Anda di halaman 1dari 3

Catatan Ketabahan Para Pencari Ilmu Abd Fattah Abu Ghuddah Ghuddah.2008. Ketabahan Para Pencari Ilmu.

Yogyakarta: Insan Madani Ilmu adalah manikam yang sangat bernilai. Begitu berharganya, sehingga ia tak bisa diraih dengan mudah. Aral dan rintangan senantiasa menghadang. Jalan terjal merupakan rute yang mesti ditaklukan. Keringat, darah, dan air mata merupakan harga yang harus dibayar. Seorang pencari ilmu mesti tabah menghadapi segenap cobaan. Ia mesti tegar menanggung kepahitan. Keteguhannya haruslah tiada batas guna meraih sang idaman, ilmu. Buku ini menyuguhkan aneka kisah ketabahan para pencari ilmu dalam perjalanan menuntut ilmu. Dengan menelaahnya, semangat kita akan membuncah untuk lebih gigih memburu ilmu. Buku ini ternyata hanyalah bagian dari 8 point, sbb: 1. Kelelahan dan kepayahan para ulama dalam perjalanan menuntut ilmu. 2. Para ulama yang jarang tidur dan upaya mereka menghindari semua kenikmatan duiawi demi menuntut ilmu. 3. Kesabaran menghadapi penderitaan dan kemiskinan 4. Kelaparan dan kehausan para ulama kettika menuntut ilmu 5. Ketanahan para ulama yang kehabisan bekal dalam perantauan menuntut ilmu 6. Para ulam yang bukunya hilang, terbakar, terpaksa dijual, dan sebab lainnya karena tertimpa musibah. 7. Tentang para ulama yang memilih hidup membujang demi menjaga pengabdiannya terhadap ilmu. 8. Para ulama yang rela berkorban harta benda demi mendapatkan ilmu. Tak surut menghadapi kemiskinan dan kepahitan hidup Pesan Imam Abu Hanifah, untuk bisa mencerna ilmu, diperlukan kebulatan tekad. Untuk menepis gangguan dalam menuntut ilmu, alangkah lebih baik bila seseorang mengambil bekal secukupnya, tidak lebih. Dawud bin Mikhraq mendengar Nadhar bin Syumail berkata,ciri khas orang yang merasakan kenikmatan menuntut ilmu adalah ketika lapar, ia lupa dengan laparnya. Ibnu Hazm berpendapat, kata Abu Zahrah, bahwa gelimang harta dan kehidupan serba foya-foya bisa menyumbat kanal ilmu untuk masuk jiwa. Sebab itu, jangan pamer kemewahan di depan ilmu. Kemewahan identik dengan senda gurau dan permainan sia-sia. Pada hakikatnya kemiskinan ada dua. Pertama, kemiskinan yang akrab dengan kedukaan, kesusahan, tanggungan keluarga yang menumpuk, dan nestapa jiwa. Kemiskinan jenis ini dikategorikan kemiskinan hitam. Pasalnya ia merusak hati, membunuh kecerdasan, dan meracuni yang bersangkutan, layaknya pohon yang layu apabila kehabisan air. Imam syafii pernah mengatakan,janganlah engkau hirukan seseorang yang tidak punya tepung (bahan makanan) di rumahnya. Sebab kemiskinan jenis ini bisa melemahkan akal. Kedua, kemiskinan yang malah meringankan beban seseorang. Walaupun miskin, ia tetap teguh di sisi Allah. Kemiskinan tidak berpengaruh pada penampilan fisik dan pakaiannya. Sementara lubuk hatinya tetap bersinar, teguh, dan bulat. Kemiskinan jenis inilah yang disebut kemiskinan putih.

Kenikmatan tersendiri bagi penuntut ilmu. Dengan bekal dunia secukupnya, kesempatan sangat besar untuk meraih ilmu. -kemiskinan para ulama adalah pilihan, sedangkan kemiskinan orang-orang bodoh adalah keterpaksaan. -Imam Syafii menyatakan, Aku mendengar Muhammad bin al-Hasan berkata,tidak ada yang menggapai ilmu kecuali orang yang menggali kearifan hatinya. -apabila Khalil memberikan sesuatu yang berguna kepada orang lain, ia menganggap dirinya belum berbuat apa-apa. Namun, jika ia mendapat sesuatu dari orang lain, ia terus mengenangnya bahwa dirinya pernah mendapat sesuatu darinya. -Imam Syafii (150H-204H) berkata,Aku tak memiliki harta, namun kutuntut ilmu sejak usia muda sekitar 13 tahun. Aku berangkat ke perkantoran untuk mencari kertas-kertas bekas yang nantinya kumanfaatkan sebagai buku tulis. -Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezeki untuk kalian dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. (Q.S. az-Zariyat [51]) -Pada salinan buku Jiwa karya Aristoteles terdapat tulisan Abu Nashr al-Farabi yang berbunyi,Aku telah membaca buku ini sebanyak 200 kali. Kemudian aku membaca buku as-Sima at-Tabai karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Walaupun demikian, aku masih merasa perlu membaca ulang. -sebuah syair dari Abu Abdullah : atas kemampuan berlebih seseorang, datanglah masalah. Kesabaran bisa diketahui setelah adanya musibah. Barangsiapa yang kurang sabar atas apa yang ditakutinya, maka sungguh hanya sedikit harapannya yang akan tercapai. Betah Menahan Lapar dan Haus dalam Rangka Menuntut Ilmu -Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keteranganketerangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan keapda manusia dalam buku (Al-quran), mereka itulah orang yang dilaknat Allah dan dialknat (pula) oleh mereka yang melaknat. Kecuali mereka telah bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya), merekan itulah yang aku terima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah [2]: 159-160). -orang-orang Muhajirin sibuk berjual beli di pasar, sedangkan orang Anshar repot mengurus harta mereka, sementara aku (Abu Hurairah) senantiasa menyertai Nabi SAW. -Terbentangnya jarak antara Ibrahim an-Nazhzham dengan Ibrahim bin Abdul Aziz yang disebabkan perbedaan pendapat adalah murni kerena Allah. Begitu pula, kedekatan mereka demi melindungi harkat kemanusiaan dan kemerdekaan berpikir juga karena Allah. Ibrahim bin Sayyar An-Nazhzham ini kelaparan sampai ingin makan tanah(bunuh diri), lalu dia terpaksa menjual gamis dan jubahnya. -Barangsiapa yang bercita-cita luhur, maka apapun yang dijumpainya selama proses menuju cita-cita akan terasa menyenangkan. Imam Ibnul Jauzi. -Abu Muhammad Abdurrahman bin Yusuf bin Khirasy al-Marwazi al-Bagadadi. Pernyataan Ibnu khirasy, Selama proses mencaari hadits, aku pernah meminum air kencingku sendiri hingga lima kali. Hal itu terjadi lantaran ia menyusuri padang pasir yang gersang demi mendengar dan menerima hadits. Akibatnya ia dicekik kehausan sepanjang perjalanan. Kehabisan Bekal dalam Menuntut Ilmu Bila cinta telah terpatri di hati, Maka segalanya terasa ringan Setiap halangan tak ubahnya debu Yang mudah disingkirkan ~Abul Atahiyah menyenandungkan,

Bila selama di dunia, hati seseorang masih berpegang kepada agama, maka harta duniawi yang terlepas darinya tidaklah terasa. Kisah Zaid bin Hubab al-Khurasani yang meriwayatkan hadits di balik pintu karena tidak punya baju saat ditemui Ali bin Harb. -Yaqub bin Sufyan al-Farisi al-Fasawi. Aku merantau untuk mencari ilmu selama 30 tahun, tutur Yaqub bin sufyan. Selama di rantau, aku selalu kehabisan uang. Saat malam, aku biasa menulis, kala siang aku membaca. -Hasan Ali bin Ahmad bin Husain bin Mahmuwaih al-Yazdi (473H-551H). Ia adalah seorang pakar fiqih mazhab Syafii, qiraah, dab hadits. Hasan al-Ali selalu tampil ceria dan berseri-seri, dermawan, qanaah, rendah hati, mengamalkan ilmu, dan produktif mengarang buku. Jumlah karyanya tak kurang dari 50 judul dalam berbagai cabang ilmu: hadis, fiqih, tasawuf. Menurut informasi as-Samani, Hasan Ali hanya memiliki satu jubah dan gamis yang dipakai secara bergantian dengan saudaranya. Bila satunya pergi, maka yang lain harus berdiam di rumah, begitu pula sebaliknya.

------semoga kisah-kisah yang telah dibaca bisa menjadi gambaran betapa nikmatnya orang-orang yang menuntut ilmu dan semoga ini semua menjadi sarana untuk mengantarkan rasa syukur kepada Illahi.

Anda mungkin juga menyukai