Anda di halaman 1dari 5

2.

Kromatografi

Definisi kromatografi menurut Farmakope Indonesia IV : kromatografi adalah suatu prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya pembedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Metode kromatografi dipakai secara luas baik untuk pemisahan analitik dan preparatif. Kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan senyawa, sedangkan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan suatu campuran senyawa dengan metode kromatografi dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sifat fisika dari molekul, antara lain : 1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan) 2. Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi) 3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) Prinsip dasar kromatografi adalah mengubah keadaan distribusi statik menjadi sistem kesetimbangan yang dinamik. Hal ini dilakukan dengan cara menggerakkan satu fase secara mekanis (fase gerak) relatif terhadap fase yang lainnya (fase diam) dalam suatu sistem kesetimbangan. Fase gerak dapat berupa zat cair atau gas, sedangkan fase diam dapat berupa lapisan tipis cairan yang melekat pada penyangga atau permukaan zat padat yang berfungsi sebagai penyangga. Jika suatu campuran zat A+B dimasukkan dalam sistem, kedua senyawa akan terdistribusi di antara kedua fase menurut sifat masing-masing. Senyawa yang memiliki afinitas lebih besar terhadap fase gerak (atau afinitas yang lebih kecil terhadap fase diam) akan bergerak lebih cepat daripada senyawa yang memiliki sifat sebaliknya. Perbedaan laju perpindahan ini merupakan dasar dari semua pemisahan secara kromatografi. ( Depkes , 1995) 2.8 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia dengan fasa gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fasa diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada peyangga berupa pelat gelas atau lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil pengembangan dideteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil. Metode kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya pemalsuan dalam sediaan jamu. Selain digunakan untuk pemisahan senyawa, KLT (kromatografi lapis tipis) juga dapat digunakan untuk identifikasi senyawa. Parameter utama dalam KLT adalah

faktor retardasi (Rf) yaitu perbandingan antara jarak migrasi sampel dengan jarak migrasi fase gerak, yang dipengaruhi oleh: 1. fase diam: kualitas, keberadaan pengotor, ketidakseragaman ketebalan, aktivasi pelat, 2. fase gerak: kemurnian pelarut, 3. bejana pengembang: ukuran bejana, kuantitas pelarut, kejenuhan, 4. suhu, 5. jarak pengembangan, 6. kuantitas sampel. ( Wilcox , 1995) Fasa diam (lapisan penjerap) Jika dilihat dalam sinar jatuh dan sinar lewat, lapisan yang kering mempunyai wadah yang seragam dan membentuk ikatan yang baik dengan penyangga. Panjang lapisan 200 mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis, tebalnya 0,1 0,3 mm, biasanya 0,2 mm. Contoh umum : silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, dll.

Fasa gerak Merupakan medium angkut dan terdiri dari satu/beberapa pelarut. Fasa gerak bergerak dalam fasa diam karena adanya gaya kapiler. Pada kromatografi penjerap, pelarut perngembang dapat dikelompokkan ke dalam deret eluotropik berdasarkan efek elusinya. Efek elusi naik dengan seiring kepolaran pelarut. Misal : heksana nonpolar mempunyai efek elusi lemah, kloroform cukup kuat dan methanol yang polar efek elusinya kuat. Tetapan dielektrik juga memberi informasi tentang kepolaran suatu senyawa. ( Fieser , 1987). Bejana pemisah, penjenuhan, aras pengisian Bejana harus dapat menampung pelat 200200 mm dan harus tertutup rapat. Aras pengisian fasa gerak harus 5-8 mm sesuai dengan kedalaman lapisan yang terpendam. Untuk kromatografi dalam bejana yang jenuh, secarik kertas saring bersih yang lebarnya 18-20 cm dan panjangnya 45 cm ditaruh pada di dinding sebelah dalam bejana berbentuk U dan dibasahi dengan pelarut pengembang. Kertas saring berfungsi untuk mencegah terjadinya penguapan dari lapisan fasa diam.

Awal dan jumlah cuplikan Bercak atau pita ditotolkan pada jarak 15 mm dari tepi bawah lapisan. Jarak suatu bercak awal berjarak 3-5 mm dari bercak lain dan berjarak sekurang-kurangnya 10 mm dari tepi. Biasanya ditotolkan 1-10 l larutan cuplikan 0,1-1%.

Pengembangan Pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal, yaitu jarak antar garis awal dan garis depan, ialah 10 mm. Ada bermacam-macam teknik pengembangan, yaitu : Pengembangan satu arah Pengembangan alir-sinambung Pengembangan landaian Pengembangan ganda Pengembangan dua arah Pengembangan lingkar Pengembangan carik baji

Larutan pembanding (campuran uji atau baku) Merupakan campuran yang terdiri dari 1-5 senyawa yang diketahui, dengan konsentrasi yang diketahui pula. Bila mungkin, senyawa pembanding ini sama dengan senyawa yang terdapat di dalam larutan cuplikan.

Larutan cuplikan Merupakan larutan senyawa obat yang akan dianalisis. Jumlah senyawa obat yang terlarut pada pelarut harus sama dengan yang terdapat pada sediaan.

Deteksi senyawa yang dipisah Lampu UV untuk eksitasi fluoresensi Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa itu menunjukkan penyerapan pada daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika senyawa dapat dieksitasi ke fluorosensi radiasi UV gelombang pendek dan/ atau gelombang panjang (365 nm). Selain itu juga bisa dengan pereaksi semprot dan deteksi biologi..

Penilaian dan dokumentasi kromatogram Kualitatif : dengan penilaian visual Hal yang dapat diamati : jarak pengembangan komponen larutan cuplikan (dengan merujuk pada angka Rf atau hRf pada KLT) Rf = jarak titik pusat bercak dari titik awal/ jarak garis depan dari titik awal Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua decimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100(h), menghasilkan nilai berjangka antara 0 dan 100. Harga Rf tergantung kelembaban atmosfer dan sifat penjerap. Jika hRf lebih tinggi daripada hRf pada pustaka maka kepolaran pelarut harus dikurangi; jika hRf lebih rendah maka komponen polar pelarut harus dinaikkan. ( Fieser , 1987).

Kromatografi lapis tipis paling cocok untuk analisis obat di farmasi karena : mungkin Investasi yang kecil untuk perlengkapan Waktu analisis yang singkat (15-60 menit) Analit/cuplikan yang dibutuhkan hanya sedikit ( + 0,1 g) Kemungkinan hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak

Kebutuhan ruangan minimum

Penanganannya sederhana (www.kimia-analisis.com)

Analisis KLT banyak digunakan karena : 1. Waktu yang diperlukan untuk analisis senyawa relatif pendek 2. Dalam analisis kualitatif dapat memberikan informasi semi kuantitatif tentang konstituen utama obat 3. Cocok untuk memonitor identitas dan kemurnian obat. 4. Dengan bantuan prosedur pemisahan yang sesuai, dapat digunakan untuk analisis kombinasi obat dari sediaan herbal.

Anda mungkin juga menyukai