Anda di halaman 1dari 1

Nilai Filosofis Upacara Tradisional Jawa

Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan yang mengandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan.sikap mematuhi norma serta menjunjung tinggi nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup bermasyarakat. Dalam masyarakat yang sudah maju, norma-norma dan nilai kehidupan itu dipelajari melalui jalur pendidikan baik secara formal maupun nonformal. Di samping itu, ada suatu bentuk sarana sosialisasi bagi warga masyarakat tradisional, khususnya, yang disebut upacara tradisional. Salah satu fungsinya antara lain adalah pengokohan norma-norma, serta nilai-nilai budaya yang telah berlaku turun-temurun. Upacara tradisional Jawa mengandung nilai filsafat yang tinggi. Dari sejarah telah terungkap bahwa kata-kata itu telah dipakai oleh filsuf Sokrates dan Plato pada abad ke-5 Sebelum masehi. Seorang filsuf berarti seorang pecinta kebijaksanaan yang telah mencapai status wicaksana yang disebut juga sebagai jalma sulaksana, waskhita ngerti sadurunge winarah atau jalma limpat seprapat (Mulyono, 1989:6) Jika di Barat filsafat diartikan cinta kearifan, di Jawa berarti cinta kesempurnaan atau ngudi kawicaksanan atau kearifan (wisdom). Di dalam kebudayaan Jawa, kesempurnaan berarti mengerti awal dan akhir hidup atau wikan sangkan paran. Manusia sempurna berarti telah menghayati dan mengerti awal akhir hidupnya serta memiliki kewicaksanan dan kemampuan mengetahui peristiwa-peristiwa diluar jangkauan ruang dan waktu atau kawaskithan (Ciptoprawiro, 1986:82) Pandangan hidup orang Jawa atau filsafat Jawa terbentuk dari gabungan alam pikir Jawa tradisional, kepercayaan Hindu atau filsafat India, dan ajaran tasawuf atau mistik Islam. Pandangan hidup tersebut banyak tertuang dalam karya-karya sastra berbentuk prosa dan puisi (Santoso, 1978: 73-74). Dalam budaya Jawa pandangan hidup lazim disebut ilmu kejawen atau yang dalam kesusasteraan Jawa dikenal pula sebagai ngelmu kasampurnan sehingga masyarakat lebih sebagai gambaran ideal itu adalah masyarakat yang cara kerjanya berdasarkan suatu tata yang dipolakan sebagai hubungan tata dan cara menurut Darmardjati (1993). Salah satu hal yang memberikan telaah tentang hal itu ialah telaah kosmologis, logosentrisme abad 21ditandai oleh gejala alam sebagai titik balik (turning point), yaitu ketika manusia mulai dikembalikan akibat amalan-amalannya yang negatif yang di dasari sebagai tekstur atau anyaman ayat-ayat Tuhan yang Akbar. Segala sesuatu perlu persiapan yang matang.

Nama : Sonia Dianita Savitri Kelas : X-2 Absen : 29

Sumber : Buku BSE halaman 176-177

Anda mungkin juga menyukai