Anda di halaman 1dari 42

1

I.

Judul Penelitian HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DI BAWAH 4 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KECEMATAN BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

II. Ruang Lingkup KEPERAWATAN KOMUNITAS III. Pendahuluan A. Latar Belakang Sehat adalah manusia yang bisa kreatif produktif, melakukan aktualisasi diri, bekerja, menambah ilmu pengetahuan, bersosialisasi dan pada akhirnya sehat. Sehat adalah tugas manusia, sehat dengan akal dan pikirannya, sehat menggali pengetahuan agar manusia bebas dari penyakit, sehat sebagian prasyarat untuk bisa dikatakan sehat secara optimal dan bertahan hidup menjalankan tugas-tugasnya selama didunia (Achmadi, 2011). Salah satu kalau tidak satu-satunya ancaman kesehatan dalam artian bebas penyakit datangnya dari perilaku manusia itu sendiri, Perilaku masyarakat setidaknya menjadi variabel utama dalam proses timbulnya kejadian penyakit pada manusia. Dalam membicarakan pendidikan kesehatan secara konseptual, pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi, dan atau mengajak orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat agar melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan pendidikan kesehatan secara operasional,

pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Adnani, 2011). Sekarang ini, di masing-masing negara banyak penyakit yang menjadi perhatian khusus dan menjadi topik utama dalam masalah kesehatan di Negaranya. misalnya penyakit diare yang masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare. Kematian yang disebabkan diare di antara anak-anak terlihat menurun dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan program rehidrasi/terapi cairan namun angka ke-sakitannya masih tetap tinggi. Pada saat ini angka kematian yang disebabkan diare adalah 3,8 per 1000 per tahun, median insidens secara keseluruhan pada anak usia dibawah 5 tahun adalah 3,2 episode anak per tahun (KemenKes, 2011). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data laporan Surveilan Terpadu Penyakit (STP) puskesmas dan rumah sakit (RS) secara keseluruhan angka insidens Diare selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2002 sampai tahun 2006 cenderung berfluktuasi dari 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 9,6 per 1000 pada tahun 2006 ( angka insiden bervariasi antara 4,5- 25,7 per 1000). Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit

diare menduduki urutan ke dua dari penyakit infeksi dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas 3,8%. Dilaporkan pula bahwa penyakit Diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian (9,4%) dari seluruh kematian bayi. Dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, dilaporkan bahwa prevalensi Diare 9,0%, dan diantara 33 provinsi bervariasi antara 4,2% - 18,9%. Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektroit melalui tinja. Penyebab lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah Diare (post neonatal) 14% dan Pneumonia (post neo-natal) 14% kemudian Malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4% injuri (post neonatal) 3%, HIVAIDS 2%, campak 1% , dan lainnya 13%, dan kematian yang bayi <1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur <1 bulan akibat Diare yaitu 2%.16 Terlihat bahwa Diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan angka kematian akibat diare pada balita pada SKRT 2003 (19%), angka ini ditemukan lebih tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu 25,2% dan menduduki urutan pertama / tertinggi. Demikian pula kelompok umur 29 hari-11 bulan (31,4%), juga menduduki urutan pertama/ tertinggi (KemKes, 2011). Dalam hal ini ditemukan adanya peningkatan yang cukup tinggi pro-porsi kematian

balita akibat diare. Dari data SKRT tampak kematian akibat kejadian diare pada balita diare tetap masih tinggi. Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting di Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir setiap musim sepanjang musim di setiap tahun. diare hampir menyerang selurung provinsi di Indonesia. Angka kematian yang jauh lebih tinggi dari pada kejadian kasus diare biasa membuat perhatian para ahli kesahat tercurah pada

penananggulangan kasus diare secera cepat. Di provinsi Sulawesi selatan perkiraan jumlah kasus diare pada tahun 2010 ialah sebanyak 339.871 penderita, diantaranya penderita lakilaki sebenyak 166.003 orang dan perempuan sebanyak 173.871 orang. Khusus di daerah kabupaten bulukumba jumlah kejadian diare sebanyak 16.690 kasus, dan yang ditangani sebanyak 2,668 kasus atau 15.93%. (profil kesehatan Sulawesi selatan, 2011). Data dari puskesmas bonto bahari dari 9 desa di kecematan bonto bahari kabupaten bulukumba, penderita diare dari tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 terhitung sebanyak 293 kasus, pada tahun 2011 sebanyak 355 kasus, dan tahun 2012 sebanyak 418 kasus. Pada tahun 2012 jumlah penderita diare pada anak usia di bawah 4 tahun sebanyak 227 kasus.

Berdasarkan data diatas maka peneliti perlu meneliti hubungan perilaku Masyarakat dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun di wilayah kerja puskesmas Bonto Bahari kecematan bonto bahari kabupaten Bulukumba bulan juni sampai juli tahun 2013. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah Hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun di wilayah Puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun di Puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. 2. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat yang berhubungan dengan kejadinya diare pada anak usia di bawah 4 tahun di Puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. 2. Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun di Puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba.

D. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan Keperawatan a. Institusi Keperawatan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu

keperawatan mengenai perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan diare pada anak usia di bawah 4 tahun. b. Penelitian Lanjutan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti faktor penyebab diare yang lain. 2. Praktik a. Puskesmas Memberikan masukan bagi Puskesmas untuk meningkatkan upaya promosi kesehatan yang tepat pada masyarakat mengenai penyakit diare pada anak usia di bawah 2 tahun. b. Keluarga / Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada keluarga/masyarakat tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap diare pada anak secara dini. IV. Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Tentang Diare Pada Anak Usia di bawah 4 tahun (Variabel Dependen Yang Diteliti) 1. Pengertian Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti lembek, cair, berdarah, berlendir, atau dengan muntah, ibu biasa menyebutnya muntaber (Widoyono, 2011). 2. Patofisiologi Diare dapat meningkatkan motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan. Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler ke dalam tinja, sehingga

mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik. Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan

bahanbahan

makanan.

Ini

terjadi

pada

sindrom

malabsorbsi.

Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal (Surasmi, 2003). 3. Penyebab diare Penyebab diare menurut Widoyono (2011) dapat di kelompokkan menjadi: a. Virus: Rotavirus (40-60%), Adenovirus. b. Bakteri: Echerechia coli (20-30%), Shiglla sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan lain-lain. c. Parasit: Entamoeba histolytica (<1%), giargia lamblia,

Criptosporodium (4-11%). d. Keracunan makanan e. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein. f. Alergi: makanan susu sapi. g. Imminodifisiensi: AIDS. 4. Media transmisi penyakit diare Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi penyakit (Achmadi, 2011) yakni: a. Udara ambient. b. Air baik di komsumsi maupun keperluan lainnya. c. Tanah atau pangan

d. Binatang/serangga penular penyakit/vector e. Manusia melalui kontak langsung Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalu didalamnya tidak mengandung agen penyakit. Air dikatakan memiliki potensi dan menjadi media transmisi kalu didalamnya terdapat bakteri Echerechia coli, bakteri vibrio cholerae. Demikian pula, Udara dikatakan berbahaya kalau mengandung bahan toksin, atau jamur. Udara dikatakan sehat atau air dikatakan bersih kalau didalamnya tidak mengandung satu atau lebih agen penyakit. 5. Jenis-jenis diare Menurut Hidayat (2008) ada 3 jenis diare: a. Diare cair akut Diare cair akut memiliki 3 ciri utama: Gejalanya dimulai secara tiba-tiba, tinjanya encer dan cair, pemulihan biasanya terjadi 3-7 hari. Kadang kala gejalanya bias berlangsung sampai 14 hari. Lebih dari 75 % orang yang terkena siare mengalami diare cair akut. b. Disentri Disentri memiliki 2 ciri utama: Adanya dara dalam tinja, mungkin de sertai kram perut berkurangnya nafsu makan dan penurunan berat badan yang cepat. Sekitar 10-15 % anak-anak yang di bawah usia lima tahun (balita) mengalami disentri.

10

c. Diare yang menetap atau persisten Diare yang menetap atau persisten memiliki 3 ciri utama: Pengeluaran tinja encer disertai darah, gejalla berlangsung lebih dari 14 hari dan ada penurunan berat badan 6. Gejala dan Tanda Menurut Widoyono (2011) gejala dan tanda diare antara lain: 1. Gejala Umum a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejalah khas diare b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare d. Gejala dehisrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisa 2. Gejala Spesifik a. Vibrio cholera: diare hebat, warnah tinja seperti cucian beras dan berbau amis. b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah 7. Penularan Penyakit diare sebagian besar (75 %) disebabkan oleh kuman seprti virus dan bakteri. Menurut Widoyono (2011), penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi seperti mekanisme berikut ini: a. Melalui air yang merupakan media penularan utama.

11

Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai kerumah, atau tercemar pada saat di simpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyantuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. b. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut di hinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hunggap di makanan maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memekannya. 8. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko diare adalah: a. Pada usia empat bulan bayi sudah tidak diberi ASI eksklusif lagi. Hal ini akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian karena diare karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan terhadap infeksi. b. Memberikan susu formula bayi dalam botol pemakaian botol akan meningkatkan resiko pencemaran kuman, dan susu akan

terkontaminasi oleh kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum. c. Menyimpan makan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan

12

peralatan makan yang merupakan media yang sangat baik baij perkembangan mikroba. d. Tidak mencuci tangan pada saat masak, makan, atau sesudah buang besar (BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung. 9. Komplikasi Menurut Sudarti (2010) komplikasi akibat diare yang berkepanjangan adalah: a. Dehidrasi (kekurangan cairan) Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang atau berat. b. Gangguan Sirkulasi Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume cairan (hipovolemia). c. Gangguan asam-basa (asidosis) Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri. d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah) Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma.

13

Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma. e. Gangguan Gizi Ganguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi). 10. Pengobatan Diare pada Anak Menurut Widjaja (2004) pengobatan diare antara lain sebagai berikut : 1. Pengobatan Medis Pengobatan medis dilakukan setelah diketahui dengan tepat penyebab munculnya diare. Jika penyebabnya infeksi, pengobatan hanya ditujukan untuk menghilangkan infeksi tersebut. Dalam pengobatan laboratorium agar diketahui dengan pasti antibiotik yang dapat digunakan. Di samping itu, jenis antibiotik yang digunakan juga harus disesuaikan dengan umur penderita. Pengobatan medis hanya dapat dilakukan oleh dokter. 2. Pengobatan Dietis Pengobatan dietis dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase puasa, realimentasi (pemulihan), dan fase kembali ke makan semula. a. Fase puasa

14

Pada diare ringan cukup diberi teh pahit kental ditambah garam seujung pisau untuk mengganti cairan tubuh. Lamanya pemberian air teh pahit kental ini biasanya 6-12 jam. Penderita dengan gejala diare berat harus diberi cairan oralit lengkap atau cairan intravena (infus). b. Fase Realimentasi (Pemulihan) Cara realimentasi tergantung dari umur dan berat badan penderita. Bayi berumur di bawah 1 tahun, setelah menjalani puasa minum teh, diberi ASI selama 3-5 hari, kemudian sesudah diare berhenti diberi pisang (1 hari), selanjutnya secara berturut-turut diberi bubur susu dan nasi tim dengan porsi sesuai dengan berat badannya. c. Fase Makan Biasa Setelah terapi dietis berhasil dilaksanakan, diet anak dikembalikan kepada porsi yang normal. Namun, pemberian makanan normal tetap berpegang kepada tahapan-tahapan, agar anak tidak stress atau emosional. Misalnya dengan memberikan makanan cair terlebih dahulu, baru makanan lunak, kemudian makanan biasa. 1) Makanan Biasa Makanan biasa diberikan kepada penderita yang badannya normal dan sudah tidak menderita diare. Untuk penderita

15

seperti ini dapat digunakan semua bahan, hanya tidak boleh menggunakan bumbu yang merangsang. 2) Makanan Lunak Makanan lunak diberikan kepada penderita yang bersuhu badan makin meninggi, dengan syarat bahan yang digunakan tidak mengandung serat, mudah dicerna, tidak bergas, tidak mengandung banyak minyak, tidak menggunakan bumbu yang merangsang, dan diberikan dalam porsi kecil-kecil tapi sering. 3) Makanan Cair a) Diberikan kepada penderita yang tidak dapat membuka mulut secara lebar, penderita typus dengan perdarahan usus, atau anak yang kekurangan gizi b) Jumlah cairan harus disesuaikan dengan kalori yang dikeluarkan tubuh dan diberikan dalam porsi kecil, lima kali sehari c) Bahan yang digunakan tidak merangsang (jangan diberi bumbu pedas atau yang mengandung banyak serat) d) Variasi warna dan rasa harus diperhatikan e) Suhu makanan harus sesuai dengan suhu badan f) Makanan dapat dibuat encer atau agak kental 4) Makanan Bayi

16

Bayi tetap diberi ASI, kemudian ditambah makanan pendamping. Penyembuhan diare dengan memperhatikan konsumsi gizi dimaksudkan agar anak tidak mengalami kekurangan gizi. Dahulu anak yang diare dianggap tidak perlu diberi menyembuhkan usus yang luka. 3. Pemberian ASI Jika produksi susu ibu tidak memadai, harus dipikirkan cara menanggulanginya agar produksi air susu meningkat. Jika tidak, harus dicarikan alternatif pengganti ASI. Seperti sudah diketahui, diare persisten dapat disebabkan oleh intoleransi laktosa. Maka, susu pengganti ASI harus dipilih yang bebas laktosa atau rendah laktosa. Bahkan, sebagian bayi ada yang tidak tahan terhadap lemak, sehingga harus dipilihkan susu yang mengandung lemak tak jenuh. Ada juga bayi yang intoleransi gula (karbohidrat). Ia harus diberi susu yang rendah gula. Makanan bayi berupa susu formula sudah banyak diperjual-belikan, terutama di perkotaan. Berbeda dengan yang hidup di pedesaan, yang menjadikan ASI sebagai satu-satunya pilihan. Itulah sebabnya, ASI harus ditingkatkan produksinya. 4. Memberi Makanan Tambahan Makanan tambahan harus diberikan secara tepat. Biasanya, makanan tambahan diberikan setelah bayi berumur 6 bulan. Makanan tambahan yang diberikan terlalu cepat akan menganggu perkembangan lambung

17

atau usus bayi. Makanan tambahan dapat berupa buahbuahan, biskuit, bubur susu, dan nasi tim. Pemberian makanan terlalu dini, selalu dapat menyebabkan gangguan lambung juga akan menyebabkan anak kekenyangan, sehingga tidak mau lagi minum ASI. Karena itu, pemberian makanan tambahan boleh diberikan setelah bayi berusia 6 bulan, setelah enzim pencernaannya terbentuk dengan sempurna. Makanan tambahan yang hendak diberikan kepada bayi hendaknya diperkenalkan sedikit demi sedikit untuk membina selera makan bayi. Pemberiannya harus dilakukan ketika bayi sedang lapar atau tidak sedang mengalami diare. Ada pun makanan tambahan yang dapat diberikan pada usia tersebut berupa biskuit, agar-agar, dan sari buah (jeruk, tomat, alpukat, apel, pepaya, atau pisang ambon). 11. Pencegahan Menurut Widoyono (2011) penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain: a. Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah 3 tidak, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan, dan sesudah buang air besar (BAB) d. Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun

18

e. Menggunakan jamban yang sehat f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar B. Tinjauan Tentang Perilaku Masyarakat (Variabel Independen yang Diteliti) 1. Konsep Perilaku Perilaku menurut Suryani (Machfoedz dan Suryani, 2003) dalam buku Adnani (2011) adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya. Dengan kata lain, Perilaku baru terjadi apabila ada suatu rangsangan yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi. Jadi, suatu rangsangan tertentu akan manghasilkan reaksi berupa Perilaku tertentu. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoadmodjo 1997). Skinner menegaskan dalam buku Notoatmodjo (1997) bahwa Perilaku itu merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. 2. Bentuk Perilaku Secara operasiona, Perilaku dapat diartikan sebagai respon seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut. Menurut Adnani (2011) bentuk Perilaku ada 2 yaitu: a. Bentuk pasif (respon internal): terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Misal: berpikir,

19

tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Perilaku masih terselubung. b. Bentuk aktif, yaitu apabila Perilaku tersebut jelas dapat di observasi secara langsung. Oleh karena itu Perilaku mereka sudah tanpak dalam tindakan nyata. Perilaku manusia sebagian besar adalah Perilaku yang dibentuk, atau Perilaku yang dipelajari. Menurut Adnani (2011) cara membentuk Perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan adalah: a. Pembentukan Perilaku dengan kebiasaan (conditioning) b. Cara pembentukan Perilaku dengan membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akan terbentuk perilaku tersebut. Misalnya: membiasakan diri untuk bangun pagi atau menggosok gigi sebelum tidur. c. Bentuk perilaku dengan pengertian (insight) Cara membentuk perilaku ini didasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. Misalnya: datanga kuliah jangan sampai terlambat karena dapat mengganggu temantemanyang lain atau bila naik motor harus pakai helm karena untuk keamanan diri. d. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational learning theory. Misalnya: orang tua sebagai

20

contoh

anak-anaknya

atau

pemimpin

sebagai

panutan

yang

dipimpinnya 3. Aspek Perilaku Dalam Upaya Kesehatan Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah cara manusia berespon baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi tentang suatu penyakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun secara aktif (praktek) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit tersebut. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan seseorang di selenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (kurative) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative) (Depkes RI, 1992). Dengan sendirinya perilaku dalam upaya kesehatan meliputi empat hal tersebut yaitu: a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour) misalnya makan makanan bergizi. b. Perilaku pencegahan penyakit (prevention behaviour) merupakan respon untuk pencegahan penyakit, misalnya imunisasi, termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behaviour) dan penyembuhan penyakit (kuratif behaviour) yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan misalnya dengan

21

usaha mengobati sendiri penyakitnya, pengobatan ke fasilitas kesehatan modern maupun pengobatan ke fasilitas tradisional. d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation behaviour) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan. 4. Domain Perilaku Menurut Benyamin Bloom membagi perilaku terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psycomotor domain). Untuk kepentingan pengukuran, pengukuran Perilaku dari ranah kognitif diukur dari pengetahuan, ranah afektif diukur dari sikap dan ranah psikomotor dari tindakan atau ketrampilan yang dilakukan. a. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2012) Pengetahuan adalah sesuatu bangunan statis yang berisi fakta fakta yang dibangun secara bertahap, langkah demi langkah dan mencakup tentang ide bahwa pengetahuan merupakan sebuah cara pandang terhadap sesuatu, sebuah perspektif yang belum tentu benar, tetapi cukup baik sampai ditemukan sesuatu yang cukup baik (Kate dan Barbara, 1992).

22

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over Behaviour), karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Benyamin Bloom pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni: 1. Tahu (know) tahu diartikan sebagai mengingat sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari. Termasuk dalam pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (komprehensif) memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat diinterpretasikan materi terebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

23

4. Analisis (Analysis) adalah sesuatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek keadaan komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yakni: a. Pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 1993). Pendidikan mempengaruhi proses belajar menurut I.B Mantra (1994) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun media massa, makin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. b. Pengalaman Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan

memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan motivasi

24

yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan (Jones dan Beck, 1996). c. Dari sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama ini: 1. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. 2. Tidak dapat mengerjakan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa

kemampuan yang lain seperti misalnya kosakata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata akan menurun cukup cepat sejalan dengan berjalan tumbuhnya usia. b. Sikap (Attitude) Sekap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masi tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari Perilaku yang tertutup (Adnani, 2011). Sikap adalah suatu pola prilaku, tendensi dan kesiapan antisipasif predisposisi untuk menyesuaikan diri, atau cara sederhana, sikap

25

adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2002). Sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu: 1. kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. kehidupan nasional atau emosional terhadap suatu objek dan 3. kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen di atas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh, yang yang menjadi perang penting adalah pengetahuan, dara berpikir, keyakinan dan emosi seseorang. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) misalnya sikap orang terhadap kejadian diare dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah. b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan satu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas

26

pekerjaan itu benar atau salah atau orang yang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah terindikasi sikap tingkat tiga. Misalnya :seorang ibu yang mengajak ibu lain (tetangga, saudaranya dan sebagainya) untuk melakukan

pencegahan penyakit diare pada anknya dengan menjaga Lingkungan yang sehat dan bersih di rumah, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut mempunyai sikap positif terhadap anaknya. d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggungjawab terhadap sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi misalnya: seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau dari orang tuanya sendiri. Sikap mungkin terarah terhadap benda, orang tetapi juga peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan nilai. Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek itu. Pengetahuan saja belum, menjadi penggerak terlebih halnya terhadap sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru

27

menjadi sikap apabila pengetahuan disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan objek itu sikap dapat dibentuk atau berubah melalui berbagai macam cara. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ialah (1) faktor intern: yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan seperti selektivitas (2) faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar manusia yaitu: 1. Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap 2. Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap 3. Sikap orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut 4. Media komunikasi yang disediakan dalam penyampaian sikap 5. Situasi pada sikap tersebut. Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif (Azwar, 1995). 1. Komponen kognitif Komponen kognitif merupakan representatif apa yang dipercayai orang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu sudah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu. Tentu saja kepercayaan itu

28

terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. 2. Komponen afeksi Komponen afeksi merupakan perasaan yang menyangkut emosional subjektif terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya reaksi emosional yang merupakan komponen afeksi ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar atau berlaku bagi objek termaksud. 3. Komponen Konatif Komponen Konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan itu membentuk sikap individual. Karena itu adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku dalam objek. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen Afektif meliputi pula bentuk-bentuk perilaku

29

yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang. Memang kemudian masalahnya adalah tidak ada jaminan bahwa kecenderungan untuk berperilaku itu akan benarbenar ditampakkan dalam berperilaku yang sesuai apabila individu berada dalam situasi yang termaksud. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar 1995). Berikut ini diuraikan peranan masing-masing faktor tersebut dalam ikut membentuk sikap manusia: 1. Pengalaman Pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek

psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif atau negatif, akan tergantung berbagai faktor. 2. Pengaruh orang lain yang di anggap penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen yang mempengaruhi sikap. Pada umumnya individu

30

cenderung untuk memiliki sikap dan konfirmasi atau searah dengan sikap orang yang di anggap penting. Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting tersebut. 3. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang lain dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan berfikir baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 4. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai sesuatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap di karenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman tentang baik dan buruk, garis pemisah antara satu yang boleh dan yang tidak boleh. c. Tindakan Practice atau Praktek

31

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana. Tingkattingkat praktek : 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya. 2. Respon Terpimpin (Guided Respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya : seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya. 3. Mekanisme (Mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka

32

ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang sudah biasa mengimunisasikan bayi pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. 4. Adaptasi (Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya : ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003). 5. Teori Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Berbagai teori yang sudah dicoba untuk mengungkapkan factor penentu yang dapat mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan. Lawrence Green (1991) pernah menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Dikatakan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu

33

faktor perilaku (behaviour causes). Perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: a. Faktor dasar / predisposisi (predisposing factor) yang mencakup dalam pengetahuan, sikap, kebiasaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat serta faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin) b. Faktor pendukung (enabling factor) meliputi pendidikan, status sosial, status ekonomi, pekerjaan, sumber daya atau potensi masyarakat seperti lingkungan fisik dan sarana yang tersedia misalnya Puskesmas, obat-obatan, Posyandu, dan sebagainya. c. Faktor pendorong (reinforcing factor meliputi sikap dan perilaku dari orang lain misalnya teman, orang tua, tokoh masyarakat serta petugas kesehatan. Model diatas dapat digambarkan sebagai berikut: B = f (PF, EF, RF) Keterangan: B: PF: EF: RF: Behaviour Predisposing Factor Enabling Factor Reinforcing Factor

34

Dalam buku Achmadi (2011) menjelaskan paradigma kesehatan lingkungan menyebutkan prognosis atau proses kejadian penyakit dapat diuraikan kedalam 5 simpul, yakni simpul 1 kita sebut sebagai sumber penyakit; simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit; simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, Perilaku, kepadatan, gendre;

sedangkan simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi dengan komponen lingkungan yang menggunakan agen penyakit. Sedangkan simpul ke-5 adalah semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul tersebut. Perilaku pemajangan (Behavioral Exposure) yang termasuk pada simpul ke-3 dari skematik paradigma kesehatan lingkungan yang dimaksud adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit). V. Kerangka Konsep A. Dasar Pemikiran Variabel penelitian a. Variabel independen Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini, perilaku Masyarakat adalah variabel independen dengan pengukurannya melalui kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (tindakan).

35

b. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun.

B. Kerangka Konsep - Kognitif (pengetahuan) - Afektif (sikap) - Psikomotor (tindakan) Kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun

Bagan 1.0 kerangka konsep penelitian hubungan perilaku Masyarakat dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun Keterangan: = variabel independen = variabel dependen C. Hipotesis Penelitian Untuk mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perancanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban sementara dari penelitian. Rumusan jawaban sementara penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun. 2. Ada hubungan antara sikap dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun.

36

3. Ada hubungan antara tindakan dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif a. Variabel Dependen Diare pada anak usia di bawah 4 tahun kejadian buang air besar dengan konsitensi lembek hingga cair dengna frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada Anak usia di bawah 4 tahun. Kriteria obyektif : Ya: bila buang air besar dengan konsitensi lembek hingga cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada Anak usia di bawah 4 tahun. Tidak: bila buang air besar dengan konsitensi lembek hingga cair dengna frekuensi kurang dari 3 kali sehari pada Anak usia di bawah 4 tahun. b. Variabel Independent Perilaku Masyarakat berdasarkan domain perilaku: a. Pengetahuan Pemahaman masyarakat tentang penyakit diare diantaranya

Pengertian diare, Penyebab diare, Media transmisi penyakit diare, Jenis-jenis diare, Gejala dan Tanda diare, cara penularan , dan komplikasi diare. Alat ukur yang di gunakan berbentuk kuesioner dengan skor untuk jawaban benar adalah 1 dan jawaban salah adalah

37

0, untuk tingkat pendidikan dikatakan tinggi bila > 75%, tingkat pengetahuan sedang bila 60-75%, dan rendah bila < 60%. b. Sikap pandangan atau tanggapan responden terhadap penyakit diare, kesadaran dalam kejadian diare, dan cara memilih pencegahan. Alat ukur yang di gunakan adalah kuesioner dengan skor menggunakan skala likert di mana untuk jawaban pertanyaan positif (No. 2,3,5,7,10) jawaban sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, dan sangat tidak setiju = 1. Sedangka Skor untuk jawaban pertanyaan negative (No. 1, 4, 5, 8, 9) jawaban sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, dan sangat tidak setuju = 4. Sikap dikatakan baik bila skor 30-40, cukup bila skor 20-29, dan sikap kurang bila skor 10-19. c. Tindakan kegiatan atau pelaksanaan yang dilakukan oleh responden/masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit diare. Alat ukur yang digunakan adalah kuosioner dengan pertanyaan hanya di srdiakan 3 jawaban atau alternatif, yaitu untuk pertanyaan positif (No. 1,4,5,7,9) jawaban sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1. Sedangkan untuk pertanyaan negetif (No. 2,3,6,8,10) jawaban sering = 1, kadangkadang = 2, tidak pernah = 3. Untuk tindakan dikatakan baik bila jumlah skor 20-30. tindakan dikatakan buruk bila responden

menjawab pertanyaan dengan skor 10-19.

38

IV. Metode Penelitian A. Jenis Penelitian Penelitian ini perupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan

rancangan potong lintang atau cross sectional yaitu pengumpulan data variabel dependen dan variabel indevenden dilakukan bersamaan. B. Lokasi dan waktu penelitian 1. Lokasi penelitian Peneliti memilih lokasi penelitian di puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba, dengan alasan peneliti memilih likasi tersebut karena merupakan daerah endemis dengan angka insiden diare pada yahun 2012 sebanyak 418 Kasus. 2. waktu penelitian Waktu penelitian diharapkan selama 3 bulan mulai bulan juni 2013 sampai dengan agustus 2013. Waktu yang digunakan adalah untuk pengambilan data awal, pengelolahan dan analisa data serta penyusunan hasil penelitian. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Dalam penelitian yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh Masyarakat yang memiliki anak usia di bawah 4 tahun yang berada wilayah kerja kepuskesmas Bonto Bahari kecematan bonto Bahari. Mengingat ibu adalah orang yang paling sering di rumah dan terdekat

39

dengan anak, sehingga perilaku ibu kemungkinan besar memiliki hubungan timbulnya kejadian diare pada anak usia di bawah 2 tahun. Pada penelitian ini populasinya adalah ibu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bonto Bahari yang memiliki anak usia di bawah 4 tahun pada tahun 2012 yang berjumlah 227 orang. 2. Sampel Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia di bawah 4 tahun dengan kejadian diare di wilayah kecematan Bonto Banari yang berada di wilayah kerja puskesmas Bonto Bahari. a. Besar sampel Besar sampel di hitung berdasarkan rumus besar sampel untuk populasi kurang dari 10.000 menurut buku Rizema (2012) yang dapat dipergunakan untuk menentukan besar sampel, yaitu :

Ket: n = besar sampel N = besar populasi D = tingkat penyimpangan yang di inginkan (0.01 atau 0.05) Diketahui besar sampel penelitian ini sebanyak 227 orang, tingkat penyimpangan yang di inginkan dari penelitian ini sebesar 0.05, maka ;

40

Jadi, besar sampel dalam penelitian ini adalah 134 orang. b. Tehnik Pengambilan Sampel Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara Systematic random sampling dalam buku Notoatmodjo (2012), yaitu dengan membuat daftar anggota populasi secara acak antara 1 sampai sampai dengan banyaknya populasi. Kemudian membagi jumlah populasi dengan besar sampel yang di inginkan, hasilnya sebagai angka interval, maka setiap kelipatan angka interval adalah sampel yang di ambil. D. Pengumpulan data 1. Tekhnik pengumpulan data Cara pengumpulan data pada penelitian ini ialah Metode survey dengan instrumen menggunakan kuisioner yang terdiri dari 5 pertanyaan untuk data variabel dependen (diare pada anak usia di bawah 4 tahun) dimana pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui kejadian dan informasi tentang diare pada anak usia di bawah 4 tahun dengan skala ukur

41

menggunakan

skala

nominal.

Untuk

data

variabel

independen

(pengetahuan, sikap, dan tindakan) masing-masing terdiri dari 10 pertanyaan tertutup (Closed Ended) dengan bentuk pertanyaan multiple choise dengan skala ukur menggunakan skala ordinal. 2. Uji validasi dan reliabilitas

E. Pengelolahan data Pengelolahan data pada penelitian ini menggunakan tekhnik komputerisasi yaitu dengan program SPSS. F. Analisa data 1. Analisa univariat Analisa univariat dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi dari msing-masing kategori variabel dependen (kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun) dan variabel independen (pengetahuan,sikap,dan tindakan). 2. Analisa bivariat Analisa bivariate bertujuan untuk melihat hubungan antara masingmasing variabel independen (pengetahuan, sikap, dan tindakan) terhadap variabel dependen (kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun) dengan uji khorelasi kai kuadrat (Chi Square). G. Etika penelitian

42

Etika penelitian keperawatan meliputi (pedoman penulisan slripsi edisi 9 prodi. Ilmu keperawatan STIK Makassar): 1. Informed Consent (lembar persetujuan) diberikan kepada subyek yang akan di teliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika pasien bersedia Diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika pasien menolak unutk Diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghoramati hakhaknya. 2. Anonymity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan pasien, peneliti tidak boleh mencantumkan nama pasien pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut. 3. Confidentiality (kerahasiaan) Kerahasiaan pasien dijamin oleh peneliti hanya kelompok data tertentu saja akan disajikan atau laporan sebagai hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai