Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA OBAT


“PENURUNAN TITIK BEKU & KENAIKAN TITIK DIDIH”

OLEH:
KELOMPOK II & III
STIFA A 2021

ASISTEN: JESIKA NOVITA SANGRAPU

LABORATORIUM FARMASETIKA
PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada dasarnya larutan merupakan campuran yang homogen
sehingga setiap bagiannya mempunyai perbandingan yang tetap antara
zat terlarut dan zat pelarut. Zat pelarut mempunyai jumlah lebih banyak
dan dapat menguraikan zat terlarut menjadikan ukuran lebih kecil atau
lebih sederhana (Suyatno, 2015).
Sifat larutan dapat dibagi menjadi dua yaitu sifat larutan yang
ditentukan oleh jenis zat terlarut seperti rasa, warna, viskositas, dan pH.
Dan juga sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarut
dalam larutan yang dimana memiliki arti bahwa larutan yang mempunyai
konsentrasi sama akan mempunyai sifat yang sama juga walaupun jenis
zat terlarutnya berbeda. Sifat dari larutan tersebut adalah seperti
penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan
tekanan osmosis (Suyatno, 2015).
Penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku,
dan tekanan osmosis merupakan contoh dari sifat koligatif larutan, yaitu
sifat yang bergantung hanya pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak
bergantung pada jenis partikelnya. Jadi, suatu larutan yang berbeda
jenisnya, namun memiliki jumlah partikel yang sama akan memiliki sifat
koligatif yang sama pula (Nana, 2007).
Sifat koligatif larutan merupakan konsep dalam kimia fisika yang
banyak digunakan dalam industri farmasi, seperti pada pembuatan cairan
fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah
dan jaringan pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut
hipotonik atau hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada
darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah
ke dalamnya, maka akan terjadi krenasi pada darah. Apabila hal ini terjadi
dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat
menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dengan
farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh
pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku ataupun kenaikan
titik didih yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif
pada suatu sediaan).
Dari perannya saja, maka dilakukanlah percobaan sifat koligatif
larutan untuk menunjukkan pengaruh inonisasi terhadap suatu larutan dan
menunjukkan penurunan titik beku (∆𝑇𝑓) dan kenaikan titik didih (∆𝑇𝑏)
serta memperoleh konstanta penurunan titik beku (𝐾𝑓) dan konstanta
kenaikan titik didih (𝐾𝑏) (Nisa, 2011).
I.2 Maksud dan tujuan percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah mengetahui dan
memahami penurunan titik beku dan kenaikan titik didih suatu larutan.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui
penurunan titik beku dan kenaikan titik didih pada sampel (asam askorbat
dan sukrosa) serta menententukan dan memahami pengaruh jenis zat
terlarut terhadap pelarut murni.
I.3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini berdasarkan Hukum Raoult yang menyatakan
bahwa penurunan titik beku larutan, sebanding dengan konsentrasi
larutan yang dinyatakan dengan metode molaritas, sedangkan prinsip
percobaan untuk kenaikan titik didih adalah apabila zat padat yang tidak
mudah menguap dilarutkan dalam pelarut, maka tekanan uap akhirnya
akan turun sehingga titik didih larutan akan naik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
  II.1.1 Sifat Koligatif Larutan
Hukum Raoult merupakan dasar dari empat macam sifat larutan
encer yang disebut sifat koligatif. Kata koligatif  berasal dari
kata colligare yang berarti berkumpul bersama, karena sifat ini bergantung
pada pengaruh kebersamaan (kolektif) semua partikel dan tidak pada sifat
dan keadaan partikel. Sifat koligatif larutan ada empat macam yaitu
penurunan tekanan uap (ΔP), kenaikan titik didih (ΔTb), penurunan titik
beku (ΔTf) dan tekanan osmosis (π). Sifat kologatif dapat digunakan untuk
menentukan massa molekul relatif suatu zat (Achmad, 1996):
a. Tekanan uap (ΔP)
Tekanan uap adalah sifat koligatif larutan dimana suatu larutan
memiliki tekanan uap yang lebih rendah daripada pelarut murninya.
Penurunan tekanan uap disebabkan oleh adanya zat
terlarut nonvolatile (tidak mudah menguap) yang memiliki interaksi
dengan pelarut murni, dan membuat molekul-molekul pelarut murni
menjadi lebih sulit untuk menguap.
b. Kenaikan Titih Didih (ΔTb)
Kenaikan titik didih adalah sifat koligatif larutan dimana titik didih
suatu larutan lebih tinggi daripada pelarut murninya. Kenaikan titik didih
disebabkan oleh adanya zat terlarut nonvolatile (tidak mudah menguap)
yang “menghalangi” molekul-molekul pelarut untuk menguap, sehingga
menyebabkan suatu larutan lebih sulit untuk mencapai titik didihnya. 
c. Penurunan Titik Beku (ΔTf)
Penurunan titik beku adalah sifat koligatif larutan dimana zat
terlarut yang ditambahkan akan menurunkan titik beku dari pelarut
murni nya. Penurunan titik beku disebabkan oleh adanya partikel zat
terlarut yang menghalangi sesama molekul pelarut untuk saling
berinteraksi membentuk fasa padatnya.
d. Tekanan Osmosis (π)
Tekanan osmotik larutan adalah tekanan yang dibutuhkan untuk
menghentikan proses osmosis. Tekanan osmotik larutan disimbolkan
sebagai π dan memiliki satuan atm (tekanan atmosfer). Adapun rumus
dari tekanan osmosis yaitu (Ferdina, 2019) :
Π = M.R.T
Ket:
Π : Tekanan osmosis (atm)
M : Konsentrasi Larutan (mol/L)
R : Tetapan gas (0,082 L atm mol/K)
T : Suhu (K)

Gambar 2.1 Grafik Tekanan Osmosis (Ferdina, 2019)


II.1.2  Kenaikan Titik Didih Larutan (∆Tb)
Jika pada suhu tertentu, suatu pelarut murni (air) ditambahkan zat
terlarut misalnya gula pasir, maka tekanan uap air akan turun. Jika
semakin banyak zat terlarut yang dilarutkan, maka makin banyak
penurunan tekanan uapnya. Hal ini mengakibatkan larutan gula belum
mendidih pada suhu 100 °C. Agar larutan gula cepat mendidih, diperlukan
suhu yang cukup tinggi, sehingga tekanan uap jenuhnya sama dengan
tekanan uap di sekitarnya. Adanya penambahan zat terlarut ini dapat
menghalangi penguapan partikel pelarut. Sehingga, penguapan partikel-
partikel pelarut membutuhkan energi yang besar. Selisih antara titik didih
larutan dengan titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik didih (ΔTb)
(Khoirunnisa, 2012).
ΔTb  =  Tb larutan – Tb pelarut
ΔTb  =  Tb - Tb°

Gambar 2.2 Grafik Tekanan Uap Larutan (Khoirunnisa, 2012)


Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada setiap saat
tekanan uap larutan (P) selalu lebih kecil dari tekanan uap pelarut murni
(P°). Sehingga grafik tekanan uap larutan selalu ada di bawah pelarut dan
titik didih larutan akan lebih tinggi dari pelarut murninya (Suryani, 2011).
Kenaikan titik didih yang disebabkan oleh 1 mol zat yang dilarutkan
dalam 1000 gram zat pelarut mempunyai harga yang tetap
disebut tetapan kenaikan titik didih (Kb). Perhatikan grafik berikut ini
(Laksono, 2010) :

Gambar 2.3 Grafik Kenaikan Titik Didih (Laksono, 2010)


Menurut hukum Roult, kenaikan titik didih (ΔTb = boiling point
elevation) sebanding dengan hasil kali kemolalan larutan (m) dengan
kenaikan titik didih molal (Kb). Kenaikan titik didih dapat dirumuskan
sebagai berikut (Khoyriyah, 2014) :
g 1000
ΔTb  =  m x Kb atau ∆Tb = Kb X X
Mr P

Ket:
∆Tb : Titik Didih Molal
M : Molalitas
Kb : Tetapan Kenaikan Titik Didih
Berikut ini adalah nilai harga Kb dari beberapa pelarut (Nisa, 2011) :

Pelarut Titik Didih (°C)        Kb (Cmolal-1)

Air 100 0,52

Aseton 56,5 1,75

Etanol 78,4 1,20

Benzena 80,1 2,52

Etil Eter 34,6 2,11

II.1.3 Penurunan Titik Beku Larutan (∆Tf)


Titik beku larutan ialah temperatur pada saat larutan setimbang
dengan pelarut padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih
rendah dari pelarutnya. Rumus-rumus penemtuan titik beku hanya berlaku
apabila pada pembekuan yang memisah pelarut padat (Fitriana, 2018).
∆Tf = Kf.(1-k)m
∆Tf = Tf°-Tf
Bila zat padatnya tak murni, ada dua kemungkinan Kalau zat
padatnya lebih mudah larut dalam pelarut cair, k < 1, jadi 1 - k positif disini
terjadi penurunan titik beku. Kalau zat padatnya lebih mudah larut dalam
pelarut padat, k > 1, jadi 1 – k negative disini terjadi kenaikan titik beku
(Sukardjo, 2004).
Titik beku atau titik leleh suatu senyawa murni adalah temperatur
dimana fase padat dan fase cair berada dalam kesetimbangan pada
tekanan 1 atmosfer (atm) (Rokhima, 2015).
Solut yang tak menguap akan merendahkan tekanan uap larutan.
Fenomena ini juga mempengaruhi sifat fisika lain dari larutan, terutama
titik beku dan titik didihnya. Titik didih normal adalah suhu di mana
tekanan uap dari cairan sama dengan 1 atm. Sedanngkan titik beku
normal adalah suhu di mana garis kesetimbangan padat-cair akan
berpotongan garis tekanan 1 atm (Ahmad, 2005).
Jika ∆Tf tidak besar sekali dan larutan tersebut ideal. ∆H peleburan
adalah panas peleburan molar dari pelarut, X2 adalah fraksi mol zat
terlarut dan Tf adalah titik beku sebenarnya. Untuk larutan sangat encer
dan yang bersifat ideal Persamaan di atas menjadi lebih sederhana, yaitu
(Tedy, 2017) :
∆Tf = Kf .m
g 1000
∆Tf = X X Kf
Mr P
Keterangan:
∆Tf = penurunan titik beku
Kf = tetapan penurunan titik beku molal atau tetapan krioskopik
m = kemolalan
Di mana Kf adalah konstanta penurunan titik beku dan dinyatakan sebagai
(Haryati, dkk., 2019) :
Kf = (MRT^2)/(∆H lebur 1000)
Di mana M adalah bobot molekul pelarut, dan m adalah molalitas zat
terlarut. Dengan bantuan penurunan titik beku, kuantitas seperti bobot
molekul zat terlarut, aktivitas dan koefisien Aktivitas, konstanta disosiasi
dari elektrolit lemah dan faktor vant hoff dapat ditentukan (Putri, 2016).
II.1.4. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit
Sifat koligatif larutan ditentukan oleh jumlah partikel (ion, molekul)
dalam larutan. Oleh karena itu, untuk konsentrasi yang sama, sifat koligatif
larutan elektrolit akan berbeda dengan sifat koligatif larutan non-elektrolit.
Hal ini dikarenakan jumlah partikel dalam larutan elektrolit akan lebih
banyak karena adanya proses ionisasi zat terlarut (Mairisiska, 2014).
Zat elektrolit jika dilarutkan akan terionisasi menjadi ion-ion yang
merupakan partikel-partikel di dalam larutan. Hal ini menyebabkan jumlah
partikel pada satu mol larutan elektrolit lebih banyak daripada larutan
nonelektrolit. Misalnya, larutan nonelektrolit C 6H12O6, jika dimasukkan ke
dalam air menghasilkan 1 mol partikel, sehingga larutan C 6H12O6 1 M akan
membeku pada suhu 1,86 °C di bawah titik beku air murni (Satrio, 2016).
Sedangkan 1 mol larutan elektrolit NaCl mengandung 2 mol partikel,
yaitu 1 mol Na+ dan 1 mol Cl–. Larutan NaCl 1 M sebenarnya mengandung
1 mol partikel per 1.000 gram air, jadi secara teoretis akan menurunkan
titik beku 2 × 1,86 °C = 3,72 °C (Satrio, 2006).
Banyaknya ion yang dihasilkan dari zat elektrolit tergantung pada
derajat ionisasinya (α). Larutan elektrolit kuat mempunyai derajat ionisasi
lebih besar daripada larutan elektrolit lemah, yaitu mendekati satu untuk
larutan elektrolit kuat dan mendekati nol untuk larutan elektrolit lemah
(Khaerunnisa, 2012).
II.2 Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979 : Hal. 90)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air murni, aquadest
RM/BM : H 2 O /18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan : -
Titik Didih : 100°C
Titik Beku : 0°C
Penyimpanan : Jika dikemas gunakan wadah non reaktif yang
dirancang untuk mencegah masuknya mikroba.
Kegunaan : Sebagai sampel
2. Asam Askorbat (Dirjen POM, 2020 : Hal. 175)
Nama Resmi : ASCORBIE ACID
Nama Lain : Asam Askorbat, vitamin C
RM/BM : C 6 H 8 O6/176,13
Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning warna
menjadi gelap karena pengaruh cahaya. Dalam
larutan cepat teroksiidasi, melebur pada suhu
lebih kurang 190°
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar laarut dalam
etanol; tidak dalam kloroform, dalam eter dan
dalam benzen.
Titik Didih : 190°C
Titik Beku : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya.
Kegunaan : Sebagai sampel
3. Natrium Klorida (Dirjen POM, 2020 : Hal. 1225)
Nama Resmi : SODIUM CHLORIDE
Nama Lain : Natrium klorida, garam dapur
RM/BM : NaCl/58,44
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk
hablur, putih rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin; sukar
larut dalam etanol
Titik Didih : 801°C
Titik Beku : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
4. Sukrosa (Dirjen POM Edisi VI, 2020 : Hal. 1507)
Nama Resmi : SACCHAROSE
Nama Lain : Sukrosa/sakarosa
RM/BM : C 12 H 22 O11/343,30
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; lebih mudah larut
dalam air mendidih;sukar larut dalam etanol; tidak
larut dalam kloroform dan dalam eter.
Titik Didih : 186°C
Titik Beku : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapi
Kegunaan : Sebagai Sampel.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan kenaikan titik didih ini
adalah batang pengaduk, bunsen, gelas beker 25 mL, kaki tiga, kawat
kasa, lap halus , lap kasar, stopwatch, tabung reaksi dan termometer.
Sedangkan untuk percobaan penurunan titik beku adalah baskom, batang
pengaduk, gelas beker 25 mL, penjepit tabung reaksi, pipet tetes, rak
tabung reaksi, tabung reaksi, termometer.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
aquadest, asam askorbat, es batu, garam, natrium klorida, dan sukrosa.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Penurunan Titik Beku
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dimasukkan masing-masing sampel 1 g; 2 g; dan 3,5 g ke dalam gelas
beker 25 mL.
3. Ditambahkan aquadest ke dalam tiap gelas beker sebanyak 10 mL lalu
larutkan sampel
4. Dimasukkan larutan sampel tadi ke dalam tabung reaksi sebanyak 10
mL.
5. Dimasukkan tabung reaksi yang berisi larutan sampel ke dalam
baskom yang berisi es batu dan garam dapur (catat suhunya) dan
stopwatch dinyalakan.
6. Dicatat waktu yang dibutuhkan masing-masing larutan untuk
membeku.
7. Dicatat suhu saat terjadi pembekuan larutan dalam tabung reaksi.
8. Dihitung penurunan titik beku dan Mr.
III.2.2 Kenaikan Titik Didih
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukan sampel masing-masing 1 g; 2 g; dan 3,5 g ke dalam gelas
beker 25 mL.
3. Ditambahkan aquadest ke dalam gelas beker sebanyak 25 mL lalu
larutkan sampel.
4. Ditempatkan diatas pemanas, lalu catat suhu menggunakan
thermometer pada saat larutan tersebut mendidih.
5. Dihitung kenaikan titik didih dan Mr.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
IV.1.1 Tabel Pengamatan
IV.1.1.1 Tabel Pengamatan Kenaikan Titik Didih
∆𝑇𝑏(℃)
Sampel Berat sampel (g)
Awal Akhir
1 90 91
Asam askorbat
2 85 98
3,5 89 91
1 94 97
Sukrosa
2 89 98
3,5 93 96
IV.1.1.2 Tabel Pengamatan Penurunan Titik Beku
𝑇𝑓 (℃)
Sampel Berat sampel (g)
Pelarut Terlarut
1 0 10
Asam askorbat
2 0 13
3,5 0 15
1 0 8
Sukrosa
2 0 10
3,5 0 12
IV.2 Hasil Perhitungan
IV.2.1 Kenaikan Titik Didih
1) Asam Askorbat
Dik: V = 10 mL
Kb = 0,52 °C kg/mol
Massa = 1g

Dit: ∆Tb = ?
Mr = ?
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 – 𝑇𝑏 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
∆𝑇𝑏 = (91 – 90) ℃ = 1℃
∆𝑇𝑏 = g 1000
𝐾b × ×
Mr V
1℃ = 1 g 1000
0,52°C kg/mol × ×
Mr 10 mL
Mr = 1 g ×100 × 0,52° C kg /mol
=¿52
1℃
Peny:
2) Asam askorbat
Dik : V = 10 mL
Kb = 0,52 °C kg/mol
Massa = 2g

Dit : ∆Tb = ?
Mr = ?
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 – 𝑇𝑏 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
∆𝑇𝑏 = (98 – 85) ℃ = 13℃
∆𝑇𝑏 = g 1000
𝐾b × ×
Mr V
13℃ = 2 g 1000
0,52°C kg/mol × ×
Mr 10 mL
Mr = 2 g ×100 × 0,52° C kg /mol
=¿ 18
13 ℃
Peny:
3) Asam askorbat
Dik : V = 10 mL
Kb = 0,52 °C kg/mol
Massa = 3,5 g
Dit : ∆Tb = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 – 𝑇𝑏 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
∆𝑇𝑏 = (91– 89)℃ = 2 ℃
∆𝑇𝑏 = g 1000
𝐾b × ×
Mr V
2℃ = 3,5 g 1000
0,52°C kg/mol × ×
Mr 10 mL
Mr = 3,5 g ×100 × 0,52° C kg /mol
=¿ 91
2℃
4) Sukrosa
Dik : V = 10 mL
Kb = 0,52 °C kg/mol
Massa = 1g

Dit : ∆Tb = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 – 𝑇𝑏 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
∆𝑇𝑏 = (97– 94)℃ = 3 ℃
∆𝑇𝑏 = g 1000
𝐾b × ×
Mr V
3℃ = 1 g 1000
0,52°C kg/mol × ×
Mr 10 mL
Mr = 1 g ×100 × 0,52° C kg /mol
=¿17,3
3℃
5) Sukrosa
Dik : V = 10 mL
Kb = 0,52 °C kg/mol
Massa = 2g
Dit : ∆Tb = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 – 𝑇𝑏 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
∆𝑇𝑏 = (98– 89)℃ = 9 ℃
∆𝑇𝑏 = g 1000
𝐾b × ×
Mr V
9℃ = 2 g 1000
0,52°C kg/mol × ×
Mr 10 mL
Mr = 2 g ×100 × 0,52° C kg /mol
=¿ 11,5
9℃
6) Sukrosa
Dik : V = 10 mL
Kb = 0,52 °C kg/mol
Massa = 2g

Dit : ∆Tb = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 – 𝑇𝑏 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
∆𝑇𝑏 = (96– 93)℃ = 3 ℃
∆𝑇𝑏 = g 1000
𝐾b × ×
Mr V
3℃ = 3,5 g 1000
0,52°C kg/mol × ×
Mr 10 mL
Mr = 3,5 g ×100 × 0,52° C kg /mol
=¿ 60,7
3℃
IV.2.2 Penurunan Titik Beku
1) Asam Askorbat
Dik : V = 10 mL
Kf = 1,86 °C kg/mol
Massa = 1g

Dit : ∆Tf = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇f = Tf Pelarut – Tf Larutan
∆𝑇f = (0° – (-10°))C = 10℃
∆𝑇f = g 1000
× × Kf
Mr V
10℃ = 1 g 1000
× ×1,86 °C kg/mol
Mr 10 mL
Mr = 1 g ×100 ×1,86 ⸰ C kg/mol
=¿186
10 ℃

2) Asam askorbat
Dik : V = 10 mL
Kf = 1,86 °C kg/mol
Massa = 2g

Dit : ∆Tf = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇f = Tf Pelarut – Tf Larutan
∆𝑇f = (0° – (-13°))C = 13℃
∆𝑇f = g 1000
× × Kf
Mr V
13℃ = 2 g 1000
× ×1,86 °C kg/mol
Mr 10 mL
Mr = 2 g ×100 ×1,86 ⸰C kg/mol
=¿28,61
13 ℃
3) Asam askorbat
Dik : V = 10 mL
Kf = 1,86 °C kg/mol
Massa = 3,5 g
Dit : ∆Tf = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇f = Tf Pelarut – Tf Larutan
∆𝑇f = (0° – (-15°))C = 15℃
∆𝑇f = g 1000
× × Kf
Mr V
15℃ = 3,5 g 1000
× ×1,86 °C kg/mol
Mr 10 mL
Mr = 3,5 g ×100 × 1,86⸰ C kg /mol
=¿43,4
15 ℃

4) Sukrosa
Dik : V = 10 mL
Kf = 1,86 °C kg/mol
Massa = 1g
Dit : ∆Tf = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇f = Tf Pelarut – Tf Larutan
∆𝑇f = (0° – (-8°))C = 8℃
∆𝑇f = g 1000
× × Kf
Mr V
8℃ = 1 g 1000
× ×1,86 °C kg/mol
Mr 10 mL
Mr = 1 g ×100 ×1,86 ⸰ C kg/mol
=¿23,25
8℃
5) Sukrosa
Dik: V = 10 mL
Kf = 1,86 °C kg/mol
Massa = 2g

Dit : ∆Tf = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇f = Tf Pelarut – Tf Larutan
∆𝑇f = (0° – (-10°))C = 10℃
∆𝑇f = g 1000
× × Kf
Mr V
10℃ = 2 g 1000
× ×1,86 °C kg/mol
Mr 10 mL
Mr = 2 g ×100 ×1,86 ⸰C kg/mol
=¿37,2
10 ℃
6) Sukrosa
Dik : V = 10 mL
Kf = 1,86 °C kg/mol
Massa = 3,5 g
Dit : ∆Tf = ?
Mr = ?
Peny:
∆𝑇f = Tf Pelarut – Tf Larutan
∆𝑇f = (0° – (-12°))C = 12℃
∆𝑇f = g 1000
× × Kf
Mr V
12℃ = 3,5 g 1000
× ×1,86 °C kg/mol
Mr 10 mL
Mr = 3,5 g ×100 × 1,86⸰ C kg /mol
=¿54,25
12 ℃
IV.3 Pembahasan
Titik beku larutan ialah temperatur pada saat larutan setimbang dengan
pelarut padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah
dari pelarutnya. Rumus-rumus penemtuan titik beku hanya berlaku apabila
pada pembekuan yang memisah pelarut padat (Fitriana, 2009).
Pada pengamatan penurunan titik beku digunakan es batu yang
ditambahkan garam tujuannya adalah untuk mempercepat pembekuan
pada larutan. Jika yang digunakan hanya es batu saja maka titik bekunya
hanya 0℃, sedangkan jika ditambahkan garam dapur suhunya akan lebih
rendah (lebih dingin). Penambahan garam dapur pada es batu
mengakibatkan peningkatan konsentrasi yang mengakibatkan semakin
rendah titik bekunya (Lukman, 2013).
Dari hasil percobaan penurunan titik beku yang dilakukan
menggunakan dua bahan, yaitu Asam askorbat dan Sukrosa dengan
massa masing-masing bahan 1 gram, 2 gram, dan 3,5 gram. Dimana
kedua bahan tersebut dibuat dalam sediaan cair. Untuk bahan Asam
askorbat dengan massa 1 gram membeku pada suhu 10°C, Asam
askorbat dengan massa 2 gram membeku pada suhu 13°C dan Asam
askorbat dengan massa 3,5 gram membeku pada suhu 18°C.
Dengan mula-mula menghitung Mr (Massa Relatif) dari bahan yang
digunakan. Setiap massa dari bahan yang diujikan pada praktikum ini
masing-masing memiliki laju penurunan yang berbeda-beda pula. Untuk
bahan Asam askorbat dengan massa 1 gram memiliki laju penurunan
sebesar -10°C, Asam askorbat dengan massa 2 gram memiliki laju
penurunan sebesar -13°C, dan Asam askorbat dengan massa 3,5 gram
meiliki laju penurunan sebesar -15°C.
Bahan Sukrosa atau gula pasir pada praktikum kali ini memiliki hasil
yang beda-beda untuk setiap replikasinya. Untuk bahan Sukrosa dengan
massa 1 gram membeku pada suhu 8°C, Sukrosa dengan massa 2 gram
membeku pada suhu 10°C, dan Sukrosa dengan massa 3,5 gram
membeku pada suhu 12°C.
Laju penurunan titik beku untuk bahan Sukrosa tetap menggunakan
rumus yang sama dengan penurunan titik beku untuk bahan Asam
askorbat. Dengan mula-mula menghitung Mr (Massa Relatif) dari bahan
yang digunakan. Setiap massa dari bahan yang diujikan pada praktikum
ini masing-masing memiliki laju penurunan yang berbeda-beda pula.
Untuk bahan Sukrosa dengan massa 1 gram memiliki laju penurunan
sebesar 8°C, Sukrosa dengan massa 2 gram memiliki laju penurunan
sebesar -10°C, dan Sukrosa dengan massa 3,5 gram meiliki laju
penurunan sebesar -12°C.
Kenaikan titik didih adalah sifat koligatif larutan dimana titik didih
suatu larutan lebih tinggi daripada pelarut murninya (Achmad, 1996).
Kenaikan titik didih dipengaruhi oleh energi kalor dan konsentrasi zat
terlarut. Semakin banyak energi atau kalor yang diperoleh maka akan
semakin cepat suhu zat untuk mendidih. Dan semakin banyak konsentrasi
zat terlarut maka yang dicampur akan semakin tinggi titik didih zat
tersebut. Sedangkan penurunan titik beku hanya dipengaruhi oleh
konsentrasi zat terlarut dimana jika jumlah partikel zat terlarut semakin
banyak, maka titik beku larutan tersebut akan semakin turun (Lukman,
2013).
Dari hasil percobaan penurunan kenaikan titik didih yang dilakukan
menggunakan dua bahan, yaitu Asam askorbat dan Sukrosa dengan
massa masing-masing bahan 1 gram, 2 gram, dan 3,5 gram. Dimana
kedua bahan tersebut dibuat dalam sediaan cair. Untuk bahan Asam
askorbat dengan massa 1 gram mengalami kenaikan mendidih pada suhu
91°C, Asam askorbat dengan massa 2 gram mendidih pada suhu
98°C,dan Asam askorbat dengan massa 3,5 gram mendidih pada suhu
91°C.
Dengan mula-mula menghitung Mr (Massa Relatif) dari bahan yang
digunakan. Setiap massa dari bahan yang diujikan pada praktikum ini
masing-masing memiliki laju kenaikan yang berbeda-beda pula. Untuk
bahan Asam askorbat dengan massa 1 gram memiliki laju kenaikan
sebesar 52°C, Asam askorbat dengan massa 2 gram memiliki laju
penurunan sebesar 18°C, dan Asam askorbat dengan massa 3,5 gram
meiliki laju penurunan sebesar 91°C.
Dari percobaan diatas yang lakukan dapat diambil sebuah
pernyataan bahwa kenaikan titik didih larutan asam askorbat dan sukrosa
akan menjadi lebih tinggi dari pada titik didih air sebagai pelarut murninya,
kenaikan titik didih ini juga disebabkan karena adanya zat terlarut gula dan
garam yang terlarut dalam air sehingga larutan menjadi lebih sulit
mendidih dan dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk mendidih.
Dari hal ini pula dapat kami simpulkan bahwa larutan asam askorbat
memiliki titik didih lebih tinggi dikarenakan, larutan asam askorbat
merupakan larutan elektrolit. Hal tersebut terjadi karena zat elektrolit yang
dilarutkan dalam air akan mengalami ionisasi sehingga jumlah partikel zat
pada larutan elektrolit akan lebih banyak dibanding larutan nonelektrolit
(Ferdina, 2019).
Sesuai dengan hal yang kami simpulkan diatas, hal tersebut sudah
sesuai dengan literatur (Lukman, 2013). Dimana ketika sebuah zat pelarut
seperti air murni dicampurkan dengan zat terlarut seperti gula, garam atau
zat terlarut lainnya yang kemudian menjadi larutan maka titik didih larutan
tersebut akan berbeda dengan titik didih ketika hanya terdapat zat pelarut
saja (Lukman, 2013)
Suhu ketika zat pelarut mencapai titik didih dinamakan titik didih
pelarut sedangkan, pada larutan disebut titik didih larutan. Titik didih
larutan dapat lebih tinggi atau juga dapat lebih rendah daripada titik didih
pelarut. Ini tergantung pada kemampuan zat terlarut yang dicampurkan
pada pelarut dalam mencapai titik didih. Selisih antara titik didih larutan
inilah yang disebut dengan kenaikan titik didih (ΔTb ) (Rusdiani et al.,
2019).
Berdasarkan literatur yang digunakan hasil rumus perhitungan laju
reaksi pada praktikum ini sudah sesuai dengan yang tertulis pada literatur
yang mengatakan bahwa sifat larutan tidak bergantung ada suatu jenis zat
yang larut tetapi hanya tergantung paa konsetrasi partikel zat larutannya
(Rusdiani et al., 2019).
Pada percobaan penurunan titik beku terdapat beberapa faktor
kesalahan yang menyebabkan bahan kami tidak membeku sempurna. Hal
ini terjadi dikarenakan kesalahan praktikan dalam menempatkan es batu
dan termometer.
Pada percobaan kenaikan titik didih terdapat suatu kekeliruan yang
disebabkan karena adanya faktor kesalahan pada percobaan ini yaitu
dimana sampel yang memiliki konsentrasi lebih tinggi mempunyai
kenaikan titik didih yang hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan sampel
yang memiliki konsentrasi rendah. Hal tersebut disebabkan karena
adanya faktor kesalahan dalam praktikum yaitu kurangnya ketelitian
praktikan dalam melakukan pengamatan. Pada percobaan ini yang
mengalami penurunan titik beku dan kenaikan titik didih yang hasilnya
lebih besar perubahannya terdapat pada sampel dengan konsentrasi 2
gram askorbat dan 2 gram Glukosa.

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Konsentrasi suatu larutan mempengaruhi kenaikan titik didih dimana,
semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula kenaikannya
Dari hasil pengamatan yang dilakukan telah terjadi kenaikan titik didih
(∆𝑇𝑏) dan penurunan titik beku (∆𝑇𝑓) pada sampel yang dipengaruhi oleh
energi kalor dan konsentrasi zat terlarut. Pada ∆𝑇𝑏 semakin banyak energi
atau kalor yang diperoleh maka akan semakin cepat suhu zat untuk
mendidih. Sedangkan pada ∆𝑇𝑓 hanya dipengaruhi oleh konsentrasi zat
terlarut dimana jika jumlah partikel zat terlarut semakin banyak maka titik
beku larutan tersebut akan semakin turun.
Penurunan titik beku adalah temperatur pada saat larutan setimbang
dengan pelarut padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih
rendah dari pelarutnya. Rumus-rumus penemtuan titik beku hanya berlaku
apabila pada pembekuan yang memisah pelarut padat. Berdasarkan hasil
praktikum dapat disimpulkan bahwa setiap bahan yang digunakan
memiliki suhu dan waktu yang berbeda-beda untuk sampai pada titik
terendah suatu bahan tersebut.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Diharapkan dosen bisa mempertahankan cara penyampaian materi
dan cara memberikan penjelasan kepada praktikan atau bahkan bisa lebih
baik lagi.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Diharapkan para asisten selalu mendampingi para praktikan yang
sedang melakukan praktikum agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di
inginkan pada saat praktikum sedang berlangsung dan dapat cepat di
tangani jika terjadi kesalahan atau kelalaian praktikan pada saat praktikum
sedang berlangsung.

V.2.3 Saran Untuk Laboratorium


Diharapkan alat dan bahan di laboratorium lebih di lengkapi lagi
khusususnya alat dan bahan yang ingin digunakan praktikan pada saat
praktikum agar pada saat praktikum dapat berjalan dengan lancar tanpa
kendala apapun baik itu dalam hal alat maupun bahan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. 1996. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ahmad, R. 2005. Pengembangan Instrumen asesmen Kinerja Praktikum
Kenaikan Titik Didih dan Penurunan Titik Beku. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Ansel, P. 2011. Efektivitas metode belajar fisika kimia tanpa rumus pada
pembelajaran sains. Jurnal Saintifika. 13(1): 56-67.
Bird, T. 2019. Kimia Fisik Untuk Universitas. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Fitriana. 2018. Penurunan Titik Beku. Malang: PT. Intimedia.
Ferdina, A. 2019. Fenomena Tekanan Osmosis Larutan Sukrosa Sebagai
Dasar Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Repository.upi.ac.id.
Fitriana. 2018. Penurunan Titik Beku. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Khaerunnisa. 2012. Pengembangan Instrumen Asesmen Kinerja
Praktikum Kenaikan Titik Didih dan Penurunan Titik Beku. Depok:
Jurnal Pendidikan Kimia 5 (1), 1-12.
Mile, Lukman. 2013. Pengaruh Penambahan Garam pada organoleptik.
Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo.
Muchlisyiyah, Jhauharotul. 2017. Kimia Fisik Pangan. Malang : Universitas
Brawijaya Press.
Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung : Grafindo Media Pratama

Putri, Rahmalita Tiari, dkk. 2016. Alat Penentuan Titik Beku Larutan:
Modifikasi Sistem Pendingin. Lampung: Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Kimia 5 (3).
Raymond, Chang. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Sakinah, Asri Nisa. 2011. Sifat Koligatif Larutan. Bandung : Media Ilmu
Sutresna.
Sukardjo. 2007. Identifikasi miskonsepsi menggunakan cri dan
penyebabnya pada materi mekanika fluida. Jurnal Pendidikan
Fisika UPI. 6(2): 81-89.
Suyatno. 2015. Kimia. Jakarta : Grasindo

Tania, Lisa. 2009. Modifikasi Sistem Pendinginan. Lampung : Universitas


Lampung.
Wijaya, R. 2018. Perencanaan dan Alat Ukur Viskometer. Bandung :
Manual Book.
Wiroatmoji. 2010. Bagian Larutan Osmotik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
LAMPIRAN
1. Penurunan Titik Beku

No Gambar Keterangan
1

Mengukur suhu awal

Memasukan larutan
kedalam baskom berisi es
batu yang telahh dicampur
dengan garam

Mengamati larutan yang


mulai membeku

2. Kenaikan Titik Didih


No Gambar Keterangan
1 Sampel yang dipanaskan
diatas bunsen

2 Hasil sampel yang sesudah


dipanaskan diatas hotplate

3 Sampel sebelum dilarutkan


dalam air

4 Sampel sukrosa dan asam


askorbat yang dipanaskan
diatas hotplate

Anda mungkin juga menyukai