Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Bidan merupakan bentuk profesi yang erat kaitannya dengan etika karena lingkup kegiatan bidan sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Karena itu, selain mempunyai pengetahuan dan keterampilan, agar dapat diterima di masyarakat bidan juga harus memiliki etika yang baik sebagai pedoman bersikap/ bertindak dalam memberikan suatu pelayanan khususnya pelayanan kebidanan. Agar mempunyai etika yang baik dalam pendidikannya bidan dididik etika dalam mata kuliah Etika profesi namun semuanya mata kuliah tidak ada artinya jika peserta didik tidak mempraktekannya dalam kehidupannya di masyarakat. Pada masyarakat daerah, bidan yang di percaya adalah bidan yang beretika. Hal ini tentu akan sangat menguntungkan baik bidan yang mempunyai etika yang baik karena akan mudah mendapatkan relasi dengan masyarakat sehingga masyarakat juga akan percaya pada bidan. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses yang menyeluruh sehingga membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling pra konsepsi, skrening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensif pada neonatal, dan postpartum serta mempersiapkan ibu untuk pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran seksio sesaria, dan sebagainya. Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang profesional dan akuntibilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence based ( Fakta yang ada) sehingga berbagai dimensi etik dan bagaimna kedekatan tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami. Dari uraian diatas, makalah ini akan membahas tentang Etika Profesi Bidan dalam masyarakat agar pembacanya dapat termotivasi dan terpacu untuk menjadi bidan yang beretika, profesional dan berdedikasi tinggi di kalangan masyarakat yang dapat dipelajari dalam kode etik bidan dan etik profesi. B. Rumusan Masalah 1. Prinsip etika dalam pelayanan kebidanan 2. Etika moral dan nilai dalam praktik kebidanan

3. Hak dan kewajiban bidan dan pasien 4. Pelayanan Kebidanan 5. Issue etik dalam pelayanan kebidanan 6. Peran, fungsi dan Profesionalisme bidan Indonesia Tujuan Umum : Agar pembaca bisa mengerti dan memahami : 1. Prinsip etika dalam pelayanan kebidanan 2. Etika moral moral dan nilai dalam praktik kebidanan 3. Hak dan kewajiban bidan dan pasien 4. Pelayanan Kebidanan 5. Issue etik dalam pelayanan kebidanan 6. Peran, fungsi dan Profesionalisme bidan Indonesia Tujuan Khusus : 1. Bagi mahasiswa Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi Bidan sebagai salah satu bagian dalam pengambilan nilai Mata Kuliah. 2. Bagi Dosen Makalah ini dapat membantu dosen sebagai pengambilan pertimbangan nilai mahasiswa . C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN

Setiap profesi memiliki kode etik. Namun, kode etik saja tidak cukup untuk menaungi sebuah profesi. Maka muncullah Majelis Pertimbangan Etik Profesi yang merupakan badan perlindungan hukum terhadap suatu profesi. Begitu pun dengan profesi bidan yang memiliki Majelis Etika Profesi dalam bentuk Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA). Untuk pembahasan selanjutnya akan dibahas peran dan fungsi dari Majelis Pertimbangan Etik Profesi dalam menangani permasalahan kode etik bidan juga akan dibahas mengenai Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis yang mengawasi dan membina pelaksanan seluruh kode etik profesi kesehatan.

B A B II PEMBAHASAN
A.Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi baru bahwa pengertian 1. Peran :Pemain sandiwara 2. Fungsi :1.Kegunaan, manfaat 2.Peranan, tugas 3.Kedudukan, jabatan (pekerjaan) yang dilakukan Jadi, peran dan fungsi adalah tugas pokok yang dilakukan oleh individu / instansi.

B. Majelis Pertimbangan Etika Profesi


1. Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan : Majelis Pertimbangan Etika Profesi di Indonesia adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis sesuai : a. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982 Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis. b. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11 Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk. c. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang Pembentukan MP2EPM. Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Provinsi menurut Peraturan Menkes RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H yang berjudul Himpunan Peraturan Kesehatan. 1) MP2EPM Propinsi bertugas : a) Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi. b) Mengawasi pelaksanaan Kode etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya. c) Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi. d) Memberi nasehat kepada para anggota profesi tenaga kesehatan . e) Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif Kode Etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. f) Memberi pertimbangan dan saran kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah provinsi. 2) MP2EPM Provinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehtan Provinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu persoalan etik profesi tenaga

kesehatan untu diminta keterangannya dengan pemberitahuan pada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Pusat, yaitu : 1) Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada Menteri. 2) Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode Etik sarjana Farmasi Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia. 3) Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dan hukm yang menyangkut kesehatan dan kedokteran. 4) Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh MP2EPM Propinsi. 5) Menerima rujukan dalam menangani permasalahan pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan. 6) Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan. 2. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan: a. Dasar pembentukan majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut : a) Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. b) Undang undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. c) Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK. b. Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

C.Majelis Etika Pertimbangan Bidan


Dalam buku Heny puji Wahyuningih dituliskan: Pengertian Merupakan badan perlindungan hokum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hokum. 2. Majelis Etika Profesi Bidan Salah satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di Propinsi Bali tanggal 24 September 1998 adalah kesepakatan agar dalam lingkungan kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk : Majelis petimbangan Etika Bidan (MPEB) Majelis Peradilan profesi ( MPA) (Mustika Sofyan, Nur Aini Madjid, Ruslidjah Siahaan, 50 tahun IKATAN BIDAN INDONESIA). Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan Hal yang menyangkut tugas Majelis Etika Kebidanan, yaitu : Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bias konsul ke Majelis Etika kebidanan pada tingkat pusat. 1.

a. b. 3. 4. a. b. c.

d.

Sidang Majelis Etika kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi. e. Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang. f. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi. 5. Pelaksanaan Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantik Majelis Pertimbangan Etika Bidan dan Majelis Pembelaan Anggota ( Heny Puji Wahyuningsih) Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 tentang majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H, dicantumkan Pasal 20 MP2EPM Propinsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah, Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah, Persatuan Perawat nasional Indonesia Wilayah, Ikatan Bidan Indonesia Wilayah, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Wilayah, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Wilayah, dan Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia Wilayah beserta cabang-cabangnya. Pasal 21 Biaya MP2EPM Propinsi dibebankan kepada anggaran belanja Departemen Kesehatan c.q kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi. Pasal 22 (1) MP2EPM Propinsi, berdasarkan hasil pemeriksaan, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan yang bersangkutan. (2) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dapat mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakan administrative terhadap tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Keputusan kepala Kantor Wilayah yang dimaksud dalam ayat 2 (dua) disampaikan kepada tenaga kesehatan yang bersangkutan dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, MP2EPM Pusat dan MP2EPM Propinsi. (4) Dalam hal tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran berstatu pegawai negeri sipil yang diperbantukan kepada daerah dan kepada yang bersangkutan akan diambil tindakan administrative, maka sebelumnya perlu dikonsultasikan denga Gubernur/kepala daerah Tingkat I. Pasal 23 (1) Apabila tenaga kesehatan bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 berkeberatan terhadap keputusan bersalah yang dinyatakan oleh pihak yang berwenang maka yang bersangkutan dpat mengajukan banding dalam waktu 20 (dua puluh) hari ke MP2EPM Pusat. (2) Pernyataan banding dalam ayat (1) disampaikan ke MP2EPM Pusat melalui MP2EPM Propinsi.

(3) MP2EPM Propinsi meneruskan banding tersebut dalam ayat (2) dalam waktu selambatlambatnya 7 (ujuh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya banding. (4) Apabila tenaga kesehatan dalam waktu 20 (dua puluh) hari tidak mengajukan banding, maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dianggap telah menerima keputusan yang dimaksud dalam pasal 22. (5) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi belum diperkenankan menjalankan keputusan yang dimaksu dalam pasal 22 apabila yang bersangkutan mengajukan banding.

Pasal 24 (1) MP2EPM Pusat setelah menerima berkas banding segera memriksa dan mengambil keputusan banding. (2) MP2EPM Pusat menyampaikan keputusannya kepada Menteri untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan yang bersangkutan. (3) Keputusan Menteri baik berupa peringatan atau tindakan administrative disampaikan kepada yang bersangkutan dengan tembusan kepada instansi yang bersangkutan dan Perhimpunan profesi tenaga kesehatan yang terkait.

Bab iii Penutup


A. Kesimpulan Majelis etika profesi merupakan badan perlindungan hokum terhadap para bidan. Oleh sebab itu, segala aspek yang menyangkut tindakan atau pelayanan yang dilakukan bidan telah diatur dalam undang-undang dan hokum terkait. Bidan merupakan profesi yang mempunyai tanggung jawab yang besar dimana keselamatan ibu dan bayinya tergantung dari kesiapan dan profesionalisme kerja seorang bidan. Diharapkan dengan adanya kode etik profesi, bidan mampu mengetahui batas-batas dari wewenang sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ada pun pelanggaran etik yang mungkin dilakukan oleh bidan, maka tugas majelis etika profesi yang menyelesaikannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Saran Setiap bidan harus menjunjung tinggi norma dan etika profesi yang diembannya agar hal-hal yang menyimpang dari tugas dan wewenang bidan tidak terjadi serta bidan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang sehat.

B.

DAFTAR PUSTAKA

Sofyan,Mustika.50 tahun Ikatan Bidan Indonesia.2001.Pengurus Pusat IBI 2. Wahyunigsih,Heni Puji.2005.Etika Profesi Bidan.EGC:Jakarta 3. Soeiady,Sholeh.1996.Himpunan Peraturan Kesehatan.Arcan:Jakarta

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi. Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana hak - hak pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. Jika terjadi suatu kesalahpahaman atau ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan bidan / TENKES, bidan berhak menerima perlindungan hukum dari Majelis Pertimbangan Etika Bidan, atau Majelis Pertimbangan EtikaProfesi. B. Tujuan Memahami tugas dan fungsi MPEP (Majelis Pertimbangan Etik Profesi) dan MPKE (Majelis Pertimbangan Kode Etik).

BAB II PEMBAHASAN
Dasar penyusunan majelis pertimbangan etika profesi adalah majelis pembinaan dan pengawasn etik pelayanan medis (MP2EPM), yang melliputi : 1. Kepmenkes RI no.554/Menkes/Per/XII/1982 Memberikan pertimbangan,pembinaan dan melaksakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayan medis 2. Peraturan pemerintah No.1 tahun 1988 BAB V pasal 11 Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter,dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya di lakukan oleh menteri kesehatan atau pejabat yang ditunjuk 3. Surat keputusan menteri kesehatan no.640/Menkes/Per/X/1991, tentang pembentukan MP2EPM Dasar majelis disiplin tenaga kesehatan atau MDTK adalah sebagai berikut : 1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 2. UU no.23 tahun 1992 tentang kesehatan 3. KEPRES tahun 1995 tentang pembentukan MDTK Tugas majelis disiplin tenaga kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. A. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat 1. Memberi pertimbangan tentang etik dan standart profesi tenaga kesahatan kepada mentri 2. Membina,menagembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik kedokteran gigi, perawat, bidan, sarjana farmasi dan rumah sakit. 3. Menyelesaikan persoalan,menerima rujukan dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait. 4. MP2EPM pusat atas mentri yang berwenang mereka yang ditunjuk mengurus persoalan etik tenaga kesehatan B. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah provinsi 1. Menerima dan member pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik, dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan kode etik.

2. Memberi nasihat,membina dan mengembangkan serta menawasi secara aktif etik tenaga profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerjasama dengan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, ISFI, PRSw2. 3. Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait. 4.MP2EPM propinsi atas nama kepala kantor wilayah departemen kesehatan propinsi berwenang memanggil mereka yang bertsangkutan dalam suatu etik profesi.

C. Majelis Etika Profesi Bidan Pengertian majelis etika profesi merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hokum.Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan (MPEB) Majelis pembelaan Anggota (MPA). Latar belakang dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan atau MPEB adalah adanya unsur-unsur pihak-pihak terkait : 1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien 2. Sarana pelayanan kesehatan 3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma,etika,dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menntukan standar profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang di sepakati, maka perlu di bentuk Majelis Etika Bidan,yaitiu MPEB dan MPA. Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada Bidan dan penerima pelayanan. Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi : a) Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standart profesi pelayanan bidan(kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002 b) Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai denagan Standart Praktik Bidan, Standart Profesi dan Standart Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan. c) Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan d) Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang um kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik biadan. Penorganisasian majelis etik kebidanan, adalah sebagai berikut: a) Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisai yang mandiri, otonom, dan non structural. b) Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat c) Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibukota Negara dan majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi. d) Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris e) Jumlah anggota masing-masing terdiri daei lima orang

f) Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selam tiga tahun dan sesudahnya,jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota gersebut dapat dipilih kembali g) Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menteri kesehatan h) Susunan organisasi majelis etik kebidanan tediri dari: 1. Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hokum 2. Sekretaris merangkap anggota 3. Anggota majelis etik bidan Tugas majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut: a) Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh bidan b) Penilaian didasarkan atas prmintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan c) Permohonan secara tertulis dan disertai data-data d) Keputusan tingakt propinsi bersifat final dan bias konsul ke majelis etik kebidanan pada tingkat pusat e) Siding majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari, stelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding menghadirkan dan meminta keterangan dari bidan dan saksi-saksi f) Keputusan paling lambat 60 hari,dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwewenang g) Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI ditingkat Provinsi Dalam pelaksanaanya dilapangan sekarangan ini bahwa organisasi profesi bidan IBI,telah melantik MPEB (Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota),namun dalam pelaksanaanya belum terealisasi dengan baik. D. Badan Konsil Kebidananan Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan.Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang terbentukn daalm rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembanga otonom dan independen bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala Negara. 1. Tugas badan konsil kebidanan a. Melakukan registrasi tenaga bidan. b. Menetapkan standart pendidikan bidan. c. Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan. Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur,menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalakan prktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. 2. a. b. c. d. Wewenang badan konsil kebidanan meliputi : Menetapkan standart kompetensi bidan Menguji persyaratan registrasi bidan Menyetujui dan menolak permohonan registarsi Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi

e. Menetapkan tehniologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia f. Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi g. Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi yang dikenakan oleh organisasi profesi 3. Keanggotaan konsil kebidanan: a. Dari unsure departemen dua orang b. Lembaga konsumen 1 orang c. Bidan 10 orang d. Organisasi profesi terkait 4 orang e. Ahli hukum 1 orang 4. a. b. c. d. e. f. 5. a. b. c. d. e. f. Persyaratan anggota konsil: Warga Negara Indonesia Sehat jasmani dan rohani Berkelakuan baik Usia sekurangnya 40 tahun pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun memiliki moral etika tinggi keanggotaan konsil berhenti karena: Berakhir masa jabatan sebagai anggota Meninggal dunia Mengundurkan diri Bertempat tinggal diluar wilayah republic Indonesia Gangguan kesehatan Diberhentikan karena melanggar aturan konsil

6. Mekanisme tatakerja konsil: a. Memelihara dan menjaga registrasi bidan b. Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah apabila dihadiri separuh ditambah 1 unsur pimpinan harian c. Rapat pleno memutuskan: 1) Menolak permohonan registrasi 2) Membentuk sub-sub komite dan anggota 3) Menetapkan aturan dan kebijakan d. Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat kali dalam setahun e. Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan etik profesi f. Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil Majelis etika profesi bidan (MEPB)

Merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Latar belakang dibentuknya MPEB dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota) adanya unsur - unsur pihak terkait: 1. pemeriksaan pelayanan untuk pasien 2. sarana pelayanan kesehatan 3. tenaga pemberi pelayanan

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Majelis Etika Profesi merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi pemyimpangan hukum. Realisasi majelis etika profesi bidan adalah dalam bentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota). Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota. Dewan Pertimbangan Etika Bidan ( DPEB ) dan Majelis Pembelaan Anggota ( MPA ) memiliki fungsi antara lain : 1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan Pengurus Pusat. 2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala 3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas Pengurus Pusat 4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan. B. Saran Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan / kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima

tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan.

DAFTAR PUSTAKA
http://maphiablack.blogspot.com/2011/01/peran-dan-fungsi-majelis-pertimbangan.html http://ranzdp.blogspot.com/2009/09/majelis-pertimbangan-etika-bidan-mpeb.html http://www.artikelkebidanan.com/peran-dan-fungsi-277.html

Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis (MP2EPM), yang meliputi : 1. Kepmenkes RI no. 554/Menkes/Per XII/1982. Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis. 2. Peraturan Pemerintah Ni. 1 Tahun 1988 BabV Pasal 11. Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau Pejabat yang ditujukan. 3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No, 640/Menkes/Per/X 1991, Tetang Pembentukan MP2EPM. Dasar Majelus Disiplin Tenaga kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut : 1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 2. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3. Keputusan Presiden Tahun1995 tentang pembentukan MDTK Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

a. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat b. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Propinsi c. Majelis Etika Profesi Bidan d. Badan Konsil Kebidanan
Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Etik Profesi Bidan Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis (MP2EPM), yang meliputi : 1. Kepmenkes RI no. 554/Menkes/Per XII/1982. Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis. 2. Peraturan Pemerintah Ni. 1 Tahun 1988 BabV Pasal 11. Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau Pejabat yang ditujukan. 3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No, 640/Menkes/Per/X 1991, Tetang Pembentukan MP2EPM. Dasar Majelus Disiplin Tenaga kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut : 1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 2. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3. Keputusan Presiden Tahun1995 tentang pembentukan MDTK Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. a. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat b. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Propinsi c. Majelis Etika Profesi Bidan d. Badan Konsil Kebidanan

PENDAHULUAN Dalam mengembangkan dan menerapkan praktik kebidanan di lingkungan pelayanan kesehatan, bidan memiliki tanggung jawab etis terhadap kliennya. Selama pengabdiannya tersebut bidan, terkadang dihadapkan pada potensi konflik etik dan banyak kasus yang terkait dan etika profesi mereka. Oleh karena itu, penting bagi bidan untuk melandasi praktik dengan prinsip etika moral dan memahami isu legal kebidanan untuk membentuk perilaku profesionalnya dalam memberi pelayanan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. POKOK MATERI 1. Dasar Penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi, menurut : a. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/Per/XII/1982 b. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11 c. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang pembentukan MP2EPM 2. Tugas dan wewenang MP2EPM Wilayah Pusat

3. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Propinsi 4. Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan 5. Majelis Etika Profesi Bidan Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Media (MP2EPM), yang meliputi : 1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982 Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis. 2. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11 Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk 3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang MP2EPM Pembentukan

Dasar pembentukan Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut : 1. Pasal 4 ayat UUD 1945 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3. Keputusan Presiden Tahun 1995 tentangpembentukan MDTK. TUGAS DAN WEWENANG MP2EPM WILAYAH PUSAT 1. Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada menteri. 2. Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik Kedokteran Gigi, Perawat, Bidan, Sarjana Farmasi dan Rumah Sakit. 3. Menyelesaikan persoalan, menerima rujukan dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait. 4. MP2EPM pusat atas Menteri yang berwenang mereka yang ditunjuk mengurus persoalan etik tenaga kesehatan.

TUGAS DAN WEWENANG MP2EPM WILAYAH PROPINSI 1. Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik, dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan kode etik. 2. Memberi nasehat, membina dan mengembangkan serta mengawasi secara aktif etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerjasama dengan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, ISFI, PRS21. 3. Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait. 4. MP2EPM propinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu etik profesi.

TUGAS MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN Tugas MDTK adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. MAJELIS ETIKA PROFESI BIDAN Pengertian Majelis Etika Profesi adalah merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang dberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi Majelis Etika Profesi bidan adalah dalam bentuk Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Peradilan Profesi (MPA). Latar belakang dibentuknya Majelis Etika Profesi bidan atau MPEB adalah adanya unsur-unsur pihak-pihak terkait : 1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien 2. Sarana pelayanan kesehatan 3. Tenaga pemberi pelayanan, yaitu bidan Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi,

prosedur yang baku dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk Majelis Etika Bidan, yaitu MPEB dan MPA. Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan obyektif kepada bidan dan penerima pelayanan. Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi : a. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi pelayanan bidan (Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002 b. Melakukan supervisi lapangan, termasuk tentang tehnis, dan pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan Standar Praktik Bidan, Standar Profesi dan Standar Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan. c. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan. d. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan. Pengorganisasian Majelis Etik Kebidanan, adalah sebagai berikut : 1. Majelis Etika Kebidanan merupakan lembaga organisasi yang mandiri, otonom dan non struktural. 2. Majelis Etika Kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat. 3. Majelis Etika Kebidanan pusat berkedudukan di Ibukota negara dan Majelis Etika Kebidanan propinsi berkedudukan di ibukota propinsi. 4. Majelis Etika Kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris. 5. Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang. 6. Masa bakti anggota Majelis Etika Kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang yang berlaku, maka anggota tersebut dapat dipilih kembali. 7. Anggota Majelis Etika Kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan. 8. Susunan organisasi Majelis Etika Kebidanan terdiri dari : 1). Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hukum. 2). Sekretaris merangkap anggota. 3). Anggota Majelis Etika Bidan. Tugas Majelis Etika Kebidanan, adalah meliputi :

a. b. c.

Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan. Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.

Permohonan secara tertulis dan disertai data-data. d. e. f. g. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bias konsul ke Majelis Etika Kebidanan pada tingkat pusat. Sidang Majelis Etika Kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi. Keputusan paling lambat 60 hari, dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi. Dalam pelaksanaannya dilapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantikMPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Peradilan Profesi, namun dalam pelaksanaannya belum terealisasi dengan baik.

Kesimpulan

Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis (MP2EPM), yang meliputi : 1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982 2. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11 3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang Pembentukan MP2EPM.

Tugas MDTK adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Majelis Etika Profesi Bidan adalah merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum.

Evaluasi

1. Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis adalah pernyataan yang terdapat di dalam : a. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11 b. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982 c. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang Pembentukan MP2EPM. d. Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 2. Yang merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum adalah pengertian dari : a. Hukum Kedokteran Kesehatan b. Hukum Kesehatan Kriminalis c. Majelis Etika Profesi Bidan d. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

3. Tugas MDTK adalah : a. Meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. b. Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada menteri. c. Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik, dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan kode etik. d. Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik Kedokteran Gigi, Perawat, Bidan, Sarjana Farmasi dan Rumah Sakit. 4. Yang bukan merupakan latar belakang dibentuknya Majelis Etika Profesi Bidan atau MPEB adalah : a. Pemeriksa pelayanan untuk pasien b. Sarana pelayanan kesehatan c. Tenaga pemberi pelayanan, yaitu bidan d. Masyarakat yang terkait 5. Dasar pembentukan Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah sebagai berikut kecuali : a. Pasal 4 ayat UUD 1945 b. Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan c. Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK d. Pasal 2 UUD 1988

8.1 Peran dan fungsi majelis pertimbangan kode etik Etika berasal dari bahasa Yunani. Menurut etimologi berasal dari kata ETHOS yang artinya kebiasaan atau tingkah laku manusia. Dalam bahasa Inggris disebut ETHIS yang artinya sebagai ukuran tingkah laku atau prilaku manusia yang baik, yakni tindakan manusia yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia itu sesuai dengan etika moral pada umumnya. Etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat

yang mengatur prinsip-prinsip tentang moral dan tentang baik buruknya suatu perilaku. Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik professional. Sedangkan Kode etik itu sendiri adalah suatu ciri profesi yang bersumber dari nilainilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi. Kode etik merupakan norma-norma yang harus dilaksanakan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam kehidupan di masyarakat. Maka secara sederhana juga dapat dikatakan bahwa etika adalah disiplin yang mempelajari tentang baik buruknya sikap tindakan atau perilaku. Tujuan kode profesi adalah : 1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi 2. Untuk menjunjung tinggi dan memelihara kesejahteraan para anggotanya 3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi 4. Untuk meningkatkan mutu profesi

Di dalam pelaksanaannya penetapan kode etik IBI harus dilakukan oleh Kongres IBI. Hal ini terjadi karena kode etik suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi, jika semua orang menjalankan profesi yang sama tersebut tergabung dalam suatu organisasi profesi. Hal ini menjadi lebih tegas dengan pengertian bahwa apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi maka secara otomatis dia tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi. Apabila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik maka barulah ada suatu jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi dalam menjalankan tugasnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan di bantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis

Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Dalam organisasi IBI terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA).

A. PENGERTIAN Majelis Etika Profesi merupakan badan perlindungan hokum terhadap para bidab sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi pemyimpangan hokum. Realisasi majelis etika profesi bidab adalah dalam bentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota).

B. LATAR BELAKANG Latar belakang dibentuknya MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) adalah adanya unsur unsur pihak yang terkait : 1. Pemeriksaan pelayanan untuk pasien 2. Sarana pelayanan kesehatan 3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah ubtuk menetukan standar profesi, prosedur yang baku dank ode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota). Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM), yang meliputi : 1. Kepmenkes RI no554/menkes/Per/XII/1982 Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis. 2. Peraturan Pemerintah no.1 tahun 1988 Bab V Pasal 11 Pembinaan dan Pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Mentri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.

3. Surat Keputusan Mentri Kesehatab no. 640/Menkes/per/XI/1991 tentang pembentukan MP2EPM.

C. TUJUAN Tujuan dibentiknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan. Dengan kata lain, untuk memberikan keadilan pada bidan bila terjadi kesalahpahaman dengan pasien atas pelayanan yang tidak memuaskan yang bisa menimbulkan tuntutan dari pihak pasien. Dengan catatan, bidan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar kompetensi bidan dan sesuai dengan standar praktek bidan.

D. LINGKUP Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi : 1. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai dengan standar profesi pelayanan bidan (Kepmenkes no. 900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002 2. Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktek termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktek bidan sesuai dengan standar praktek bidan, standar profesi dan standar pelayanan kebidanan, juga batas batas kewenangan bidan. 3. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus kasus dalam praktek kebidanan. 4. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hokum kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

E. PENGORGANISASIAN Pengorganisasian Majelis Etika Kebidanan adalah sebagai berikut : 1. Majelis Etika Kebidanan merupakan lembaga orgabisasi yang mandiri, otonom dan non structural 2. Majelis Etika Kebidanan dibentuk di tingkat provinsi dan pusat

3. Majelis Etika Kebidanan pusat berkedudukan di ibukota Negara dan Majelis Etika Kebidanan Profinsi berkedudukan di ibukota provinsi 4. Majelis Etika Kebidanan pusat dab profinsi dibantu oleh sekretaris 5. Jumlah angggota masing masing terdiri dari lima orang 6. Masa bakti anggota Majelis Etika Kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika berkedudukan evaluasi masalah memenuhi ketentuan yang berlaku maka anggota tersebut dapat dipilih kembali. 7. Anggota Majelis Etika Kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh Mentri Kesehatan. 8. Susunan organisasi Majelis Etika Kebidanan terdiri dari : 1. Ketua dengna kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hukum 2. Sekretaris merangkap anggota 3. Anggota Majelis Etika Bidan

F. PERAN Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.

G. FUNGSI Dewan Pertimbangan Etika Bidan ( DPEB ) dan Majelis Pembelaan Anggota ( MPA ) memiliki fungsi antara lain : 1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan Pengurus Pusat 2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala 3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas Pengurus Pusat

4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan.

H. TUGAS MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam IBI tingkat nasional. MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota. DPEB dan MPA memiliki tugas antara lain : 1. Mengkaji 2. Menangani 3. Mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dalam praktek kebidanan yang berkaitan dengan permasalahan hukum. Dalam menjalankan tugasnya, sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan dibantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Tugasnya secara umum ialah : 1. merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat. 2. melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala. 3. memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat. 4. membentuk tim teknis sesuai kebutuhan,tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.

Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meliputi : 1. Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan

2. Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan 3. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data 4. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke Majelis Etik Kebidanan pada tingkat pusat 5. Sidang Majelis Etik Kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi. 6. Keputusan paling lambat 60 hari, dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang 7. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.

I. KEANGGOTAAN Keanggotaan MPEB dan MPA terdiri dari : 1. Ketua 2. Sekretaris 3. Bendahara 4. Anggota

Anda mungkin juga menyukai