BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sifat koligatif merupakan sifat yang mengacu pada jumlah partikel. Sifat ini tergolong sifat fisis, yaitu meliputi penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik. Larutan yang dianmati sifat koligatifnya adalah larutan yang sangat encer dan zat terlarutnya tergolong nonvolatil, yaitu tidak mudah menguap. Diharapkan zat terlarut tidak mengganggu molekul-molekul air yang akan menguap atau membeku. Zat terlarut dapat menghambat gerakan molekul-molekul air. Makin banyak jumlah zat terlarut, makin banyak hambatannya, makin besar sifat koligatif larutan (Rufiati, 2011). Adanya perbedaan titik didih antara aquadest dengan larutan lainnya yang melatarbelakangi percobaan ini dimana akan dicari seberapa besar kenaikan titik didih untuk setiap run sampel percobaan.
1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana menentukan titik didih beberapa sampel dengan metode Landsberger dan bagaimana membuat grafik konsentrasi versus kenaikan titik didih.
1.3. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kenaikan titik didih dengan metode Landsberger dan membuat grafik konsentrasi versus titik didih.
1.4. Manfaat Percobaan Manfaat dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan titik didih dan mengetahui kenaikan titik didih pelarut aquadest dengan menggunakan metode Landsberger.
1.5. Ruang Lingkup Percobaan Pratikum Kimia Fisika modul Kenaikan Titik Didih ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan kondisi ruangan: Tekanan Udara Suhu : 760 mmHg : 30 oC
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sampel sukrosa (C12H22O11), kalium klorida (KCl), dan aquadest (H2O). Adapaun alat yang digunakan adalah pipa kapiler, pipa bengkok, labu destilasi, gelas ukur, erlenmeyer, dan gabus.
2.2. Kenaikan Titik Didih Titik didih larutan adalah suhu di mana tekanan uap adalah sama dengan tekanan eksternal. Untuk larutan yang mengandung zat terlarut nonvolatil, kenaikan titik didih berasal dari perubahan potensial kimia pelarut karena adanya Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia USU 3
zat terlarut. Karena zat terlarut adalah nonvolatil, larutan tersebut tidak menguap. Oleh karena itu, kurva untuk fasa uap adalah sama dengan yang untuk uap murni. Di sisi lain, karena cairan mengandung zat terlarut, potensi kimia berkurang pelarut (lihat kurva putus-putus). Titik-titik di mana kurva untuk uap memotong kurva untuk cairan murni dan zat terlarut sesuai dengan titik didih pelarut murni dan larutan, masing-masing. Kita melihat bahwa titik didih larutan (T`b) lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut murni (Tb).
Gambar 2.1. Plot Potensi Kimia versus Suhu untuk Menggambarkan Sifat Koligatif. (Chang, 2004)
Garis merah putus-putus menunjukkan tahap solusi. Tb dan T`b adalah titik didih dari pelarut dan solusi, dan Tf dan Tf adalah pembekuan poin dari pelarut dan solusi masing-masing. Gambar 2.2 menunjukkan diagram fasa air murni dan larutan berair. Setelah penambahan zat terlarut nonvolatil, tekanan uap larutan menurun pada suhu setiap. Akibatnya. titik didih larutan pada 1 atm akan lebih besar dari 373,15 K (Chang, 2004).
Gambar 2.2. Diagram Fasa Air Murni dan Air Dalam Larutan Berair yang Mengandung Zat Terlarut Non Volatil (garis merah terputus). (Chang, 2004) Keterangan gambar: Garis merah solid: Air murni
Garis merah terputus: Air dalam larutan berair yang mengandung zat terlarut non volatil
Titik didih cairan adalah suhu di mana tekanan uap yang menjadi sama dengan tekanan atmosfer. Tapi tekanan uap larutan selalu diturunkan karena penambahan non-volatile zat terlarut. Oleh karena itu, solusinya harus dipanaskan sampai suhu tinggi sehingga tekanan uap yang menjadi sama dengan tekanan atmosfer. Oleh karena itu, titik didih larutan memiliki zat terlarut nonvolatile lebih tinggi dari titik didih pelarut murni. Dengan kata lain, titik didih larutan dikatakan tinggi. Perbedaan antara titik didih larutan dan pelarut murni pada tekanan konstan tertentu dikenal sebagai elevasi titik didih larutan (Goel, 2006).
2.3. Aplikasi Percobaan Kenaikan Titik Didih Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan dengan Radiasi Gelombang Mikro Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzene dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut tersebut karena mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Lemak dan minyak adalah trigliserida dan triasilgliserol. Trigliserida alami adalah trimester dari asam lemak berantai panjang (C12 sampai C24) dan gliserol, merupakan penyusun utama lemak hewan dan minyak nabati. Trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan gliserol diubah menjadi monogliserida dan digliserida dengan bantuan katalis seperti natrium metoksida dan basa lewis lainnya. Hanya saja proses ini menghasilkan campuran yang terdiri atas 40-80% monogliserida, 30-40% digliserida, 5-10% trigliserida, 0,2-9% asam lemak bebas dan 4-8% gliserol. Minyak ikan mengandung asam lemak yang beragam. Kandungan asam lemak jenuh rendah sedangkan asam lemak tak jenuhnya tinggi terutama asam lemak tak jenuh rantai panjang yang mengandung 20 atau 22 atom C atau lebih. Beberapa asam ini termasuk EPA dan DHA. Biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6C22 dengan reaksi transesterifikasi. Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar, mempunyai sifatsifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Handayani, 2010).
Mulai
Ditambahkan metanol 30% berat minyak dan katalis H2SO4 0,5% berat minyak
Minyak ikan dicuci dengan akuades untuk menetralkan pH H2SO4 dalam minyak
Ditambahkan metanol dengan perbandingan antara metanol dengan minyak ikan 6:1, 12:1, 18:1, dan 24:1
A 7
Selesai
Gambar 2.3 Flowchart Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan (Handayani, 2010)
1 2 3 5 6 8 7 4
Gambar 3.1 Rangkaian Landsberger. Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Gabus Statif dan Klem Pipa Bengkok Gelas Ukur Labu Destilasi Kawat Kasa Bunsen Kaki Tiga
3.3. Prosedur Percobaan 3.3.1. Prosedur Kalibrasi a. b. Dirangkai alat yang akan digunakan. Labu destilasi diisi dengan air hingga 2/3 bagian volumenya, lalu ditutup dengan gabus yang dilengkapi dengan pipa kapiler.. c. Air dalam labu destilasi dipanaskan sampai mendidih, dan uapnya digunakan untuk mendidihkan aquadest dalam gelas ukur sebanyak 12,5 ml. d. Kemudian diukur suhu saat mendidihnya sebagai suhu kalibrasi.
3.3.2. Prosedur Kenaikan Titik Didih Metode Landsberger a. b. Dirangkai alat yang akan digunakan. Labu destilasi diisi dengan air hingga 2/3 bagian volumenya, lalu ditutup dengan gabus yang dilengkapi pipa kapiler. c. Gelas ukur diisi dengan air sebanyak 12,5 ml dan ditambahkan sampel kalium klorida (KCl) dan sukrosa (C12H22O11). d. e. Diaduk dan kemudian diukur volumenya sebagai V1. Air dalam labu destilasi dipanaskan sampai mendidih, dan uapnya digunakan untuk mendidihkan larutan dalam gelas ukur. f. g. h. Suhu pada saat larutan mendidih dicatat. Diukur volume larutan sebagai V2. Percobaan diulangi untuk run berikutnya.
Gelas ukur diisi dengan 12,5 ml aquadest Labu destilasi diisi dengan aquadest sampai 2/3 bagian volumenya
Tidak Apakah uap air dari labu Tidak destilasi sudah mendidihkan aquadest pada gelas ukur ?
Ya Suhunya dicatat
Selesai
3.4.2. Flowchart Percobaan Kenaikan Titik Didih dengan Metode Landsberger Mulai
Sebanyak x gram sampel KCl dilarutkan ke dalam 12,5 ml air dalam gelas ukur
Labu destilasi dipanaskan Tidak Apakah uap air dari labu Tidak destilasi sudah mendidihkan aquadest pada gelas ukur ?
Ya Suhunya dicacat
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Kenaikan Titik Didih dengan Metode Landsberger
4.1 Hasil 4.1.1 Kalibrasi Pelarut Pelarut yang dipakai V pelarut awal (V0) Titik didih kalibrasi : Aquadest (H2O) : 12,5 ml : 96 oC
4.2 Penentuan Titik Didih Dengan Metode Landsberger 4.2.1 Sampel Kalium Klorida (KCl) Tabel 4.1 Hasil Percobaan untuk Sampel Kalium Klorida Run W (gr) I II III 0,1 0,3 0,4 V1 (ml) 12,5 12,5 12,5 V2 (ml) 19 19,5 17,5 m1 m2 Td (oC) Td (oC) 97,3 97,4 98,2 1,3 1,4 2,2
% ralat
% ralat 70,44%
4.2.2 Sampel Sukrosa (C12H22O11) Tabel 4.2 Hasil Percobaan untuk Sampel Sukrosa Run I II III W (gr) 0,2 0,4 0,5 V1 (ml) 12,5 12,5 12,5 V2 (ml) 20 19,2 19 m1 m2 Td (oC) Td (oC) 96,2 96,3 97,5 0,2 0,3 1,5
% ralat
% ralat 65,94%
4.3 Pembahasan 4.3.1 Pengaruh Molalitas Kalium Klorida (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan Kalium Klorida (Td) Gambar 4.1 adalah grafik yang menyatakan pengaruh molalitas Kalium Klorida (m) terhadap kenaikan titik didih larutan Kalium Klorida (Td) yang dinyatakan sebagai berikut :
Gambar 4.1 Pengaruh Molalitas Kalium Klorida (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan Kalium Klorida (Td) Dari gambar ditunjukkan bahwa molalitas Kalium Klorida (m) berbanding lurus dengan kenaikan titik didih larutan Kalium Klorida (Td). Pada run I
dengan konsentrasi 0,073 molal diperoleh kenaikan titik didih (Td) 1,3 oC, pada run II dengan konsentrasi 0,215 molal diperoleh kenaikan titik didih (Td) 1,4 oC dan pada run III dengan konsentrasi 0,294 molal diperoleh kenaikan titik didih (Td) 2,2 oC. Secara teori larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listik. Sifat koligatif larutan elektolit menyimpang dari sifat koligatif larutan non elektrolit. Secara umum sifat koligatif larutan elektrolit lebih besar daripada larutan non elektrolit untuk konsentrasi larutan yang sama. Larutan elektrolit yang mengalami ionisasi sempurna ( derajat ionisasi = 1) maka nilai i mendekati jumlah partikel ion yang diuraikan. Dengan mengukur i, maka pengukuran sifat koligatif larutan elektrolit dapat ditentukan dengan hubungan berikut : Td = Kd . m. i Keterangan: Td = kenaikan titik didih (oC) Td = titik didih (oC) m = molalitas (molal) Kd = tetapan kenaikan titik didih molal (oC/molal) i = faktor Vant Hoff Semakin kecil konsentrasi larutan elektrolit, harga i semakin besar, yaitu semakin mendekati jumlah ion yang dihasilkan oleh satu molekul senyawa elektrolitnya. Untuk larutan encer, yaitu larutan yang konsentrasinya kurang dari 0,001 m, harga i dianggap sama dengan jumlah ion (Suryani, 2011). Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori. (Laksono, 2004)
4.3.2 Pengaruh Molalitas Sukrosa (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan Sukrosa (Td) Gambar 4.2 adalah grafik yang menyatakan pengaruh molalitas Sukrosa (m) terhadap kenaikan titik didih larutan Sukrosa (Td) yang dinyatakan sebagai berikut :
Gambar 4.2 Pengaruh Molalitas Sukrosa (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan Sukrosa (Td) Dari gambar ditunjukkan bahwa molalitas Sukrosa (m) berbanding lurus dengan kenaikan titik didih larutan Sukrosa (Td). Pada run I dengan konsentrasi 0,030 molal diperoleh kenaikan titik didih (Td) 0,2 oC, pada run II dengan konsentrasi 0,047 molal diperoleh kenaikan titik didih (Td) 0,3 oC dan pada run III dengan konsentrasi 0,080 molal diperoleh kenaikan titik didih (Td) 1,5 oC. Secara teori larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listik. Sifat koligatif larutan elektolit menyimpang dari sifat koligatif larutan non elektrolit. Secara umum sifat koligatif larutan elektrolit lebih besar daripada larutan non elektrolit untuk konsentrasi larutan yang sama. Faktor Vant Hoff untuk non elektrolit = 0 dan n adalah 1, Raoult menyederhanakan ke dalam persamaan : Tb = Kd . m dimana: Tb = kenaikan titik didih larutan Kd = tetapan kenaikan titik didih molal pelarut (kenaikan titik didih untuk 1 mol zat dalam 1000 gram pelarut) m = molal larutan (mol/100 gram pelarut) Semakin kecil konsentrasi larutan elektrolit, harga i semakin besar, yaitu semakin mendekati jumlah ion yang dihasilkan oleh satu molekul senyawa Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia USU 17 (Laksono, 2004)
elektrolitnya. Untuk larutan encer, yaitu larutan yang konsentrasinya kurang dari 0,001 m, harga i dianggap sama dengan jumlah ion (Suryani, 2011). Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori.
5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan untuk percobaan ini adalah : 1. Ditambahkan jumlah run pada setiap sampel agar memperoleh banyak perbandingan. 2. Sumber panas yang digunakan sebaiknya konstan dan merata, contohnya menggunakan heating mantle. 3. Termometer hendaknya tidak menyentuh dinding gelas ukur atau bagian bawah gelas ukur sehingga suhu yang didapat merupakan suhu larutan. 4. Ujung pipa kapiler hendaknya berada tepat pada permukaan larutan dalam labu distilasi sehingga uap air yang terbentuk tidak hilang terlalu banyak. 5. Digantinya larutan sampel yang akan diuji dengan larutan lainnya, misalnya larutan asam oksalat untuk memvariasikan hasil percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Rufiati, Etna. 2011. Penalaran Sifat Koligatif Larutan. Surabaya: Universitas Airlangga. Dogra, S dan Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Arnikar, J; Kadam, S.S; dan Gujar, K.N. 1992. Essential of Physical Chemistry and Pharmacy. Bombay: Bindu Art Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Bineka Cipta Chang, Raymond. 2004. Physical Chemistry for the Biosciences. USA: University Science Books. Goel, A. 2006. Conceps of Physical Chemistry. New Delhi: Discovery Publishing Home. Handayani, Septi Puji. 2010. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan dengan Radiasi Gelombang Mikro. Surakarta: Universitas Sebelas Maret