Anda di halaman 1dari 26

Demam pada anak Dr.Darlan Darwis, Sp.

A(K) Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKUI Jakarta Pendahuluan Demam sejak dulu sudah dikenal sebagai tanda daripada penyakit. 30-40% alasan membawa anak ke dokter ialah demam. Sebelum anak dibawa ke dokter orang tua atau keluarganya biasanya bingung, tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Memanglah untuk dapat menanggulangi demam dengan tepat diperlukan pengertian yang baik tentang pengaturan suhu tubuh serta mekanisme pengobatan yang dapat meredakan demam. Fisiologi pengaturan suhu tubuh Manusia termasuk makhluk homeotermik yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu disekitarnya berubah. Baik ditempat berhawa dingin maupun ditempat berhawa panas suhu tubuh tetap sekitar 37oC. Hal ini dimungkinkan, karena sebagai makhluk homeotermik, manusia mampu mengatur keseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas dengan sempurna. Di tempat dingin, pembentukan panas ditingkatkan dan pengeluaran panas dikurangi. Sebaliknya, di tempat panas, pengeluaran panas yang ditingkatkan. Suhu tubuh Suhu tubuh merupakan hasil akhir dari proses pembentukan dan pengeluaran panas. Suhu tubuh adalah suhu dari bagian dalam tubuhnya seperti visera, hati, otak, yang diukur dari rektum, mult dan aksila . Suhu rektal merupakan penunjuk terbaik suhu tubuh, diukur dengan meletak termometer sedalam 3-4 cm dari anus selama 3 menit. Suhu oral memberi hasil hampir sama dengan suhu rektal. Suhu aksila lebih rendah dari suhu rektal. Suhu rektal 1o C lebih tinggi dari suhu oral dan suhu aksila1oC lebih rendah dari suhu oral. Pada makhluk poikilotermik suhu tubuhnya sesuai dengan suhu lingkungan. Pembentukan panas Panas bisa berasal dari dalam tubuh sendiri maupun dari luar misal suhu udara disekitar kita. Pembentukan panas oleh tubuh (termogenesis) merupakan hasil dari pada metabolisme tubuh yang menghasilkan panas 54 kJ setiap pemecahan satu molekul ATP. Dalam keadaan basal tubuh membentuk panas 1 kilo kalori/kg/jam. Jumlah panas yang dibentuk alat tubuh seperti hati dan jantung relatif tetap, sedangkan yang dihasilkan otot rangka berubah-ubah sesuai dengan aktivitas. Saluran gastrointestinal membentuk panas saat mencernakan makanan Pada aktivitas fisik, otot rangka segera membentuk panas dalam jumlah besar.

Pengeluaran panas Panas dikeluarkan terutama melalui paru dan kulit. Paru mengeluarkan panas melalui penguapan air udara ekspirasi yang berasal dari selaput lendir jalan nafas. Untuk menguapkan air ini diperlukan panas. Kulit mengeluarkan panas melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Pengeluaran panas melalui kulit tergantung pada perbedaan (gradient) suhu tubuh dan suhu sekitarnya. Pada evaporasi, air keluar dari kulit melalui perspirasi insensibilis yaitu difusi air melalui epidermis, dalam bentuk keringat. Untuk menguapkan keringat diperlukan panas yang diambil dari tubuh. Pusat pengatur suhu tubuh Suhu tubuh diatur oleh susunan saraf pusat yaitu hipotalamus melalui sistim umpan balik yang rumit. Hipotalamus karena berhubungan dengan talamus menerima seluruh rangsang aferen. Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf somatik dan saraf otonom, karena itu hipotalamus dapat mengatur aktivitas otot, kelenjar keringat, peredaran darah dan ventilasi paru. Keterangan suhu dari bagian luar tubuh diterima oleh reseptor panas di kulit yang diteruskan melalui saraf aferen ke hipotalamus. Keterangan suhu dari bagian dalam tubuh diterima langsung oleh reseptor di hipotalamus dari suhu darah yang memasuki otak. Distribusi panas dilaksanakan oleh sirkulasi darah. Panas dari sel bergerak ke cairan sekitarnya dan selanjutnya masuk sirkulasi darah. Keadaan suhu ini diolah oleh termostat hipotalamus yang akan mengatur pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan setpoint normal termostat hipotalamus yaitu sekitar 37C. Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur suhu yang bekerja bila reseptor di hipotalamus menerima informasi suhu lebih tinggi dari suhu tubuh misalnya karena berada ditempat panas atau karena peningkatan aktivitas fisik, maka mekanisme pengeluaran panas diaktifkan. Melalui saraf eferen hipotalamus anterior diatur vasodilatasi di kulit dan peningkatan pengeluaran keringat. Aliran darah dikulit dan subkutan membawa panas dan melepaskannya melalui permukaan tubuh. Keringat yang menguap membantu pengeluaran panas. Dengan demikian suhu tubuh tetap dipertahankan normal, sesuai dengan set-point termostat hipotalamus normal. Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur suhu tubuh yang bekerja bila reseptor di hipotalamus menerima informasi suhu lebih rendah dari suhu tubuh misalnya saat berada ditempat dingin Melalui saraf eferen hipotalamus posterior diatur peningkatan pembentukan panas dan penurunan pengeluaran panas. Peningkatan pembentukan dilakukan dengan meningkatkan metabolisme dan meningkatkan aktifitas otot rangka dalam bentuk menggigil (shivering). Pengeluaran panas dikurangi dengan cara

vosokonstriksi dikulit dan pengurangan pengeluaran keringat. Dengan demikian suhu tubuh tetap dipertahankan sesuai dengan set-point termostat hipotalamus normal. Pengaturan suhu tubuh yang sempurna ini diperlukan untuk aktivitas enzimatik yang optimal. Termoregulasi bayi baru lahir belum adekuat karena susunan saraf pusat belum sempurna. Peninggian suhu tubuh Peninggian suhu tubuh terdapat dalam dua bentuk yaitu hipertermia dan demam (fever). Hipertermia Pada hipertermia panas diperoleh dari luar seperti suhu lingkungan tinggi dan mandi air panas. Pusat pengatur suhu pada hipertermia tidak terlibat, set-pointtermostat hipotalamus normal, seperti pada heat stroke dan malignant hyperthermia. Demam Demam adalah peninggian suhu tubuh yang berhubungan dengan gangguan pusat pengatur suhu yaitu peninggian set-point termostat hipotalamus. Demam yaitu peninggian suhu tubuh di atas 38.5C, bersamaan dengan berbagai simptom umum seperti; tidak berkeringat, menggigil, merasa dingin, hiperventilasi dan vasokonstriksi dan sensasi subyektif lain. Klasifikasi peninggian suhu tubuh I. Set-point hipotalamus meningkat (fever) Pembentukan panas meningkat. Pengeluaran panas menurun. Penderita merasa dingin, terdapat piloerection, menggigil, ektremitas dingin, keringat tidak atau sedikit sekali. II. Set-point hipotalamus normal (hyperthermia). Pembentukan panas meningkat melebihi kemampuan pengeluaran panas yang normal. Penderita merasa panas, tidak ada piloerection, ekstremitas panas dan keringat banyak. Keadaan ini didapatkan pada malignant hyperthermia, hipertiroidisme, hipernatremia, keracunan aspirin, feokromositoma. Hal ini juga terdapat bila suhu udara diluar tubuh sangat tinggi atau bila memakai baju terlampau tebal. Keadaan lain set point hipotalamus normal ialah, pembentukan panas normal tetapi pengeluran panas berkurang atau tidak baik misalnya pada luka bakar, ektodermal displasia, keracunan akut antikolinergik seperti atropin. III.Kerusakan pusat pengatur suhu (central fever).

Penderita seperti makhluk poikilotermik, tidak bisa mempertahankan suhu tubuhnya terhadap perubahan suhu disekitarnya. Penderita sangat tergantung pada suhu luar. Suhu akan menetap, tidak dapat naik turun. Resisten terhadap antipiretika. Bila kerusakan hebat, keringat tidak ada. Sesudah tindakan surface cooling suhu tetap rendah. Mungkin juga terdapat gangguan neurologis dan endokrin seperti diabetes insipidus. Demam yang disebabkan oleh rusaknya pusat pengatur suhu mungkin disebabkan oleh penyakit yang langsung menyerang set-point hipotalamus, seperti ensefalitis, trauma kapitis, perdarahan hebat intra kranial, meningitis bakteriil, radiasi, tetraparesis atau paraparesis dimanan susunan saraf otonom tidak berfungs Etiologi demam Demam dapat disebabkan berbagai stimuli, yang paling sering adalah bakteri dengan endotoksinnya, virus, jamur, protozoa, rekasi imun, berbagai hormon, obat-obatan dan polinukleotida sintetik, semuanya disebut pirogen eksogen. Patogenesis demam Demam adalah reaksi alami terhadap berbagai penyakit. Pada demam set-point termostat hipotalamus ditinggikan dan dianggap sebagai perintah untuk meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas, sampai informasi suhu yang diterima reseptor di hipotalamus sesuai dengan set-point termostat yang sudah ditinggikan itu. Peninggian set point hipotalamus oleh endogenous pyrogen (EP). EP adalah glikoprotein yang mempunyai berbagai efek, terutama dibuat oleh makrofag dan monosit, juga oleh sel endotel dan astrosit. Pada setiap penyakit infeksi terdapat peningkatan lekosit PMN. Pirogen eksogen / endotoksin bakteri merangsang sel lekosit PMN membentuk dan menghasilkan sitokin yang disebut endogenous pyrogen (EP). EP berperan langsung secara sentral pada neuron termosensitif di daerah preoptik hipotalamus, meninggikan set-point termostat hipotalamus. Demam yang terdapat pada tumor, infark, infeksi virus, penyakit darah, penyakit kolagen, demam steroid, alergi, penyakit metabolik, juga terdapat pelepasan EP, tetapi sumber EP bukan PMN. Mekanisme yang dapat mengaktifkan EP belum diketahui. Juga belum diketahui bagaimana EP mempengaruhi pusat pengatur suhu dalam menimbulkan demam, mungkin dengan merubah lingkungan kimia neuron set-point hipotalamus. Metabolisme dan nasib EP belum diketahui. Bahan ini tidak dikeluarkan melalui sel retikuloendotelial. Sungguhpun EP diduga merupakan final common pathway dari patogenesis demam. EP tidak ditemukan pada demam yang disebabkan oleh obat-obatan seperti keracunan epinefrin, norepinefrin dan DDT. Endogenous pyrogen (EP).

EP terpenting adalah IL-1, IL-6 dan cachectin atau tumour necrosis factor (TNF). IL-1 dan TNF adalah EP yang mempunyai peranan penting dalam proses demam. Di hipotalamus IL-1 dan TNF memicu sintesis prostaglandin group E (PGE) dari asam arakidonat membran stoplasma sel target. Organum vasculosum laminae terminalis (OVLT) adalah tempat sitokin seperti IL-1 membuat PGE. Sitokin didalam OVLT melepaskan PGE, yang melintas blood-brain- barrier secara difusi dan menimbulkan efek pirogenik pada susunan saraf otonom didaerah preoptik hipotalamus anterior. PGE adalah mediator terakhir dalam patogenesis demam. Mekanisme persis bagaimana PGE meninggikan set-point termostat hipotalamus belum diketahui. Saat ini sedang diselidiki sel reseptor sitokin didalam OVLT, mekanisme pelepasan dan mekanisme PGE menyebabkan demam. Interferon juga mempunyai aktivitas pirogen. Demam dapat disebabkan oleh perubahan langsung pusat termoregulasi tanpa partisipasi pirogen eksogen dan endogen yaitu pada keadaan tumor otak, perdarahan dan tromosis intrakranial. Tatalaksana demam Bila penderita merasa dingin, menggigil, ekstremitas dingin, keringat sedikit atau tidak ada, terdapat piloerection dan vasokonstriksi berarti set-point termostat hipotalamus meninggi, artinya pembentukan panas meningkat dan pengeluaran panas berkurang. Kepada penderita ini diberikan antipiretika untuk merendahkan set-point hipoptalamus. Antipiretika bersifat antagonis terhadap EP. Antipretika terpilih untuk anak adalah asetosal, asetaminofen dan ibuprufen. Asetosal diberikan dengan dosis 10-15mg/kg/kali. Asetaminofen diberikan dengan dosis 10-15mg/kg/kali per oral dan rektal. Ibuprufen diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb/kali per oral dan rektal. Pembentukan panas harus dikurangi dengan mengontrol aktifitas otot. Bila menggigil dilakukan kompres hangat atau anak diselimuti atau memasang hyperthermic matress. Selain itu diberikan obat anti shivering seperti klorpromazin 0.5-1 mg/kg/kali dan sedativa. Pengeluaran panas ditingkatkan dengan vaso dilatasi kulit dan pengeluaran keringat. Selain bersifat anti shivering, klopromazin juga melebarkan pembuluh darah kulit. Vasodilatasi kulit dapat juga dilakukan dengan massage sehingga sirkulasi kulit menjadi Pengeluaran panas secara fisik tanpa merubah set point hipotalamus akan merangsang pembentukan panas lebih banyak lagi dan akan mempertinggi metabolisme.

Apakah peranan demam terhadap penyakit?. Menguntungkankah atau merugikan?. Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian daripada pertahanan tubuh, antara lain daya fagositosis meningkat dan viabilitas kuman menurun. TNF dan IL-1 meningkatkan respons imun dengan mengaktifkan sel-T dan merangsang produksi IL-2. IL-1 meningkatkan proliferasi sel-B. Hal yang menarik adalah proses ini optimum pada suhu 39.5oC. Demam diperkirakan merupakan faktor yang positif. Demam dan efek khusus IL1 dan TNF merupakan proses yang sangat terintegrasi yang terlibat pada respons terhadap infeksi dan proses inflamasi akut. Tidak mudah menentukan apakah demam diobati dengan antipiretik atau tidak. Antipiretik dapat menekan gejala demam namun apakah cukup beralasan menekan efek positif demam dan segala hal yang berhubungan dengannya. Proses demam tidak hanya memobilisasi sistem imun tetapi juga proses nutrisi sel dan aktivitas protektifnya. Namun demikian bila demam yang sangat tinggi, hiperpireksia dimana suhu tubuh lebih daripada 40.5C, perlu ditangani segera dengan sebaik-baiknya. Tatalaksana hipertermia Bila penderita merasa panas, tidak menggigil, tidak ada piloerection, keringat ada dan pada perabaan ekstremitas terasa panas, berarti set-point termostat hipotalamus normal. Kepada penderita ini dapat dilakukan pengeluaran panas secara fisik berupa external cooling atau internal cooling. External cooling atau surface cooling dilakukan dengan mengompres tubuh dengan air, air es atau memasang hypothermic matress suatu alat berupa selimut yang suhunya dapat dipertahankan antara 32-35oC. Dapat juga dengan mengipas penderita untuk mempercepat penguapan keringat. Pemakaian alkohol untuk mendinginkan kulit berbahaya, dapat menimbulkan koma dan hipoglikemia karena inhalasi alkohol menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Bila mengompres dengan alkohol perlu berhati-hati jangan sampai uap alkohol itu terhirup oleh bayi atau anak. Internal cooling dilakukan di rumahsakit dengan membilas lambung, rektum atau kandung kencing dengan larutan garam fisiologis dingin atau air es. Dapat juga diberikan cairan infus dingin. Internal cooling sukar melakukannya, tidak mengenakkan, dan masih kontroversial. Pendinginan berlebihan harus dicegah karena bisa menyebabkan vasokonstriksi, sehingga panas malah tidak dapat dikeluarkan . Pendingin dihentikan bila suhu sudah turun sampai 39oC Pemberian antripiretika pada hipertermia tidak berguna, malahan mungkin berbahaya. Tatalaksana central fever

Pengobatan central fever sulit. Pusat pengatur suhu di hipotalamus rusak karena penyakit yang langsung menyerang hipotalamus seperti ensefalitis, trauma kepala, perdarahan intra kranial, meningitis atau rusaknya saraf ototonom pada tetraparesis atau paraparesis. Hipeepireksia dapat merusak pusat pengatur suhu. Penderita ini seperti makhluk poikilotermik,tidak dapat mempertahankan suhu tubuh terhadap perubahan suhu luar, resisten terhadap antipiretika. Daftar pustaka 1. McCarthy PL. Fever in infants and chlidren. In: Mackowiak PA, ed. Fever mechanisms and management. New York: Raven Press, 1991;219-231 2. Clark WG. Antipyretic. In: Mackowiak PA, ed. Fever mechanisms and management. New York: Raven Press, 1991;297-340 3. Darwis D. Hiperpireksia. In. Sulistia G, Setiawati A, Handoko T, eds: KPPIK X FKUI, Jakarta, Panitia KPPIK X-Bagian Farmakologi FKUI,1979,27-31 4. McCarthy PL, Dolan JF. Hyperpyrexia in children. Eight-years emergency room experience. Am J Dis Child 1976;130:849 5. Simon HB. Extreme pyrexia. JAMA 1976;236:2419

Hiperpireksia Peningkatan suhu tubuh sampai 3 o C dari normal tidak mengganggu fungsi fisiologik, namun bila lebih dari 6 o C tidak kompatibel dengan kehidupan. Hiperpireksia adalah peninggian suhu tubuh di atas 41.1C.1,2 Hiperpireksia meningkatkan metabolisme tubuh dan secara langsung dapat merusak jaringan tubuh atau parenkim organ yang melibatkan seluruh sistim organ. Setiap kenaikan suhu tubuh 1C, tingkat metabolime basal meningkat 10-14% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Kebutuhan cairanpun meningkat karena pengeluaran air melalui paru dan kulit pada keadaan demam juga meningkat Sistim kardiaovaskular bekerja lebih berat. Frekuensi denyut jantung dan curah sekuncup meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Setiap suhu tubuh meningkat 1 o C frekuensi denyut jantung meningkat 10-15 kali permenit. Pada pemeriksaan elektrokardiografi dapat ditemukan takikardi supraventrikuler, ST-depression, perubahan gelombang T karena hiperkalemi dan tanda infark jantung. Mungkin juga ditemukan ekstrasistole karena toksik akibat infeksi atau tanda degenerasi miokard. Gangguan sirkulasi berupa syok hipovolemik, vasokonstriksi umum, penurunan perfusi serta hipoksia sering ditemukan, karena pengeluaran air melalui paru dan kulit meningkat. Hiperpireksia dan gangguan sirkulasi berupa syok sering ditemukan pada anak berumur kurang daripada satu tahun. Kelaianan darah yang sering dijumpai pada hiperpireksia ialah hemokonstrasi pada 60% kasus, DIC, hemolisis dan kelainan pembekuan darah (jarang). Sistim respirasi bekerja lebih berat. Terdapat keadaan hiperventilasi, voluma tidal meningkat 9% dan pengeluaran air melalui paru meningkat. Resisitensi paru bisa meningkat dengan akibat terjadi bendungan paru. Bila pusat pernafasan rusak, maka pernafasan menjadi tidak teratur atau ditemukan pernafasan Cheyne-Stokes. Gejala susunan saraf pusat dapat berupa koma, kejang, kelumpuhan. Pada pemeriksaan elektroensefalografi, didapatkan perlambatan difus. Bila batang otak rusak dan termostat hipotalamus terganggu, terjadi central fever. Bila suhu tubuh lebih dari 42.2 o C terjadi perubahan ireversibel di otak. Kerusakan otak yang terjadi, bersifat permanen. Gagal ginjal yang sering ditemukan pada hiperpireksia, karena perfusi ginjal menurun atau kerusakan langsung jaringan ginjal atau karena penumpukan mioglobin. Penurunan diuresis bersamaan dengan peningkatan katabolisme protein meningkatkan asidosis metabolik.
Hiperpireksia juga dapat mengganggu hati. Dalam 2-3 hari gangguan enzimatik belum berarti, serum bilirubun mungkin meningkat. Pada keadaan lanjut bisa terjadi kegagalan hati. Saluran gastrointestinal

dapat juga terpengaruh oleh hiperpireksia dengan berkurangnya sekresi getah pencernaan.

Hiperpireksia dapat menekan mekanisme imunologik Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering ditemukan ialah dehidrasi, karena pengeluaran air melalui paru dan kulit meningkat, dan hiperkalemia karena kerusakan jaringan otot. Gangguan homeostasis akan diperberat lagi oleh hiperosmolaritas. Kerusakan jaringan biasanya terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi daripada 41.1C. Jaringan yang paling mudah terkena ialah jaringan susunan saraf pusat dan otot. Kerusakan otot dapat terjadi dalam bentuk rabdomiolisis umum dengan akibat mioglobinemia. Gejala klinik hiperpireksia menggambarkan set-point hipotalamus tinggi. Produksi panas meningkat, terlihat aktivitas otot meningkat dalam bentuk menggigil / shivering. Pengeluaran panas menurun, terlihat kulit kering karena produksi keringat tidak ada dan ujung ekstremitas dingin karena vasokonstriksi. Sebagai kesimpulan gambaran klinik yang dapat ditemukan pada hiperpireksia adalah; suhu tubuh 41.1 o C, kulit kering tidak berkeringat, menggigil, merasa kedinginan, ujung ekstremitas dingin karena vasokonstriksi. Dapat dijumpai takikardia, takipneu, dehidrasi, syok hipovolemik,hipotensi, hipoperfusi, gangguan fungsi ginjal, oliguria / anuria, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, gagal napas, kejang dan penurunan kesadaran sampai koma. Tatalaksana hiperpireksia Hiperpireksia ialah suatu keadaan darurat medik yang perlu ditangani segera. Dalam penatalaksaan hiperpireksia diperlukan pengertian tentang mekanisme pengaturan suhu tubuh , patogenesis dan patofisiologi demam, serta mekanisme pengobatan yang dapat menurunkan suhu tubuh. Penderita hiperpireksia sebaiknya dirawat diruangan khusus dimana dapat dilakukan pengawasan klinik dan laboratorik terus menerus. Aliran udara diatur sehingga pertukaran udara baik dan suhu ruang dipertahankan rendah pada 26C. Suhu rektal, frekuensi denyut jantung, nadi dan pernafasan, serta aktifitas otot dicatat tiap 1 jam. Analisa gas darah dan elektrolit dilakukan secara berkala. Tujuan pengobatan hiperpireksia ialah mencegah kerusakan organ vital. Yang pertama sekali distabilkan ialah keadaan respirasi, sirkulasi dan metabolisme Ventilasi paru harus terjamin, jalan nafas harus terbuka. Penderita diberi oksigen melalui kateter naso faring atau masker dan kadar oksigen udara pernafasan harus diatur sehingga

mencukupi kebutuhan. Bila terdapat gagal nafas, dipasang pipa endotrakheal dan pernafasan dibantu dengan ventilator. Cairan diberikan secara intravenous fluid drip, untuk memberikan cairan, kalori dan untuk mempertahankan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jumlah cairan dapat mencapai 1.5 kali kebutuhan rumatan. Bila penderita mau, berilah dia minum seberapa dia suka. Bila penderita gelisah dapat diberikan sedativa, aktifitas penderita yang gelisah dapat menambah pembentukan panas Set-point hipotalamus diturunkan dengan antipiretika. Pembentukan panas dikurangi dengan mengontrol aktifitas otot. Bila menggigil dilakukan kompres hangat atau anak diselimuti. Selain itu diberikan obat anti shivering seperti klorpromazin 0.5-1 mg/kg/kali dan sedativa. Pada keadaan lebih berat otot dilumpuhkan dengan non-depolarizing muscle relaxant seperti tubokurarin atau pankuranium dan ventilasi dijamin dengan respirator. Pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan pengeluaran keringat. Selain bersifat anti shivering, klopromazin juga melebarkan pembuluh darah kulit. Vasodilatasi kulit dapat juga dilakukan dengan 'massage' sehingga sirkulasi kulit menjadi lebih baik. Kompres dingin tidak dilakukan pada keadaan set-point hipotalamus tinggi, karena anak lebih menggigil dan pembentukan panas lebih meningkat. Kompres dingin juga menyebabkan vasokonstriksi kulit dan pengurangan keringat sehingga pengeluaran panas berkurang. Kompres dengan alkohol juga tidak boleh dilakukan karena dapat terjadi keracunan alkohol. Antipiretika Antipiretik mempengaruhi respons hipotalamus terhadap pirogen. Set-point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal, sehingga perintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Antipiretik terpilih untuk bayi dan anak ialah asetaminofen, asetosal dan ibuprufen. Semua obat ini mempunyai cara yang sama dalam menurunkan suhu tubuh yaitu mempengaruhi respons hipotalamus terhadap pirogen.

Obat NSAD (nonsteroidal anti-inflammatory drugs) seperti aspirin menghambat pembentuk prostaglandin. Asetosal dapat mencegah pelepasan pirogen dari lekosit dan menekan pembentukan protaglandin yang sekarang dikenal sebagai inducer demam yang kuat. Kekurangan asetosal ialah efek sampingnya pada lambung, sistim pembekuan darah. Asetosal dapat diberikan dalam bentuk tablet atau bubuk dengan dosis 10-15 mg/kgbb/kali per oral. Saat ini asetosal tidak dianjurkan untuk anak dibawah 18 tahun dengan infeksi virus tertentu karena gangguan hati pada syndrome Reye.

10

Asetaminofen dapat diberikan per oral dalam bentuk tablet, bubuk, sirup dan supositoria dengan dosis 10-15 mg/kgbb/kali. Asetaminofen tidak mempengaruhi sistim pembekuan dan tidak menyebabkan perdarahan usus. Dalam dosis terapeutik asetaminofen lebih aman dan jarang menimbulkan efek samping. Sungguhpun begitu dalam dosis yang sangat besar bersifat toksik terhadap hati. Ibuprufen diperkenalkan sebagai antipiretik di Amerika Serikat tahun 1974 dan dapat diperoleh secara OTC (over-the-counter).4 Ibuprufen diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb/6jam per oral dan rektal. Ibuprufen sedikit lebih baik menurunkan demam tinggi diatas 39.5oC.3 Prognosis Hiperpireksia adalah gejala dari suatu penyakit. Prognosis hiperpireksia tergantung dari pada penyakit yang menyebabkan hiperpireksia itu. Bila penatalaksanaan penyakit utama dan hiperpireksia baik, kebanyakan kasus dapat sembuh daripada hiperpireksia dimana fungsi basal kembali normal. Kematian karena hiperpireksia 3-7%.

**
Ringkasan 1. Demam yaitu peninggian suhu tubuh sampai 38.5oC, merupakan bagian daripada pertahanan tubuh, tidak diperlukan pengobatan apapun kecuali minum banyak. 2. Bila suhu tubuh lebih dari pada 38.5 oC, anak menggigil, kulit kering, tidak ada keringat, ujung tangan dan kaki dingin, berarti set-point hipotalamus tinggi, lakukan kompres hangat atau anak diselimuti sampai keringat keluar, tidak menggigil lagi dan ujung tangan serta kaki teraba panas kembali. Selain itu diberikan anti piretika dan bila perlu klorpromazin. 3. Bila anak tidak menggigil, keringat ada, ujung tangan dan kaki hangat, berarti setpoint hipotalamus normal, dapat dilakukan pendinginan secara fisik dari luar dengan kompres dingin. 4. Perlu diingat demam hanyalah gejala daripada suatu penyakit. Penyakit utamanya tentu saja perlu diobati. Penyebab demam Demam dimulai dengan pembentukan pirogen endogen oleh beberapa kelompok: 1. Infeksi : bakteri, riketsia, klamida, virus dan parasit. 2. Reaksi imun : defek pada kolagen,kelainan imunologi dan imunodefisiensi dapatan. 3. Destruksi jaringan : trauma, nekosis atau infark lokal, reaksi inflamasi jaringan dan pembuluh darah (flebitis, arteritis), infark paru, cerebral, miokard dan rhabdomyolysis 4. Inflamasi spesifik : sarcoidosis, granulomatous hepatitis 5. Inflamasi intestinal dan proses inflamasi intraabdominal

11

6. Proses neoplastik denganpartisipasi sistem endothelial dan hemopoetik, tumor solid (tumor Grawitz ginjal, karsinoma pancreas, tumor paru dan sklelet, hepatoma). Demam merupakan komplikasi tumor solid, biasanya metastasis yang berhubungan dengan nekrosis tumor, obstruksi duktus atau infeksi 7. Gagal metabolic akut seperti arthritis urica, porfyria, Addison's crisis, thyreotoxic crisis, and feochromocytoma 8. Pemberian obat-obatan 9. Dehidrasi atau pemberian garam. Demam sering bersamaan dengan diare. 10. Pemberian protein asing (e.g. globulinum antitetanicum-antitoxic fraction of horse serum) Tahapan demam. Fase I: Prodromal phase or pre-report phase Dalam 15-90 menit terjadi pelepasan pirogen endogen akibat efek dari pirogen eksogen. Pirogen endogen melalui PGE mempengaruhi neuron termosensitif thermoregulatory center hipotalamus. Pada tahap ini terjadi resetting pusat pengatur suhu. Fase II: Phase of increase (stadium incrementi). Pusat pengatur suhu sudah di reset. Thermoregulatory center mempunyai dua kompartemen. Impuls dari kompartemen simpatik dikirim melalui serabut saraf simpatis keseluruh tubuh. Pada pembuluh darah kulit dan subkutan, menyebabkan vasokonstriksi, jadi mengurangi pengeluaran panas. Pada otot, hati dan jantung terjadi peningkatan pembentukan panas. Dari dua kejadian ini terjadi peningkatan suhu tubuh, namun pasien merasa kedinginan. Partisipasi termogenesis pada proses ini adalah melalui thyroxin dan triiodine thyronine. Termogenesis thyroxin dan aktivitas simpatis meningkatkan sistem kardiovaskular dan respirasi, begitu juga dengan metabolisme basal. Perubahan ini dapat diukur dengan meningkatnya utilisasi oksigen. Fase III: Climax phase (stadium acme). Suhu tubuh tertinggi sudah tercapai sesuai dengan reset thermoregulatory center. Suhu darah yang mengaliri pusat pengatur suhu sudah sesuai dengan reset, karena itu aktivasi konpatemen simpatis berhenti. Kompartemen parasimpatis pusat pengatur suhu diaktifkan dan mengeluarkan impuls yang menyebabkan vasodilatasi kulit dan penurunan resistensi vascular perifer. Perubahan ini menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik dan peninggian pembuluh darah arteri paru karena vasokonstriksi arteriol paru. Pasien merasa hangat, kulit kemerahan, berkeringat dan panas keluar melalui konduksi, radiasi dan evaporasi. Fase IV. Descent stage (stadium decrementi). Fase ini ditandai dengan penurunan suhu tubuh yang dapat bersifat litik dan kritis. Penurunan kritis berarti demam turun menjadi normal dalam 1-2 jam. Dengan turunnya suhu, frekuensi nadi dan respirasi juga turun. Penurunan suhu tubuh tiba-tiba pada demam yeang sudah berlangsung lama dapat menyebabkan krisis temperatur. Penurunan suhu, penurunan frehuensi nadi dan penurunan resistensi vascular perifer dapat

12

menyebabkan gagal sirkulasi, yang berbahaya untuk pasien dengan penyakit kadiovaskular dan orang tua. Tipe demam Berdasarkan kurva suhu terdapat beberapa tipe demam 1. Febris continua : demam dengan perubahan suhu kurang dari 1-24 jam 2. Febris septica-hectica : demam dengan perubahan suhu 3-5 3. Febris : demam dengan perubahan besar suhu 4. Febris intermittens: demam dengan cirri demam beberapa jam dan berakhir dengan peride apiretik. 5. Febris recurrens: demam yang berulang dalam beberapa hari 6. Febris undulans : demam dengan halwave lasts several days 7. Fever inversa: demam lebih tinggi pagi hari dari padi malam, kas pada penderita tuberculosis. Fever develops when cytokines increase the thermostatic set point in the hypothalamus which in turn results in increased body temperature via increased heat production and decreased heat dissipation. Hyperthermia is a distinct entity in which the thermostatic set point is normal but the heat control mechanism fails. Increased body temperature has positive effects (e.g. decreased bacterial growth, stimulation of host defence mechanisms) as well as negative effects (e.g. increased heart rate, oxygen consumption and metabolism). Whether fever is a friend or foe depends on the actual clinical circumstances. Antipyretic treatment should therefore not be applied routinely. In the case of pure hyperthermia (e.g. heat stroke), physical cooling is appropriate while in the case of fever the thermostatic set point must first be normalized with drugs before cooling can be applied. Fever is an excellent example of neuroimmunomodulation in that mediators of immunity initiate a pathway to raise the thermoregulatory set-point' resulting in behavioral and physiological responses that increase body temperature. This rise in temperature is thought to be adaptive facilitating host defenses. Many cytokines are endogenous mediators of fever (i.e. endogenous pyrogens), including interleukin (IL)-' 1 beta' IL-6 and others. Tumor necrosis factor-alpha may be both an endogenous pyrogen and an endogenous antipyretic or cryogen, depending on the nature of the inflammatory stimuli. Although there is evidence that cytokines within the hypothalamus initiate fever, recent findings indicate that the signal to increase these brain cytokines may be neural (i.e. from

13

peripheral nerves), rather than humoral (i.e. circulating endogenous pyrogen). There is overwhelming evidence in favor of fever being an adaptive host response to infection that has persisted throughout the animal kingdom for hundreds of millions of years. The administration of antipyretic drugs when possible is the preferred method of reducing temperature and any procedure that induces shivering should be avoided. The medication of choice Demam tidak berbahaya, tetapi menurunkan suhu tubuh membuat anak merasa lebih enak. Obat penurun panas tidak mengobati penyebab demam, tetapi membuat anak merasa lebih enak Acetaminophen, given at 10 to 15 mg per kg body weight every 4 hours; it can be given orally or rectally. Acetaminophen (TylenolTM, TempraTM, etc) comes in several different forms: drops for infants, chewable tablets, syrup, and tablets for older children. Give 10 to 15 mg for every kilogram the child weighs (one kilogram equals about t wo pounds). The dose may be repeated every 4 hours. Do not give more than 5 times in 24 hours. Give your child acetaminophen. This medication is available over the counter with different names, such as Tylenol, Panadol, Liquiprin and Tempra. Acetaminophen also comes in several forms, including drops, liquid, and tablets. Each form has a different strength, so read labels and follow directions carefully, paying particular attention to dosage instructions for age or weight. Don't expect acetaminophen to take the fever away. What acetaminophen can do is help children feel better so that they'll drink more fluids and take other self-care measures. Acetaminophen remains the antipyretic of choice. Ibuprofen appears to be slightly better at decreasing fevers over 103 F (39.5 C), and is given at 10 mg per kg every 6 hours. Liquid ibuprofen has been available by prescription in the US for about 5 years, and has recently been granted non-prescription status; there is no rectal form. Aspirin is NOT recommended for children under 18 years of age due to the risk of Reyes syndrome, a liver disorder associated with the use of aspirin and certain viral infections. DO NOT USE ASPIRIN UNLESS YOUR DOCTOR ADVISES IT. Do not give children aspirin. It has been associated with Reye's syndrome, a serious condition that can lead to coma and death. This guideline is especially important for children with chickenpox.
Aspirin has been identified as one factor contributing to the metabolic disorder that occurs. Since 1986 the FDA has required labels on all aspirin products warning about the association of aspirin use and RS. Media messages heightened public awareness regarding the alternatives to aspirin for analgesia and antipyretic use. Since 1988, the incidence of RS has decreased dramatically. RS is now more prevalent in older

14

adolescents who may self-medicate. Because early recognition of the disease is associated with decreased morbidity and mortality, it is important for health care providers to recognize the symptoms of RS. Unexpected vomiting and disturbed brain functioning following a viral illness are symptoms of RS in children and adolescents. In infants, the symptoms of RS may be more subtle, including diarrhea, respiratory disturbances, and seizures.

Physical methods of temperature control, such as tepid sponging, fanning, cold water baths, etc., increase discomfort and result in shivering and "goose-pimples" that increase body temperature. Alcohol sponging should NEVER be used. Temperature can also be brought down by warm water baths Cold water or ice water is not recommended as they can cause the blood vessels in the skin to constrict, and decrease the body's ability to get rid of extra heat. Also, cold or chilly water will cause the child to shiver, which will increase the body's internal heat. Alcohol baths are not to be used, since there is a small risk of alcohol poisoning. Tepid sponge baths are only slightly more effective than acetaminophen alone in reducing fevers' but may be useful for children with a history of febrile seizures or liver disease. Fever is a symptom, not a diagnosis. Kebanyakan anak dengan demam karena infeksi virus bukan bakteri, karena itu pemberian antibiotik tidak sesuai dan tidak efektif Perhatian untuk anak dengan demam Suhu tubuh lebih daripada 39.5 oC dan demam menetap lama Anak berumur kurang 6 bulan Kejang demam. Sekitar 3% anak berumur 6 bulan 6 tahun mendapat kejang demam paling kurang satu kali, biasanya bersifat familial. Kejang demam berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak merusak otak atau menyebabkan epilepsi. Seizures may also occur as part of a more serious infection, such as meningitis (an infection of the membrane and the fluid that covers the brain.) Therefore, any child with fever and a seizure should be promptly evaluated by a physician. Symptoms of serious illness. excessive listlessness, drowsiness, sleepiness, or lack of interest in surroundings irritability, fussiness, crankiness, inconsolable crying, high-pitched crying or screaming, weak cry poor skin colour or pallor rapid breathing (faster than 40 breaths per minute) difficulty breathing a fever with a rash excessive drooling Fever signals that the immune system is at work protecting the body from infection.

15

Monitoring your child for signs of illness Fever in children is a cue to look for other signs of illness, such as: Loss of appetite Vomiting or abdominal pain Irritability Unusual sleepiness Severe headache Persistent crying Inability to swallow Sore throat Difficulty in breathing Ear pain Pain with urination Provide comfort You can help your child feel more comfortable while allowing a fever to run its course: Keep your child at rest or quiet activity. Give your child plenty of fluids to prevent dehydration. Have your child put on looser, lighter clothing. If your child feels chilled, offer a blanket. Then remove the blanket when he or she feels warmer. Give infants a sponge bath in lukewarm water. Do not use alcohol for sponge baths, since it can be absorbed through the skin. Make sure the water is lukewarm--not cold. When to call the doctor Is less than 2 months old and has a temperature above 100.4 degrees Fahrenheit (38 degrees Centigrade) by rectum. Call even if your child otherwise seems fine just to be sure. Is between 2 and 3 months of age, has a temperature of more than 101 degrees Fahrenheit (38.4 degrees Centigrade) by rectum, and shows signs of illness as listed above. Is any age, if your child has a temperature of 104 degrees Fahrenheit (40 degrees Centigrade) or more by rectum. Has taken acetaminophen for three days and the fever persists with other signs of illness. Treat the child, not the thermometer Fever is one of the immune system's most effective adaptations for fighting infection. By raising the body's thermostat, the immune system creates a temperature that is too high for many bacteria and viruses to survive. Some researchers believe that fever has persisted throughout the animal kingdom for hundreds of millions of years. Fever is a sign of a disease. It means that the body is rushing white blood cells to fight off invading viruses or bacteria. This is why your "white count" is high when you have an infection. Children with fevers usually complain, act cranky, cry, become listless, and may have other symptoms, such as headache, sore throat, nausea, vomiting or diarrhea. However, your child can be sick without a fever. Pay attention to your child's behavior. If he or she acts sick, call your doctor.

16

Fever occurs when the hypothalamic thermoregulation center resets the temperature set point in response to a chain of events initiated by the inflammatory response. Febrile seizures are generally benign. Prognosis Akhirnya perlu diingat bahwa hiperpireksia hanyalah suatu gejala dan karena itu penyakit utama dan komplikasinya perlu ditangai dengan baik. Prognosis hiperpireksia tergantung dari pada penyakit yang menyebabkan hiperpireksia itu. Bila penatalaksanaan baik, kebanyakan kasus dapat sembuh daripada hiperpireksia dimana fungsi basal kembali normal. Kematian karena hiperpireksia 3-7%. ********** Subjective feeling of fever Sangat bervariasi. Pada kebanyakan kasus terdapat dyscomfort seperti headache, arthralgia, nyeri otot dan punggung yang penyebabnya belum jelas. Chills may accompany any fever. It is typical for pyogenic infections associated with bacteremia. It may also occur in noninfectious diseases such as vasculitis or lymphoma. Chills may be provoked by antipyretics that cause sudden decrease of body temperature. This effects of antipyretics is seen especially if they are given in the phase of increasing temperature. Sweating. Diffuse sweating usually occurs in culmination of fever. It may be very unpleasant for some persons. However, it is the natural reaction at the process of fever. Changes in mental condition are present in very young and very old persons. They may be very mild or may develop into delirant state. Expressive changes in mental condition may be sometimes observed in alcohol drinkers, cardiovascular patients, and senile persons. TNF- and IL-1 cause the release of -endorfins in the brain that may participate on changed mental condition. Spasms are present in children to 5 years of age. Most often they develop in the phase of increasing body temperature. Herpes labialis. Increased body temperature may activate latent virus of herpes simplex. From unclear reasons, it often occurs in pyogenic bacterial infections (pneumococcal, streptococcal, meningococcal), in malaria, and in ricketsioses. Herpes labialis to some extent a sign of suppressed cellular immunity. 2.4.Fever from the clinical point of view Demam pada penyakit infeksi Biasa berlangsung singkat, umumnya sampai 2 minggu.

17

Karakteristik dema pada infeksi : demam tiba-tiba, suhu tubuh lebih 38.5 o C tanpa menggigil / chills, symptom infeksi respirasi, muscle and joint ache, headache, nausea, vomitting, diarrhea, enlarged lymph nodes or spleen, meningeal symptoms, and dysuria. Hal yang sama terdapat pada acute leukemia or vasculitis. Long duration (weeks or months) is always a very serious problem. If it is not possible to determine the cause of fever at the beginning, it is called the fever of unknown origin (FUO). This term is used to describe fever lasting at least 2 weeks, reaching temperatures above 38,2 , and the cause of the origin is uncertain. Fever may last long in some infections with subacute or chronic course. Those may be hired abscess in the abdominal cavity or in the abdominal organs (abscess of the liver, spleen, subfrenic abscess, diverticulitis and an abscess in the small pelvis). Longlasting fever may also occur in renal infections and in intravascular infections (acute infections of the urinary tract, bacterial endocarditis). Unwanted are the iatrogenic infections at catheterisation or at fistula treatment. They cause big troubles and may have untypical course associated with fever. Deep mycosis and tuberculosis, complications of AIDS, complications of immunosuppressive treatment are accompanied by fever. Viral infections, ricketsioses and chlamydia infections are accompanied by fever and lymphadenopathy. Neoplastic processes are very serious problem. In some of them, fever of unknown origin may be present for a long time. Sometimes after months or even after year or two, other symptoms of neoplastic disease may be detected. In several cases fever has typical progress (Pel--Ebstein fever at Hodgkin's lymphoma). Acute leukemia may be, at the beginning, considered to be an infectious disease. The temperature reaches up to 40 . Fever may accompany also the solid tumours. The cause may be the obliteration of glandular ducts or necrosis of the tumour and/or metastatic spread. Diseases of connective tissue are accompanied by fever. It's present at rheumatic arthritis, periarteritis nodosa, systemic lupus erythematosus, and in polymyalgia rheumatica. There are many other disorders and changes of organism in which fever develops. Those may be hidden hematomas, hemolytic crisis, pulmonary embolisation, and thermoregulatory dysfunction at metabolic and endocrine disorders. Sometimes psychogenic fever may occur. It happens in patients with psychopathology or in pharmacofags. In these cases the frequency of heart beats even at high temperatures increase only slightly. Habitual hyperthermia (37,2--38 ) is detected in children and young women. It is associated with the signs of psychoneurosis, asthenia, complete weakness, and insomnia. They often have different unpleasant subjective feelings that force them to think about their high temperature.

18

Drug-induced fever is a serious problem. If we take into consideration that the patient with infection is treated by antibiotics that may cause fever, we find out that it's an excessive complex problem. Of medications that cause the fever the antibiotics are most frequent (especially -lactamase antibiotics and penicilins) but also sulfonamids, nitrofurantoin, antituberculotics, barbiturates and laxatives. Drug-induced fever doesn't have characteristic features. Most often it occurs 5 to 10 days after the start of treatment but it may occur also right after the first dose. Most probably, the drug acts like an exogenic pyrogen. Fever by Len Leshin, M.D.

Body temperature normally varies While there are many causes of pediatric fevers' they can be grouped into three general categories: fever with localizing signs' fever without localizing signs' fever of unknown origin. Children with a localized infection are treated with antibiotics' antipyretics' and parent education; children with fever of unknown origin are referred for more in-depth evaluation. The management of children presenting with fever without a source is discussed in detail. The majority of febrile children have non-bacterial upper respiratory tract infection and indiscriminate use of antibiotics is inappropriate' ineffective and leads to drugresistance such as the emergence of Penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae. Management of fever needs to take into account the toxicity' immune status and age of the patients as well as the source of the infection. Zealous overprescription of antipyretics needs to be avoided with attention directed to the cause of the fever' the child`s capacity to cope with the illness and parental education. Although the vast majority of fevers are caused by infectious agents' some solid tumors have fever as a presenting illness usually because of associated inflammation or infection secondary to the neoplasm. However' cancer cells can spontaneously produce cytokines' small proteins with multiple

19

biological properties. Some cytokines released by neoplastic cells are pyrogenic' ie' they produce fever directly by their action on the hypothalamic thermoregulatory center. Examples of malignant cells producing pyrogenic cytokines are renal carcinoma' lymphomas' and acute myelogenous and chronic myelogenous leukemias. The pyrogenic cytokines released by these cancers are interleukin-6' interleukin-1' tumor necrosis factor' and interferon' but others likely exist. Antipyretics reduce fever regardless of its causation; some studies suggest that fever caused by pyrogenic cytokines released from malignancies is preferentially reduced by nonsteroidal anti-inflammatory agents. Normal body temperature values are distributed in a Gaussian manner and are subJect to circadian variation. Therefore' the usually accepted upper limit of 37 degrees C for normal body temperature should be replaced by a value of 37.1 degrees C in the morning and 37.4 degrees C in the afternoon. The causes of fever in a child can vary from minor brief illnesses to life-threatening infectious' malignant' or autoimmune diseases. The physician often has to evaluate children with fevers of as yet undiagnosed cause lasting fewer than 2 weeks' in whom it is important to determine whether localizing findings are present. Fever without localizing signs and fevers complicating chronic disease and resulting from specific localized infection are considered in the sections concerning infectious causes' immunodeficiency diseases' and rheumatic diseases. Fevers without an obvious source usually have a benign outcome' although patients should be monitored for changes in symptoms. Of the children with periodic fevers' 29% were later found to have neurologic problems; the relation to the previous fevers is uncertain. The child with a fever is a common but sometimes difficult problem. The recognition of a serious bacterial infection is usually possible with careful clinical assessment. Occult bacteraemia may be missed and a plan of examination, investigation and management is outlined. The use of antibiotics and antipyretic treatment is discussed. Levels of IL1 alpha' IL1 beta' TNF alpha and IL8 showed no variations. In contrast' IL6 and IL1-Ra levels paralleled the fever spikes. TNF-sR75 levels were also correlated with the fever. CONCLUSION: Fever dynamics in systemic juvenile chronic arthritis may be partly related to cytokine variations. Reye's syndrome (RS) is a biphasic illness that occurs predominately in children and

20

adolescents. A prodromal viral illness (frequently influenza A or B or chicken pox) is followed by protracted vomiting and neurologic changes that start 3 to 5 days later, just when the child seems to be recovering.

RESULTS: Of the 6680 randomized patients, 6619 (99.1%) had a culture of their blood and a valid reported duration of fever. The median duration of fever in patients with bacteremia (n = 192) and without bacteremia (n = 6427) was the same, one to two days, but the mean rank of patients with bacteremia was significantly lower than that of patients without bacteremia (P + 0.0009). A significantly greater proportion of patients with fever fever or = 1 day (P = 0.004), and a significantly greater proportion of patients with fever fever or = 2 days (P = 0.009). The sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of fever Muscle activity is the principal source of body heat production' and elevated core body temperatures may occur in healthy exercising persons. Hyperpyrexia from sustained tonic muscle contractions can also occur in a number of pathological conditions. The present case of hyperpyrexia associated with dystonic posturing and sustained muscle contraction in a child with encephalopathy illustrates the importance of recognizing muscular activity in the generation of fever of unknown origin following central nervous system inJury. The pathophysiology' clinical features' and management of this uncommon cause of fever are discussed. Effect of fever on capillary refill time. Gorelick MH; Shaw KN; Murphy KO; Baker MD Pediatr Emerg Care, 13(5):305-7 1997 Oct CONCLUSIONS: Presence of fever does not have a clinically important effect on capillary refill time in children.

Brown fat yang terdapat di antara scapula, leher, aksila, sekitar aorta dan ginjal mempunyai peranan penting pada termogenesis bayi dan anak. Brown fat mempunyai vaskularisasi luas dan mitokondria besar didalam selnya. Bila white fat acts as featherbed, the brown one is an electrical pillow. Reseptor dingin mengalirkan informasi ke pusat termoregulasi yang selanjutnya meneruskan impuls ke serabut sareaf simpatis yang melepaskan morepinefrin di brown fat. Norepinefrin mengaktifkan enzim lipase yang memecah lemak menjadi gliserol dan

21

free fatty acid (FFA). Gliserol dan FFA tetap didalam sel dan dapat melakukan resintesis pada saat lain. Orang dewasa mempunyai sedikit brown fat. Proses oxidative meningkat selama demam yang ditunjukan dengan peningkatan utilisasi oksigen. Selama demam mungkin terdapat hiperglikemia. Secara umum katabolisme protein dengan keseimbangan nitrogen negatif dapat menyebabkan kehilangan protein 300 400 grams per hari. Pada periode penurunan demam , terdapat penurunan tekanan darah karena penurunan resistensi vascular dan bersamaan dengan bradikardia. Resisitensi paru bisa meningkat dengan akibat terjadi bendungan paru. Selama demam komponen protein patologik, hyaline casts, dan creatinine terdapat didalam urin, mungkin disebabkan kerusakan ginjal langsung akibat demam Pada penelitian suhu air mandi 40 o C selama beberapa jam tidak menyebabkan perubahan pada urin. Perubahan metabolic membaik pada fase poliuruia yang dimulai dengan menurunnya demam. Demam juga mengganggu fungsi saluran usus yaitu sekresi digestive juices, gangguan motilitas dan absorpsi. Perubahan fungsi GIT mungkin menyebabkan konstipasi yang mungkin memberikan efek catastrophical pada orang tua. Hypoptialisme bagian dari penurunan fungsi sekresi saluran usus. Pada hipoptialisme terdapat inflammation inflamasi mukosa buccal dan lidah tetap normal. Secara umum penurunan nafsu makan pasien berhungan langsung dengan aktifitas TNF dan perubahan fungsi saluran cerna. Hiperpireksia juga dapat mengganggu hati. Dalam 2-3 hari gangguan enzimatik belum berarti, serum bilirubin mungkin meningkat. Pada keadaan lanjut bisa terjadi kegagalan hati. Gangguan homeostasis akan diperberat lagi oleh menggigil, pengurangan keringat, hiperosmolaritas dan edema otak. Hiperpireksia menyebabkan vasokonstriksi umum, gangguan perfusi jaringan dan hipoksia. Vasokonstriksi kulit dan subkutan menyebabkan pengeluaran panas berkurang, sehingga suhu tubuh akan meningkat lagi dan keadaan hipoksia akan lebih diperberat lagi. Fungsi organ pada demam

22

Penurunan suhu tubuh dibawah 32.2 o C dapat menyebabkan confusion dan penurunan kesadaran secara bertahap. Bila suhu tubuh turun dibawah 30 o C terjadi fibrilasi ventrikel yang merupakan tanda fatal kondisi ini. Utility of fever. Demam tidak berbahaya. Demam adalah reaksi tubuh terhadap infeksi. Penyakit infeksi tanpa demam berarti prognosis buruk. Beberapa aspek infeksi dan inflamasi menyebabkan otak melakukan re-set thermostat nya. Setiap suhu dibawah re-set thermostat, dirasakan tubuh sebagai dingin dan tubuh mulai shivering untuk menaikkan suhu, dan pasien menggigil. Karena itu obat demam bukan merupakan target pengobatan. Alasan untuk mengobati demam adalah untuk comfort anak. Sistem imun bekerja lebih baik pada temperatur yang lebih tinggi dan kuman tidak dapat tumbuh pada suhu yang tinggi. Demam sedikit mengkatkan reaksi imun, kemotaktik, fagositik dan aktivitas baterisid lekosit polymorphonuclear dan merangsang proses pembentuk antibody. Demam menurunkan proliferasi mikroorganisme. Suhu tinggi menyebabkan penurunan kadar fe, zn dan cu didalam plasma yang mengganggu pertumbuhan mikroba Suhu tinggi menyebabkan destruksi lisosom dan sel secara keseluruhan yang merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri dan virus. Peningkatan produksi interferon juga merupakan antivirus. Secara umum demam adalah reaksi terhadap keadaan patologik, yang merupakan bagian mekanisme kompensasi dan mempunyai peranan penting pada proses pertahanan tubuh. Kejang yang berhubungan dengan demam pada anak berusia 4 bulan sampai 6 tahun biasanya berhubungan dengan peninggian suhu tubuh tiba-tiba, jarang karena demam yang tinggi. Demam ini biasanya berlangsung sebentar kurang dari pada 5 menit dan tidak membahayakan otak anak. Penurunan demam dengan cepat dapat membahayakan pasien karena penurunan tekanan darah cepat.

Except introduced activity in fever, IL-1 and TNF interfere with many mechanisms in an organism. Some of their effects are executed with the participation of metabolites of arachidonic acid. IL-1 and TNF- affect myelopoesis, release of neutrophils and enhancement of their functions. They cause vasodilatation and the increase the adhesivity of cells, increase the production of PAF and thrombomodulin by endothelial cells, proteolysis and glycogenolysis in muscles, mobilisation of lipids from adipocytes, proteosynthesis and glycogenolysis in the liver, induce proliferation of fibroblasts,

23

activate osteoclasts and the release of collagenase from chondrocytes, induce slow wave sleeping activity in the brain, the release of ACTH, beta endorfins, growth hormone and vasopressin, the release of insulin, cortisol, and catecholamines. TNF- and partially also IL-1 in longlasting operation may cause cachexia mainly by decreasing the appetite. It is so in chronic infections, inflammatory processes, and in neoplastic processes. Mekanisme yang dapat mengaktifkan EP belum diketahui. Juga belum diketahui bagaimana EP mempengaruhi pusat pengatur suhu dalam menimbulkan demam, mungkin dengan merubah lingkungan kimia neuron set-point hipotalamus. Metabolisme dan nasib EP belum diketahui. Bahan ini tidak dikeluarkan melalui sel retikuloendotelial. Glukokortikoid dan prostaglandins group E menghambat produksi IL-1 dan TNF. Pada percobaan setelah pemberian endotoksin, kadar TNF plasma meningkat dan terjadi demam. Peningkatan kadar IL-1 dan TNF juga terdapat pada sepsis. Produksi sitokin ini diatur oleh mekanisme umpanbalik positif. Makrofag juga diaktifkan oleh IFN yang meningkatkan produksi IL-1 dan TNF. Interferons, and especially IFN- (formed by T lymphocytes and NK cells) may enhance this reponse. Several parts of this complex response have protective and the others may have malignant consequences. Septicemia, or septic shock is an overshot response of the organism. In this complicated reaction of the organism, it is not easy to decide whether fever should be treated by antipyretics or not. John T. Stitt Professor of Epidemiology, Professor of Cellular and Molecular Physiology Ph.D., Queen's University at Kingston 1969 Prostaglandin E (PGE) is a final mediator in the pathogenesis of fever and that its site of action was located in the preoptic anterior hypothalamic region of the brain. This was important in establishing the mechanism of the antipyretic nature of nonsteroidal antiinflammatory drugs such as aspirin, which are now known to block prostaglandin formation. Organum vasculosum laminae terminalis (OVLT) was the site of action of cytokines such as Interleukin-1 in the production of PGE. These cytokines acted within the OVLT to release PGE, which in turn appears to cross the blood-brain barrier by diffusion and exert its pyrogenic effect on the autonomic nervous system in the adjacent preoptic anterior hypothalamic region of the brain. Current studies are investigating the nature of the cell receptors for cytokines in the OVLT, their mechanism of PGE release, and the mechanism by which PGE acts on the brain neuropil to induce fever. References: Stitt, John T. Prostaglandin, the OVLT and Fever. Chapter 17 in Neuro-Immunology of Fever. Bartfai, T. and Ottoson, D. (Eds.), London. Pergamon Press pp. 155-165, 1992.

24

Stitt, John T. Central Control of Temperature Regulation. Chapter 1 in Heat, Exercise and Thermoregulation. Lamb, D., Gisolfi, C., and Nadel, E. (Eds.), American College of Sports Medicine, Perspectives in Exercise Science and Sports Medicine, v 6, 1-39. Indianapolis. Benchmark Press, 1993. Etiologi hiperpireksia Penyebab hiperpireksia ialah infeksi 39%, infeksi bersamaan dengan kerusakan pusat pengatur suhu pada 32%, kerusakan pusat pengatur suhu saja 18%, pada 11% disebabkabkan oleh juvenile rhematoid arthritis, infeksi virus, dan reaksi obat. Pada feokromositoma hiperpireksia timbul secara tiba-tiba disertasi nyeri kepala dan keringat banyak. Bila pembentukan panas normal tetapi mekanisme pengeluaran panas tidak baik, penderita merasa panas, ektreimitas panas keringat sedikit. Gambaran / Gejala klinik demam Pada permulaan peningkatan suhu tubuh bersamaan dengan shivering otot, vasokonstriksi kulit dan piloerection. Keadaan ini disebut menggigil atau chills. Peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh rendahnya pengeluaran panas. Vasokonstriksi kulit dan subkutan menyebab kulit berwarna pucat, kering dan perasaan dingin. Pada saat yang sama pembentukan panas meningkat. Tonus otot meningkat dan terjadi spasme terutama pada anak. Bila vasodilatasi dikulit mulai, perasaan panas dan berkeringat. Aklhirnya perlu diingat bahwa hiperpireksia hanyalah suatu gejala dan karena itu penyakit utama dan komplikasinyan perlu ditangai dengan baik. Tujuan penatalaksanaan demam ialah mencegah kerusakan organ vital. suka. Pada keadaan hiperpireksia penderita dirawat di rumah sakit untuk pemberian cairan secara intravena. Intravenous fluid drip ,untuk memberikan cairan dan kalori serta untuk mempertahankan keseimbangan asam basa dan elektrolit didalam darah Ventilasi paru harus terjamin, jalan nafas harus terbuka dan kadar oksigen udara pernafasan harus diatur sehingga mencukupi kebutuhan. Bila perlu ventilasi dijamin dengan memakakai respirator. Penyebab hiperpireksia adalah infeksi 39%, infeksi bersamaan dengan kerusakan pusat pengatur suhu 32%, kerusakan pusat pengatur suhu saja 18%, dan pada 11% disebabkan oleh juvenile rhematoid arthritis, infeksi virus, dan reaksi obat.2 Hipertermia diatas 42oC biasanya disebabkan oleh heatstroke, keracunan dan efek samping anestesia, pada semua keadaan ini set-point hipotalamus normal. Tatalaksana umum

25

Aliran udara didalam ruangan diatur sehingga pertukaran udara menjadi lebih baik. Bila penderita gelisah dapat diberikan sedativa. Aktivitas penderita yang gelisah dapat menambah pembentukan panas. Bila penderita mau, berilah dia minum seberapa dia suka.

26

Anda mungkin juga menyukai