerging Technology Roadmap, manakala penekanan perhatiannya adalah
pada teknologi yang dinilai sangat penting (critical, dalam konteks tertentu) dan/atau “baru
muncul (emerging).
4
Lihat juga Http://www.albrightstrategy.com/
97
Pemetarencanaan yang melibatkan banyak pihak secara umum akan membutuhkan
upaya (effort) dan/atau sumber daya yang lebih dibanding yang dilakukan oleh organisasi
individual. Namun karena kemanfaatannya berpotensi untuk diterima oleh banyak pihak, maka
pemerintah biasanya merasa berkepentingan untuk setidaknya mendorong/memfasilitasi
prosesnya, bahkan turut mendanai secara parsial.
Selain itu, pemerintah juga sering berkepentingan mengintervensi (dengan mendorong
prakarsa-prakarsa pemetarencanaan) karena beragam alasan umum, seperti misalnya
keterbatasan pembiayaan oleh pihak industri (termasuk argumen underinvestment pihak
swasta dalam pengembangan pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi yang bersifat
atau pada tahapan pre-competitive).
9.1. PENDAHULUAN
Pemetarencanaan pada dasarnya menyangkut berbagai fungsi, aspek, dan tingkat dalam
organisasi serta pelaku. Posisinya dalam organisasi ibarat suatu paradoks, peran strategisnya
dalam organisasi harus mampu menghasilkan/diterjemahkan ke dalam atau bermuara pada
rencana tindak (action plan) yang realistis. Dalam kerangka yang perlu menelaah perspektif
masa depan, ia harus berpijak pada kondisi/realita saat kini. Pemetarencanaan mengemban
misi untuk menelaah dinamika dan kompleksitas masa depan. Namun agar sebagai suatu alat
bantu perencanaan/manajemen yang efektif, pemetarencanaan harus tetap dalam bentuk yang
dapat dikelola (manageable).
Sehubungan dengan itu, bagian ini membahas beberapa isu/aspek yang saling terkait
dan dinilai sangat penting dalam konteks pemetarencanaan secara umum.
99
pemetarencanaan yang jelas, fokus (terarah), dengan sasaran-sasaran eksplisit keluaran yang
terukur sangatlah penting.
Ungkapan “gagal merencanakan” sama dengan “merencanakan kegagalan” dalam
konteks ini juga sangat tepat. Kegagalan menentukan tujuan “yang sesuai dan spesifik” bisa
berakibat pada kesia-siaan dalam proses yang resource-demanding ini. Terkait dengan
penentuan tujuan pemetarencanaan, sejak dini perlu dipertimbangkan dan ditentukan
(“disepakati”) secara jelas menyangkut:
† Ruang lingkup peta rencana
† Tingkat kerincian (detail) yang dibutuhkan
† Pendekatan dan langkah utama yang akan dilakukan dalam proses
† Titik awal (starting point) proses
† Alur proses pemetarencanaan
† Data yang dibutuhkan (termasuk pasar dan teknologi), seberapa jauh ketersediaannya,
dan jika ada kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan, bagaimana mengatasinya.
Aspek yang terkait dengan kejelasan tujuan pemetarencanaan ini tentu terkait dengan
aspek lain, khususnya setting pengorganisasian proses pemetarencanaan.
9.3. KEPEMILIKAN
penting petarencana yang dihasilkan dan seberapa signifikan dampaknya. Para stakeholders
juga akan menilai perimbangan antara manfaat yang diharapkan akan diperoleh dan
pengorbanan yang harus dilakukan, sehingga akan mempengaruhi komitmen/kesungguhan
berkontribusi dan berpartisipasi selama proses pemetarencanaan.
Untuk dapat mencapai visi dan tujuan bersama, platform bagi tercapainya konsensus
sangatlah penting agar proses kolaboratif yang dibangun merupakan proses yang sinergis,
efektif mencapai tujuan dan memberikan kemanfaatan yang signifikan. Platform demikian akan
kontekstual. Artinya, skema pengorganisasian tertentu mungkin dianggap paling sesuai bagi
proses pemetarencanaan tertentu, namun tidak otomatis akan sesuai pula pada konteks proses
pemetarencanaan yang berbeda. Dalam praktiknya, platform konsensus lebih bersifat
kontekstual dan sebaiknya dikembangkan dengan cara tailor-made.
Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan platform konsensus
adalah tatanan (arrangements), baik sistem, struktur, mekanisme maupun proses yang
“menjamin” dan/atau mendorong berkembangnya hal berikut.
101
Pemetarencanaan industri biasanya disusun untuk pengembangan enabling technology
pada tahapan pre-competitive, sehingga pengungkapan informasi tertentu yang dimiliki
(proprietary information) umumnya tidak mengkhawatirkan pemiliknya (sumbernya). Namun,
apabila informasi demikian akan dipertukarkan maka perlu ada kesepakatan tentang jaminan
kerahasiaan (confidenciality). Misalnya saja menyangkut isu HKI (Hak Kekayaan Intelektual),
rahasia perusahaan, dan sejenisnya. Para peserta atau stakeholders tertentu dapat menjalin
perjanjian kesepakatan formal tentang kerahasiaan tertentu yang dipandang penting.
E. Format/Arsitektur Pemetarencanaan
Peserta perlu menyepakati format/arsitektur pemetarencanaan yang akan dibuat. Hal ini
terutama menyangkut kerangka waktu dan strategi yang akan ditempuh, serta terkait dengan
identifikasi hal penting seperti:
† Capaian penting (key milestones)
† Rencana pengembangan produk
† Program teknologi dan litbang
† Penggunaan sumber daya
† Keterkaitan antara tingkat petarencana (roadmap levels).
F. Fleksibilitas
Setiap proses pemetarencanaan pada dasarnya unik. Karena itu, walaupun proses ini
mengikuti metodologi dan kerangka logis tertentu, praktik yang efektif akan selalu memberikan
ruang fleksibilitas penyesuaian bagi kebutuhan peserta. Fleksibilitas sangat penting terutama
untuk mendorong proses interaksi antar peserta yang makin positif dan memungkinkan proses
pembelajaran yang efektif, yang akhirnya mendorong kolaborasi sinergis.
103
dari pemetarencanaan dan perkembangan organisasi dan lingkungannya. Proses evaluasi dan
perbaikan perlu terus dilakukan, dan petarencana hendaklah tidak dipandang sebagai suatu
produk akhir yang sempurna.
H. Solusi Integratif
Pemetarencanaan seyogyanya merupakan upaya untuk memberikan solusi integratif
terhadap isu/persoalan yang berimplikasi terhadap kebutuhan teknologi masa datang. Akan
menjadi suatu “upaya yang terlampau mahal” jika pemetarencanaan sekedar memberikan
solusi parsial seperti halnya upaya pengembangan (inovasi) teknologi secara “konvensional
dan parsial” yang umumnya dilakukan. Kememadaian cakupan dan skala aktivitas akan turut
mempengaruhi seberapa signifikan hasil dan kemanfaatan yang diperoleh serta dampak yang
ditimbulkan dari pemetarencanaan.
Walaupun pemetarencanaan (terutama tingkat industri) fokusnya dimaksudkan pada
umumnya untuk pengembangan enabling technology, namun pengembangan elemen-elemen
yang mendorong dan mendukungnya juga sangat penting. Suatu petarencana teknologi
sebaiknya memperhatikan penanganan beberapa isu penting seperti misalnya alih teknologi
(technology transfer), komersialisasi, pembiayaan, HKI, standar, rekomendasi peningkatan
kualitas SDM, identifikasi potensi hambatan, rekomendasi kebijakan pemerintah, dan isu
penting lainnya.
Survei yang dilakukan oleh Centre for Technology Management (CTM)- the University of
Cambridge (Phaal, 2002b) mengungkapkan antara lain faktor keberhasilan pemetarencanaan.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 9.1, sebagian besar responden menilai bahwa faktor yang
dinilai penting terutama adalah:
§ Adanya kebutuhan bisnis yang jelas;
§ Komitmen manajemen senior;
§ Keterlibatan orang/fungsi yang tepat; dan
§ Kuatnya keinginan mengembangkan proses bisnis yang efektif.
Respon (%)
0 10 20 30 40 50 60 70 80
105
3. Partisipan/Tim Petarencana yang Kompeten (Competence of Roadmap
Participants/Team).
Struktur partisipan sangatlah penting. Setiap partisipan, sesuai dengan perannya perlu
memiliki kompetensi, keahlian dan keterampilan tertentu. Secara keseluruhan struktur
partisipan perlu mencakup kompetensi, keahlian dan keterampilan yang diperlukan oleh
suatu proyek pemetarencanaan (termasuk misalnya bidang-bidang industri/pasar,
produk, teknologi, dan riset) yang dinilai penting dengan bidang yang menjadi tema
pemetarencanaan.
1
Kriteria ini pada dasarnya untuk meningkatkan kemungkinan pencapaian konsensus dalam hal-hal tertentu selama
proses pemetarencanaan.
Yang juga tak kalah pentingnya adalah “keandalan” (reliability) ataupun dalam banyak hal
repeatability. Artinya, sejauh mana suatu petarencana dapat direplikasi jika suatu tim
pemetarencanaan yang sama sekali berbeda terlibat dalam proses yang sama. Jika
setiap tim menghasilkan petarencana yang sama sekali berbeda untuk topik yang persis
sama, maka betapa sulitnya memberi arti, kredibilitas ataupun nilai bagi setiap
petarencana. Salah satu upaya untuk meminimalisasi persoalan repeatability demikian
adalah dengan melibatkan komunitas keahlian yang cukup luas dalam proses
pemetarencanaan dan melakukan tinjauan (review) atas hasil yang diperoleh. Tentu ini
merupakan proses “kompromi” (trade-off) dengan faktor lain seperti ketersediaan
pembiayaan, masalah “rivalitas,” operasional pengorganisasian, dan/atau faktor lainnya.
8. Biaya (Cost).
Karena kompetensi, keahlian (expertise), keterampilan sangat menentukan
pemetarencanaan dan elemen pembiayaan utama akan terkait dengan intensitas
keterlibatan sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar berkualitas dalam
pengembangan dan peninjauan, maka pemetarencanaan yang sungguh-sungguh
biasanya membutuhkan pembiayaan yang cukup “besar.” Namun, hal ini umumnya
terabaikan atau underestimate. Perencanaan penganggaran proyek pemetarencanaan
sebaiknya memperhitungkan hal ini dengan cermat, jika pemetarencanaan dianggap
sebagai proses penting dan diharapkan memberikan hasil yang bermutu.
107
terbuka (dapat diakses oleh masyarakat umum) dan aktivitas, hasil dan/atau dokumen
mana yang bersifat “terbatas/rahasia.”
Faktor-faktor kunci keberhasilan serupa juga disampaikan oleh EISDISR (2001), yaitu:
† Komitmen manajemen;
† Efektivitas kelompok pemimpin;
† Kompetensi partisipan petarencana;
† Pengembangan petarencana yang industry driven;
† Keluasan disiplin ilmu partisipan;
† Biaya dan komitmen;
† Standar etis yang tinggi;
† Implementasi dan peninjauan (review).
Çetindamar dan Farrukh, (2001) menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan,
terutama yang terkait dengan isu implementasi, yaitu:
† Tentukan tujuan pemetarencanaan secara jelas;
† Pahami bahwa struktur peta rencana akan tergantung perusahaan/organisasi (company
dependent);
† Tentukan “kepemilikan (ownership)” dan amankan komitmen manajemen senior
(pengambil keputusan);
† Upaya tim: perlunya input lintas fungsi dan pemahaman bersama. Waktu dan upaya
sangatlah penting;
109
† Gali isi (content) yang relevan: dorongan tentang pandangan ke depan, pastikan input
teknologis yang memadai, pertimbangkan pengaruh-pengaruh eksternal, termasuk
aktivitas pesaing;
† Gunakan pendekatan “kepemimpinan pasar atau teknologi” seperlunya;
† Aplikasi lintas bisnis membutuhkan pedoman (guidance) dan pendekatan “baku”
ditambah fleksibilitas (keluwesan);
† Perlunya budaya keterbukaan untuk mendorong debat yang efektif;
† Diperlukan keberlanjutan dan harus berfokus pada “pelanggan” atau pengguna.
2. Linieritas (Linearity)
Adanya kecenderungan berpikir linier merupakan di antara kekhawatiran yang sering
disampaikan. Terlampau terstrukturnya pemetarencanaan dapat membawa kepada
pembatasan alternatif lintasan dan simplifikasi berlebihan dalam mengekstrapolasi
kinerja masa lalu kepada skenario tunggal masa depan.
Fenomenon path dependency dan lock-in dalam pilihan teknologi seringkali “membatasi”
kreativitas menggali alternatif lintasan teknologi di masa depan.
50
45
40
35
Respon (%)
30
25
20
15
10
111
Berkaitan dengan hal tersebut, survei Lupini (2002), walaupun dengan sampel yang kecil
mengungkapkan hal serupa. Di antara penghambat utama keberhasilan pemetarencanaan
adalah:
1. Resistensi karena budaya/politik organisasi;
2. Beban berlebihan atau distraksi dari tugas-tugas jangka pendek (rutin);
3. Kurangnya komitmen manajemen senior.
Teknologi, dalam arti sebagai alat enabler, productivity tool ataupun sebagai hasil
(produk) dari upaya dan proses, harus senantiasa dikembangkan. Karena itu, perencanaan
teknologi merupakan hal yang semakin penting.
Persaingan global kini semakin ketat. Pasar cenderung makin terfragmentasi, dan produk
yang masuk ke pasar pun makin kompleks dan cenderung makin customized. Tuntutan akan
waktu penyampaian produk makin singkat. Umur produk makin pendek. Kecenderungan
demikian menuntut para pelaku bisnis makin fokus dan lebih memahami industri dan pasar
mereka. Perencanaan teknologi makin penting untuk membantu dalam menghadapi situasi
demikian. Pemetarencanaan teknologi (technology roadmapping) dapat digunakan sebagai
suatu alat perencanaan untuk pengembangan teknologi secara lebih sistematis, terarah dan
agar bermanfaat sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia, serta kompetitif sejalan
dengan perkembangan/kemajuan teknologi dalam lingkungan persaingan pasar yang
cenderung makin kompleks.
Pemetarencanaan teknologi akan berguna, bila hasil yang disepakati (petarencana)
benar-benar:
† menjadi dokumen rencana tindak, bukan sekedar gambaran normatif.
† menjadi dokumen acuan bersama untuk tindakan sendiri-sendiri dan yang dilakukan
bersama (kolaboratif) secara sinergis.
Karena itu, kelembagaan yang tepat yang melandasi proses pemetarencanaan akan
menjadi kunci. Bila setting-nya adalah dalam upaya perkuatan daya saing industri (atau klaster
industri) tertentu, maka proses pemetarencanaan teknologi pun semestinya bukan sekedar
upaya dari pihak penyedia teknologi semata. Proses pemetarencanaan perlu melibatkan
seluruh stakeholder kunci.
Pemetarencanaan merupakan proses partisipatif dan kolaboratif dari para stakeholder-
nya dan merupakan proses iteratif. Petarencana sebagai hasil “kesepakatan” sangat bernilai,
termasuk bagi para pembuat kebijakan, dalam memformulasikan instrumen kebijakan, baik
berupa regulasi, sistem insentif, kelembagaan dan/atau instrumen spesifik lain yang tepat untuk
mendukung keberhasilan pengembangan teknologi sebagai aset intelektual organisasi. Bila
dilaksanakan secara konsisten, tindak lanjut dari pemetarencanaan yang dihasilkan, baik
secara sendiri-sendiri maupun berkolaborasi, secara keseluruhan akan merupakan tindakan
bersama (collective action) yang sinergis.
KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN
PEMETARENCANAAN
10.1. PENDAHULUAN
Inovasi, khususnya inovasi teknologi, biasanya tak terjadi dalam lingkungan yang
terisolasi, melainkan lebih merupakan hasil proses interaksi banyak pihak, di mana pertukaran
informasi dan pengetahuan merupakan salah satu elemen penting. Ini menunjukkan bahwa bila
tingkat inovasi hendak ditingkatkan, maka kolaborasi yang lebih baik antara para pihak yang
memiliki atau dapat membentuk tujuan inovasi bersama menjadi hal yang sangat penting.
Pemetarencanaan, kini semakin disadari sebagai suatu alat strategis yang sekaligus
pragmatis dalam memungkinkan para pihak untuk secara bersama berkolaborasi dalam suatu
proses perencanaan jangka panjang dan membuka kesempatan bagi penelitian dan
pengembangan teknologi secara sinergis. Hal ini turut mendorong berkembangnya
pemetarencanaan kolaboratif, khususnya di negra-negara maju.
Bila dicermati, dua dekade terakhir menunjukkan kecenderungan
1. Pemetarencanaan industri. Semakin disadari bahwa kecenderungan meningkatnya
kecepatan dan kompleksitas perubahan yang terjadi semakin membutuhkan
terspesialisasinya para pelaku ekonomi, baik swasta, pemerintah, maupun perguruan
tinggi dan/atau lembaga non pemerintah lainnya. Tetapi, hal ini mau tak mau mendorong
kebutuhan setiap pihak akan peran pihak lainnya. Suatu fenomenon paradoks terjadi:
semakin terspesialisasi suatu pihak (agar memiliki keunggulan daya saing), semakin
meningkat kebutuhannya akan peran pihak lain. Hal ini mendorong upaya-upaya
pemetarencanaan kolaboratif pada beragam bidang industri di berbagai negara.
2. Prakarsa internasional. Kecenderungan globalisasi juga mendorong kebutuhan
kerjasama antar pelaku ekonomi lintas negara.
Dalam kedua hal tersebut, prakarsa yang berkembang akan “berlanjut” (sustained)
apabila hal mendasar, yaitu harapan setiap pelaku (yang berkolaborasi) untuk mendapatkan
113
“manfaat” lebih besar dibanding “biaya/pengorbanan”1 yang dikeluarkannya. Hanya tatanan
(setting) yang memungkinkan terjadinya hubungan saling menguntungkan (mutually beneficial)
lah yang akan menjadi lahan subur bagi kolaborasi sinergis.
Bab ini membahas singkat sebagai tinjauan umum atas beberapa isu kelembagaan
dalam konteks pemetarencanaan kolaboratif. Yang dimaksud dengan “kelembagaan” di sini
bahasannya dibatas pada segi tatanan organisasi dan pengorganisasian bagi suatu proses
pemetarencanaan. Dua bentuk “skema” ekstrim dibahas secara singkat, yaitu skema yang
terkait dengan pemetarencanaan individual (suatu organisasi tertentu, misalnya suatu
perusahaan) dan skema yang terkait dengan pemetarencanaan kolaboratif (beberapa
organisasi, seperti misalnya yang melibatkan beberapa perusahaan, perguruan tinggi, lembaga
litbang, dan lembaga pemerintah). Walaupun dalam keduanya akan berlaku beberapa aspek
yang bersifat universal, namun ada beberapa hal yang bersifat spesifik bagi masing-masing
skema dan juga spesifik bagi masing-masing kasus yang senantiasa perlu dipertimbangkan.
1
Dalam arti luas, termasuk risiko berkolaborasi dengan pihak yang dianggap pesaing
Arsitektur inovasi yang menjadi topik bahasan Bucher (2002), seperti dibahas
sebelumnya, merupakan salah satu alternatif bagaimana suatu organisasi/perusahaan
merancang manajemen inovasinya. Kerangka inovasi tersebut adalah seperti ditunjukkan pada
Gambar 10.1.
Pasar
“Arsitektur Strategik”
Paket Kinerja
(Performance Packages)
Arsitektur Inovasi
Fungsi Inti
Arsitektur Pengetahuan
Domain Pengetahuan
(Knowledge Domains)
115
† Paket kinerja (performance packages): merupakan himpunan produk/jasa (bundles of
products/ services) untuk memberikan nilai dan melayanani konsumen.
† Produk, modul, layanan: elemen yang nyata dari nilai (distinct elements of value).
† Fungsi inti (core functions): deskripsi fungsional dari dimensi yang relatif stabil (tidak
banyak berubah).
† Domain pengetahuan (knowledge domains/technology fields): mengindikasikan seluruh
domain pengetahuan dan kesalingtergantungan yang memungkinkan fungsi-fungsi
produk/jasa tertentu.
Dalam kerangka model ini, jenis arsitektur inovasi pada dasarnya akan bergantung pada
misi perusahaan (korporasi) dan strategi bisnisnya. Beberapa contoh ilustrasi adalah seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 10.2.
Integrasi Horizontal
Sub- B C D E Sub-
proses proses Proses Inovasi A
A F mis. Pengarahan Inovasi
Proyek-proyek Ventura
117
Divisi
Proyek-proyek Ventura
Pusat
Litbang P Negara A Negara B
Pasokan
Pengarahan Inovasi
Akuisisi
Pengembangan
dan Adaptasi
Produk
Teknologi
Anggota Tim
Tambahan
Mitra
Pengembangan
Divisi / Unit
Tanggung Jawab
Proyek A
Ketua Tim B
Anggota Tim
Sedangkan RET terdiri atas Molecular biologists, Proteomics experts, Cell biologists,
Developmental biologists, dan Bioinformatics experts. Fungsi utama tim ini adalah:
119
† Merespon survei;
† Meninjau rancangan petarencana;
† Berpartisipasi dalam kelompok diskusi;
† Memberikan pengetahuan mutakhir.
Idealnya, “perwakilan” dari unit organisasi yang terlibat dalam “tim” adalah mereka yang
mempunyai “kapasitas” pengambilan keputusan dan penguasaan substansi spesifik relevan
yang diperlukan. Pilihan apakah “tim” tersebut merupakan tim ad hoc atau bukan, sebenarnya
lebih bersifat kasus spesifik, setiap organisasi perlu mempertimbangkan bentuk yang paling
tepat.
Seperti terungkap dari beberapa praktik, faktor resistensi karena budaya/politik
organisasi, beban berlebihan atau distraksi dari tugas-tugas jangka pendek (distraksi tugas
rutin), dan kurangnya komitmen manajemen senior sering menjadi penghambat efektivitas
proses pemetarencanaan. Karena itu, adanya tim yang lebih berperan sebagai fasilitator proses
pemetarencanaan mungkin akan sangat membantu.
Yang tentunya tidak dapat diabaikan adalah bahwa keberhasilan pemetarencanaan
membutuhkan komitmen baik secara top-down, terutama dalam bentuk dukungan pimpinan
manajemen dan penggunaan petarencana dalam mengelola organisasi/bisnis, maupun bottom-
up, dalam arti bahwa tim inti harus mampu melihat nilai dalam mendukung proses, mereka
harus memiliki keyakinan bahwa petarencana akan digunakan dalam jangka panjang, dan tidak
“terjebak dan berhenti” dalam hambatan-hambatan yang dijumpai sepanjang proses.
2
Pelembagaan proses, pembakuan, petarencana sebagai dokumen hidup, dan pemetarencanaan sebagai proses
terpadu.
3
Lihat bab tentang isu-isu penting.
121
Kolaborasi Pemetarencanaan
Beragam Organisasi
Tindakan
Tindakanpengembangan,
pengembangan, program
komersialisasi dan
danregulasi
komersialisasidan
danalih
alihteknologi
teknologi regulasi
pemerintah
Partisipan
Generation IV International
Forum (GIF)
NERAC DOE-NE
Argentina Brazil Canada France
GEN IV Roadmap
Tim Integrasi Near-Term Deployment
NERAC Subcommittee
Petarencana Group (NTDG)
(GRNS)
Non-Classical Concepts
Untuk terbentuknya upaya kolaborasi yang efektif, sangatlah penting adanya elemen
komunitas, kesukarelaan (voluntary) dan tujuan bersama. Dalam mendorong upaya demikian,
pemerintah di berbagai negara mengembangkan program dukungan, baik dalam bentuk
pemrakarsaan di tahap-tahap awal dan/atau penyediaan dukungan keuangan/pembiayaan
(penuh atau parsial) bagi prakarsa-prakarsa pemetarencanaan kolaboratif yang dinilai urgen/
prioritas di negara yang bersangkutan.
Dixon (2003) menyampaikan beberapa saran dalam mendorong pemetarencanaan
kolaborasi. Secara umum beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dalam pemetarencanaan
kolaboratif:
† Membentuk tim berukuran cukup kecil dan independen;
† Memberikan “waktu” yang memadai:
§ Berikan waktu yang cukup untuk setiap kelompok melalui tahapan proses formatif
§ Rancang petarencana dengan memperhitungkan agar:
− Memberikan kesempatan penyelesaian tugas awal
123
− Menentukan deadline penyelesaian
− Memberikan kesempatan kelompok untuk membentuk diri
† Memberikan “ruang gerak”:
§ Sebaiknya gunakan lokasi off-site untuk pertemuan-pertemuan pemetarencanaan
§ Setiap pertemuan sebaiknya cukup “lama” bagi terbentuknya “pemahaman”
§ Tingkatkan pemahaman dengan memastikan bahwa mereka harus menunjukkan
kinerja
† Merencanakan serangkaian pertemuan:
§ Rangkaian waktu pertemuan sebaiknya cukup berjauhan untuk memberikan
kesempatan penyelesaian tugas di antaranya namun cukup dekat untuk
memberikan kontinuitas
§ Setelah pertemuan pertama, sebaiknya isi waktu antar pertemuan dengan tetap
memelihara komunikasi.
† Memelihara komunikasi:
§ Pelihara kontak (misalnya mailing list)
§ Kirim perkembangan mutakhir
§ Rancang kesempatan pertemuan ulang
§ Jaga agar partisipan tetap peduli dan merasa terlibat
† Memelihara pemutakhiran:
§ Lakukan pemutakhiran secara periodik
§ Gunakan pemutakhiran sebagai kesempatan untuk merevitalisasi komunitas.
Teknologi, dalam arti sebagai alat enabler, productivity tool ataupun sebagai hasil (produk) dari
upaya dan proses, karenanya harus senantiasa dikembangkan.
Teknologi kini semakin disadari sebagai salah satu aset strategis yang penting. Akan
tetapi masih kuat kecenderungan pengabaian oleh hampir semua pihak untuk
mengintegrasikan ke dalam suatu proses perencanaan secara memadai sedini mungkin.
Di sisi lain, di tengah tekanan persaingan yang makin kompleks dan dinamis serta
beragam perubahan yang terus terjadi, kebutuhan akan pengembangan teknologi menjadi tak
terelakan. Inovasi menjadi semakin kunci bagi keunggulan daya saing.
Namun, perkembangan inovasi yang diserahkan kepada “proses alami” (secara
“kebetulan”/accidental, by chance) semata diperkirakan (dan dikhawatirkan) tidak akan mampu
memenuhi perkembangan kebutuhan/tantangan yang makin cepat, kompleks dan dinamis.
Selain itu, inovasi pada umumnya tidaklah terjadi pada lingkungan yang terisolasi. Tumbuh-
berkembangnya inovasi sangat ditentukan oleh intensitas hubungan/keterkaitan antar para
pihak (stakeholders) yang menjadi kunci.
Pengorganisasian pemetarencanaan, dalam konteks organisasi individual maupun
kolaborasi multi pihak sangat penting dalam mengelola pemetarencanaan agar efektif. Dalam
kaitan ini, inovasi yang perlu didorong pun sebenarnya bukan semata menyangkut konteks
teknis (proses dan/atau produk) melainkan juga kelembagaan (organisasi dan
pengorganisasian) pemetarencanaan itu sendiri. Pengorganisasian yang tepat memperbesar
peluang keberhasilan inovasi mengingat inovasi seringkali muncul bukan dari keterisolasian
melainkan dari interaksi dan upaya banyak pihak.
125
126 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 11
PERAN PARTISIPAN
11.1. PENDAHULUAN
Dalam kedua hal tersebut, prakarsa yang berkembang akan “berlanjut” (sustained)
apabila hal mendasar, yaitu harapan setiap pelaku (yang berkolaborasi) untuk mendapatkan
“manfaat” lebih besar dibanding “biaya/pengorbanan”1 yang dikeluarkannya. Hanya tatanan
(setting) yang memungkinkan terjadinya hubungan saling menguntungkan (mutually beneficial)
lah yang akan menjadi lahan subur bagi kolaborasi sinergis.
Di antara faktor “kritis” dalam menumbuh-kembangkan kolaborasi sinergis demikian
adalah motivasi (terutama kesadaran dan kehendak kuat) dan kapasitas (khususnya
kemampuan dan keterampilan) dalam memainkan peran terbaiknya (individual dan dalam tim)
sesuai kompetensi masing-masing.
1
Dalam arti luas, termasuk risiko berkolaborasi dengan pihak yang dianggap pesaing
127
Tulisan ini mendiskusikan beberapa hal menyangkut peran partisipan dalam
pemetarencanaan yang bersifat kolaboratif antar beragam organisasi, yang biasanya
berkembang pada bidang tematik industri tertentu.
Semua pihak, apakah pemerintah maupun non pemerintah berperan penting dalam
pemetarencanaan kolaboratif. Upaya ini akan berkembang jika ada pihak yang memicu atau
memprakarsainya. Di sinilah diperlukannya kepemimpinan, dalam arti peran kepeloporan yang
mengawali suatu proses pemetarencanaan. Dalam beberapa kasus pemetarencanaan, pihak
pemerintah lah yang memang memprakarsainya. Tetapi ini hendaknya tidak dipandang sebagai
suatu “kaidah umum” bagi pemetarencanaan. Kepeloporan dalam menumbuh-kembangkan
pemetarencanaan bukanlah peran eksklusif pemerintah. Idealnya bahkan pemetarencanaan
diprakarsai oleh para pelaku bisnis.
Beberapa hal berikut sebenarnya merupakan peran semua pihak dalam
pemetarencanaan kolaboratif:
1. Menunjukkan kepeloporan dalam mengembangkan pemetarencanaan kolaboratif
yang sesuai dengan bidang tematik yang relevan dengan organisasi/lembaganya.
2. Proaktif dalam pengembangan/penguatan kelembagaan kolaborasi
pemetarencanaan terutama yang terkait dengan klaster industri yang relevan.
3. Berpartisipasi aktif dalam aktivitas pemetarencanaan yang diikutinya.
4. Memperkuat dan memelihara komitmennya untuk menindaklanjuti hasil-hasil
kesepakatan pemetarencanaan yang diikutinya.
5. Memelihara/menjaga keberlanjutan pemetarencanaan yang diikutinya.
Berikut adalah beberapa peran masing-masing pihak yang dinilai penting untuk terus
dikembangkan sesuai dengan organisasinya dan bidang tematik pemetarencanaannya yang
relevan.
A. Swasta
1. Proaktif dalam memprakarsai dan/atau mendukung prakarsa pemetarencanaan
terutama yang terkait dengan bidang tematik industri yang relevan.
129
11.4. PERAN PEMERINTAH
Dalam hal ini, pengetahuan/keterampilan yang diperlukan pada dasarnya adalah seperti
berikut.
1. Peserta
a. Pengetahuan/Keterampilan Umum:
Setiap peserta pada dasarnya perlu mempunyai interpersonal and group process
skills. Proses pemetarencanaan membutuhkan suasana kondusif bagi keterbukaan
berargumentasi antar peserta. Tetapi debat yang positif bukanlah yang terlampau
didominasi oleh sekelompok individu (walaupun memiliki keahlian spesifik yang
diperlukan) atau terlampau “datar dan monoton/miskin gagasan” karena terlampau
pasifnya peserta.
b. Pengetahuan/Keterampilan Khusus:
Peserta “umum” perlu memahami/menguasai:
§ Pengetahuan tentang substansi (content knowledge) yang akan
dipetarencanakan;
§ Apa kebutuhan teknologi dan faktor pendorongnya (drivers), serta hambatan
(technological and non-technological barriers) di bidang yang akan
dipetarencanakan.
131
Peserta “khusus” pembuat kebijakan perlu memahami/menguasai:
§ Pengetahuan tentang bagaimana implikasi kebijakan dari hasil
pemetarencanaan diterjemahkan menjadi instrumen kebijakan;
§ Bagaimana perumusan kebijakannya dan mekanisme implementasinya
(sebagai bagian integral dalam siklus kebijakan publik).
2. Penyelenggara/Pelaksana
Proses pemetarencanaan pada umumnya merupakan proses yang bertahap (bukan
sebagai acara yang hanya sekali diselenggarakan). Karena itu penyelenggara (yang
mungkin saja merupakan tim yang dibentuk dari berbagai organisasi) sebaiknya
merencanakan/mempersiapkan keseluruhan proses dan bagaimana setiap tahapan
(acara/event) akan diselenggarakan. Kebutuhan dan prioritas setiap tahapan akan
berbeda. Karena itu, penyelenggara perlu menentukan format acara/event yang dinilai
paling sesuai dengan tujuannya.
Sehubungan dengan ini, penyelenggara sebaiknya:
§ Mempunyai pengalaman/keterampilan menyelenggarakan acara/event yang bersifat
serial (termasuk penganggaran, memelihara momentum dan kesinambungan
proses);
§ Memelihara kontak dengan peserta dan menjaga keterlibatan peserta
(meminimumkan terlampau seringnya pergantian peserta).
Tim penyelenggara yang terdiri atas berbagai perwakilan organisasi akan ideal untuk
pemetarencanaan kolaboratif. Selain secara teknis akan membantu meringankan beban
penyelenggaraan, hal ini biasanya sangat berpengaruh dalam meningkatkan “rasa
3. Fasilitator
a. Pengetahuan/Keterampilan Umum:
Fasilitator workshop perlu:
§ Mempunyai interpersonal and group process skills;
§ Mempunyai keterampilan memandu proses workshop yang efektif agar
mencapai tujuan, terutama agar workshop menghasilkan keluaran (output/
deliverables) yang ditargetkan.
b. Pengetahuan/Keterampilan Khusus:
Fasilitator perlu memahami:
§ Proses pemetarencanaan teknologi (technology roadmapping process);
§ Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan faktor pendorongnya (drivers), serta
hambatan (technological and non-technological barriers);
§ Mengidentifikasi, menganalisis dan memilih alternatif dan lintasan teknologi.
133
134 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 12
PEMETARENCANAAN
DAN KEBIJAKAN ORGANISASI
12.1. PENDAHULUAN
Sekitar dua setengah dekade lalu, Robert Galvin - CEO (Chief Executive Officer)
Motorola saat itu – melihat kebutuhan untuk mengimplementasikan suatu proses umum bagi
perencanaan strategik dalam organisasi Motorola secara keseluruhan. Ia menyatakan bahwa:
“tujuan mendasar Peninjauan Teknologi dan Petarencana Teknologi adalah memastikan bahwa
kita sekarang melakukan apa yang dibutuhkan dalam rangka memiliki teknologi, proses,
komponen, dan pengalaman yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masa datang akan produk
dan jasa layanan.” Pemetarencanaan teknologi di lingkungan Motorola konon dikembangkan
sekitar pertengahan 1980-an di bawah kepemimpinan John Mitchell.1 Visi Galvin tersebut kini
ditingkatkan melalui prakarsa korporasi secara sungguh-sungguh, yang ternyata terbukti sangat
bermanfaat bagi Motorola.
Keberhasilan penerapan pemetarencanaan sebagai metode/teknik perencanaan
strategis dalam organisasi pada dasarnya sangat ditentukan oleh komitmen manajemen untuk
menjadikannya bagian integral dari “sistem” yang dianut oleh organisasi tersebut,
menindaklanjuti hasil yang diperoleh dan melahirkan keputusan yang jelas dan tegas yang
mendasari langkah/tindakan-tindakan yang lebih operasional.
Kebijakan organisasi, yang dalam hal ini diartikan sebagai “keputusan” organisasi yang
dijabarkan dari strategi organisasi dan menjadi landasan bagi langkah/tindakan-tindakan
operasional semua elemen dalam organisasi, merupakan bagian penting yang menentukan
efektivitas pemetarencanaan dan hasil yang diperoleh bagi organisasi yang bersangkutan.
Terkait dengan bagian-bagian yang telah didiskusikan sebelumnya, terutama Bab 5, bab ini
membahas pemetarencanaan khususnya dalam konteks kebijakan organisasi.
1
Menurut Odlyzko (1999) diuraikan dalam “Motorola’s Technology Roadmap Process” oleh Charles H. Willyard dan
Cheryl McClees, 1987.
135
12.2. KERANGKA STRATEGI DAN KEBIJAKAN ORGANISASI
Strategi2 hakikatnya merupakan cara berpikir dan penyikapan organisasi yang secara
dinamis melandasi dan membawa kepada sehimpunan tindakan untuk mewujudkan harapan
yang diidealkan oleh organisasi yang bersangkutan.
Strategi berkembang secara dinamis sepanjang waktu, seperti yang dimaksudkan
(intended) dan “membaur” dengan dan mengakomodasi perubahan realita yang dihadapi
(realized strategy). Strategi pada dasarnya berkembang di beragam tingkat dalam organisasi.
Sebagai penjabaran dari strategi, maka kebijakan organisasi yang terealisasikan juga dalam
praktiknya akan berupa “bauran” dari penjabaran deliberate strategy dan emerging strategy.
Int
e
Str nde
ate d
gy
De
li
Str bera
a te te
gy
Strategi yang
Tidak Terealisasikan Realized
Strategy
in g
e rg ies
Em ateg
r
St
Pada dasarnya ada dua schools of thoughts yang sangat mendominasi debat strategi,
yaitu market-based view (MBV) dan resource-based view (RBV). Berikut adalah tinjauan sangat
singkat tentang kedua pemikiran tersebut.
2
Kajian/diskusi akademis tentang ini, termasuk schools of thoughts, model, dan lainnya dapat dilihat dalam beragam
literatur manajemen strategik atau strategi organisasi.
3
Lihat Porter (1985).
137
Untuk ini Porter menawarkan tiga strategi generik, yaitu “kepemimpinan biaya” (yang
esensinya adalah melakukan hal yang “sama” secara lebih baik, terutama dari pertimbangan
biaya/harga), “diferensiasi” (esensinya adalah melakukan hal yang berbeda), dan “fokus” (yang
esensinya adalah menggali dan menekankan suatu “ceruk”/niche).4
Porter juga mengajukan analisis rantai nilai, yang belakangan lebih lanjut dikembangkan
terutama untuk mengakomodasi kekuatan (power) orang dan pengetahuan (Macmillan dan
Tampoe, 2001) seperti diilustrasikan pada Gambar 12.2.
Infrastruktur perusahaan
AKTIVITAS
PENDUKUNG Komersialisasi teknologi dan technology trapping
Manajemen Strategik
4
Porter juga menawarkan kerangka analisis rantai nilai, yang secara luas menjadi salah satu topik “standar”
manajemen strategik.
kapabilitas yang khas (sumber daya dan kompetensi)5 yang memungkinkan organisasi/
perusahaan mencapai keunggulan dalam memberikan kemanfaatan bagi konsumen. Gambar
12.3 mengilustrasikan akar kompetensi inti untuk bisnis manufaktur secara umum, sedangkan
Gambar 12.4 mengilustrasikan akar kompetensi inti untuk bisnis jasa profesional.
5
Unique/distinct capabilities umumnya diinterpretasikan sebagai kombinasi dari sumber daya dan kompetensi yang
“penting/bernilai” (valuable), “tak dapat dipertukarkan ataupun digantikan” (not tradable and difficult to substitute),
“langka” (rare), dan “sulit ditiru” (inimitable).
139
organisasi/perusahaan perlu memprioritaskan pada kelompok yang dapat diandalkan/
dilaksanakan paling baik secara internal (lainnya dilakukan melalui sumber luar). Organisasi
dapat menciptakan nilai khas (uniques value) melalui aktivitas tersebut dan harus dapat
mengendalikannya untuk memelihara dominasi/penguasaan, khususnya:
§ dalam bidang kompetensi khusus yang dipilihnya,
§ atas hubungan konsumen dan pemasok yang paling penting, dan
§ atas sistem yang menghubungkan kedua hal tersebut di atas.
Pengetahuan
kolektif
dari
Kepribadian organisasi
Mindset
Tercerminkan
Inter- Produk
Keterampilan Sebagai
personal Barang &
Skills Staf Kompetensi Inti Jasa
(Core Competence)
Keterampilan
Tugas Pengetahuan
Profesional
Konsumen
Manfaat
Keunggulan Keunggulan
Kesesuaian (Fit)
Daya Saing Posisi Kapabilitas
Segmentasi
Perilaku Konsumen
Sumber Daya
Strategic Intent
Kekuatan
dan
Persaingan
Kompetensi
. . . Mengimplikasikan
. . . Mengimplikasikan
Keputusan Posisi
Kapabilitas
Pasar
Strategi Organisasi
Menurut Macmillan dan Tampoe (2001), formulasi strategi terdiri atas tiga elemen utama,
yaitu:
† strategic intent: menyangkut aspek pendorong proses formulasi strategi, memberikan
arah strategi, dan menjawab pertanyaan “ke mana kita hendak menuju”;
† pengkajian strategik (strategic assessment): tentang memberikan pengetahuan yang
relevan dari konteks strategi, membumikan strategi masa depan dalam kenyataan, dan
menjawab pertanyaan “di mana kita saat ini”; dan
141
† pilihan strategik (strategic choice): jika tidak ada pilihan maka tidak ada strategi yang
diperlukan, menyangkut keterkaitan dengan tindakan, dan menjawab pertanyaan
“bagaimana mencapai apa yang kita inginkan dari keadaan di mana kita saat ini.”.
Strategi “terpilih” pada dasarnya merupakan pilihan logis dari pertimbangan ketiga
elemen tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar 12.6 berikut.
Pilihan Logis /
Strategi Terpilih
Sejalan tetapi
Bukan Pilihan
Strategic yang Layak
Kriteria Pemilihan / Intent
Tidak Ada Pilihan
yang Teridentifikasi
Pengkajian
Strategik Pilihan yang
Layak tetapi
Bukan Pilihan Tersedia
yang Sejalan
Dalam kaitan ini, formulasi strategi yang efektif disarankan memperhatikan: kesadaran
konsumen, hubungan pemasok, pengaruh stakeholder, pemahaman kompetensi, kesadaran
akan perubahan teknologi dan inovasi, bauran orang yang terlibat dalam proses, dorongan dari
dan pemahaman manajemen puncak, mengkomunikasikan hasil dan reaksi atas umpan balik,
logika dan keseimbangan yang baik terhadap proses, perancangan proses namun tidak over-
design, dan peran dukungan eksternal.
Dalam mengembangkan kesejalanan (alignment) pemetarencanaan dengan formulasi
strategi dan kebijakan organisasi, perancangan/penentuan parameter analitis dan alat
manajemen merupakan hal yang penting. Suatu contoh ilustratif adalah yang dilakukan dalam
MATI, yang mengidentifikasi enam parameter analitis strategik dan beberapa alat manajemen
dengan fokus pada teknologi (lihat Gambar 12.7). Keenam parameter tersebut adalah: Strategic
Intent, Strategic Balance, Suara Konsumen (Voice of Customers), Competitive Positioning,
Technology Positioning, dan Product Positioning.
Competitive Positioning
Gambar 12.7 Strategi dan Pemetarencanaan: Mengelola Masa Kini dari Masa Depan.
143
12.3. STRATEGI DAN KEBIJAKAN TEKNOLOGI
A. Penyikapan
Kesemua kebijakan pada dasarnya mencerminkan strategi organisasi, termasuk
bagaimana penyikapan organisasi atas beragam kecenderungan pergeseran seperti pada
faktor penentu daya saing bisnis. Kesemua pemahaman “kerangka konseptual” strategi
organisasi pada akhirnya nilai pragmatisnya ditentukan oleh bagaimana organisasi (termasuk
individu SDM) yang bersangkutan menyikapi segenap aspek dan dimensi penting dan
menuangkannya dalam strategi, kebijakan dan rencana tindakan yang jelas.
Gambar 12.8 mengilustrasikan misalnya kurva hipotetis yang diyakini merupakan
kecenderungan pergeseran faktor penentu keunggulan daya saing perusahaan dari waktu ke
waktu.
• Inovasi /
Kejelasan (atau ketidak-jelasan) strategi dan kebijakan organisasi atas hal ini menjadi
salah satu indikasi tentang kejelasan (atau ketidak-jelasan) strategi dan kebijakan teknologi
organisasi yang bersangkutan. Pemetarencanaan akan membantu organisasi dalam
memperbaiki kondisi organisasi dan menjadi bahan masukan, namun dinamika perkembangan
organisasi dalam realitanya bukanlah sekedar sehimpunan kaidah normatif semata tetapi
ditentukan oleh perilaku dan sikap (behavior and attitude) SDM dan organisasi yang melebur
dalam budaya organisasi yang bersangkutan.
B. Pemahaman Bisnis dan Teknologi dalam Perspektif Siklus Hidup (Life Cycle)
Setiap organisasi/perusahaan dituntut untuk semakin mampu dengan tepat menggali
beragam potensi bagi pengembangan strategi dan kebijakan teknologinya. Dalam konteks ini,
perusahaan perlu memahami antara lain “jenis” teknologi/inovasi terutama dalam kaitan siklus
hidup teknologi dan implikasi bisnis. A.D. Little mengungkapkan bahwa organisasi/perusahaan
akan senantiasa dihadapkan kepada tantangan dinamis bagaimana strategi terpadu bisnis dan
teknologi dikembangkan dalam kerangka membantu agar organisasi dapat memposisikan diri
dengan tepat di dalam dinamika arena persaingan.
Strategi
Bagaimana
Tujuan Bisnis &
memenuhi kebutuhan
pasar? Teknologi
Sumber : Floyd (1997), diadopsi dan disesuaikan seperlunya dari Çetindamar dan Farrukh (2001).
Bisnis dan teknologi yang terus berkembang dan keterkaitan erat antara keduanya
merupakan dinamika realita yang tidak dapat diabaikan oleh organisasi. Pemahaman
organisasi/perusahaan atas hal ini tentu sangat penting.
145
Peterson (Radnor dan Peterson, 2003) “membedakan” inovasi teknologi atas beberapa
jenis berikut (Gambar 12.10):
† Inovasi inkremental (incremental innovation): yang mencerminkan perubahan (evolusi)
“alamiah” (natural) dari suatu sistem dan/atau teknologi tertentu.
† Inovasi “ceruk” (niche innovation): yang memberikan solusi terfokus pada kebutuhan
yang sangat khusus dengan potensi terbatas bagi pasar yang lebih besar atau
penerapan lainnya.
† Inovasi revolusioner (revolutionary innovation): teknologi terobosan (breakthrough
technology) yang menjanjikan namun membutuhkan waktu difusi lama.
† Inovasi arsitektural (architectural innovation): yang merupakan penerapan dari teknologi
yang ada atau baru muncul (emerging) untuk memecahkan suatu persoalan yang
sebenarnya di awalnya tidak dimaksudkan untuk hal tersebut.
Pacing Innovation
• Niche
• Incremental
Sustaining
Technology
Disruptive
Emerging Innovation
Technology
• Architectural
• Revolutionary
Sumber : Peterson (1999).
Sementara itu, beberapa istilah “jenis teknologi” berikut juga seringkali digunakan dalam
kaitannya dengan “siklus hidupnya” (life cycle) dan “kompetensi teknologi”:
† Emerging technologies: teknologi ini tidak/belum memberikan dampak persaingan (no
competitive impact).
† Pacing technologies: teknologi ini memberikan dampak perubahan persaingan (changing
competiton).
Diskusi sebelumnya, terutama isu yang berkaitan dengan strategi organisasi seperti
dibahas pada bagian-bagian sebelumnya (dan juga diilustrasikan antara lain pada Gambar
12.7) dan juga tentang pola inovasi (dalam kerangka siklus hidup, lihat misalnya ilustrasi
Gambar 1.1) merupakan elemen pertimbangan yang terkait dengan suatu alternatif kerangka
keputusan bisnis-teknologi dengan kurva hipotetis (seperti diilustrasikan pada Gambar 12.11).
Skema tersebut membantu pemahaman tentang pilihan (opsi) teknologi dalam keterkaitannya
dengan bisnis dengan mempertimbangan siklus hidup.
Penetrasi
Dominant
Design Mengimplementasikan
(Implement)
Difusi
Adapt
Conceive
Menggali (Explore)
Waktu
147
Kerangka inovasi tersebut perlu dipetakan dalam upaya penentuan kesesuaian (fit)
dengan strategi unit bisnis seperti diilustrasikan pada Gambar 12.12.
Revolusioner
Disruptive
J
E
Arsitektural A
L F
K
D G
Inkremental B
Sustaining
M
Merevitalisasi Mencari Pasar
Bisnis Inti I dan Konsumen Baru
Ceruk /
Niche
DOMINAN Tumbuh dengan cepat § Tumbuh dengan cepat § Mempertahankan posisi § Mempertahankan
§ Capai kepemimpinan § Capai kepemimpinan posisi
biaya biaya § Pembaharuan
§ Pembaharuan § Tumbuh dengan
industri
KUAT § Diferensiasi § Tumbuh dengan cepat § Pengurangan biaya § Cari dan pertahankan
§ Tumbuh dengan cepat § Catch-up § Diferensiasi ceruk
§ Diferensiasi § Tumbuh dengan industri § Tumbuh dengan
industri
§ Harvest profit
MEMUASKAN § Diferensiasi § Diferensiasi § Harvest profit § Konsolidasi
(SATISFACTORY) § Fokus § Fokus § Cari ceruk § Pemotongan biaya
§ Tumbuh dengan industri § Tumbuh dengan industri § Tumbuh dengan industri
LEMAH § Fokus § Harvest, catch up § Harvest profit Divestasi
§ Tumbuh dengan industri § Cari dan pertahankan § Ubah haluan
ceruk § Cari ceruk
§ Ubah haluan § Konsolidasi
SANGAT LEMAH § Cari ceruk § Ubah haluan § Menarik diri (Withdraw) Menarik diri (Withdraw)
§ Tumbuh dengan industri § Konsolidasi § Divestasi
1,000
Penerimaan
100
Penerimaan
dan Biaya
(dalam Juta $) Titik impas
(Break-even) Kontribusi
10
Waktu: 0 6 12 18 24 30 36 42 48
149
1,000
Penerimaan
Keuntungan
100
10
Contribution
Inkremental
Break-
Break-Even-Time even
1 Arsitektural
Time to Market Break-Even-After Release
Ceruk
Konsep Investigation Development Manufacturing/Sales
(Niche)
Waktu: 0 9 18 27 36 45 54 63 72
C. Kerangka Tahapan
Penentuan arah strategis organisasi pada dasarnya perlu mempertimbangkan aspek
utama yaitu bagaimana keputusan posisi (positioning) dan bagaimana penentuan prioritas
untuk bertahan (survival priorities). Prioritas tentunya dapat berubah dalam kerangka waktu
sejalan dengan pertimbangan dari beragam dinamika perkembangan yang terjadi dan/atau
diantisipasi akan terjadi. Pimpinan organisasi akan mempertimbangkan hal tersebut dalam
menyusun agenda organisasi menyangkut kebutuhan yang bersifat segera (immediate needs)
dan keputusan posisi perusahaan dalam jangka yang lebih panjang.
Suatu alternatif dalam merumuskan strategi adalah dengan melihat “saluran peluang“
(the opportunity pipeline) strategi (Boulton, 1999), yang pada dasarnya adalah seperti berikut
(ilustrasi Gambar 12.15):
1. Memaksimumkan konsumen yang ada;
2. Menarik konsumen baru;
3. Inovasi produk (barang) dan jasa;
4. Inovasi sistem penyampaian nilai (value delivery system);
5. Memperbaiki struktur industri;
Maksimalisasi
konsumen
yang ada
Akuisisi dan/atau
Arena
versus konsolidasi dalam
persaingan
yang sekarang
industri sekarang Menurunkan kompetisi (Rivalitas)
Bisnis Ekspansi
yang versus ke geografis
sekarang
baru Globalisasi (Pasar yang tumbuh)
Melangkah
ke arena
persaingan baru Diversifikasi/Aliansi (Industri yang tumbuh)
151
5. Mengukur kemampuan relatif perusahaan dalam hal teknologi penting dan biaya
melakukan perbaikan.
6. Memilih sebuah strategi teknologi yang merangkum semua teknologi penting sehingga
memperkuat strategi bersaing perusahaan secara menyeluruh.
7. Memperkuat strategi teknologi unit-unit usaha pada tingkat perusahaan induk.
6
Catatan: seperti halnya dalam banyak literatur, dalam buku ini, istilah “pengembangan” produk baru (new product
development) seringkali dipertukarkan dengan istilah “penciptaan” produk baru (new product creation) untuk
maksud yang sama.
1 2 3 4 5
Eksternal
Peramalan
Strategik Petarencana Lingkungan
Evaluasi Strategik
Internal
Petarencana Proses
153
L IN G K U N G A N B I S N I S
PASAR
PERSIAPAN REALISASI PASAR
TEKNOLOGI
PROSES PENGEMBANGAN P R O D U K
Pengembangan produk baru yang berhasil menggunakan lima prinsip sederhana, yaitu:
kejelasan, kepemilikan, kepemimpinan, keterpaduan/integrasi, dan keluwesan/fleksibilitas.
1. Kejelasan – Lintasan yang jelas untuk tindakan. Pastikan bahwa proses pengembangan
produk baru memberikan kejelasan dan pembimbingan yang memadai yang membawa
organisasi untuk bertindak. Setiap individu dan organisasi harus melihat bagaimana
berpartisipasi secara langsung dalam keberhasilan bisnis. Implementasinya adalah:
§ Kesadaran/bahan-bahan pelatihan (awareness/training materials)
§ Pelatihan
§ Pembimbingan proses fasilitasi
§ Sistem informasi manajemen
§ Tindakan yang jelas di balik keputusan
§ Kontrak antara tim proyek dengan the gatekeeper team
§ Indikator untuk mengukur dampak yang dikehendaki dari proses
§ Perhatian pada penilaian personal
2. Kepemilikan - Oleh semua. Libatkan dan padukan semua orang dan sumber daya dalam
perusahaan yang berkontribusi bagi keberhasilan komersialisasi produk.
Implementasinya:
§ Proses yang dirancang secara internal
§ Tim lintas fungsi
§ Perubahan peran dan tanggung jawab
§ Alat dan proses yang bermutu
§ Alih personil
§ Manajer proyek yang terlatih
§ Penghargaan dan pengakuan atas tim
3. Kepemimpinan - Pada puncak. Pengembangan produk baru dipimpin dari atas bisnis.
§ Tim gatekeeping (“pembimbing/pengawas”) yang lintas fungsi
§ Penghargaan dan pengakuan
§ Komitmen pada pertemuan-pertemuan pembimbingan/pengawasan
§ Kejelasan dukungan dari manajemen
§ Tingkat gatekeeper yang fleksibel
§ Keputusan yang proaktif
§ Pembimbingan
5. Keluwesan/fleksibilitas - Berlaku pada seluruh prinsip lain. Ini merupakan tantangan bagi
organisasi untuk menjadi kelas dunia dan pada saat yang sama mendapatkan
peningkatan keberterimaan secara terus menerus serta dukungan dalam organisasi.
Implementasinya:
§ Indikator pengukuran (metrics)
§ Tim “pemilik” proses
155
§ Berbagai pembelajaran dari tim-tim proyek
§ Penguatan pengalaman
Pendorong 2: Perkembangan
Kecenderungan kemajuan yang
Berkelanjutan
teknologi menurunkan
investasi, menciptakan Inovasi Biaya yang
Menurun
lingkaran inovasi yang
Lingkaran
positif.
Inovasi
Positif
Meningkatnya
Kontribusi kepada Investasi
Pengetahuan dan Lebih Rendah
Industri untuk Inovasi
Aktivitas yang
Meluas
Perspektif
Perspektif
1. Seizing tacit knowledge Pertimbangan
Pertimbangan
Internal
157
Menjadikan pemetarencanaan sebagai bagian integral dari proses bisnis perusahaan
keseluruhan dan budaya perusahaan, merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pemetarencanaan dalam organisasi. Kebijakan organisasi perlu secara jelas dan tegas
mendorong hal ini agar upaya-upaya ke arah ini dapat diimplementasikan secara operasional.
Kappel (2001) menyampaikan alternatif cara bagaimana memulai pemetarencanaan dalam
organisasi. Ini dapat dilakukan melalui: 7
† Taktik Difusi: Edukasi, Kebijakan, Hype, Imitasi, dan Instruksi.
† Taktik Selektif: Intervensi, Konsultasi, Katalis, Infiltrasi, dan Cross-roadmap.
Manajemen
produk
Manajemen proyek 3
Pengaruh Pemetarencanaan
(Roadmapping Influence)
Sumber : Kappel (2001).
7
Untuk lebih detail lihat Kappel (2001).
13.1. PENDAHULUAN
Seperti telah disampaikan pada bagian sebelumnya, dua dekade terakhir merupakan
periode “pertumbuhan” bagi perkembangan pemetarencanaan di negara-negara maju. Selain
itu, upaya pemetarencanaan kolaboratif di negara maju tersebut juga umumnya cenderung
semakin meningkat. Sementara itu untuk sebagian besar negara, termasuk negara
berkembang di Asia seperti Indonesia, akhir abad 20 baru merupakan masa-masa awal upaya-
upaya pemetarencanaan.
Beragam upaya kolaborasi tersebut terutama didorong oleh kenyataan bahwa dinamika
perubahan yang semakin kompleks menyadarkan pelaku bisnis dan pemerintah di berbagai
industri dan negara bahwa semakin tidak mungkin (atau sulit) melakukan pengembangan atau
inovasi secara sendiri. Para pihak menyadari bahwa satu sama lain makin saling membutuhkan
dan mendorong prakarsa-prakarsa bersama sesuai dengan peran terbaik masing-masing.
Pemetarencanaan dinilai penting tidak saja dalam mendorong sinergi antar pihak untuk
meningkatkan daya saing masing-masing dan industri tertentu secara keseluruhan, tetapi juga
bagi proses pembelajaran bersama terutama dalam upaya mendorong perkembangan inovasi
secara lebih sistematis. Pemetarencanaan bersama menjadi salah satu alat penting bagi
perkembangan sistem inovasi nasional. Karena itu, pemerintah berkepentingan untuk
mendorong prakarsa dan upaya pengembangannya.
Dalam kaitan tersebut, bab ini mendiskusikan secara singkat beberapa implikasi
kebijakan pemerintah terkait dengan upaya pemetarencanaan kolaboratif sebagai suatu cara
untuk mendorong penguatan sistem inovasi. Yang dimaksud dengan kebijakan dalam konteks
ini dibatasi pada pengertian langkah/intervensi tertentu pemerintah (yang dalam bentuk
pragmatisnya berupa suatu atau sehimpunan instrumen kebijakan tertentu):
1. untuk mendorong prakarsa dan pengembangan pemetarencanaan, dan/atau
2. sebagai akibat dari suatu upaya pemetarencanaan di bidang tertentu.
159
Pemetarencanaan dan kebijakan yang dimaksud di sini masih bersifat generik. Karena
itu, kebijakan spesifik (beserta instrumennya) yang diperlukan tentunya perlu dikaji dan
dijabarkan lebih lanjut sesuai dengan konteks spesifiknya.
1
Lihat misalnya Cortright (2001), Tassey (2002, 1999), Lipsey (1999).
Seperti telah disebutkan, intervensi tertentu pemerintah dalam diskusi di sini dibatasi
pada bentuk yang dimaksudkan:
1. untuk mendorong prakarsa dan pengembangan pemetarencanaan, dan/atau
2. sebagai akibat dari suatu upaya pemetarencanaan di bidang tertentu.
Untuk kebijakan kategori pertama, yaitu intervensi yang dimaksudkan untuk mendorong
prakarsa dan pengembangan pemetarencanaan, secara umum telah disampaikan pada bagian
sebelumnya tentang beberapa peran pemerintah. Bentuk kebijakan umumnya antara lain
adalah sebagai berikut.2
2
Lihat antara lain misalnya Industry Canada (2002), USDOE (2000)
161
1. Penyediaan data dan analisis.
“Studi sektor” dari industri yang menjadi tema/topik pemetarencanaan akan memberikan
informasi dasar (baseline information) bagi upaya pemetarencanaan yang akan
dilakukan. Ini sangat penting, terutama untuk mendapatkan gambaran aktivitas-aktivitas
utama dalam industri yang dikaji, pemanfaatan sumber dayanya, perubahan-perubahan
yang dihadapi, perkembangan statistik dari industri terkait (termasuk misalnya
perkembangan produktivitas dan indikator ekonomi lainnya), kapabilitas perusahaan dan
organisasi terkait, perkembangan penting dalam industri (khususnya menyangkut
inovasi), tantangan lingkungan persaingan (konsumen, kebijakan/regulasi, pesaing, dan
lainnya), keterkaitan dengan industri lainnya, statistik pasar internasional, kecenderungan
pasar (yang ada dan/atau yang sedang muncul/berkembang), dan persyaratan yang
dibutuhkan bagi SDM dan pelatihan.
Informasi ini membantu para pelaku dalam mempertimbangkan misalnya apakah ini
saat/momen yang strategis bagi pasar yang baru, teknologi dan keterampilan baru dan
lainnya. Selain itu, ini akan membantu pelaku menyadari dan mengupayakan solusi
(sikap dan tindakan) atas tantangan-tantangan masa depan yang akan dipertimbangkan
dalam proses pemetarencanaan.
dari berbagai kalangan seperti perguruan tinggi, lembaga-lembaga litbang dan lainnya,
yang dapat membantu upaya pemetarencanaan bagi industri tertentu.
163
Pengembangan hubungan antar pelaku dan antara pelaku dengan pembuat kebijakan
atau program seringkali membutuhkan peran pihak pemerintah. Selain itu, dalam konteks
hubungan antara kebijakan dan/atau program yang terkait dengan pemetarencanaan
industri tertentu, dan sebaliknya, kejelasan keterkaitan akan sangat penting. Ini di
antaranya berguna dalam menggali potensi kolaborasi dan penguatan keselarasan
kebijakan sehingga memperbesar peluang keberhasilan inovasi dari pemetarencanaan.
8. Memantau kemajuan.
Pemetarencanaan merupakan suatu proses yang memerlukan tahapan dan waktu yang
harus dilalui dan dijaga kesinambungannya. Petarencana yang dihasilkan pun pada
dasarnya merupakan dokumen hidup yang harus terus dipelihara pemutakhirannya.
Tugas demikian memang yang seringkali merupakan salah satu “kelemahan” upaya
kolaborasi. Ini merupakan peran pemerintah, khususnya pihak yang berperan sebagai
leading agency, untuk dapat membantu para stakeholder mencapai kemajuan (progress)
dan terus memelihara kesinambungan proses yang perlu dilalui dan disepakati dalam
pemetarencanaan.
9. Mendiseminasikan hasil-hasil.
Hasil-hasil yang diperoleh dari proses pemetarencanaan perlu didiseminasikan kepada
partisipan pemetarencanaan maupun stakeholder kunci lain yang mungkin tidak terlibat
langsung dalam proses. Ini penting untuk bukan saja menginformasikan hasil yang
diperoleh, tetapi juga untuk “mengingatkan” para pihak untuk menindaklanjuti hasil dari
proses yang dilalui dan kesepakatan-kesepakatan yang dicapai sesuai dengan peran
masing-masing, serta memperoleh umpan balik (feedback) atas hasil-hasil tersebut.
Perwakilan-perwakilan industri dalam hal ini akan membiayai sendiri partisipasi mereka
masing-masing dalam proses pemetarencanaan, termasuk misalnya jam kerja, biaya
perjalanan, akomodasi dan konsumsi.
165
Waktu
Pendorong Segmen A PP 1
Pasar
(Market
Drivers) Segmen B PP 2
Fitur Kelompok A FP 1
Produk Kelompok B FP 2
Bidang A ST 1
Sains/
Teknologi Bidang B ST 2
Program LB 1 LB 2
Litbang
(R&D) LB 3
Keuangan K1 K
Sumber Kepemilikan /
KI 1
Infrastruktur
Daya SDM /
Kapabilitas SK 1
Kompetensi KI 1
Inti
(Core KI 2
Competences)
KEBIJAKAN
Fungsi dan Aktivitas Teknologi, Inovasi, Litbang
STRATEGIS
SISI BIDANG SISI
PENAWARAN KETERKAITAN PERMINTAAN
TUJUAN KEBIJAKAN
ISU KEBIJAKAN
VARIABEL SASARAN
Kerangka Kelembagaan
Instrumen Eksplisit
Harus semakin jelas
exit policy-nya
Instrumen Implisit
Faktor Kontekstual
suatu pendekatan yang sesuai dengan dinamika perubahan yang berkembang (perkembangan
iptek, globalisasi, perubahan pasar di berbagai industri dan perubahan lain yang saling terkait).3
Pemetarencanaan spesifik dengan konteks klaster industri tertentu merupakan suatu alat
strategis yang dapat digunakan yang terkait dengan bagaimana agenda peningkatan daya
saing klaster industri dan implikasi kebijakannya disusun secara lebih sistematis (lihat ilustrasi
Gambar 13.2).
Kesepakatan klaster industri sebagai suatu platform bersama dalam peningkatan daya
saing tentu akan sangat membantu bukan saja bagi pembuat kebijakan tetapi juga para pelaku
bisnis dan non bisnis lain.
Petarencana mengindikasikan bagaimana proyeksi kebutuhan-kebutuhan pasar masa
depan (dalam konteks klaster industri tertentu) dijabarkan kepada elemen-elemen lain yang
lebih operasional. Petarencana ini juga menunjukkan bagaimana elemen-elemen operasional
tersebut terkait dengan elemen organisasi dan pengorganisasiannya (baik dalam pengertian
individu maupun multipihak).
Masing-masing organisasi menterjemahkan ke dalam agenda strategis organisasinya
(yang mencakup pula strategic intent dan keputusan posisinya/positioning). Ini terkait dengan
konteks yang dalam istilah Michael Porter4 sebagai “sofistikasi strategi dan operasi perusahaan”
(sophistication of company operations and strategy) sebagai bagian dari landasan ekonomi
mikro untuk bersaing.5 Elemen strategi dan operasi perusahaan (organisasi) tentu lebih
merupakan elemen internal masing-masing organisasi dan menjadi tanggung jawab utama
organisasi yang bersangkutan. Setiap organisasi akan perlu memperbaiki peran strategisnya
secara dinamis sesuai dengan kapabilitasnya dan perkembangan/perubahan yang terjadi atau
diantisipasi akan berkembang di masa depan.
Dalam konteks penciptaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi atau inovasi,
pemerintah berupaya agar sisi pemasok teknologi dan penggunanya (permintaan/demand)
berkembang sesuai dengan perannya masing-masing. Yang sebenarnya sangat mendasar
dalam konsep klaster industri dan “membedakannya” dengan konsep lainnya adalah
dimensi/aspek rantai nilai (value chain). Karena itu, upaya/intervensi pemerintah juga seringkali
dinilai penting untuk mendorong terjadinya keterkaitan (linkages) antara keduanya sehingga
menjadi “pasar “ yang efektif.
Dalam kaitan ini, pemetarencanaan berperan sangat penting untuk dapat menjadi alat
efektif bagi komunikasi, proses pembelajaran dan kolaborasi sinergis multipihak dalam suatu
klaster industri.
3
Untuk lebih detail menyangkut diskusi klaster industri lihat antara lain Taufik (2003), dan Bergman dan Feser
(1999).
4
Lihat misalnya Porter (2002, 1999).
5
Elemen lain dari landasan ekonomi mikro untuk bersaing dalam kerangka Porter tersebut adalah “kualitas
lingkungan bisnis ekonomi mikro (the microeconomic business environment).
167
Klaster Industri “X”
Industri Terkait
Organisasi dengan
Arsitektur Inovasi
yang Relevan bagi
Klaster Industri “X” Industri Pendukung
W aktu
Pendorong Segmen A PP 1
Pasar
(M arket
Drivers) Segmen B PP 2
Fitur Kelompok A FP 1
Produk Kelompok B FP 2
Bidang A ST 1
Sains/
Teknologi Bidang B ST 2
Program LB 1 LB 2
Litbang
(R&D) LB 3
Keuangan K 1 K
Sum ber Kepemilikan /
KI 1
Infrastruktur
Daya SDM /
Kapabilitas SK 1
Kom petensi KI 1
Inti
(Core KI 2
Com petences)
C. Sasaran Selektif
“Jastifikasi” perlunya intervensi pemerintah dalam bidang atau aktivitas yang terkait
dengan iptek tidak otomatis harus diartikan bahwa semua aktivitas dan bidang ataupun “jenis”
teknologi misalnya, perlu diintervensi secara langsung. Dalam konteks “teknologi” atau
“inovasi,” beragam aspek penting perlu dipertimbangkan. Kerangka perkembangan teknologi
atau sering disebut siklus teknologi (technology life cycle) dan “kategori” teknologi adalah di
antara aspek penting yang perlu dipertimbangkan bagi rancangan kebijakan.
Perkembangan teknologi akan terkait dengan kondisi masing-masing yang juga akan
mendorong tantangan yang berbeda, sehingga membutuhkan intervensi yang berbeda pula
(lihat Gambar 1.1 dan 13.3).
169
Aktivitas
Bisnis Tumbuh (Growing)
Perubahan Inkremental -
Matang (Maturity) Pola Normal
Baru (Emerging)
Fenomena
Pervasive Diffusion
Fenomena
Disruptive Development
Perubahan Fundamental -
Pola Transformasional
Siklus Teknologi
6
Lihat antara lain Tassey (1999).
Ada 3 (tiga) dampak negatif utama dari kegagalan pasar ini, yaitu:
1. Tidak berfungsinya keputusan investasi korporasi menyangkut riset teknologi yang
bersifat jangka panjang, kompleks, dan multidisiplin. Underinvestment terjadi terutama
pada fase awal siklus litbang, yang menunjukkan hambatan investasi yang sangat kuat
7
Infratechnologies pada dasarnya merupakan sehimpunan alat teknis (technical tools) yang dapat melakukan
beragam pengukuran, integrasi dan fungsi-fungsi infrastruktur lainnya.
171
karena risiko teknis dari teknologi dan ketidaksesuaiannya dengan strategi dan
kompetensi korporasi.
2. Pemampatan/penyingkatan siklus litbang yang berlebihan yang berakibat pada disinsentif
bagi riset yang menguntungkan namun membutuhkan waktu panjang. Kompetisi global
mendorong siklus hidup produk yang lebih pendek, yang pada gilirannya mendorong
portfolio litbang untuk menekankan perluasan lini produk dan perbaikan proses
inkremental secara berlebihan.
3. Kegagalan memproyeksikan akses kepada pasar untuk teknologi yang semakin berbasis
sistem. Banyak teknologi yang penting masa kini mempunyai struktur sistem yang
kompleks, yang membutuhkan antarmuka (interface) yang kompleks pula untuk
memungkinkan masuknya pemasok berskala kecil dan menengah (ke pasar), serta
optimalisasi sistem oleh para pengguna. Namun tanpa adanya infrastruktur yang
diperlukan, maka struktur industri yang tidak efisien lah yang berkembang.
Walaupun pengamatannya spesifik pada kasus Amerika Serikat, kedua hal yang
disampaikannya sebenarnya bersifat “universal.” Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa
kedua hal tersebut pada dasarnya dapat digali dari upaya-upaya pemetarencanaan yang tepat.
Jika setiap pemetarencanaan memberikan perhatian pada penggalian kebutuhan kebijakan
yang penting, maka hal ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan sangat bernilai bagi
pembuat kebijakan terkait.
Kecenderungan makin kompleksnya teknologi dan organisasi, yang antara lain juga
mendorong berkembangnya jaringan bisnis/ekonomi khususnya di Amerika Serikat, merupakan
fenomena yang menurut Rycroft dan Kash (1999) membutuhkan reformulasi kebijakan inovasi.
Kebijakan inovasi tersebut menurut mereka harus mencakup komponen pembelajaran diri
secara sadar (a self-conscious learning component). Rycroft dan Kash mengungkapkan bahwa
kebijakan inovasi dalam teknologi yang kompleks (complex technology) perlu diarahkan pada
tiga prakarsa luas, yaitu:
8
Teknologi generik/fundamental pada dasarnya merupakan dasar bagi penerapan yang lebih spesifik pada pasar-
pasar tertentu. Bentuknya dapat berupa model konseptual (konsep teknis generik) atau “konsep yang terbukti”
(seperti prototype skala laboratorium).
173
1. Mengembangkan sumber daya jaringan (developing network resources). Jaringan
setidaknya memiliki tiga sumber daya, yaitu kapabilitas inti yang ada, aset internal yang
komplementatif, dan pembelajaran organisasional. Saran utamanya adalah
pengembangan kemampuan SDM dalam organisasi yang bersifat broad-based terutama
integrasi sistem, pengetahuan teknis dan sosial.
2. Menciptakan peluang pembelajaran (creating learning opportunities). Arah dan tekanan
yang disarankannya adalah pengembangan dukungan kebijakan litbang pada elemen
yang sebenarnya lebih diperlukan oleh swasta. Ini terutama berkaitan dengan
pengembangan kapabilitas organisasional yang dapat memfasilitasi pengembangan tacit
know-how dan keterampilan, perbaikan proses produksi terpadu, dan cara-cara
mensintesiskan dan mengintegrasikan keahlian individual kepada kelompok kerja atau
tim.9
3. Meningkatkan pasar (enhancing markets). Esensinya adalah bahwa untuk tujuan ini,
pemerintah tidak hanya memberikan perhatian sebatas pada isu kekayaan intelektual
dan kredit pajak litbang. Yang sangat penting justru berupa upaya mendorong
pengembangan jaringan, terutama berbentuk (1) infrastruktur dasar, baik transportasi,
komunikasi dan sistem pendidikan; (2) tatanan-tatanan penentuan standar; (3)
keterkaitan antara perusahaan dengan beragam lembaga iptek, termasuk perguruan
tinggi.
9
Beragam peluang proses pembelajaran perlu didorong, tidak sebatas aktivitas litbang, misalnya learning by doing,
learning by using, learning from advances in science and technology, learning from spillover, learning by interaction.
Untuk lebih detail, lihat Rycroft dan Kash (1999).
6. Memperbaiki efektivitas pemerintah. Terutama sebagai mitra bagi komunitas riset, dan
peningkatan efektivitas partisipasi berbagai institusi pemerintah dan non pemerintah
dalam formulasi kebijakan.
10
Lihat misalnya Gera (2001), Holthuyzen (2000), dan McKeon (1999) di antara yang membahas isu yang berkaitan
dengan kebijakan dan KBE. Sementara Roelandt dan den Hertog (1999, 1998) membahas isu-isu menyangkut
telaahan pengembangan ekonomi dan kebijakan inovasi berbasis klaster industri.
175
13.5. CATATAN PENUTUP
Pemetarencanaan merupakan alat strategis bukan saja bagi para pelaku industri, tetapi
juga para pembuat kebijakan. Pemetarencanaan dapat menjadi alat bantu untuk memperbaiki
kualitas kebijakan publik dalam mendorong kemajuan teknologi dan peningkatan daya saing
industri.
Ini bisa terjadi jika upaya-upaya pemetarencanaan berkembang di berbagai industri
terutama yang “prioritas” bagi perekonomian nasional (atau daerah). Untuk ini bagaimana pun
akan diperlukan pemrakarsa/inisiator yang mempelopori hal tersebut, dan patut diakui bahwa
faktor inilah yang mungkin memang masih relatif “langka” ditemui di Indonesia dan tidak selalu
dimiliki pula oleh instansi pemerintah.
Prakarsa pemetarencanaan perlu ditumbuhkan baik di kalangan pelaku bisnis sendiri,
knowledge pool seperti perguruan tinggi dan lembaga-lembaga litbang, maupun di lingkungan
lembaga pemerintah.
Pemetarencanaan yang dirancang dengan tepat dapat menjadi alat bersama (pemerintah
dan industri) dalam mengkaji, merumuskan dan mengevaluasi kebijakan yang dinilai prioritas
bagi kemajuan industri.
Yang tentunya juga perlu dipahami adalah bahwa pemetarencanaan dan proses
kebijakan keduanya sama-sama merupakan proses pembelajaran berbagai pihak dan sebagai
proses iteratif dalam membentuk dan melangkah ke masa depan yang lebih baik.
EPILOG: PEMETARENCANAAN
DALAM PERJALANAN KE DEPAN
14.1. PENDAHULUAN
Pemetarencanaan telah menjadi salah satu alat yang semakin luas digunakan oleh
berbagai kalangan dewasa ini, baik perusahaan, industri, lembaga litbang, dan kolaborasi
banyak pihak yang juga melibatkan pemerintah. Patut diakui, bahwa istilah pemetarencanaan
dan petarencana (sebagai hasil proses pemetarencanaan) tidak/belum baku. Bila dicermati,
berbagai pemetarencanaan dan petarencana yang sejauh ini berkembang menunjukkan
keragaman baik tentang format dan elemennya maupun proses beserta metode/teknik yang
digunakan.
Analog dengan “peta perjalanan,” suatu petarencana memungkinkan penggunanya
memilih di antara alternatif lintasan tindakan yang menentukan bagaimana mencapai tujuan
tertentu. Hakikatnya, petarencana merupakan suatu alat yang membantu memberikan
(meningkatkan) pemahaman, orientasi, konteks, arah dan konsensus/kesepakatan tertentu
yang sangat penting bagi pembuat dan penggunanya berstrategi, menentukan kebijakan,
merencanakan tindakan dan mengimplementasikannya, serta memantau, mengevaluasi dan
memperbaikinya dalam menghadapi masa depan.
Seperti telah dibahas dalam buku ini, secara teknis pemetarencanaan mempunyai
pengertian sebagai serangkaian proses perencanaan dalam konteks tematik bidang dan/atau
lingkup (domain) kerja organisasi tertentu yang didorong oleh proyeksi kebutuhan-kebutuhan
atas kondisi di masa datang yang dinilai sangat penting (menentukan).
Dari beragam pengalaman praktik pemetarencanaan di tingkat perusahaan maupun
kolaborasi banyak pihak yang didokumentasikan, beberapa menyebutkan faktor-faktor
keberhasilan dan pelajaran yang dapat dipetik. Beberapa pelajaran tersebut antara lain adalah:
† Nilai dari pemetarencanaan, “sebagian besar” sebenarnya terletak pada prosesnya
sendiri. Ini karena pemetarencanaan dapat membangkitkan pandangan atas fokus isu
tertentu dalam dinamika interaksi dan membantu konsensus antara partisipan
pemetarencanaan dan para stakeholder kunci. Komunikasi, koordinasi, dan
177
pembelajaran merupakan elemen penting yang mempengaruhi kapasitas untuk bertindak
dan mengeksekusi tindakan, dalam menghasilkan keluaran/hasil yang berkualitas.
† Petarencana yang berkualitas biasanya adalah petarencana yang “terus hidup.”
Pemetarencanaan merupakan proses iteratif, proses dan keluarannya cenderung
semakin baik sejalan dengan proses iterasi. Petarencana generasi kedua dan seterusnya
untuk topik yang sama biasanya lebih baik dibanding dengan petarencana awalnya.
† Komitmen manajemen merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan baik dalam
pemetarencanaan suatu organisasi individual maupun pemetarencanaan kolaboratif.
Partisipan pemetarencanaan yang “mewakili” memang semestinya yang mempunyai
“legitimasi” untuk memberikan pemikiran maupun menindaklanjuti (menyampaikan
kepada pihak yang perlu menindaklanjuti) hasil yang diperoleh dari proses
pemetarencanaan.
† Pemetarencanaan pada bidang dengan perubahan kebutuhan teknologi atau faktor
pendorong kunci yang relatif stabil dalam jangka panjang umumnya mempunyai
kemungkinan keberhasilan lebih baik.
† Banyak kebutuhan dan isu serupa yang muncul dalam beragam petarencana industri
yang dilakukan secara kolaboratif. Karena itu, beberapa hasil petarencana industri
kolaboratif dapat menjadi salah satu bahan yang sangat bernilai bagi proses
pemetarencanaan industri kolaboratif lainnya.
Para pakar umumnya setuju bahwa masa depan pemetarencanaan sebagai alat
perencanaan bagi organisasi individual maupun upaya kolaborasi, terutama yang berkaitan
dengan perkembangan bisnis/industri dan kemajuan teknologi, sangatlah baik. Beragam kisah
keberhasilan dari upaya pemetarencanaan baik yang spesifik perusahaan maupun industri dan
kesadaran semakin pentingnya pengetahuan, inovasi, dan aliansi strategis turut mendorong
Petarencana yang spesifik perusahaan dan spesifik produk semakin penting terutama
bagi perusahaan-perusahaan yang intensif menggunakan (berbasis) teknologi (technology
intensive firms).
Selain itu pengembangan metode pemetarencanaan diperkirakan merupakan bidang
yang sangat penting dan “terbuka” bagi penelitian di masa datang. Termasuk di antaranya
adalah pengembangan pemetarencanaan secara digital. Untuk menyikapi hal ini, Kementerian
Riset dan Teknologi beserta lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang
dikoordinasikannya dan perguruan tinggi seyogyanya memberi perhatian pada hal ini
mengingat kebutuhan akan hal ini bagi Indonesia di masa datang diperkirakan akan sangat
meluas.
Untuk meningkatkan peluang kemitraan antara pemasok dengan pengguna teknologi,
knowledge pool seperti lembaga litbang dan perguruan tinggi perlu memperbaiki:
† Antarmuka (interface) pelayanan teknologinya. Mekanisme pelayanan yang multifacet
seperti pada umumnya terjadi di lembaga litbang atau perguruan tinggi sejauh ini,
walaupun dapat membantu, namun seringkali membuat pengguna (calon pengguna)
merasa “kebingungan” bagaimana berhubungan dengan, dan memanfaatkan layanan
tersebut. Selain itu, mekanisme pelayanannya sering dikeluhkan oleh kalangan bisnis
masih terlampau “berbelit/birokratis” atau belum berorientasi “pelayanan bisnis.”
† Informasi, baik yang bersifat tacit maupun terdokumentasi. Informasi yang tacit misalnya
menyangkut keahlian (expertise) dan personil kontak yang tepat beserta pelayanan
rujukan (referral service). Sementara yang terdokumentasi misalnya seperti tentang
tingkat kesiapan/kematangan teknologi/TKT (technology readiness level/TRL) hasil
pengembangannya (lihat contoh pada bagian lampiran).
Pemetarencanaan di Indonesia relatif baru dimulai dan masih pada masa sangat awal.
Upaya-upaya pemetarencanaan perlu terus didorong terutama di kalangan industri.
Keterlambatan dalam memanfaatkan metode yang terkesan sederhana ini boleh jadi bisa
berakibat semakin tertinggalnya industri Indonesia dalam dinamika persaingan bisnis masa
depan.
179
180 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. ACOA dan NRC. 1997. Technology Roadmap. The Atlantic Canada Opportunities
Agency (ACOA) and the National Research Council (NRC). Atlantic Technology Forum in
Halifax, Nova Scotia.
2. Adimihardja, Kusnaka. 2002. Upaya Perlindungan Terhadap Kekayaan Intelektual
Tradisional Komunitas Lokal di Indonesia. Dalam Subagjo dan Taufik (penyunting):
Prosiding Lokakarya Peningkatan dan Perlindungan Aset Intelektual Daerah. P2KT
PUDPKM, BPPT. Jakarta, Agustus 2002.
3. Albright, Richard. 2002a. The Process: How to Use Roadmapping for Global Platform
Products. PDMA Visions, October 2002. Vol. XXVI, No.4.
4. Albright, Richard. 2002b. A Roadmapping Perspective: Science-Driven Technologies.
Global Advanced Technologies Innovation Consortium, Zurich. September 26, 2002.
5. Albright, Richard. 2002c. Roadmapping: The Right Technologies at the Right Time. IMTS
2002 Manufacturing Conference. Society of Manufacturing Engineers. Chicago, IL
September 4, 2002.
6. Albright, Richard. 2002d. Long Term Planning: Roadmapping and Portfolio Process.
Pragmatic Portfolio Management for Product Development. February 21, 2002. Phoenix,
Az.
7. Albright, Richard. 1999. Roadmapping Overview. MATI II Level Set Meeting. September
16, 1999.
8. Anderson, John L., Michael Radnor, dan John W. Peterson. 1998. On Creating New
Horizons: Integrating Non-Linear Considerations to Better Manage the Present From the
Future. ISMOT 1998.
9. Batterham, Robin. 2001. Strategic Technology Roadmapping - Strengthening Technology
Co-operation within APEC. Background Paper. Trial APEC S&T Policy Forum. Penang,
Malaysia 8-9 October 2001.
181
10. Bergman, E.M. dan Edward J. Feser. 1999. Industrial and Regional Clusters: Concepts
and Comparative Applications. http://www.rri.wvu.edu/WebBook/Bergman-Feser/
11. Boekholt, P. dan B Thuriaux. 2000. Overview of Cluster Policies in International
Perspective. A Report for the Dutch Ministry of Economic Affairs. Final Report. February
2000.
12. Boulton, William R. 1999. Global Business Approaches: Moving from today into the
future. Bahan Presentasi. Auburn University. September 1999.
13. Boulton, William R. 1998. Strategic Management. Bahan Presentasi. Auburn University.
June 1998. Dari http://www.auburn.edu/~boultwr
14. Branscomb, Lewis M. 2003. What's Next for Technology Policy? Issues in Science and
Technology Online. Summer 2003. Dari http://www.nap.edu/issues/19.4/branscomb.html
15. Branscomb, Lewis M. 1997. From Technology Politics to Technology Policy. Issues in
Science and Technology Online Spring 1997. Dari http://www.nap.edu/issues/
13.3/bransc.htm
16. Brascoupé, Simon dan Howard Mann. 2001. A Community Guide to Protecting
Indigenous Knowledge (Editor: Edwinna von Baeyer). Research and Analysis Directorate,
Department of Indian Affairs and Northern Development. June 2001 (Published under the
authority of the Minister of Indian Affairs and Northern Development Ottawa, 2001.) dari:
http://www.ainc-inac.gc.ca.
17. Bucher, Philip. 2002. The Innovation Architecture: Modeling the Cornerstones of Strategic
Roadmapping. Learning Trust Seminar: “Innovation Roadmapping Workshop.” Las
Vegas, NV. April 25-26, 2002.
18. Budi, Henry Soelistyo. 2002. Perlindungan HKI Bagi Aset Daerah. Dalam Subagjo dan
Taufik (Penyunting): Prosiding Lokakarya Peningkatan dan Perlindungan Aset Intelektual
Daerah, P2KT PUDPKM, BPPT, Jakarta, Agustus 2002.
19. Budi, Henry Soelistyo, 2001, Status Indigenous Knowledge dan Traditional Knowledge
Dalam Sistem HKI. Dalam Taufik dan Subagjo (Penyunting): Menumbuhkembangkan
Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Perlindungan Aset Intelektual Bangsa. P2KT
PUDPKM – BPPT. Jakarta, Desember 2001.
20. Bullinger, Hans-Jörg dan Karin Auernhammer. 2003. Fostering the Flow of Innovation in
the Knowledge Driven Economy – Challenges and Success Factors in Innovation
Networks. XX IASP World Conference on Science and Technology Parks. Habitats of
Excellence. Managing and Promoting Innovation. 1-4 June 2003, Lisboa, Portugal.
21. Caswell, Duddley. 2002. Industry Roadmapping: Roadmap Purpose, Next Generation
Manufacturing, Integrated Manufacturing Technologies Roadmapping & Methods,
Industry Roadmap Examples. Bahan Presentasi. IMTR. February, 2002.
22. Çetindamar, Dilek, dan Clare Farrukh. 2001. Technology Roadmapping Workshop.
Technology Foresight & Strategic Planning: Future Technologies. Institute for
Manufacturing. University of Cambridge. 26th May 2001.
23. Cortright, Josep J. 2001. New Growth Theory, Technology and Learning: A Practitioner’s
Guide. Reviews of Economic Development Literature and Practice: No. 4. U.S. Economic
Development Administration.
24. CTM. Technology Management – The CTM Perspective.
Dari htpp://www.ifm.eng.cam.ac.uk/
25. Davidson, Jeffrey M. 1999. Learning From The Best New Product Developers. Research
Technology Management, October 1999. Dari http://www.duc.auburn.edu/~boultwr/
Huuska_NPD_best.htm.
26. de Guchteneire, Paul, Ingeborg Krukkert, dan Guus von Liebenstein. 2000. Best
Practices on Indigenous Knowledge. Joint Publication of the Management of Social
Transformations Programme (MOST) and the Centre for International Research and
Advisory Networks (CIRAN). Dari: http://www.unesco.org/most/bpikpub.htm
27. Dixon, Brent. 2003. Creating Communities of Collaboration. Learning Trust Seminar:
“One Strategic Roadmap: A Management Perspective.” Washington, DC. January 16-17,
2003.
28. Dixon, Brent. 2002. Roadmapping Fundamentals. Learning Trust Seminar: “Strategic
Roadmapping: The Practice and the Methods.” San Diego, CA. October 3, 2002.
29. EISDISR. 2001. Technology Planning for Business Competitiveness: A Guide to
Developing Technology Roadmaps. Emerging Industries Section Department of Industry,
Science and Resources, Australia. August 2001.
URL: http://www.isr.gov.au/industry/emerging
30. Emery, Alan R. 2000. Guidelines: Integrating Indigenous Knowledge in Project Planning
and Implementation. A Partnership Publication. The International Labor Organization The
World Bank, The Canadian International Development Agency, and KIVU Nature Inc.
February, 2000.
31. Erdelen, Walter R., Kusnaka Adimihardja, H. Moesdarsono, dan Sidik. 1999.
Biodiversity, traditional medicine and the sustainable use of indigenous medicinal plants
in Indonesia. Indigenous Knowledge and Development Monitor, November 1999. Dari:
Http://www.nuffic.nl/ciran/ikdm/
32. Farrukh, Clare. 2003. Technology Roadmapping - a European Perspective. Learning
Trust Seminar: “One Strategic Roadmap: A Management Perspective.” Washington, DC.
January 16-17, 2003.
33. FERIC. 1996. Technology Roadmap for Forest Operations in Canada. Special Report No.
SR-117. Forest Engineering Research Institute of Canada. December 1996. dari
http://strategis.ic.gc.ca/SSG/fb01037e.html
34. Garcia, Marie L. dan Olin H. Bray. 1998. Fundamentals of Technology Roadmapping.
Strategic Business Development Department. Sandia National Laboratories. Dari
http://www.sandia.gov/Roadmap/home.htm
183
35. Gera, Surendra, dan Tony Weir. 2001. The Knowledge-Based Economy And Economic
Growth: Theory and Empirical Evidence. ISR New Economy Issues Paper No. 3, Juni
2001.
36. Gusman, Achmad. 2002a. Perlindungan Hukum Terhadap Kekayaan Intelektual
Pengetahuan Tradisional. Proceeding Roundtable Discussion: “Perlindungan Hukum
Terhadap Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional.” Kerjasama UPT. INRIK
UNPAD – P2KT PUD-PKM BPPT. Bandung, 17 September 2002.
37. Gusman, Achmad. 2002b, Asas-asas Perlindungan Pengetahuan dan Teknologi
Masyarakat. Laporan Kajian. Bandung, 2002.
38. Hasnain, Sadiq, Peter Trau, dan Eric Sauve. The Application of Technology Projection
Methods in Canada. National Research Council of Canada. http://www.nistep.go.jp/
achiev/ftx/eng/mat077e/html/mat0776e.html
39. Hax, A.C. dan N.S. Majluf. 1996. The Strategy Concept and Process: A Pragmatic
Approach. Prentice Hall International Editions. Edisi Kedua.
40. Holthuyzen, Mike. 2000. Policies for Building the Knowledge Economy. Address to the
Ceda Seminar on Building the Knowledge Economy - Part 4. Australia.
41. Industry Canada. 2002. Technology Roadmapping: A Guide for Government Employees.
Industry Canada. Http://strategis.gc.ca
42. Industry Canada. 2001. Technology Roadmapping: A Strategy for Success. Industry
Canada. Http://strategis.gc.ca
43. Kappel, Thomas A. 2002. Roadmapping + Innovation Management. Learning Trust
Seminar: “Innovation Management.” Las Vegas, NV. April 25-26, 2002.
44. Kappel, Thomas A. 2001. Roadmapping: Starting and Starting Again. Learning Trust
Seminar: “Strategic Roadmapping: The Practice and the Methods.” La Jolla, CA.
December 6, 2001.
45. KRT. 2002. Manajemen Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS).
Kementerian Riset dan Teknologi (KRT). Januari 2002.
46. KRT. 2001. Himpunan Bahan dan Laporan PERISKOP.
47. KRT. 2000. Pengembangan Sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional
(Sipteknas). Laporan Internal. Kedeputian Bidang Pengembangan Sipteknas-KMNRT.
48. Lipsey, R. 1999. Some Implications of Endogenous Technological Change for
Technology Policies in Developing Countries. International Workshop: The Political
Economy of Technology in Developing Countries. Isle of Thorns Training Centre,
Brighton, 8-9 October 1999. The United Nation University – Institute for New
Technologies (INTECH). 1999.
49. Lupini, Stephen. 2002. Roadmapping Software Survey Report. Cambridge University.
Dari http://www.learningtrust.com/resourcecenter/cambridgesurvey.htm. 21 June 2002.
50. Macmillan, Hugh dan Mahen Tampoe. 2001. Strategic Management. Bahan Presentasi
Program Manajemen Strategik (Course Notes). “Strategic Management,” Oxford
University Press, 2000.
51. McCarthy, Robert C. 1998. Roadmapping as a Planning Tool to Assess Strategies in a
Rapidly Changing Market. Presentation at Office of Naval Research Technology
Roadmap Workshop October 29-30, 1998.
52. McKeon, Rob. 1999. Developing the Knowledge-Based Economy: Australia’s Experience.
Paper delivered at Seminar on the Promotion of Knowledge-Based Industries in the
APEC Region, 17 June 1999, Seoul, Republic of Korea.
53. Muller, Gerrit. 2003. The Role of Roadmapping in the Strategy Process. Version: 0.2
Status: preliminary draft. 18th March 2003. Http://www.extra.research.philips.com/
natlab/sysarch/
54. NDA. 2002. Organizational Planning and Strategy. Neil Dawn Associates. Dari
http://www.neildawn.com/Papers/Planning%20%20Strategy.doc
55. Odlyzko, Paul. 1999. Brief Outline of Roadmapping in Motorola. A presentation at the
September 16-17, 1999 MATI meeting.
56. Peterson, John. 1999. Mission Critical Alignment: Business Unit Strategy and
Technology. “Perspective: Technology Intensive Enterprise.” March 1999.
57. Peterson, John W. 1998. Through the Looking Glass: On Reasserting the Strategic Role
of Technology. May 1998. Working Draft. Part 1: ISMOT ‘98/PICMET ’99, Part 2: To
BeRevised for Research Technology Management.
58. Petrick, Irene J. 2003. Practical Approaches for Sharing Roadmaps Between
Organizations. Learning Trust Seminar: “One Strategic Roadmap: A Management
Perspective.” Washington, DC. January 16-17, 2003.
59. Petrick, Irene J. 2002. Linking Information Across Industry Sectors to Jump Start Product
and Process Innovation. Learning Trust Seminar: “Strategic Roadmapping: The Practice
and the Methods.” San Diego, CA. October 3-4, 2002.
60. Phaal, Robert. 2002a. Collaborative Technology Roadmapping. Learning Trust Seminar:
“Strategic Roadmapping: The Practice and the Methods.” San Diego, CA. October 3-4,
2002.
61. Phaal, Robert. 2002b. Technology Roadmapping in Practice. Learning Trust Seminar:
“Innovation Roadmapping Workshop.” Las Vegas, NV. April 25-26, 2002.
62. Phaal, Robert. 2001. Technology Roadmapping in Practice. Learning Trust Seminar:
“Strategic Roadmapping: The Practice and the Methods.” La Jolla, CA. December 6,
2001.
63. Phaal, Robert, Clare Farrukh, dan David Probert. 2001. Technology Roadmapping:
Linking Technology Resources to Business Objectives. White Paper. Centre for
Technology Management, University of Cambridge. Institute for Manufacturing, Mill Lane,
Cambridge, CB2 1RX, UK. Http://www-mmd.eng.cam.ac.uk/ctm/
185
64. Porter, Michael E. 2002. Building the Microeconomic Foundations of Competitiveness:
Findings from the Microeconomic Competitiveness Index. Dalam “The Global
Competitiveness Report 2002.” World Economic Forum. 2002.
65. Porter, Michael E. 2000. The Microeconomic Foundations of Competitiveness and the
Role of Clusters. Mississippi. May, 2000.
66. Porter, Michael E. 1998. Clusters and the New Economics of Competition. Harvard
Business Review; Boston; Nov/Dec 1998. Dari http://polaris.umuc.edu/~fbetz/ references/
Porter.html.
67. Porter, Michael. 1994. Competitive Advantage (Keunggulan Bersaing). Edisi Bahasa
Indonesia. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994.
68. Potter, David K. 1999. Summary Briefing on Technology Roadmapping: Concepts and
Applications. Focus Group for “Linking Technology Planning to Business Strategy. The
Conference Board of Canada.
69. Radnor, Michael dan John W. Peterson. 2003. Aligning Strategy and Technology Using
Roadmaps: Emerging Lessons from the NCMS ‘MATI’ Project.” Dari
http://www.kellogg.nwu.edu/faculty/radnor/htm/TechStrategyD59/ProjectResources.html
70. Radnor, Michael. 1998. Phillip's Roadmap Creation Process. Presentation at Office of
Naval Research Technology Roadmap Workshop. October 29-30, 1998. Dari
www.kellogg.nwu.edu/faculty/radnor/htm/TechStrategyD59/
71. Rasmussen, Bob. 2003. Integrating Technology Planning Across the Honeywell
Enterprise. Learning Trust Seminar: “One Strategic Roadmap: A Management
Perspective.” Washington, DC. January 18, 2003.
72. Richey, James R. 2003. The Global Impact of Roadmapping/Innovation Management -
Past, Present and Future. Learning Trust Seminar: “One Strategic Roadmap: A
Management Perspective.” Washington, DC. January 16-17, 2003.
73. Richey, James R. 2002a. Integration Roadmapping “The Next Step Collaboration.”
Learning Trust Seminar: “Strategic Roadmapping: The Practice and the Methods.” San
Diego, CA. October 3-4, 2002.
74. Richey, James R. 2002b. 21st Century Innovation Roadmapping. Learning Trust
Seminar: “Innovation Roadmapping Workshop.” Las Vegas, NV. April 25-26, 2002.
75. Richey, James R. 2001. Vision Management and Enhancing the Art of Strategic
Roadmapping “One Strategic Roadmap.” Learning Trust Seminar: “Strategic
Roadmapping: The Practice and the Methods.” La Jolla, CA. December 6, 2001.
76. Roelandt, T.J.A. dan Pim den Hertog (Editors). 1999. Boosting Innovation: The Cluster
Approach. Paris: OECD Proceeding.
77. Roelandt, Theo J.A., dan Pim den Hertog (Editors). 1998. Cluster Analysis & Cluster-
Based Policy in OECD-Countries: Various Approaches, Early Results & Policy
Implications. Report by the Focus Group on: Industrial clusters Draft synthesis report on
phase 1 1. OECD-Focus Group on Industrial Clusters. Note prepared for the OECD-
Secretariat and the OECD TIP-group. Presented at the 2nd OECD-workshop on cluster
analysis and cluster-based policy. Vienna, May 4th & 5th. The Hague/Utrecht, May 1998.
78. Rycroft, R.W. and Kash, D.E. 1999. Innovation Policy for Complex Technologies. Issues
in Science and Technology Online. Fall 1999. Dari http: //www.nap.edu/issues/16.1/
rycroft.htm.
79. Schaller, Robert R. 2003. Leveraging Industry Roadmaps to Improve Company
Competitiveness: A Review of the ITRS. Learning Trust Seminar: “One Strategic
Roadmap: A Management Perspective.” Washington, DC. January 16-17, 2003.
80. Schaller, Robert R. 2002a. The International Technology Roadmap for Semiconductors
(ITRS) and Organized Innovation. Learning Trust Seminar: “Strategic Roadmapping: The
Practice and the Methods.” San Diego, CA. October 3, 2002.
81. Schaller, Robert R. 2002b. The International Technology Roadmap for Semiconductors
(ITRS): A Decade of Industry Roadmapping. Learning Trust Seminar: “Innovation
Roadmapping Workshop.” Las Vegas, NV. April 25-26, 2002.
82. Schaller, Robert R. 2001. Technology Roadmapping in Semiconductors: From Early
History to Sustaining Moore’s Law. Learning Trust Seminar: “Strategic Roadmapping:
The Practice and the Methods.” La Jolla, CA. December 6, 2001.
83. Schaller, Robert R. 1999. Technology Roadmaps: Implications for Innovation, Strategy,
and Policy. Ph.D. Dissertation Proposal. The Institute of Public Policy. George Mason
University Fairfax, VA. Http://www.iso.gmu.edu/~schalle/rdmprop.html
84. Sherbet, Tom. 2002. Honeywell Roadmapping Architecture and Integration with Core
Processes. Learning Trust Seminar: “Strategic Roadmapping: The Practice and the
Methods.” San Diego, CA. October 3, 2002.
85. SNL. 2003. Fundamentals of Technology Roadmapping. Strategic Business
Development Department - Sandia National Laboratories. Sumber internet
http://www.sandia.gov/Roadmap/ home.htm
86. Sidik. 1994. The Current Status of Jamu, and Suggestions for Further Research And
Development. Indigenous Knowledge and Development Monitor 2(1): 13-15. Dari
http://www.nuffic.nl/ciran/ikdm/
87. Sudarwo, Iman. 2002a. Sistem Nasional Inovasi dan Daya Saing. Dewan Riset Nasional.
Juni 2002.
88. Sudarwo, Iman. 2002b. Sistem Inovasi – Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bahan
Presentasi dalam Seminar Nasional “Information and Communication Technology:
Shaping the Policy for the 21st Century.” DB PKT - BPPT. Hotel Sahid Jaya. Jakarta, 27
Agustus 2002.
89. Sudarwo, Iman. 2002c. Pengembangan Technopreneur untuk Penguatan Klaster Tekno
– Industri. Bahan Presentasi pada Seminar Nasional “Peningkatan Daya Saing UKM
Melalui Pendekatan Klaster Industri.” Surabaya, 22 Juni 2002.
187
90. Sudarwo, Iman. 2001a. Koordinasi Kebijakan Ristek – Indag. Bahan Presentasi Deputi IV
Menristek. September 2001.
91. Sudarwo, Iman. 2001b. Instrumen Kebijakan Iptek. Bahan Presentasi Deputi IV
Menristek. Juni 2001.
92. Kurokawa, Susumu dan John Meyer. 2001. An Overview of Technology Roadmapping.
Vanderbilt University dan Technologix, Inc. February 19, 2001.
93. Tassey, Gregory. 2002. R&D Policy Issues in a Knowledge-Based Economy. National
Institute of Standards and Technology. Dari http://www.nist.gov/public_affairs/budget.htm
94. Tassey, Gregory.1999. R&D Policy Models and Data Needs. APPAM 1999 Research
Conference. November 4, 1999. Alamat web: http://www.nist.gov/director/planning/
strategicplanning.htm
95. Taufik, Tatang A. (2003). Pendekatan Klaster Industri Dalam Pengembangan Unggulan
Daerah: Telaah Konsep Dan Gagasan Implementasi. P2KT PUDPKM – BPPT. 2003.
96. Taufik, Tatang A. 2002. Kerangka “Panduan” Praktis Pengelolaan Aset Intelektual
Daerah. Makalah dalam Ign. Subagjo dan Tatang A. Taufik (Penyunting). “Peningkatan
dan Perlindungan Aset Intelektual Daerah.” Prosiding Lokakarya. P2KT PUDPKM -
BPPT. 2002.
97. Taufik, Tatang A. 2001a. Merancang Technology Roadmapping untuk Pengembangan
Teknologi Masyarakat, dalam Tatang A. Taufik dan Ign. Subagjo (Penyunting),
“Menumbuhkembangkan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Perlindungan Aset
Intelektual Bangsa.” P2KT PUDPKM – BPPT. 2001.
98. Taufik, Tatang A. 2001b. Teknologi Masyarakat (Indigenous Technology) dalam
Perspektif Multidimensi: Wacana bagi Perumusan Kebijakan. Makalah dalam Tatang A.
Taufik dan Ign. Subagjo (Penyunting). “Menumbuhkembangkan Pemanfaatan Sumber
Daya Lokal dan Perlindungan Aset Intelektual Bangsa.” P2KTPUDPKM, DB PKT –
BPPT. Jakarta. 2001.
99. Taufik, Tatang A. dan Ign. Subagjo. 2001. Gagasan Alternatif Kelembagaan Pengelolaan
Teknologi Masyarakat di Daerah. Makalah dalam Tatang A. Taufik dan Ign. Subagjo
(Penyunting): “Menumbuhkembangkan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan
Perlindungan Aset Intelektual Bangsa.” P2KTPUDPKM, DB PKT – BPPT. Jakarta. 2001.
100. USDOE. 2000. Applying Science and Technology Roadmapping in Environmental
Management. U.S. Department of Energy. Office of Environmental Management. July,
2000.
101. Whalen, Philip dan Linda Capuano. 2002. Honeywell Roadmapping Architecture and
Integration with Core Processes. Learning Trust Seminar: “Innovation Roadmapping
Workshop.” Las Vegas, NV. April 25-26, 2002.
102. Wheelen, T.L. dan J.D. Hunger. 1986. Strategic Management and Business Policy.
Reading. Addison-Wesley Publishing Company. August, 1986.
Adanya template bagi proses pemetarencanaan dan format petarencana akan membantu
memudahkan pemahaman isu, proses analisis dan penuangan hasil pemetarencanaan dalam
bentuk yang lebih jelas, ringkas/padat dan mudah dimengerti oleh pihak yang berkepentingan.
Setiap organisasi dan skema pengorganisasian pemetarencanaan sebaiknya mengembangkan
bentuk template yang disepakati, yang hingga batas tertentu merupakan “bentuk baku/standar
atau penyeragaman” untuk digunakan bersama. Ini penting terutama dalam upaya menjadikan
petarencana sebagai alat komunikasi dan koordinasi multipihak yang efektif.
Di lain pihak, format template yang dikembangkan sebaiknya cukup fleksibel agar tidak
terlampau “membatasi” keragaman perspektif dari para partisipan dan dinamika proses
pemetarencanaan, serta gagasan-gagasan kreatif-inovatif atas kemungkinan alternatif-alternatif
solusi. Pemetarencanaan dan petarencana (termasuk penggunaan format template-nya) pada
akhirnya bersifat kasus spesifik. Penggunaan format template tertentu perlu disepakati oleh
para partisipan.
Berikut ini adalah beberapa contoh ilustratif template pembantu (dan/atau pelengkap)
yang mungkin saja dapat digunakan untuk dipertimbangkan secara selektif dalam
pemetarencanaan dan disesuaikan dengan konteks spesifiknya.
189
Kecenderungan Lanskap Persaingan
(Competitive Landscape) Strategi
Pasar (industri)
Organisasi
dan Persaingan
Pendorong Pasar
(Market Drivers)
Pendorong Konsumen
(Customer Drivers)
Kebutuhan Konsumen /
Penentuan Pasar Petarencana Industri / Pasar
(Market Definition) Pengkajian Pasar Pasar (Customer / Market
(Industry / Market Requirements)
(industri) dan Roadmap)
Persaingan
1. Definisi Industri/Pasar
Mencakup data/informasi tentang:
Definisi/batasan atau deskripsi tentang industri dan “segmen” pasar yang menjadi fokus
tematik pemetarencanaan;
Segmentasi berdasarkan dimensi penting, seperti misalnya tujuan (domestik dan ekspor),
geografis, demografis, dan/atau dimensi lain;
Gambaran pemain/kompetitor dan kecenderungan (pertumbuhan) industri/pasar.
2. Lanskap Persaingan
Biasanya meliputi data/informasi tentang:
Pemain/kompetitior dalam segmen pasar tertentu;
Data/informasi antara lain tentang kekuatan dan kelemahan, kompetensi inti, strategic
goals, dan value proposition dari masing-masing pemain/kompetitor.
3. Strategi Persaingan
Pada umumnya meliputi data/informasi tentang
Pilihan (opsi) strategi; dan
Fokus rencana strategi: landasan (basis) bagi persaingan, cakupan, elemen kunci
pendorong (drivers) yang menentukan persaingan
191
Tabel A.3 Contoh Template Pendorong Pasar - Produk.
Petarencana Sistem
Peningkatan Penglihatan
Penglihatan Malam Hari
Petarencana Sensor
Kendali Cerdas
Kecerdasan Maju
Lain-lain
Kerangka pengkajian pada tingkat “produk” secara umum meliputi elemen seperti
diilustrasikan pada Gambar A.3 berikut.
Fitur Produk
Kecenderungan (Product Features) Strategi
Pasar (industri)
Bisnis
dan Persaingan
Kurva Pengalaman
(Experience Curve)
Persyaratan Teknologi
Arsitektur / Desain
(Technology
Produk
Requirements)
(Product Architectures / Strategi
Produk Pesaing Designs)
Produk
1. Fitur/Atribut Produk
Untuk setiap segmen pasar disusun “fitur/atribut” produk yang dinilai penting sebagai
penjabaran dari ekspektasi konsumen dari setiap alternatif solusi produk.
Fitur/Atribut
Persyaratan 1*) Persyaratan 2 .... Keterangan
Produk
Fitur/Atribut 1
Fitur/Atribut 2
....
....
Catatan: *) Alternatif solusi produk.
193
Tabel A.5 Contoh Template Fitur/Atribut Produk.
2. Desain Produk
Untuk setiap alternatif solusi produk, dikaji bagaimana “desain” produk dan bagaimana
“proses” yang perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk sesuai dengan atribut penting
yang diidentifikasi dan dijabarkan pada proses sebelumnya.
Persyaratan
Persyaratan
Fitur/Atribut Persyaratan Indikator/Isu
Arsitektur/ Keterangan
(Komponen) Proses Penting
Desain
Produk
Faktor 1
Faktor 2
....
....
Display
Biaya
(Rp.
Keypad
Biaya Antenna
(parity)
Harga Radio
Gaya Ukuran
(lead) Baseband Circuit
Waktu
Bicara Umur Battery Housing
Volume (cc)
(lag)
Printed Wiring Board
Battery
Power supply
Versi 2.1
Segmen 1 V 4.1a
Software
Versi 3.3 Radio
(defeatured)
Versi 2.2
Versi 1
(full-featured)
Segmen 2 Teknologi V 4.1c
Versi 3.2 3G
"x"
(evolvable)
Fungsi
Dasar Versi 2.3
(evolvable) Common
Platform
195
A.3. PENGKAJIAN TEKNOLOGI
Gambar A.6 mengilustrasikan kerangka bagi pengkajian teknologi beserta elemen
penting terkait. Penjabaran “elemen” penting pada pengkajian industri/pasar, produk hingga
teknologi antara lain meliputi suatu proses yang biasa disebut quality function deployment
(QFD).
Analisis Portfolio
Kecenderungan Strategi
Teknologi Bisnis
Model Biaya
Model Pengelolaan
“Kekayaan” Intelektual
Kebutuhan
Persyaratan Petarencana Teknologi Aktivitas Litbang dan
Produk dan Proses (Technology Roadmap) Aktivitas Kunci Lain,
Pengkajian serta
Teknologi Sumber Daya
Rencana Tindakan
Alternatif (Action Plan)
Pengembangan
(Internal dan Strategi
Teknologi Pesaing Sumber Luar)
Teknologi
Persyaratan
Produk
Menurut Konsumen
Ekspektasi Produk
Persaingan
Analisis
Persyaratan
Komponen
Persyaratan
Persyaratan
Produk
Persyaratan
Persyaratan
Komponen
Manufaktur
Persyaratan
Proses
PRODUK A A1 A2 A3 A4
PRODUK B B1 B2 B3 B4
PRODUK C C1 C2 C3
Keypad
Software
Waktu Bicara
Power management
Baseband processing
Microcontroller
Mixed signal
Memory devices
Batteries
Biaya Rendah
Radio
Antenna
Power amp
Housing
Shielding
PWB technology
Desain Sistem
Standards
Accessories
Kualitas Audio
Voice recognition
Voice coders
R M T - 0 +
Sumber Teknologi : Pengembangan Pemasok Dimiliki Sendiri Riset
S = Sekarang
MD = Masa Datang
Pengambilan Keputusan
197
Tingkat Kesiapan/
Kematangan Teknologi
Pengujian Sistem,
Peluncuran & TKT 9 Sistem benar-benar teruji/terbukti melalui keberhasilan
Pengoperasian
pengoperasian
Beberapa metode/skema analisis yang disajikan di sini lebih merupakan tambahan dan
contoh ilustratif secara selektif untuk melengkapi beberapa uraian diskusi yang disampaikan
pada bagian-bagian sebelumnya, dan bukan dimaksudkan sebagai pembahasan khusus dan
detail.
Pada tingkat industri, beberapa analisis yang biasanya dilakukan antara lain mencakup
karakteristik industri, kecenderungan-kecenderungan dan analisis SWOT (strengths,
weaknesses, opportunities, and threats) misalnya pada faktor PEST (Politis, Ekonomi, Sosial,
dan Teknologi).
1. Analisis PEST:
Politis (Legislasi dan Regulasi, Hubungan Internasional): misalnya kebijakan persaingan,
standar perdagangan, regulasi keuangan, kebijakan lingkungan, kebijakan perencanaan.
Ekonomi (Siklus ekonomi, Kurs mata uang, Pasar modal, Tenaga kerja dan komoditas):
misalnya pola dan kecenderungan aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia,
perkembangan nilai kurs mata uang, suku bunga dan pajak, fluktuasi dan pasar modal,
perubahan permintaan pasar, kecenderungan dalam industri seperti konsentrasi dan
aktivitas merger dan akuisisi.
Sosial (Demografi, Selera, Kesadaran lingkungan): misalnya perubahan pola demografis
seperti profil usia, kemampuan ekonomi, daya beli, perubahan sikap sosial dan selera,
perubahan pola pengeluaran; dan perubahan terhadap beberapa isu aktual yang penting
199
(termasuk kecenderungan terhadap waktu senggang, kesehatan dan/atau lingkungan,
dan keamanan).
Teknologis (Pengembangan dampak proses, Kapabilitas produk): antara lain mencakup
perubahan produk, proses dan rantai pasokan (supply chains), kemajuan dan
kecenderungan dalam teknologi tertentu yang dinilai berdampak signifikan, standar yang
berlaku, serta regulasi/kebijakan pemerintah yang berkaitan.
2. Paradigma SCP
Dalam paradigma SCP (Structure – Conduct – Performance) diyakini bahwa
“Struktur/Structure” (yaitu faktor-faktor ekonomi yang melandasi dalam suatu industri) akan
menentukan/mempengaruhi “Perilaku/Conduct” (yaitu pencerminan strategi para pelaku/
pesaing dalam industri), dan ini akan menentukan/mempengaruhi “Kinerja/Performance” pelaku
industri (yaitu profitabilitas pelaku dalam industri secara keseluruhan).
KONFIGURASI
Lokasi Banyak Lokasi Tunggal
CAKUPAN GEOGRAFIS
Global Negara
Luas Kepemimpinan
RENTANG LINI PRODUK
Biaya Global
Pasar yang
Diferensiasi Global Diproteksi
Sempit
Segmentasi National
Global Responsiveness
201
CAKUPAN GEOGRAFIS
Global Negara
RENTANG LINI PRODUK
Matsushita (Japan) Grundig
Luas Sanyo (Japan) (West Germany)
Thompson-Brand
Philips (Netherlands) (France)
Sony (Japan)
Thorn-E.M.I. (U.K.)
Pilihan apa
yang tersedia?
Kaitkan dengan
Kriteria Pemilihan pilihan-pilihan strategik yang tersedia
- Pengkajian
- Intent
Kerangka Teoritis
Siapa yang perlu Pemilihan untuk membuat
terlibat pemilihan strategik
dalam pemilihan?
Strategi Terpilih
Baru
Sekarang
Produk
Sekarang Baru Geografi Pasar
(dimensi ketiga)
‘Do Nothing’
Sekarang Menarik diri (Withdraw) Pengembangan
Konsolidasi Produk
Penetrasi Pasar
Kebutuhan
Pasar
Pengembangan Diversifikasi
Baru (terkait atau
Pasar
tidak terkait)
203
Pangsa Pasar (Market Share)
Tinggi Rendah
Rendah
Tinggi
Diferensiasi
Hybrid Diferensiasi
4
yang terfokus
3 5
PERSEPSI
Harga
NILAI TAMBAH
rendah 2 6
7
1
8 Strategi
Harga rendah/
yang mengarah
Nilai tambah rendah
kepada kegagalan
Rendah
2. Mengidentifikasi teknologi yang memiliki potensi untuk dipakai di industri lain atau demi
pengembangan ilmiah. Seringkali teknologi berasal dari luar industri dapat menjadi
sumber perubahan yang tidak berkesinambungan dan gangguan persaingan dalam
industri. Setiap aktivitas penciptaan nilai harus diperiksa untuk diketahui ada tidaknya
teknologi yang biasa diselidiki secara menyeluruh.
3. Memastikan jalur perubahan yang mungkin ditempuh oleh teknologi baru. Perusahaan
perlu memperkirakan arah yang mungkin ditempuh dalam perubahan teknologi untuk
setiap aktivitas penciptaan nilai serta dalam rantai nilai pemasok dan pembeli, termasuk
teknologi yang sumbernya tidak berhubungan dengan industri bersangkutan.
4. Menentukan teknologi dan perubahan teknologi potensial mana yang paling signifikan
bagi keunggulan bersaing dan struktur industri. Tidak semua teknologi dalam rantai nilai
mempunyai makna signifikan bagi persaingan. Perubahan teknologi yang signifikan
adalah perubahan yang lulus dari empat tes, yaitu perubahan:
Menciptakan keunggulan bersaing yang tahan lama;
Menggeser faktor penentu biaya atau keunikan ke arah yang menguntungkan
perusahaan;
Menghasilkan keunggulan sebagai pelaku pertama; dan
Memperbaiki struktur industri secara keseluruhan.
Perusahaan harus mengisolasi teknologi seperti ini, dan memahami bagaimana cara
mereka mempengaruhi biaya, diferensiasi, atau struktur industri. Teknologi pemasok dan
pembeli seringkali merupakan teknologi yang paling penting dalam hal ini. Teknologi yang
memegang peran kritis adalah teknologi yang berpengaruh besar pada biaya atau
205
diferensiasi dan teknologi yang memungkinkan diraihnya posisi pemimpin teknologi yang
tahan lama.
5. Mengukur kemampuan relatif perusahaan dalam hal teknologi penting dan biaya
melakukan perbaikan. Perusahaan harus mengetahui kekuatan relatifnya dalam teknologi
kunci dan mengukur kemampuannya secara realistis untuk terus mengikuti perubahan
teknologi.
6. Memilih sebuah strategi teknologi yang merangkum semua teknologi penting sehingga
memperkuat strategi bersaing perusahaan secara menyeluruh. Strategi harus
memperkuat keunggulan bersaing tahan lama yang sedang diusahakan perusahaan.
Teknologi yang paling penting bagi keunggulan bersaing adalah teknologi yang
memungkinkan perusahaan mempertahankan posisi kepeloporannya, teknologi yang
menggeser faktor penentu biaya atau diferensiasi ke arah yang mengutungkannya, atau
teknologi yang memungkinkan tercapainya keunggulan sebagai pelaku pertama.
Perusahaan dapat melakukan beberapa upaya untuk memperkuat keunggulan yang telah
dicapai melalui teknologi, yaitu dengan cara melakukan investasi di berbagai bidang lain.
Yang perlu dimasukkan dalam strategi teknologi perusahaan adalah:
Susunan peringkat proyek-proyek penelitian dan pengembangan sesuai derajat
kepentingan proyek-proyek tersebut bagi keunggulan bersaing. Tak satu pun proyek
boleh disetujui tanpa adanya argumen yang menguraikan pengaruh proyek tersebut
terhadap biaya dan/atau diferensiasi.
Pilihan tentang kepemimpinan atau kepengikutan teknologi dalam teknologi penting.
Kebijakan tentang pemberian lisensi yang mampu meningkatkan posisi bersaing
secara menyeluruh, bukan sekedar mencerminkan tekanan untuk memperoleh laba
jangka pendek.
Cara-cara untuk memperoleh teknologi yang diperlukan dari sumber luar, jika perlu,
melalui penerimaan lisensi atau cara-cara lain.
Tindakan spesifik berikut ini, jika dilakukan pada tingkat perusahaan, tingkat sektor, atau
tingkat kelompok, dapat memperkuat posisi teknologi perusahaan secara menyeluruh:
Mengidentifikasi teknologi inti pada tingkat perusahaan yang berpengaruh pada
banyak unit usaha.
Memastikan berlangsungnya usaha penelitian yang aktif dan terkoordinasi dan
bermigrasinya teknologi antara unit usaha yang satu dan unit usaha yang lain.
Menyediakan dana untuk membiayai penelitian perusahaan induk dalam teknologi
penting untuk menciptakan masa kritis pengetahuan dan orang.
Membeli perusahaan lain atau mengadakan usaha penting agar dapat memperoleh
keterampilan teknologi baru atau supaya keterampilan yang telah ada semakin
meningkat.
Lingkungan
• Persaingan Eksternal • Ketersediaan pemasok
Teknologi &
Pensumberan Keterampilan
Bidang Proses Pembiayaan
(Sourcing) dan Sistem
Manufaktur
• Kapasitas • Investasi • Kapabilitas pemasok • Know-how
Faktor • Kontrol • ROI • Keandalan pemasok • Keahlian
• Fleksibilitas • Payback period • Manajemen rantai pemasok • Kebijakan/
• Kompleksitas • Biaya akuisisi total prosedur
• Siklus hidup
Gambar B.9 Kerangka Pendukung Keputusan “Buat vs Beli” (Make vs. Buy).
207
5.0
Lindungi C Perkuat
T ingkat Kepentingan
B
4.0
F
D A G
3.0
E
2.0
Pelihara/ Awasi/
Awasi Buang
1.0
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
K esenjangan K apabilitas
Attack
Differentiating
Mendiferensiasi
Produk/Proses
Power Supply
Battery Radio
Base Defend
Luas dan LCD Display Voice Coder
Digunakan bersama
Sumber Teknologi
Berbagi risiko
Tidak
yakin
8
Sumber
Luar Dorong sumber 9
daya eksternal Basic
7 Technology
Pinjam, barter Milk it
Tidak
mungkin
Abandon Exit
Community
Exit 11 Technology
10 12
Tidak ada
yang peduli Lemah Moderat Kuat
Kapabilitas teknis relatif terhadap pencapaian "proprietary technical advantage"
209
210 PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN