Anda di halaman 1dari 9

Modifikasi Tubuh Simbol Ekspresi Diri

Oleh MUHAMMAD ICHSAN

Tak dapat dipungkiri bahwa banyak kaum muda menggilai tindik-menindik pada bagian-bagian tertentu di tubuhnya. Tujuannya? Tak lain ingin tampil beda, biar lebih gaul dan pede, kata sebagian besar dari mereka. Bahkan di antara mereka ada juga yang berani membelah lidah, bercabang seperti lidah ular! Benarkah modifikasi tubuh ini sebuah fenomena sosial tersendiri dalam rangka menunjukkan jati diri yang belum ketemu? Adakah tujuan lainnya lagi? Atau hanya ekspresi galau model baru karena mengingat salah kaprah mengadopsi budaya luar yang tak sesuai dengan jati dirinya? Banyak ragam cara yang dilakukan orang demi membangun citra diri. Bagi yang beruang bisa saja membiayai pengeluaran untuk tampil beda dengan busana dan aksesoris mahal. Pokoknya biar dibilang selebritis atau berkelas. Walaupun terkadang bila tampil di muka umum, mereka kerap dapat cibiran dari orang di sekitarnya yang mungkin ngiri, dibakar api cemburu sosial. Gile bener, tuh, orang! Dari ujung kaki sampai kepala penuh perhiasan. Pakaiannya ber-merk pula. Darimana sih duitnya? Lain lagi cerita bila berjumpa muda-mudi yang berhiaskan pernak-pernik logam, sengaja dipasang dengan cara berderet-deret di bagian-bagian tertentu di tubuh atau wajah demi tujuan yang sama walau dengan cara yang berbeda menunjukkan siapa aku. Wuih.. Apa nggak sakit ditindik gitu?! Alis mata, bibir, lidah, hidung dan cuping penuh dipasang anting dan subang. Agak heran kita kerapkali membatin melihat hal ini. Begitulah kira-kira kesan yang masuk ke diri kita ketika menyaksikan cara mengekspresikan diri dari kaum muda yang berani bergaya dengan seni memodifikasi tubuh. Saya pun sempat terkesima menyaksikan ini siang tadi. Baiklah akan saya ceritakan langsung pada Anda sekalian.

Pertemuan Berkesan dengan Sepasang Muda-Mudi Funky.


Sepulang kerja di siang yang agak terik, saya teringat mau membeli beras khusus penderita diabetes untuk ibu saya. Kebetulan Mall besar yang menyediakannya searah dengan jalan pulang. Saya pun mampir ke sana. Ketika memasuki kafe Mall di bagian terdepan lantai bawah yang sengaja mengundang pengunjung, saya pikir enak juga sekedar minum jus alpukat segar yang dingin sebentar. Saya pun memesannya dan duduk santai. Tak jauh berseberangan dengan tempat duduk saya, sepasang muda-mudi tengah asyik berselancar di internet memanfaatkan fasilitas WIFI gratis. Awalnya saya sama sekali tak tertarik memperhatikan mereka. Namun, ketika sudut mata saya menangkap kilau benda-benda logam yang nangkring di bagian-bagian tertentu pada wajah mereka, spontan tatapan mata saya mengamati dengan cermat tingkah-lakunya. Di telinga kiri-kanan si cewek penuh dengan giwang, subang dan anting terpasang. Anting dari logam putih terbawah di telinga kirinya malah tersambung dengan rantai langsung ke hidung dengan perhiasan berbentuk sama terletak di antara kedua lubang hidungnya. Luarbiasa funky tapi ekstrim sekali! kata saya dalam hati. Atau, mungkin saya saja yang kurang terbiasa melihat pemandangan ini. Si cowoknya mengenakan jeans hitam bermodel pensil, mengerucut sempit sampai ke bagian mata kaki. Memakai t-shirt putih ketat berlengan pendek, dia tampaknya sedang asyik chatting dengan temannya melalui video call. Headset terpasang di kepalanya dengan microphone di depan mulut. Anehnya saat dia berbicara, saya mendengar suaranya cadel, mirip kalau anak TK sedang bicara. Si cowok pun penuh dengan segala tindikan dan tattoo menghiasi kulit lengannya. Pas di tengah antara kedua alis matanya, sebuah anting logam terpasang menggelayut. Cuping kiri-kanan pun tak beda dengan teman perempuannya itu. Mereka berdua benar-benar pasangan yang serasi! gumam saya lagi. Sama-sama penggemar benda-benda logam bergelayutan di wajah dan badan.

Tiba-tiba si cowok menjulurkan lidah ke layar laptopnya. Mungkin ingin mencandai temannya yang sedang diajak chatting. Tapi, ini tak terlalu saya pedulikan, karena saya lebih peduli lagi melihat bentuk lidahnya yang bercabang dua. Astaga! Saya sempat hampir tersedak saat itu. Kok, bisa orang berlidah ular main ke kafe dibiarin .. Buru-buru saya habiskan minuman, lalu naik ke lantai dua mencari beras khusus penderita diabetes yang mau dibeli. Tak berapa lama mencari, saya mendapatkannya dan pergi ke kasir untuk membayar. Saya pun kemudian langsung pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan pulang, saya masih terbayangbayang dengan apa yang tadi dilihat di kafe. Betul-betul siang yang luar biasa! Tak mau dibelenggu penasaran mengapa si cowok funky berani membelah lidah sampai bercabang dua, dan teman perempuannya yang penuh tindikan hanya demi tampil beda, saya pun mencari informasi tentang ini. Akhirnya, setelah punya sejumlah informasi terkumpul dari berbagai sumber, saya jadi tahu bahwa ini yang dinamakan modifikasi tubuh agar berpenampilan eksentrik. Hmm, ternyata bukan hanya kendaraan bermotor yang bisa dimodifikasi, badan pun jadi percobaan. Baiklah, berikut akan saya paparkan satu per satu pada Anda semua sehubungan dengan ini.

Selayang Pandang Mengenai Tindik (Body Piercings)


Sebagai insan yang menyukai keindahan, manusia cenderung mencoba untuk menampilkan segala hal agar tampak menarik atau pun menyiratkan kesan tertentu bagi yang melihatnya. Dengan alasan ini pula, maka seseorang menghias diri. Kaum hawa senang memanfaatkan keindahan yang terpancar oleh logam-logam mulia dan bebatuan permata. Memasangnya di bagian tubuh tertentu sebagai penghias badan dalam bentuk kalung, gelang, cincin, dan anting. Untuk keperluan ini pulalah maka menindik bagian tubuh tertentu agar dapat dipasang perhiasan dilakukan. Tindik-menindik sebenarnya punya sejarah yang cukup tua dan berhubungan dengan beragam budaya di berbagai kelompok masyarakat di seluruh dunia. Tujuan menindik pun banyak pula ragamnya. Di Indonesia sendiri telah lama dilakukan oleh Suku Dayak di Kalimantan dan kaum lelaki dari suku tertentu di Papua. Wanita dari Suku Dayak menindik telinganya dan membebani dengan perhiasan giwang berat cukup banyak. Lubang tindikannya pun melebar cukup besar, daun telinga memanjang terjulur ke bawah. Apa tujuannya? Tentu saja untuk membuat orang-orang di kelompok sosialnya tertarik dan dirinya memperoleh citra diri tertentu. Lagi pula ini lazim dilakukan sejak lama secara turun-temurun.

Lain cerita yang terjadi Papua. Untuk menyimbolkan tentang dirinya yang perkasa, kaum lelaki dari suku tertentu sering mengenakan hiasan dari tulang hewan atau tanduk yang dibentuk khusus untuk menghiasi lubang tindikannya tepat di antara kedua lubang hidung. Masyarakat dari latar belakang budaya berbeda punya tujuan berbeda pula sehubungan dengan kreatifitas menghiasi diri melalui body piercings ini. Namun, setidaknya menindik bagian tubuh tertentu ini tidaklah bertentangan dengan adat-istiadat yang berlaku di wilayah setempat dan kelompok sosialnya. Artinya, menindik dan memasang perhiasan tertentu bagi kaum Hawa Suku Dayak atau pun kaum lelaki di Papua bisa dikatakan lazim secara turun-temurun dan bertujuan jelas.

Orang Romawi juga telah menindik bagian tertentu pada tubuhnya sejak lama. Sebuah situs menjelaskan tentang hal ini: Piercing is known to have been practised by the Romans, who used tit piercings as a mark of braveness and functionally as a mean of attaching cloak. ( source : http://www.pbpa.co.uk/ ) (Penindikan diketahui telah dipraktekkan oleh bangsa Romawi (kaum lelakinya), yang menindik putting susunya sebagai pertanda keberanian dan secara fungsional berguna untuk melampirkan jubahnya.)

Jelas bahwa penindikan yang dilakukan kaum lelaki bangsa Romawi kuno ini untuk menunjukkan dirinya maskulin dan ksatria. Sumber lainnya lagi di internet juga menerangkan tentang penindikan pada putting susu ini telah lama dipraktekkan di Jerman. Pada abad ke 14, wanita-wanita Bavaria di Jerman memakai cincin berlian di puting susu dan merangkaikan kalung emas. (sumber : http://tentangseni.blogspot.com/ ) Tentu saja alasan para wanita Bavaria ini mengisyaratkan fungsi rias tubuh dengan penindikan sedemikian rupa demi alasan kecantikan dan status sosial jet-set atau kelas bangsawan. Tindik juga telah dipraktekkan oleh Suku Maya. Suku kuno yang pernah mendiami sebuah wilayah di Peru ini menindik lidah mereka dan menghiasinya dengan subang bermata batu mulia dengan tujuan relijius, yakni agar dapat berkomunikasi dengan dewa-dewa mereka. Penindikan untuk memasang perhiasan pada tulang rawan telinga telah pula dilakukan berbagai bangsa demi alasan eksklusifitas dan kecantikan.

Bangsa-bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda seperti di Afrika, Amerika Utara dan Amerika Selatan, Indonesia, dan India memasang perhiasan pada tindikan yang sebelumnya dibuat melubangi bagian tulang lembut di telinga luar. Penindikan di kuping ini juga melambangkan pergantian status diri dalam kelompok sosialnya.

Tindik di hidung punya cerita sendiri pula. Di India hidung wanita yang dihiasi dengan subang emas bermata intan selain demi menambah daya tarik kecantikan diri, juga seringkali mencerminkan bahwa wanita tersebut telah menikah. Sedangkan penindikan yang dibuat pada tulang rawan sekat hidung awalnya dipraktekkan oleh kaum lelaki dari Suku Aborigin di Australia. Penindikannya pun menggunakan tulang hewan yang dilancipkan guna membuat lubang yang pas ukurannya. Beberapa sumber mengatakan bahwa tujuan tindik pada tulang rawan yang memisah kiri-kanan lubang hidung dan pemasangan perhiasan dimaksudkan untuk menandakan status pejuang di kelompok sosialnya. Namun, kini menyebar luas dan digemari kaum muda dengan alasan fashion dan penampilan yang modis. Lain hal dengan penindikan pada alat kelamin yang juga dipraktekkan oleh banyak suku bangsa di Asia Tenggara, India, Yunani, Itali, Samoa, Kalimantan dan Cina. Biasanya penindikan ini bertujuan memasukkan manik-manik atau bulu ekor kuda di bawah kulit alat kelamin lelaki. Fungsinya tak lain adalah untuk memperoleh kenikmatan seksual lebih saat berhubungan dengan pasangan. Sampai hari ini pun masih ada praktek penindikan jenis ini dilakukan oleh orang-orang tertentu. Di penjara-penjara banyak narapidana yang bersedia disayat kulit penisnya oleh temannya yang dipercaya; guna menanamkan manik-manik bulat atau oval yang terbuat dari potongan plastik sikat gigi. Suatu ketika saya pernah bertanya pada seorang tetangga yang kebetulan menindik kejantanannya. Ia baru keluar dari penjara karena kasus narkoba. Gimana banyak dapat ilmu dari penjara? tanya saya padanya. Ia senyum simpul dan berkata, Aku tahu sekarang cara duit mudah dan modalnya dari barang bekas sehari-hari. Wah, mantap tuh ilmu baru yang kamu dapat dari penjara! seru saya agak penasaran. Ia pun bersemangat menerangkan, Aku mau buka jasa penindikan penis untuk siapa pun yang berminat.

Bikin manik-maniknya cuma dari potongan-potongan kecil sikat gigi plastik yang dihaluskan permukaannya. Tindiknya pun mudah dilakukan dan sembuhnya cepat. Panjang lebar ia mengiklankannya pada saya. Tapi, alat kelamin kita kan sensitif dan rentan infeksi kalau ditindik sembarangan, sanggah saya. Ia pun dengan santai berkata, Luka sayat tindikan yang dirapatkan langsung diberi bubuk kopi. Pasti cepat sembuh. Seminggu lukanya kering. Paling banter melintir dan meraung-raung sebentar sewaktu ditaburi bubuk kopi. Aku aja pasang enam buah manik-manik di batang senjataku ini untuk istri-istriku. Hahaha. Saya bergidik mendengarnya, Gile bener, mirip batang singkong tuh! Ngeri dengarnya! Berikut ini gambar proses penindikan alat kelamin lelaki demi tujuan kenikmatan seksual tersebut.

Tampak pada gambar bahwa manik-manik (bisa dari batu mulia: mutiara, jade atau ivory, dan lainnya) yang ditanamkan berada di bawah kulit kelamin laki-laki. Tindik untuk tujuan ini dengan teknik ala narapidana dilakukan dengan menusukkan sikat gigi yang runcing diraut ke permukaan kulit kelamin. Lalu, manik-manik diselipkan ke dalam luka tersebut dengan cara dipencet. Manik-manik yang telah bersemayam dengan aman itu nantinya bisa leluasa bergerak di bawah kulit saat berhubungan badan. Mudah bukan? Jadi bagaimana? Jangan malu-malu jika Anda berminat, nanti saya akan sampaikan keinginan Anda dengan tetangga saya yang super kreatif itu, dan kebetulan ia juga menganut prinsip filosofis dari tokoh hedonisme klasik, Epikurus. Ia pernah mengungkapkan argumennya pada saya tentang tindik manik-manik pada alat kelaminnya ini dengan mengutip perkataan filsuf tersebut. Marilah mengenakan mahkota mawar karena besok kita akan mati. Marilah nikmati hidup ini sepuaspuasnya sebelum kematian tiba, ujarnya dengan gaya berdeklamasi. Aduhai. Hampir saja saya terjerumus! Sehubungan dengan tindik bibir dulunya dipraktekkan oleh bangsa-bangsa di Australia, Guinea Baru, Afrika, India, Amerika Utara dan Amerika Selatan, dan Indonesia. Tindik bibir ini dilaksanakan dalam sebuah upacara keagamaan sebagai simbolisasi proses anak remaja yang menaiki tahap kedewasaan. Tetapi, esensi relijiusnya kini melenceng. Banyak anak remaja bahkan orang dewasa yang menindik daging bibir atas atau bawahnya demi terlihat stylish and funky. Sakitnya kena tindik sama sekali tak dirasakan. Seorang teman saya yang dulu bibirnya pernah ditindik berkata: Ada yang bilang tindik di bibir sakit. Malah penasaran aku jadinya. Gimana sih rasanya?! Pas aku ditindik yang terasa hanya sensasi aneh aja.. ujarnya bangga mengungkapkan pengalaman dramatis sensasionalnya soal tindik bibir.

Soal tindik di pipi lain lagi kisahnya. Dulu para pria di Aleutian Islands menindik pipinya dengan tujuan untuk memudahkan pekerjaan mereka berburu ikan paus. Pipi mereka sebelah kiri dan kanan ditindik dengan mata pancing yang bertali. Gunanya untuk menakut-nakuti anjing laut seolah-olah para pria pemburu ikan paus ini memiliki sungut. Mengenai tindik di alis mata dan pusar yang dahulu kala dilakukan orang Mesir kuno bertujuan menunjukkan status kebangsawanan mereka yang keturunan darah biru atau masih satu garis keturunan dari raja-raja yang pernah berkuasa. Namun, sekarang sejak banyak para selebritis mulai menindik pusarnya, kaum muda pun mengikuti dengan alasan tertentu pula. Bagi perempuan tindik di pusar menyiratkan sesuatu yang seksi, modis dan glamour. Dari semua uraian yang dipaparkan mengenai tindik-menindik di atas, kita pun paham bahwa ada berbagai alasan dan tujuan orang-orang melakukann praktek body piercings sejak dulunya. Ada yang menyangkut praktek ritual keagamaan, demi memudahkan pekerjaan, bermaksud memperoleh petualangan seksual, melambangkan kelas sosial di masyarakatnya, juga menyimbolkan maskulinitas dan heroisme. Lebih lanjut kita akan membahas pergeseran maksud praktek modifikasi tubuh ini yang meluas seiring waktu berjalan.

Modifikasi Tubuh Ekstrim Simbol Gerakan Anti Kemapanan


Kaum muda awalnya hanya sekedar menindik dan men-tattoo kulit demi alasan penampilan semata, atau agar terlihat sedikit nyeni, modis dan eksentrik. Waktu berjalan, zaman berubah. Modifikasi tubuh yang dilakukan kaum muda pun berkembang menjadi praktek yang cukup ekstrim. Perhatikan gambar di bawah ini. Bagaimana pendapat Anda?

Coba lihat lagi gambar selanjutnya bagaimana salah satu proses modifikasi tubuh ini (membuat lidah bercabang dua) terkesan sangat mengerikan. Lidah diiris dimulai dari ujung hingga ke bagian tengah.

Tak hanya dengan mengiris lidah, kulit tubuh dikelupas untuk mendapatkan efek tattoo berwarna merah darah seperti yang bisa Anda lihat di bawah ini.

Lebih dahsyat lagi kepala dibuat bertanduk dengan cara menyuntikkan bahan kimia tertentu, atau dipasangi dengan logam runcing mirip duri. Lubang pun hidung diperbesar. Gigi digerinda hingga runcing seperti gigi pada hewan karnivora ditambah lagi dengan taring-taring.

Fenomena apa ini sebenarnya? Terkadang kita sesak oleh pertanyaan demikian. Kita ingin tahu apa yang mau ditunjukkan pelaku dari modifikasi tubuh yang secara ekstrim telah merubah diri mereka berbentuk teramat aneh. Modifikasi tubuh itu sendiri merujuk pada pengertian semua perubahan yang dilakukan pada tubuh dengan sengaja dan untuk mencapai tujuan tertentu. Akibatnya, tubuh sudah tak alami lagi bentuknya, mengalami suatu anomali baik secara tampilan maupun fungsinya.

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tindik dengan beragam maksud dari prakteknya bisa dikategorikan sebagai salah satu tipe modifikasi tubuh. Tattoo pun demikian juga termasuk ke dalam merubah tampilan tubuh secara visual, yakni lapisan alami kulit terluar yang membungkus tubuh sudah berubah warnanya karena proses pen-tattoo-an yang dilakukan. Begitu pula dengan pemasangan implan, penyuntikkan silicon, pemasangan kawat gigi, atau yang lebih ekstrim pemberian merk pada tubuh dengan besi banas pengecap (branding), pemotongan jari telunjuk, pemberian permata pada kornea. Ini semua termasuk modifikasi tubuh. Lantas apa tujuannya? Kita bisa meninjaunya secara filosofis sebagai bagian dari upaya menyatakan siapa aku. Aliran filsafat apa yang mendasari modifikasi tubuh oleh masyarakat modern terkini? Sebab, segala sesuatu tentu memiliki landasan atau pijakannya yang kuat, bukan? Modifikasi tubuh sebagai pernyataan diri adalah penafsiran ekstrim dari eksistensialisme. Friedrich Nietszche dalam karyanya Thus Spoke Zarathustra (1883) mengatakan: Dibelakang pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan Anda, saudaraku, berdiri seorang jenderal yang gagah perkasa, seorang bijak yang tak dikenal ia dipanggil Diri. Ia hidup dalam tubuhmu, ia adalah tubuhmu. Berdasarkan pemikiran filsuf Jerman ini, maka orang-orang yang melakukan modifikasi tubuh berupaya merealisasikan keistimewaan tubuh dengan menampilkannya sebagai diri yang ganjil yang dipaksakan untuk diterima kelompok sosial lainnya. Tak lain ini bermaksud untuk eksis dalam pengertian ada dalam jangka waktu lama sekalipun mendapat posisi di masyarakat umum sebagai minoritas. Mudahnya ini bagaimana? Mengapa ada orang-orang yang melakukan praktek modifikasi tubuh di luar batas norma-norma yang berlaku di masyarakat? Lihat saja para selebritis yang menampilkan dirinya sebagai golongan eksklusif atau mengekslusifkan diri. Banyak di antara mereka juga melakukan modifikasi tubuh, baik yang sekadar menindik pusar, menyuntikkan silicon atau pun implan payudara, mau pun yang mengoperasi plastik wajahnya. Apa yang tersirat dari prilaku mereka? Jelas sekali sebagai sistem penanda semiotik akan maksud diri menjadi istimewa sebagai pertandanya. Upaya-upaya untuk mengistimewakan diri tersebut bila dihubungkan dengan industri yang bertendensi mengikuti dinamika pasar dunia hiburan, maka modifikasi tubuh oleh para selebritis tak lain mengarah pada upaya tubuh sebagai asset atau komoditas industri layak jual. (Lihat lagi pendapat Anthony Synnott dalam karyanya Tubuh Sosial, Simbolisme, Diri dan Masyarakat Edisi berbahasa Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Jalasutra, Yogyakarta). Kembali pada modifikasi tubuh yang ekstrim. Kita tercengang, mulut agak membuka, melongo, mata lama menatapi ketika melihat pelaku modifikasi tubuh yang menampilkan diri penuh logam-logam di wajah, kepala bertanduk dengan lidah bercabang, kulit penuh tattoo. Sebelum kita diskusikan mengenai hal ini, ada baiknya kita simak perkataan Albert Camus, seorang filsuf Perancis beraliran eksistensialisme. Aku ada karena aku memberontak! cetus Camus dalam karyanya Sang Pemberontak. Dalam karyanya yang lain, Mite Sisifus : Pergulatan dengan Absurditas, Camus meneriakkan manifestonya, Pemberontakan adalah kehadiran konstan manusia terhadap dirinya sendiri. Dia bukanlah aspirasi, karena padanya tiada harapan. Pemberontakan yang absurd hanyalah penegasan atas garis kehidupan yang menggilas, tanpa disertai sikap menyerah yang seharusnya mengiringinya. (Kebebasan Absurd: bab IV halaman 63) Mencermati pemikiran Camus ini dengan maksud meninjau apa hubungannya dengan prilaku ekstrim memodifikasi tubuh tampil sangat aneh. Eksistensi dalam pengertian keberadaan yang ingin diakui oleh orang lain, menampilkan diri tampak sebagai mahluk terasing yang langka sejenis pemberontakan filosofis yang dilakukan para pelaku modifikasi tubuh ekstrim. Dengan sengaja menambahkan perhiasan logam-logam hasil industri modern pada bagian-bagian tubuh tertentu ketika kebanyakan orang di sekitarnya lebih memilih tampil wajar dengan irama yang barangkali monoton, sebaliknya mereka malah mengubah diri sebagai agen pembawa ketakutan bagi yang lain melalui penampilan seramnya. Ini semua tak lain adalah upaya memberontak nilai-nilai yang wajar dan mapan di masyarakat. Selanjutnya, para pelaku modifikasi tubuh ekstrim ini biasanya membentuk komunitas-

komunitas tersendiri dengan kesamaan pandangan idiologis memberontak kemapanan. Maka, lahirlah kelompok-kelompok yang kita kenal melalui penamaan diri sebagai kelompok Hippies, Punk Rock, Punk Anarcho, Underground, Black Metal, Trash Metal, Grunge, Neo Nazi berasal dari Jerman, Harajuku di Jepang (mulai dari Gothic Lolita, Kawaii dan Ganguro). Di Indonesia sendiri juga ada kelompok Punk yang identik dengan gerakan melawan kemapanan secara budaya atau counter-culture. Menurut mereka nilai-nilai yang beredar di masyarakat tendensius hipokrit dalam pengertian luas. Anak Punk sebutan yang lebih dikenal luas untuk mereka sebagai kelompok yang menganut paham tersendiri di luar norma-norma yang lazim dianut kebanyakan orang. Sama saja! Tetap juga melakukan pemberontakan filosofis yang tercermin melalui modifikasi tubuh dan gaya hidup bebasnya yang hedonistik radikal. Mereka biasanya mengidentifikasi diri sebagai kelompok minoritas yang memiliki norma-norma kelompok tersendiri. Bagaimana ciri kelompok minoritas cap dalam negeri ini? Bisa dilihat dari ideologi yang menjadi panduan dasar setiap prilakunya. Kalau begitu mari sejenak kita melihat sejarah lahirnya kelompok Punk di Eropa, khususnya negeri Ratu Elisabeth di Inggris. Punk Eropa lahir dari upaya Malcom McLaren, seorang pengusaha kaya berpaham kiri di Inggris yang bermaksud mengabadikan secara simbolis demonstrasi anarkistis besar-besaran di Perancis pada Mei 1968 yang menentang Presiden Charles De Gaulle. Dari sinilah dengan landasan ideologi Anarkhisme lahirlah kelompok musik Punk The Sex Pistols. McLaren ingin The Sex Pistols yang ia biayai mampu melambangkan suatu gerakan perlawanan terhadap kekuasaan politis yang otoriter dengan penampilan nyeleneh, eksentrik dan hedonistis radikal. Di Paruh kedua 1970-an Inggris pun akhirnya berdebar-debar dengan kehadiran kelompok Punk yang banyak digemari kaum mudanya. Betapa tidak? Slogan group musik Punk ini setiap kali manggung adalah Destroy! The Sex Pistols bisa dikatakan sebagai pemrakarsa lahirnya kelompok-kelompok Punk di seluruh dunia. Group musik Punk ini bisa dikatakan beraliran politis yang banyak dianut oleh kelompok Punk lain termasuk Anak Punk di Indonesia. Simak saja lirik lagu kelompok Punk Keparat yang berjudul Berontak. apabila mereka yang berkedudukan dan terhormat mencuri Kau diam saja Jangan biarkan mereka menghancurkan kita! Lawan! Lawan! Bangkit! Hancurkan mereka! Untuk menegaskan gerakan perlawanan budaya (counter-culture), kelompok Punk di Indonesia juga memodifikasi tubuhnya secara ekstrim. Termasuk yang saya saksikan di kafe siang tadi. Dibalik semua ini tentu ada yang bisa kita cermati bersama, bahwa setiap manusia baik dirinya sebagai anggota kelompok sosialnya mau pun secara individual melaksanakan cara-cara tersendiri dalam rangka mengekspresikan apa yang ada di dalam jiwanya. Ketika keinginan untuk menjadi istimewa atau eksklusif kian membengkak, prilaku dan perbuatan yang tak lazim pun berani ditempuh. Demikian yang bisa saya paparkan, semoga dapat memberi tambahan pengetahuan kepada Anda. Bila ada banyak kekurangan dan kelemahan argumentasi dalam artikel yang saya tulis ini, mohon tambahkan saja baik rujuk acuannya, maupun pembahasannya. Kritik dan saran saya terima dengan lapang dada. ( M.I )

(*) Referensi dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai