Anda di halaman 1dari 9

Organisasi S A R Organisasi SAR Yang Dikenal Di Indonesia

BASARI (Badan SAR Indonesia) : 6 menteri (Keuangan, Hankam, Dalam Negeri, Luar Negeri, Sosial, dan Perhubungan) BASARNAS (Badan SAR Nasional) : di bawah koordinasi Departemen Perhubungan. KKR (Kantor Koordinator Rescue) : ada dilokasi : Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan Biak SKR (Sub Koordinasi Rescue) : ada didaerah : Medan, Padang, Tanjung Pinang, Denpasar, Pontianak, Menado, Banjarmasin, Kupang, Ambon, Balikpapan, Sorong, Merauke, Jayapura.

Organisasi Operasi SAR

SC (SAR Coordinator) : Biasanya pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang dalam penyediaan fasilitas. SMC (SAR Mission Coordinator) : Harus orang yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tinggi dalam nenentukan MPP (Most Probable Position), menentukan area pencarian, strategi pencarian (berapa unit, teknik dan fasilitas). OSC (On Scene Commander) : Tidak mutlak ada, tapi juga bias lebih dari satu, tergantung wilayah komunikasi dan kesulitan jangkauaanya. SRU (Search And Rescue Unit).

Tugas SMC 1. Menganalisa data yang masuk/diperoleh agar : - menentukan datum (MPP / Most Probable Position) - menentukan daerah pencarian - menentukan jumlah unsure yang dipakai - memperkirakan berapa lama waktu operasi. 2. Melakukan koordinasi dengan semua unsure yang terlibat serta melayani hubungan.koordinasi (misalnya dengan pejabat-pejabat, wartawan, dan lainlain). 3. Menyediakan fasilitas logistik yang diperlukan SRU.

Sistem SAR Ada 5 tahapan dalam operasi SAR : 1. Awareness Stage (Tahap Kekhawatiran) Adalah kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat diduga akan muncul (saat

disadarinya terjadi keadaan darurat/ musibah) 2. Initial Action Stage (Tahap Kesiagaan/ Preliminary Mode) Adalah tahap seleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa dan ditetapkan bahwa berdasarkan informasi tersebut, maka keadaan darurat saat itu diklasifikasikan sebagai :

a. INCERFA (Uncertainity Phase/ Fase meragukan) : adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya keraguan mengenai keselamatan jiwa seseorang karena diketahui kemungkinan mereka dalam menghadapi kesulitan. b. ALERFA (Alert Phase/ Fase Mengkhawatirkan/ Siaga) : adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang karena adanya informasi yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang serius yang mengarah pada kesengsaraan (distress). c. DITRESFA (Ditress Phase/ Fase Darurat Bahaya) : adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR informasi musibah yang diterima bisa ditunjukkan tingkat keadaan emergency dan dapat langsung pada tingkat Ditresfa yang banyak terjadi. 3. Planning Stage (Tahap Perencanaan/ Confinement Mode) Yaitu saat dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respons) terhadap keadaan sebelumnya, antara lain : Search Planning Event (tahap perencanaan pencarian). Search Planning Sequence (urutan perencanaan pencarian). Degree of Search Planning (tingkatan perencanaan pencarian). Search Planning Computating (perhitungan perencanaan pencarian). Operation Stage (Pertolongan) Detection Mode/ Tracking Mode And Evacuation Mode, yaitu seperti dilakukan operasi pencarian dan pertolongan serta penyelamatan korban secara fisik. Tahap operasi meliputi : Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian. Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian. Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda-tanda yang ditemui yang diperkirakan ditinggalkan survivor (Detection Mode). Mengikuti jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkan survivor (Tracking Mode). Menolong/ menyelamatkan dan mengevakuasi korban (Evacuation Mode), dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan membawa korban yang cedera kepada perawatan yang memuaskan (evakuasi). Mengadakan briefing kepada SRU. Mengirim/ memberangkatkan fasilitas SAR. Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian. Melakukan penggantian/ penjadualan SRU dilokasi Kejadian.

* * * * 4.

* * * * * * * * *

5.

Mission Conclusion Stage (Tahap Akhir Misi / Evaluasi) Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil kegiatan, mengadakan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan jenasah korban, survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat.

Pola-pola Pencarian Ada 8 kelompok utama pola pencarian, sebagai berikut : track line parallel creeping line square sector contour flare homing

Pola-pola pencarian yang sering dilakukan pada misi SAR darat (khususnya di Indonesia) adalah track line, parallel, dan contour. Untuk menamakan sesuatu pada pencarian SAR. Biasanya digunakan dengan huruf-huruf awal yang terdiri dari 3 huruf. Huruf 1 : Pola pencarian yang digunakan, misalnya T (track line), P (parallel) Huruf 2 : Unit yang terlibat, misalnya : S (single unit), M (multi unit). Huruf 3 : Keterangan pelengkap, misalnya : C = coordinated (dengan koordinasi) atau circle (melingkari) R = radar (digunakan untuk pengendalian) atau return to starting point N = Non return (tidak perlu kembali ke titik awal) L = Loran line (sesuai garis loran) Pencarian dengan pola garis lintasan (track line) digunakan :

Bila seseorang dinyatakan hilang pada jalur perjalanan yang direncanakan dan tidak diketahui data-data lain, berarti jalur perjalanan/garis lintasan merupakan satu-satunya data. Untuk usaha pencarian secara fisik yang pertama kali dapat dilakukan misalnya meminta bantuan pada pesawat komersil yang kebetulan melintas jalur tersebut.

Pola track line dikenal 4 jenis : TSR (track line, single unit, return) TMR (track line, multi unit, return) TSN (track line, single unit, non return)

TMN (track line, multi unit, non return)

Pencarian dengan pola parallel (sejajar memanjang/melingkar), digunakan : a. Bila daerah pencarian cukup luas dan medannya relatif datar. b. Hanya diketahui posisi duga fari sasaran yang dicari. Dikenal 9 bentuk : 1. PS (parallel track, single unit) 2. PM parallel track, multi unit) 3. PMR (parallel track, multi unit, return) 4. PMN (parallel track, multi unit, non return) 5. PSC (parallel track, singe unit, circle) 6. PMC (parallel track, multi unit, circle) 7. PSS (parallel track, single unit, spiral) 8. PSL (parallel track, single unit, loran) 9. PSA (parallel track, single unit, arc)

Pencapaian dengan pola contour digunakan untuk daerah yang bergunung dan berbukit. Syarat : - Anggota SRU harus berpengalaman, mempunyai kondisi dan daya tahan tinggi. - Briefing harus baik, dengan peta yang cukup luas. - Keadaan cuaca harus baik, termasuk visibility (jangkauan pandang) dan keadaan anginnya.

triage: 1. Latar belakang dan pengertian triage Triage adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan. Definisi Triage Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penangnanan dan sumber daya yang ada. Kata ini berasal dari bahasa Perancis trier yang berarti memisahkan, memilah dan memilih. Penggagas awalnya adalah Dominique Jean Larrey, seorang dokter bedah Perancis pada Pasukan Napoleon. Triage atau triase adalah proses untuk menentukan prioritas perawatan pasien berdasarkan tingkat keparahan kondisi mereka. Hal ini terutama diperlukan ketika sumber daya yang ada tidak mencukupi untuk semua pasien. Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya.

2. Prinsip dan tipe triage

Prinsip Triase Pada keadaan bencana massal, korban timbul dalam jumlah yang tidak sedikit dengan resiko cedera dan tingkat survive yang beragam. Pertolongan harus disesuaikan dengan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Hal tersebut merupakan dasar dalam memilah korban untuk memberikan perioritas pertolongan. Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan: Menilai tanda vital dan kondisi umum korban Menilai kebutuhan medis Menilai kemungkinan bertahan hidup Menilai bantuan yang memungkinkan Memprioritaskan penanganan definitif Tag Warna Prinsip-prinsip triage : Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik untuk jumlah terbanyak dengan seleksi korban berdasarkan :

Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit Dapat mati dalam hitungan jam Trauma ringan Sudah meninggal

Dari yang hidup dibuat prioritas Prioritas : penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul Tingkat prioritas :

Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25% Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata. Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala

kritis. Kategori : Setelah melakukan penilaian, korban dikategorikan sesuasi denagn kondisinya dan diberi tag warna, sebagai berikut: MERAH (Immediate) Setiap korban dengan kondisi yang mengancam jiwanya dan dapat mematikan dalam ukuran menit, harus ditangani dengan segera.

KUNING (Delay) Setiap korban dengan kondisi cedera berat namun penganannya dapat ditunda. HIJAU (Walking Wounded) Korban dengan kondisi yang cukup ringan, korban dapat berjalan HITAM (Dead and Dying) Korban meninggal atau dalam kondisi yang sangat sulit untuk diberi pertolongan. D.Sistem Triage Non Disaster : Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien Disaster : Untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak E.Type Triage Di Rumah Sakit Type 1 : Traffic Director or Non Nurse - Hampir sebagian besar berdasarkan system triage - Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah - Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya - Tidak ada dokumentasi - Tidak menggunakan protocol Type 2 : Cek Triage Cepat - Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau dokter - Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama - Evaluasi terbatas - Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat perawatan pertama Type 3 : Comprehensive Triage - Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman - 4 sampai 5 sistem katagori - Sesuai protocol

3. Klasifikasi dan penentuan prioritas pasien

F.Klasifikasi Klasifikasi Triage Klasifikasi berdasarkan pada : - pengetahuan - data yang tersedia - situasi yang berlangsung Sistem Klasifikasi Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf atau tanda. Adapun klasifikasinya sebagai berikut : Prioritas 1 atau Emergensi - Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera - Pasien dibawa ke ruang resusitasi - Waktu tunggu 0 (Nol) Prioritas 2 atau Urgent - Psien dengan penyakit yang akut - Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki - Waktu tunggu 30 menit - Area Critical care Prioritas 3 atau Non Urgent - pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal - luka lama - kondisi yang timbul sudah lama - area ambulatory / ruang P3 Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian - tidak ada respon pada segala rangsangan - tidak ada respirasi spontan - tidak ada bukti aktivitas jantung - hilangnya respon pupil terhadap cahaya

Penanggung Jawab Unit Gawat Darurat Medis Tugas penanggung jawab unit gawat darurat, antara lain: 1.Mengelola pelayanan kesehatan di UGD (triase, pelayanan gadar, rujukan) dengan cepat dan tepat. 2.Menerapkan kewaspadaan standar , resusitasi, dan stabilisasi. 3.Mengkoordinasi pengkajian dan evaluasi yang berkelanjutan (triase berkelanjutan) terhadap pasien. 4.Menyiapkan sistem rujukan dalam rangka menyelesaikan masalah kegawatdaruratan.

5.Mengkomunikasikan informasi tentang pelayanan yang telah dan akan diberikan dan untuk kebutuhan tindak lanjut. 6.Mengkoordinasi pemulangan pasien secara aman melalui pendidikan kesehatan dan perencanaan pemulangan pasien (discharge planning). 7.Mengkoordinasikan kegiatan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan UGD ke koordinator pelayanan medik, keperawatan, dan kebidanan. 8.Mengkoordinasikan dukungan psikologis dan spiritual untuk pasien dan keluarganya. 9.Mengatur sumber daya unit gadar (SDM, sarana prasarana).

Pembagian Zona Bahaya Gunung Berapi Tidak ada makhluk hidup yang bisa bertahan dari letusan gunung berapi. Panas lava, abu panas dan udara yang mengandung belerang akan mengejar semua makhluk hidup yang berada di jalur terdekatnya. Ketahui cara bertahan hidup di tengah ancaman gunung berapi, kenali batasan zona aman gunung berapi dan tindakan pencegahan pada zona berbahaya.

1. Zona Risiko Extreme (0 hingga 100 meter). Area ini hanya puluhan meter dari lubang kawah dan tingkat ancamannya kematian. Hanya alasan ekstrim atau mungkin alasan keperluan penelitian bila seseorang harus berada sekitas situ, hampir bisa MATI dipastikan bila seseorang harus mendekati tempat tersebut. 2. Zona Resiko Tinggi (100 m sampai 300 m). Ini adalah daerah di tepi kawah, posisi tempat disini sangat berbahaya bila terjadi letusan Kesempatan seseorang bisa hidup di tempat ini 50:50 terkadang terjadi letusan agak diluar prediksi jadwal normal. Hal yang memungkinkan untuk berada lebih dekat ditempat ini apabila status dibawah kondisi ideal. Sebaiknya jauhkan keinginan untuk mendekati tempat ini seperti gunuhg Sakura-jima (Jepang), Anak Krakatau (Indonesia), Rabaul (Papua New Guinea).

3. Zona Risiko Sedang (300 m sampai 3 km). Setiap saat ledakan bisa saja menghempaskan orang dalam zona ini, jadi jangan coba-coba untuk tidur di sini. Menghabiskan berjam-jam di zona ini mungkin boleh saja, tetapi tetap waspada terhadap aktivitas gunung dan ikuti petunjuk dari pemandu. Misalnya di Gunung Etna tahun 2000 zona ini tiba-tiba menjadi berbahaya tanpa peringatan ketika kawah tiba-tiba aktif lebih dari 60 kali. operasi Wisatawan pendaki boleh lebih dekat daripada jarak ini dari gunung berapi. Pengalaman dan pengetahuan tentang kondisi vulkanik sangat dibutuhkan untuk melakukan mendekati puncak gunung berapi. Sebagai contoh di gunung berapi Stromboli zona risiko sedang berada di bawah elevasi 750 m, dan resiko rendah di bawah 400 m elevasi.

4. Zona Risiko Rendah (3 km sampai 10 km). Ada risiko rendah cedera dari letusan di zona ini, meskipun demikian kejatuhan metrial dari sebuah letusan besar bisa terjadi di zona ini. Pada bulan Juli 2000 Copahue Volcano (Chile) bongkahan material terlontar sampai jarak 9 km. Lahar atau aliran piroklastik yang besar dapat melakukan mengalir jauh di lembah ini, pada umumnya zona in i bisa dikatakan aman. Letusan gunung berapi Explosive lebih sering terjadi setiap periode beberapa bulan di suatu tempat di bumi dan menciptakan bahaya sudah pasti. Aliran lava pada gunung berapi basaltik seperti Gunung Etna, Kilauea, dan Piton de la Fournaise bisa mengalir sejauh ini. 5. Zona Aman Huni (Radius 10 km). Hanya letusan yang sangat besar akan mempengaruhi daerah ini. Rift zona letusan efusif dapat mengirimkan lava lebih dari 10 km dari sumbernya. Wilayah di sisi-sisi Kilauea dan Mauna Loa gunung berapi di Hawaii lebih dari 10 km dari puncak berisiko selama letusan. Lahar mampu melakukan perjalanan lebih dari 10 km ke sisi gunung berapi. Lahar gunung berapi besar Nevado del Ruiz (Kolombia 1985) menempuh perjalanan 100 km dan menghancurkan kota Armero yang berjarak 73 km.

Anda mungkin juga menyukai