Putusan Perkara No. 28/Pdt.G/1999/PN.Yk jo. No. 106/Pdt/1999/PTY dan dilaksanakan tanggal 28 Januari 2002 seperti yang tertuang dalam Berita Acara Eksekusi dan Surat Penetapan Panitia tertanggal 5 Februari 2001. Pelaksanaan Eksekusi tersebut merupakan Eksekusi Paksa, karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakan secara sukarela. II. Ringkasan Dictum Putusan PN a. Dictum Putusan PN : Dalam Provisi : - Menyatakan tuntutan Provisi Penggugat tidak diterima. Dalam Konvensi : Dalam Eksepsi : - Mengabulkan eksepsi Tergugat I sampai dengan VI untuk sebagian; - Menyatakan gugatan tidak jelas/Kabur; - Menolak eksepsi Tergugat I sampai dengan Tergugat VI yang lain dan selebihnya. Dalam Pokok Perkara : - Menyatkan gugatan Penggugat tidak dapat diterima; - Menghukumn penggugat membayar biaya perkara yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 204.000,-. Dalam Rekonpensi : - Menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi I sampai dengan VI tidak dapat diterima; - Menyatakan biaya perkara dibebankan kepada Penggugat Rekonpensi I sampai dengan VI yang hingga kini ditaksir nihil. Dalam Konpensi/Dalam Rekonpensi : Menghukum Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 204.000,III.Analisis atas isi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta a. Dalam Pertimbangan Majelis Hakim : 1) Bahwa dalam pertimbangan Majelis Hakim pada Tingkat Banding terdapat Argumentasi yang kurang sinkron atau setidak-tidaknya kurang sempurna dan bahkan membingungkan, yang dapat mengurangi kualitas bobot pertimbangan hukum yang dijatuhkan atas pertimbangan dalam Provisi (vide : hal. 5 putusan), dimana materi dari Kepengurusan Yayasan Pendidikan Kerjasama dinyatakan dalam keadaan vakum atau kosong harus diputus sebelum pemeriksaan pokok perkara, faktanya putusan tingkat pertama belum memeriksa pokok perkara, sehingga terjadi pertimbangan hukum yang kontradiktif dengan fakta hukum yang ada. 2) Bahwa pada sisi lain tuntutan provisi tersebut dinilai terlalu prematur, hal mana tidak dijelaskan maksud dari tuntutan prematur tersebut batasan pengertiannya, tidak
dijelaskan sebagai sebuah pertimbangan hukum sehingga menjadi tidak dikabulkan, sebab argumentasi akan mengganggu kelancaran tugas pokok dalam mengelola pendidikan, merupakan argumentasi yang berdiri sendiri dan tidak menjelaskan pertimbangan tuntutan provisi lain. Tentang diserahkannya kepengurusan kepada Penggugat/ Pembanding kemudian untuk menyelenggarakan Rapat Pleno secara sah, demokratis, edukatif, sesuai Anggaran dasar dan Yayasan Pendidikan Kerjasama dan Peraturan Perundangan yang berlaku (vide : tuntutan Provisi ke-4 dari Penggugat/Pembanding). 3) Di dalam Eksepsi terdapat argumentasi pertimbangan hukum yang kurang sempurna, lebih tepat bila sengketa yang terjadi dalam perkara tersebut adalah sesama anggota pengurus dari sebuah Rapat Pleno Badan Pengurus yang mendasarkan pada Akta Perubahan Anggaran Dasar No. 159 tertanggal 27 September 1979 (vide: posita angka 10 juncto angka 4, 3, 2 dari gugatan Penggugat), sehingga para Tergugat digugat bukan secara pribadi namun selaku sesama anggota pengurus Yayasan Pendidikan Kerjasama. 4) Bahwa pertimbangan atas materi Eksepsi dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi lainnya tidak dapat dibenarkan, sebab materi Eksepsi yang dibatalkan atas putusan pada tingkat pertama mempunyai sifat yang berbeda, sehingga harus dipertimbangkan masingmasing sebelum menjatuhkan putusan, lebih-lebih putusan yang dijatuhkan telah memasuki materi pokok perkara dari sebuah gugatan Penggugat. 5) Sifat Eksepsi yang berdiri sendiri tersebut tidak mempunyai kualifikasi sebagai materi eksepsi yang bersifat alternatif dan bila salah satu Eksepsi ditolak materi dari Eksepsi selebihnya atau yang lain yang tidak ada relevansinya serta kemudian digeneralisir tidak perlu untuk dipertimbangkan. b. Dalam Eksepsi Kompetensi 1) Bahwa di dalam putusan PN Yogya No. 28/Pdt.G/1999/PN.YK, Para tergugat (I-VI) telah mengajukan jawaban eksepsi yang mempersoalkan kompetensi PN Yogyakarta, baik Kompetensi Absolut maupun Relatif dan untuk itu para Tergugat mohon putusan sela; 2) Bahwa dalam tingkat Banding PT Yogyakarta tidak terikat pada memori banding, namun tetap wajib melaksanakan tata tertib beracara yang baik, sebab PT Yogyakarta dalam putusannya menerima permohonan banding, membatalkan Putusan PN Yogyakarta, dan menyatakan mengadili sendiri; 3) Bahwa ternyata PT Yogyakarta masih tidak memeriksa dan tidak membuat pertimbangan hukum, yang isinya apakah menolak atau menerima eksepsi kompetensi baik absolut maupun relatif;
4) Bahwa dengan tidak adanya pemeriksaan dan tidak membuat pertimbangan mengenai fakta hukum tersebut PT Yogyakarta juga tidak membuat putusan sela tentang eksepsi kompetensi tersebut; 5) Bahwa putusan tentang kompetensi absolut dapat diputuskan di setiap tingkatan pengadilan; 6) Bahwa dengan adanya eksepsi mengenai kompetensi tersebut, sebelum memeriksa, member pertimbangan hukum dan memutuskan perkara tersebut, PT Yogyakarta, sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan judex factie, seharusnya memeriksa dirinya sendiri, apakah mempunyai kewenangan untuk memutus perkara tersebut yang dituangkan dalam bentuk putusan sela; 7) Bahwa dengan demikian, tidak adanya putusan sela dari PT Yogyakarta mengenai kompetensi (absolut dan relatif) berarti PT Yogyakarta tidak menjalankan kewajiban hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 125 (2) HIR, yang berbunyi : Akan tetapi jika Tergugat, di dalam surat Jawabannya yang tersebut dalam Pasal 121, mengemukakan perlawanan (eksepsi) bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya, maka meskipun ia sendiri atau wakilnya tidak hadir, ketua Pengadilan Negeri wajib memberi keputusan tentang perlawanan itu, sesudah didengarnya penggugat dan hanya jika perlawanan itu tidak diterima, maka ketua Pengadilan Negeri memutuskan tentang perkara itu.