Anda di halaman 1dari 10

Laporan Kasus Divisi Nefrologi

Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra Adhariana HK Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin / RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

PENDAHULUAN Hidronefrosis didefinisikan sebagai pembengkakan atau dilatasi abnormal pelvis dan kaliks ginjal yang disertai dengan berbagai tingkatan atrofi parenkim ginjal. Hal tersebut terjadi akibat dari adanya hambatan aliran urine ke distal pelvis renalis. Dalam keadaan normal, urin mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran urin tersumbat, maka urine akan mengalir kembali ke pelvis renalis dan tubulus renalis. Hal ini akan menyebabkan ginjal menggelembung yang lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Pada anak, insidens hidronefrosis berkisar antara 2-2,5 %, lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dan usia kurang dari 1 tahun. Hidronefrosis juga dapat ditemukan pada saat antenatal. Hidronefrosis antenatal terjadi pada 1:1000 kehamilan dan merupakan kelainan traktus urinarius terbanyak yang ditemukan pada saat screening prenatal, yaitu berkisar 50 % dari seluruh kelainan traktus urinarius. Secara umum hidronefrosis disebabkan oleh kelainan-kelainan seperti : 1. Obstruksi pada PUJ (sambungan antara ureter dan pelvis renalis) 2. Obstruksi dibawah PUJ 3. Refluks vesikoureter Pada anak, kebanyakan hidronefrosis disebabkan oleh adanya obstruksi pada PUJ atau karena adanya batu pada traktus urinarius bagian atas. PUJ adalah adanya hambatan/penyempitan pada bagian yang

menghubungkan pelvis renalis dan ureter, sehingga aliran urine dari pelvis menuju ke vesika urinaria berkurang yang menyebabkan pembesaran ginjal oleh karena kembalinya urin ke pelvis renalis (hidronefrosis) dan dapat menyebabkan kerusakan
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

ginjal. Angka kejadian 1:500-800 dan hampir setengahnya ditemukan massa abdomen. Penderita lebih banyak laki-laki dibanding perempuan, dengan rasio 2 : 1, dan mengenai ginjal unilateral sebanyak 76% danginjal bilateral sebanyak 10-40% kasus. Batu saluran kemih (BSK) ialah pembentukan batu di dalam saluran kemih. Berdasarkan letaknya BSK dapat dibagi menjadi batu vesika dan batu ginjal. Angka kejadian, komposisi batu, gambaran klinis pada anak sangat bervariasi dari satu negara dengan degara lain. BSK ditemukan sama seringnya pada anak laki-laki maupun perempuan, lebih sering ditemukan pada ras Kaukasia, dan jarang ditemukan pada ras Afrika-Amerika.

Makalah ini melaporkan suatu kasus anak dengan Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra

LAPORAN KASUS M, anak perempuan, usia 8 tahun 5 bulan, masuk RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, dikonsul dari divisi Hemato-Onkologi pada tanggal 25 November 2011 dengan diagnosis Tumor Abdomen DD/ Nefroblastoma, Neuroblastoma + Gizi kurang + Short Stature. Riwayat penyakit diberikan oleh ibu penderita. Keluhan utama adalah benjolan pada perut, diperhatikan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit (RS). Awalnya sebesar telur ayam kemudian dalam waktu 1 tahun membesar hingga sebesar kepalan tangan. Pasien tidak demam. Tidak ada batuk atau sesak. Tidak ada mual atau muntah. Anak mau makan dan minum. Buang air besar (BAB) biasa, warna kuning. Buang air kecil (BAK) kesan cukup, warna kuning. Tidak ada riwayat BAK berwarna kemerahan. Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga disangkal. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum anak tampak sakit sedang dengan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, pernapasan 24 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Berat badan (BB) 19 kg, Berat badan ideal (BBI) 21 kg, tinggi badan (TB) 116 cm, lingkar lengan atas (LLA) 16 cm, lingkar kepala (LK) 50 cm, lingkar dada (LD) 55 cm, dan lingkar perut (LP) 57 cm. Pasien tidak ada pucat, sianosis maupun ikterus. Pada pemeriksaan kepala dan dada tidak tampak kelainan.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

Pada pemeriksaan perut tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, diregio hipokondrium kiri, konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan darah rutin: hemoglobin 10,3 g/dl, lekosit 3.510/mm3, eritrosit 4.940.000/mm3, hematokrit 30,6%, trombosit 170.000/mm3, MCV 64,8 fL, MCH 20,0 pg, MCHC 30,8 g/dL. Retikulosit 0,4%. Elektrolit Na 140 mmol/l, K 5,4 mmol/l, Cl 109 mmol/l, protein total 7,1 g/dl, albumin 4,4 g/dl, ureum 30 mg/dl, kreatinin 0,5 mg/dl. Urin rutin warna kuning, protein +1/25, leukosit 4-6/uL, eritrosit 10-15/uL, SSA +1. Feses rutin dalam batas normal. Diagnosis kerja adalah Tumor Abdomen DD/ Nefroblastoma, Neuroblastoma + Gizi kurang + Short Stature + DD/ Anemia defisiensi, Anemia penyakit kronik. Terapi yang diberikan Bc/c sambil menunggu hasil pemeriksaan penunjang.

Pada pemantauan lebih lanjut hari ke: 2: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, pernapasan 24 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites. Hasil pemeriksaan LDH 651 /l (nilai rujukan <850/l), ferritin 146,5 ng/dl. Pada pemeriksaan radiologi BNO-IVP didapatkan gambaran non function ginjal kiri, nefrolith dekstra, Hidronefrosis dekstra derajat III.

7: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi 84 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

Hasil kultur urine didapatkan pertumbuhan bakteri aerob E. Coli, basil gram negatif, jumlah bakteri/ml urine : 106. Tes kepekaan didapatkan peka terhadap antibiotik Aztrenam, Ceforoxim, Cefepime, Cefotaxime, Ceftazidime, Ceftriaxon, Chloramfenikol, Ciprofloxacin, Norfloxacin, Meropenem, Levloxacin, Trimetoprim, serta resisten terhadap Amoxicillin, Ampicillin/Sulbactam, Cefazolin, Doxycycline, Oxytetracyclin. Diberikan terapi cefixime syrup. LDH......VMA...... Pada CT-Scan Abdomen didapatkan gambaran hidronefrosis lanjut bilateral dengan batu pada pelviocalyses kanan. ALP : 217, Gamma GT : 13, LDH : 568, PT : 12,1, APTT : 32,4 Pada pemeriksaan apusan darah tepi didapatkan gambaran pansitopenia ec susp perdarahan disertai tanda-tanda hemolitik. Konsul rawat bersama dengan bagian bedah urologi untuk rencana operasi. Pada foto APG hidronefrosis sinistra dengan obstruksi / stenosis ureter 1/3 tengah disertai massa urinoma.

17: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 84 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites. Dilakukan operasi Extended pyelolithotomy dextra dan percutaneus nefrostomy sinistra. Dari hasil operasi didapatkan batu pyelum dextra dan Hidronefrosis bilateral. Batu 2 buah dengan ukuran 12x15 mm dan 4x5 mm. Pada ginjal kiri dipasang tube ukuran 16. Terapi diberikan Cefotaxime 500 mg/12 jam/IV, Ranitidin amp/8 jam/IV, Novalgin amp/8 jam/iv, balance cairan tiap 12 jam dan mobilisasi. Pada pemeriksaan sitologi cairan hidronefrosis didapatkan gambaran mikroskopik terdiri dari banyak sel radang limfosit, netrofil, tidak ada sel maligna dan disimpulkan sebagai lesi inflamasi. Pada pemeriksaan analisis batu menunjukkan jenis batu....... DISKUSI Diagnosis Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Diagnosis hidronefrosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi. Diagnosis nefrolitiasis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi dan analisis batu setelah operasi, sedangkan ............ Pada hidronefrosis akut, fungsi ginjal akan kembali normal setelah obstruksi diatasi, tidak seperti pada hidronefrosis kronik dimana kelainan fungsi ginjal bersifat ireversibel meskipun obstruksi telah dikoreksi. Progresifitas dari hidronefrosis ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : 1. 2. 3. 4. Jumlah volume urine pada saat diuresis Tipe dan derajat obstruksi Fungsi glomerulus dan tubulus ginjal Komlplians pelvis renalis Normalnya volume urine yang terkandung dalam kaliks dan pelvis tiap ginjal adalah sedikit (5-10 ml), tetapi dengan adanya obstruksi yang menetap maka saluran kemih bagian proksimal tempat obstruksi akan mengalami dilatasi dan jika obstruksi berlangsung lama ginjal dapat menjadi sangat membesar ukurannya. Dalam keadaan ini kaliks dan pelvis akan sangat melebar, medula hampir rusak dan korteks akan menjadi tipis sebagai bingkai yang sklerotik. Obstruksi yang terjadi menyebabkan peningkatan tekanan pada ginjal yang ditandai dengan adanya perubahan pada fitrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus dan aliran darah ginjal. Laju filtrasi glomerulus (GFR) secara signifikan mengalami penurunan dalam beberapa jam setelah obstruksi akut. Penurunan GFR ini dapat bertahan sampai bermingguminggu meskipun telah terjadi perbaikan. Sebagai tambahan, kemampuan fungsi tubulus untuk transpor natrium, kalium, dan elektrolit lainnya juga mengalami kegagalan.

Gejala dan tanda-tanda hidronefrosis tergantung pada penyebab obstruksi, letak obstruksi, lama timbulnya obstruksi (akut atau kronik), unilateral atau bilateral. Pada hidronefrosis akut yang biasanya disebabkan oleh adanya batu, terdapat kolik renalis (nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena yang dapat disertai mual, muntah serta hematuri. Sedangkan pada hidronefrosis kronik dimana obstruksi terjadi secara perlahan, bisa tidak menimbulkan gejala atau terdapat nyeri tumpul di daerah
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

antara tulang rusuk dan tulang pinggul. Biasa disertai dengan gejala yang tidak spesifik antara lain : lemah, letih, lesu, mual dan muntah. Jika terjadi ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul gangguan irama jantung dan spasme otot. Laboratorium Urinalisis untuk melihat adanya darah dan kemungkinan terjadinya infeksi saluran kemih - Darah rutin untuk melihat adanya anemia atau proses infeksi - Elektrolit darah - Ureum, kreatinin, GFR untuk melihat fungsi ginjal Pemeriksaan Radiologi Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasif yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk, letak dan struktur anatomi dalam ginjal. Pemeriksaan USG sangat sensitif untuk mendeteksi hidronefrosis dengan akurasi > 90 %. Pada pasien dengan hidronefrosis biasanya akan didapatkan pembesaran ginjal dan pelebaran pada sistem pelviokalisesnya. USG juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya antenatal hidronefrosis yang biasanya terjadi pada trimester kedua dengan dilatasi pelvis renalis 4 mm. Hidronefrosis ringan (mild hydronephrosis) jika dilatasi pelvis renalis 4-10 mm. Sedangkan hidronefrosis berat (severe

hydronephrosis) jika diameter pelvis renalis > 10 mm pada usia gestasi 20-24 minggu dan > 16 mm pada usia gestasi 33 minggu. Berdasarkan Society for Fetal Urology, hidronefrosis dibagi menjadi 4 tingkat yaitu: Grade 1 : terjadi pemisahan pelvis renalis Grade II : dilatasi pelvis renalis disertai dilatasi 1 atau 2 kaliks, parenkim ginjal utuh Grade III : dilatasi pelviokaliseal difus, parenkim ginjal utuh Grade IV : dilatasi pelviokaliseal difus disertai penipisan parenkim ginjal

PUJO adalah CT Scan Abdomen


Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

CT Scan Abdomen memegang peranan penting dalam mengevaluasi hidronefrosis. CT Scan memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam ketepatan diagnosis batu yang dalam hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya hidronefrosis.

Ureteropyelography Selain USG dan CT Scan Abdomen, antegrade dan retrograde pyelography juga dapat dilakukan untuk memberikan keterangan yang lebih rinci mengenai lokasi dan penyebab obstruksi. Ureteropyelografi dilakukan apabila diperlukan keterangan anatomik lebih lanjut atau jika ekskresi kontras ginjal tidak jelas atau tidak tampak. Selain pemeriksaan yang disebutkan diatas, Voiding Cystourethrogram

(VCUG) juga dapat dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya refluks vesicoureter dan kelainan anatomi lainnya seperti posterior urethral valves. Pada saat ini juga dapat dilakukan diuretic renography untuk mendiagnosis obstruksi traktus urinarius pada bayi dengan hidronefrosis persisten dan biasanya dilakukan setelah dilakukan VCUG yang menunjukkan tidak adanya refluks vesicoureter. Diuretic renography ini mengukur waktu drainase dari pelvis renalis dan menilai fungsi ginjal individu. Pemeriksaan ini memerlukan insersi cateter kandung kemih dan akses intravena untuk hidrasi dan administrasi radioisotop serta diuretik. Radioisotop yang digunakan adalah Technetium Tc 99m-mercaptoacetyltriglycine (Tc99mMAG3) yang diambil oleh korteks renalis, difiltrasi melalui membran basalis glomerulus ke tubulus renalis dan diekskresikan ke dalam pelvis renalis dan traktus urinarius.

PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan pada pasien hidronefrosis adalah

mempertahankan fungsi ginjal dengan menghilangkan faktor penyebab utama dalam hal ini kebanyakan disebabkan oleh obstruksi, mengatasi penyulit terutama infeksi saluran kemih

Profilaksis Antibiotik Profilaksis antibiotik diberikan pada bayi atau anak yang memiliki resiko tinggi terjadinya infeksi antara lain pada anak yang memiliki kelainan urologik seperti
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

refluks vesikoureter dan uropati obstruktif. Pada bayi profilaksis antbiotik ini diberikan pada saat lahir sampai diagnosis refluks vesicoureter dan uropati obstruktif disingkirkan. Profilaksis antibiotik ini tidak diberikan pada bayi dengan hasil USG post natal normal. Tindakan Bedah Pada pasien dengan retensi urine dan pembesaran kandung kemih diperlukan pemasangan kateter sebagai tindakan awal pengobatan. Pada pasien dengan striktur atau batu pada ureter yang sulit untuk diangkat maka dilakukan pemasangan cincin/stent pada ureter. Jika pemasangan stent tidak berhasil maka dilakukan pemasangan tube percutaneus nefrostomi. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang sangat jelek maka dapat dilakukan nefrektomi sederhana. KOMPLIKASI Jika hidronefrosis tidak tertangani dengan baik maka peningkatan tekanan dalam ginjal akan menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah dan mengatur keseimbangan elektrolit tubuh. Hidronefrosis dapat menyebabkan infeksi pada ginjal (pyelonephritis), sepsis dan pada beberapa kasus terjadi gagal ginjal yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.

Hidronefrosis akut memiliki prognosis yang lebih baik jika infeksi dapat diatasi dan ginjal berfungsi dengan baik. Sedangkan hidronefrosis kronik memiliki prognosis yang lebih jelek karena fungsi ginjal yang telah rusak bersifat ireversibel. Pada neonatus dengan antenatal hidronefrosis memiliki prognosis yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinda, Urinary Tract stones ( urolithiasis ), available from http://www.itokindo.org.com 2011. 2. Syaifullah Noer,dkk. Kompendium Nefrologi Anak. Infeksi dan Batu Saluran Kemih Unit Kerja Koordinasi Nefrologi, IDAI, Jakarta , 2011. 3. Badasyam, dkk. Batu saluran Kemih , Available from

http://www.repository.usu.ac.id/bitstream.com Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

4. Yulianto, Infeksi dan Batu Saluran Kemih. FKUI, Jakarta, 2009. 5. J. Paul Yukania, Urinary Tract stones Dissease, Available from

http://www.arizonaminimally.urology.com , 2011. 6. Lewis, Urinary Tract stones, Available from

http://www.right.diagnosis.urinary_stones.com , 2012. 7. Nurlina. Faktor- Faktor Risisko Kejadian Batu saluran Kemih pada Laki-laki , RS. Karindi, Semarang, 2008. 8. Syarifuddin R. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUnhas, Makassar, 2009. 9. Taralan T. Simposium dan Workshop Sehari Kegawatan pada Penyakit Ginjal

Anak, Makassar, 2006. 10. G.Ratu, Badji, Hardjoeno. Indonesian Journal Clinical Pathology and The Analysis of Urethral Stones Profile at the Clinical Pathology Laboratory, FK-Unhas, Makassar, 2006.

11. Swierzewski, Stanley J. Overview of Ureteropelvic Junction Obstruction. Hampden Urological AssociatesHolyoke. Available at www.healthcommunities.com. Accessed on 2nd of March 2012. 12. Ureteropelvic Junction Obstruction(UPJO). School of Medicine and Public Health. University of wisc#onsin Madison. Available at http://www.uwhealth.org. accessed on 16 of Mei 2012. 13. Han, Sang Won. (Au). Cendron, Marc (Ed). Pediatric Ureteropelvic Junction Obstruction. Available at www.emedicine.medscape.com. Accessed on 2nd of March 2012. 14. Grasso, Michael. Caruso Robert P. Phillips, Courtney K. UPJ Obstruction in the Adult Population: Are Crossing Vessel Significant?. Available at www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed on 2nd of March 2012 15. Matlaga, Brian R. Ureteropelvic Junction Obstruction. Johns Hopkins Medicine: Ureteropelvic junction obstruction. Available athttp://urology.jhu.edu. Accessed on 2nd of March 2012.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

16. Tsai, Jeng Daw. et.al. Intermittent Hydronephosis Secondary to Ureteropelvic Junction Obstruction: Clinical and Imaging Features. Available at www.peditrics.org. cited on 2nd of March 2012. 17. Schulam, Peter G. Ureteropelvic Junction Obstruction. University of California, Los Angeles. Page 323-6. Available at http://kidney.niddk.nih.gov. Accessed on 2nd of March 2012. 18. Stifelman, Michael. Shah, Ojas. Ureteropelvic Junction Obstruction. NYU Langone Medical Center. Available at http://urology.med.nyu.edu. Accessed on 2nd of March 2012. 19. Partin, Kavoussi. Peters, Novict. Campbells Urology. Streem, SB. FFranke, JJ. Smith, JA. in Management of Upper urinary Track Obstruction. USA: Elsevier Science. 2002. p 463-89. 20. Schrier, Robert W. Diseases of the Kidney & Urinary Tract. 8th Ed. Denver: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p25.12-17. 21. Mughal,Sikandar Ali. Soomro,Sirajuddin. Pelvi-Ureteric Junction Obstructionin Children. Journal of Surgery Pakistan. 2008. p 163-6 22. Braga, Luis H.P.Liard, Agnes. Bachy, Bruno. Mitrofanoff, Paul. Ureteropelvic Junction Obstruction in Children: TwoVariants Of The Same Congenital Anomaly?.Official Journal of the Brazilian Society of Urology. 2003. p 528-34.
23.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013

10

Anda mungkin juga menyukai