Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Pendidikan agama islam

budaya copas Dalam prespektif islam

Disusun Oleh: NAma NIM : Sri Wiji : 4401411142

Rombel : v

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011


BAB 1

PENDAHULUAN
Seiring kemajuan teknologi, banyak hal yang berkembang di tengah masyarakat. Tak terkecuali internet. Kehadiran jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika ini pada awalnya digunakan untuk keperluan militer, namun sekarang jaringan ini kian berkembang pesat. Selain sebagai media informasi dan komunikasi yang bisa diakses oleh siapapun, perkembangannya pun kian turut dirasakan dalam pembangunan komunitas Internet di dunia. Kemudahan dalam pemanfaatan internet pun turut dirasakan oleh mahasiswa. Tugas bejibun yang diberikan dosen menjadi tantangan di akhir semester. Tak jarang internet menjadi teman curhat bagi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas. Alhasil, warung internet (warnet) kian menjadi sasaran bagi mahasiswa sebagai tempat yang sering dikunjungi menjelang ujian. Setiap hari hampir ratusan mahasiswa yang datang, ungkap Doni, penjaga warnet Air Tawar Barat Padang. Pemanfaatan internet oleh mahasiswa untuk mencari referensi terhadap tugas yang diberikan dosen tentu hal positif. Tugas yang diberikan dosen, karya ilmiah misalnya, tentu membutuhkan beberapa referensi baik dari internet, koran, atau buku. Dengan adanya referensi mestinya dijadikan sebagai materi pelengkap atau tambahan untuk memperkuat opini terhadap tugas yang dibuat mahasiswa. Mahasiswa termasuk kaum intelektual. Untuk memenuhi standar intelektualitas, mahasiswa diberi tugas berupa penulisan makalah, penelitian, resume buku, atau presentasi. Karena tugas intelektualitas itulah yang membedakan mahasiswa dari pelajar. Mereka semestinya bukan hanya mampu menghafal setiap mata pelajaran, melainkan juga dituntut mampu mengembangkan dan menyikapi secara kritis segala permasalahan yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sayang, kemajuan teknologi sekarang berupa internet, hp, Ipod, laptop, atau kamputer tak menjadikan mahasiwa makin mengembangkan intelektualitas. Teknologi justru mereka manfaatkan sebagai cara praktis untuk menyelesaikan tugas intelektualitas. Mahasiswa tinggal melakukan copy paste untuk menyelesaikan tugas-tugas yang mereka dapatkan dari para dosen. Banyak tugas dari dosen membuat mereka memilih hal-hal praktis atau instan untuk menyelesaikan permasalahan. Tak ayal, copy paste merupakan solusi termudah untuk menunaikan tanggung jawab intelektualitas. Mereka tinggal dua kali mengeklik,

permasalahan dan tugas pun terselesaikan. Apalagi dewasa ini, semua telah tersedia. Tak ada lagi batas ruang dan waktu dalam ilmu dan informasi. Semua akses ada dan tersedia dengan cepat serta mudah. Copy paste menjadi solusi praktis dan lazim bagi mahasiswa. Ironisnya, mahasiswa tak pernah memikirkan bahaya copy paste, yaitu memampatkan budaya kritis dan pola pikir. Itu sama berbahaya dengan mengonsumsi narkoba atau minuman keras karena menjadikan mahasiswa tanpa pemikiran. Mereka cenderung mengambil sikap dan hal-hal praktis atau instan, tanpa disertai pertimbangan rasional-intelektual. Lantas, di manakah peran mahasiswa sebagai kaum intelektual di masyarakat, jika hanya copy paste apa pun? Krisis Jati Diri Taylor menyatakan, salah satu aspek kebudayaan adalah norma atau perilaku terpilih yang dianut sebagian besar masyarakat. Copy paste dipilih dan dianut oleh sebagian besar mahasiswa, sehingga lama-kelamaan menjadi kebiasaan dan membudaya. Budaya copy paste dilatarbelakangi oleh kemalasan belajar dan belajar malas di kalangan mahasiswa. Akibatnya, tergeruslah jati diri mereka sebagai mahasiswa. Mereka tak lagi percaya diri dengan potensi dan kemampuan berpikir. Mahasiswa sebagai kaum intelektual di masyarakat memiliki tiga peran utama: Pertama, sebagai pentransfer ilmu, teknologi, dan nilai. Mahasiswa memiliki peran untuk menyebarkan ilmu, turut serta dalam memberantas kebodohan. Sebagai pengguna terdekat teknologi, mahasiswa berperan menggunakan dan menciptakan teknologi yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagai pentransfer nilai, diharapkan mahasiswa menjadi tuntunan moral intelektual bagi masyarakat luas yang ada disekitar lingkungan tempat mereka bersosialisasi. Seperti firman Allah yang artinya: sampaikanlah,walau hanya satu ayat. . . Kedua, mahasiswa sebagai agent of change, agen perubahan, turut serta dalam proses pembangunan dan pergerakan. Dalam pembangunan masyarakat dan bangsa, mahasiswa merupakan sumber daya manusia yang potensial karena terdidik dan terpelajar. Dalam pergerakan, mahasiswa diharapkan mampu menyuarakan aspirasi masyarakat sehingga terciptalah perubahan di masyarakat dan bangsa. Ketiga, mahasiswa sebagai kaum intelektual

semestinya mampu mempertanggungjawabkan intelektualitasnya pada diri sendiri dan masyarakat. Mengapa copy-paste ini terjadi? Salah satunya adalah karena adanya keinginan untuk menyelasaikan tugas menulis/mengarang dengan cepat dan mudah. Salah satu dalihnya adalah karena banyaknya tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan para dosen kepada mereka. Lagi pula, dalam pikiran mahasiswa, toh karya tulis itu tidak akan dibaca dengan serius oleh para dosen karena keterbatasan waktu dan kesibukannya. Yang penting ngumpul, demikian pikiran mahasiswa kita. Alasan lain, mungkin mereka dilanda kemalasan dalam menulis sendiri makalah/ paper itu, apalagi menulis dipandang bukan pekerjaan gampang. Satu-satunya cara yang paling mungkin, dipilihlah meng-copy-paste karya orang lain melalui internet. Kalau kondisi copy-paste ini terus berlangsung, tentu hal ini akan kontradiktif dengan usaha membangun budaya menulis bagi generasi muda bangsa ini. Lebih jauh lagi, hal ini sangat bertentangan dengan upaya mencerdaskan bangsa. Bukankah ciri bangsa yang maju dan cerdas adalah bangsa yang menjadikan kegiatan baca-tulis sebagai bagian dari budaya hidup masyarakatnya? Oleh karena itu,dengan mengangkat topik ini diharapkan dapat menyadarkan mahasiswa akan buruknya Budaya Copas. Dengan disertai dalil-dalil yang dapat dapat mendukung/ memperkuat dimana posisi Budaya Copas dalam prespeksi Islam sebenarnya. Sehingga dapat membantu kita dalam menyikapinya dengan bijak.

BAB II PEMBAHASAN

Budaya Copy Paste Budaya CoPas(Copy Paste) sudah menjadi tradisi di Indonesia, banyak kalang remaja yang sering menggunakan budaya CoPas. Sebenarnya budaya CoPas itu sama saja kita mengambil sesuatu miliki seseorang,mengapa saya berbicara seperti itu karena CoPas itu mengcopy hasil karya dari seseorang dan kita hanya tinggal mensalin saja. Budaya CoPas sering terjadi saat seseorang mendapatkan tugas menulis blog, tidak di kalangan mahasiswa atau pun pelajar.Budaya CoPas juga terjadi di kalangan musisi,banyak musisi yang mencopy nada atau syair dari lagu dari musisi luar negeri. Budaya CoPas itu membuat manusia menjadi malas karena dengan copy paste pekerjaan mejadi instant. Jadi percuma kita telah di berikan pikiran tetapi tidak untuk di pakai malah cuma mau hasil yang instant, dari kegiatan copy paste membuat otak kita tidak bekerja dan membuat kita menjadi ketagihan melakukan copy paste. Biasakan otak kita untuk pekerja dan kita mengerjakan sesuatu itu dengan hasil sendiri dan tidak melakukannya dengan instant. Proses copy paste tak hanya menjadikan mahasiswa sebagai pemikir praktis atau instan, tetapi juga sebagai peniru pasif yang hanya menjadi pengikut, pembebek, dari berbagai macam yang menjadi kecenderungan saat ini. Mereka mudah sekali terjebak dan terbawa arus hedonisme dan materialisme, tanpa filterisasi dalam diri. Jadilah mereka kaum konsumtif, tanpa pernah berpikir dan bertindak produktif, apalagi turut berperan di masyarakat. Banyak kendala yang muncul rupanya tatkala sedang digalakkannya minat menulis para mahasiswa. Belakangan ini saya melihat ada kecenderungan para mahasiswa melakukan pembuatan karya tulis dengan jalan mudah yakni dengan mengunduh (men- download) materimateri dari internet melalui website yang berkenaan dengan topik yang dicari, lalu meng-copypaste-nya ke word. Dengan sedikit perubahan sistematika yang disesuaikan dengan kebutuhan, jadilah karya tulis itu. Setelah itu, karya tulis yang di kalangan mahasiswa dikenal dengan nama makalah/ paper itupun kemudian diserahkan kepada dosen yang menugaskannya. Ironisnya,

karya tulis tersebut seringkali tidak disertai sumber atau alamat dari mana tulisan itu diunduh. Demikianlah budaya copy-paste yang marak diminati belakangan ini, terutama di kalangan mahasiswa. Budaya meniru apa yang sudah tercipta dahulu untuk kita salin menjadi hak milik kita atau sering biasa kita dengan yaitu PLAGIARISME .Orang yang sering menirukan karya orang lain untuk di akui sebagai karyanya di sebut plagiat.Budaya copy paste ini banyak sekali memiliki dampak buruk yang dapat menimbulkan effek yang sangat buruk bagi suatu karya dan penciptanya sendiri.Seharusnya budaya tersebut tidak boleh ada dan harus di musnahkan karena budaya tersebut membuat ornag di dunia ini menjadi kehilangan kreativitas mereka di dalam membuat suatu karya . Copy Paste sebuah artikel atau lebih kita kenal dengan istilah COPAS artikel adalah sesuatu yang sangat mengganggu. Baik dari segi SEO maupun dari segi hak cipta. Karena biar bagaimanapun sebuah artikel adalah hasil pencurahan pikiran yang tentunya menyita waktu dalam sebuah penulisannya. Bahkan terkadang untuk membuat sebuah artikel yang benar2 bermutu, dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dari segi SEO, tentunya konten tersebut akan terdeteksi sebagai konten duplikasi. Bayangkan, betapa menyedihkan jika artikel yang kita tulis dan kita posting ternyata dianggap duplikat oleh Google. Tentunya akan mempengaruhi pada kondisi Blog kita dimata Mbah Gugel. Sedangkan dari segi hak cipta, kerugian si pengarang menjadi bertambah karena jerih payah yang telah dilakukan ternyata disalahgunakan oleh orang lain untuk mendongkrak popularitas. Istilah copy paste mungkin tidak asing lagi bagi para blogger. Tindakan copy paste kian marak dilakukan agar blog menjadi cepat eksis di mesin pencari dan meningkatkan pengunjung. Dibandingkan dengan menulis, dengan copy paste puluhan artikel dapat dipublikasikan dalam waktu kurang dari 1 jam. Sebenarnya tindakan ini sangat boleh dilakukan jika si pemilik web / blog juga mengizinkan untuk di-copy paste. Yang tidak boleh adalah tanpa mengubah struktur kalimatnya dan tidak mencantumkan sumber yang jelas. Dengan demikian copy paste diperbolehkan selama mencantumkan sumber yang jelas. Banyak yang mengatakan bahwa tindakan plagiat adalah sama saja dengan mencuri. Mencuri ide?

Di dalam agama Islam sendiri tidak ada larangan untuk meniru orang lain. Malahan kita dianjurkan untuk mencari ilmu setinggi - tingginya dan mengamalkannya. Seperti hadits yang artinya: Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi semua muslim Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina,. . . Kalau jiplak - menjiplak tidak diperbolehkan, tidak ada Al - Qur'an sampai sekarang. Sejauh ini belum ada fatwa haram tentang plagiat. Sebenarnya apa yang dibuat oleh manusia tidak murni berasal dari pikiran manusia. Pengertian plagiat hanya dijelaskan secara istilah saja. Pada ensiklopedia bebas wikipedia.org, plagiat diartikan sebagai mengambil seluruh atau sebagian hasil karya orang lain dengan atau mengubah. Manusia hanya bisa membuat, bukan mencipta. Jadi, jika Anda membuat suatu artikel, pasti telah terpengaruh dari apa yang Anda lihat, dengar, dan apa yang Anda baca. Anda tidak mungkin membuat suatu karya yang tiba - tiba keluar dari pikiran Anda kecuali Anda melakukan penelitian. Perhatikan contoh yang satu ini! Anda ingin membuat artikel tentang "hukum Newton". Walaupun Anda sudah hafal dengan teorinya tanpa harus membaca buku, tentu saja berarti Anda menuliskan kembali apa yang dikatakan oleh Newton. Apakah tindakan ini termasuk tindakan plagiarisme? Sungguh arogan bagi orang yang tulisanya tidak diperbolehkan untuk diperbanyak. Padahal tijuan menulis artikel adalah untuk berbagi ilmu, bukan membuktikan bahwa ia hebat dalam membuat artikel. Bukankah kita senang jika ada orang yang menyukai artikel kita? Ilmu dipelajari juga untuk disampaikan bukan diumpatkan. Budaya copy paste membuat ruang kritis mahasiswa menyempit. Itu terlihat dari makin minim budaya membaca, budaya diskusi, dan budaya beprestasi. Padahal, budaya-budaya itu merupakan penumbuh budaya intelektual. Jika budaya-budaya itu tergusur oleh budaya copy paste, tergusurlah ranah intelektualitas yang seharusnya dimiliki kalangan mahasiswa. Proses copy paste menjadikan mahasiswa seorang pemikir yang praktis dan instan, juga menjadi peniru yang hanya menjadi pengikut. Budaya copi paste adalah hal yang tidak kreatif. Mengapa demikian, karena suatu kreatifitas menurut David memiliki beberapa ciri:

1. ciri Inovatif : belum pernah ada, segar, menarik, aneh, mengejutkan dan terobosan baru. 2. Berguna : lebih enak, lebih baik, lebih praktis, mempermudah, mendorong, memecahkan masalah, mengurangi hambatan.dan 3. Dapat dimengerti : hasil yang sama dapat dibuat pada waktu yang lain Menurut hemat penulis, istilah copy paste digunakan ketika seseorang menyalin tulisan orang lain dengan tidak mengubah kalimat yang ada, dan kalimat itu digunakan untuk keperluan pribadi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Perilaku ini menjadikan seseorang tidak menghargai hasil karya yang dilakukan orang lain. Istilah Copy Paste juga merupakan bagian dari plagiat. Dalam Oxford Dictionary juga dijelaskan bahwa plagiarisme merupakan suatu kegiatan menyalin karya orang lain dan mengakuinya sebagai karya sendiri. Di kalangan mahasiswa, copy paste acapkali terjadi. Lebih-lebih ketika menjelang ujian akhir semester. Seringkali internet menjadi sarana untuk copy paste, kata Drs. Januarisdi, MLSI, dosen Jurusan Bahasa Inggris UNP. Tak ayal, keluhan mahasiswa pun muncul ketika dosen memberikan tugas akhir. Karena hampir setiap mata kuliah memiliki tugas akhir. Ketika tugas yang diberikan dosen sudah menumpuk, jalan pintas untuk menyelesaikan semua tugas itu adalah melalui copy paste. Daripada tidak ngumpul tugas sama sekali, aku Hendra, salah seorang mahasiswa UNP. Jalan buntu yang kian tak disadari. Tak hanya tugas akhir, pembuatan skripsi atau tesis pun juga diwarnai copy paste di kalangan mahasiswa. Banyak kasus yang dilakukan mahasiswa seputar copy paste. Mulai dari peminjaman skripsi yang rawan plagiat, hingga ada mahasiswa yang nekad untuk merobek halaman skripsi di perpustakaan (Sumber: Surat Kabar Kampus Ganto UNP Edisi No. 151). Cara nekad mahasiswa turut mewarnai bahaya copy paste. Tak ayal, beberapa peristiwa halaman skripsi (disobek) mahasiswa menjadi korban keganasan copy paste. Halaman incaran itu adalah bab II dalam penyusunan skripsi. Tak mungkin mahasiswa yang tak sedang menyusun skripsi yang melakukan perbuatan itu. Tak terkecuali, calon profesor pun turut menjadi pelaku copy paste. Pada awal tahun 2010, marak diberitakan oleh beberapa media massa tentang plagiat yang dilakukan oleh beberapa dosen calon professor di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Bahkan ada seorang professor yang sudah lama ditengarai menjiplak karya orang Australia, tidak hanya satu kali melainkan sudah enam kali. Kasus yang serupa juga terjadi di kota pelajar Yogyakarta. Dua calon guru besar dari salah satu perguruan tinggi swasta

menjiplak skripsi mahasiswa S-l guna melengkapi syarat mendapat gelar guru besar. Bisa dibayangkan calon professor, dosen dengan pangkat tertinggi di perguruan tinggi atau mahaguru, melakukan perilaku yang bukan hasil dari pemikirannya sendiri. Entah apa yang akan terjadi dengan mahasiswa yang diajarkannya nanti. Tentu perilaku yang dilakukan oleh sang professor tersebut akan menambah deret angka buruknya perilaku kaum akademisi dan mengotori dunia pendidikan Indonesia. Begitu juga halnya perilaku copy paste yang dilakukan oleh mahasiswa. Adanya perilaku ini lebih menjadikan mahasiswa bodoh dan enggan untuk berpikir. Ketika copy paste menjadi kebiasaan, maka itu akan sulit untuk diubah. Karena pada dasarnya, tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa akan menjadi gampang diselesaikan hanya karena copy paste. Untuk menghilangkan perilaku yang kian menggrogoti mahasiswa ini, dosen pun mesti ikut berperan. Setiap tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa mesti harus dilakukan tindak lanjut (follow up) oleh dosen. Ketika dosen menemukan hasil karya mahasiswa yang melakukan copy paste, dosen mestinya harus memanggil ulang mahasiswa yang bersangkutan dan memberikan ganjaran kalau terbukti melakukannya. Namun sebaliknya, ketika dosen hanya cuek dengan tugas yang dikerjakan mahasiswa, tak menutup kemungkinan manfaat dari kemudahan copy paste akan merajalela di kalangan mahasiswa sebagai penerus kemajuan bangsa. Mengingat hal ini, mesti dilakukan evaluasi terhadap peningkatan kinerja dosen atau guru khususnya dalam proses penilaian pembelajaran. Melihat kecenderungan beberapa mahasiswa yang melakukan copy paste, keinginan yang berasal dari individu mahasiswa untuk kuliah kian dipertanyakan. Kondisi seperti ini mencerminkan tidak adanya tujuan yang jelas bagi mahasiswa dalam melangkahkan kakinya di perguruan tinggi. Dengan kata lain, mahasiswa tidak memiliki tujuan untuk belajar. Tak salah rasanya kalau kita bercermin ke negara maju, Amerika Serikat. Kemampuan akademik adalah faktor utama bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tidak sebagian besar tamatan sekolah menengah atas bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Kemampuan siswa untuk melanjutkan perguruan tinggi memang teruji. Higher School Sertificate (HSS) menjadi program dua tahun yang dilaksanakan oleh Secondary Schools Examination Council untuk siswa yang dinyatakan berhak melanjutkan ke perguruan tinggi. HSS seperti halnya sebuah pembekalan terhadap calon mahasiswa. Sehingga setiap calon mahasiswa mempunyai tujuan yang jelas untuk apa mereka kuliah, jelas salah seorang pakar pendidikan UNP, Prof. Azmi. Melalui pembekalan ini tentunya kecil kemungkinan akan ditemui mahasiswa yang melakukan perbuatan tak bertanggungjawab,

seperti halnya copy paste. Perilaku copy paste tidak hanya melanda kaum akademisi, dunia musik pun turut diwarnai oleh perilaku tak bertanggung jawab ini. Pada Desember 2008, gitaris kenamaan, Joe Satriani melayangkan gugatan ke pengadilan untuk menghukum Coldplay yang menjiplak (bagian dari copy paste) lagunya. Joe sebelumnya bersikeras bahwa lagu Viva La Vida milik Coldplay sangat mirip dengan karyanya yang bertajuk If I Could Fly. Di Indonesia sendiri, penyanyi Januar Arif yang dianggap menjiplak lagu Bleending Love milik Leona Lewis. Arif sendiri mengakui kalau ada kemiripan lagunya dengan lagu Leona Lewis dalam hal tempo dan ketukan. Serta masih banyak lagi kasus-kasus yang berupa hasil jiplakan atau copy paste yang terjadi. Kalau mengacu pada Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002, maka sudah selayaknya para musisi dituntut untuk lebih berhati-hati dalam menciptakan sebuah karya. Dalam acuannya, sebuah karya musik dianggap plagiat jika memiliki kesamaan atau kemiripan dengan lagu lainnya sebanyak delapan bar. Sesuai dengan apa yang disampaikan di atas, Prof. Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan menyebutkan lima sifat mentalitas yang tidak sesuai dengan pembangunan. Salah satunya sifat mentalitas yang suka menerabas. Menerabas di sini artinya mengabaikan proses dan dan mementingkan hasil yang merupakan risiko dan orientasi vertikal. Mentalitas menerabas akibat dari mental yang meremehkan mutu. Di mana mental ini hanya mengharapkan keunggulan hasil dan mengacuhkan kualitas proses. Itu artinya lebih memilih jalan yang paling mudah dalam melakukan sesuatu. Dengan kata lain ingin cepat sampai. Mental menerabas inilah sebagai karakter bangsa Indonesia saat ini. Begitu juga halnya dengan perilaku copy paste, sebuah perilaku yang tak membutuhkan proses. Secara tak sadar, pelaku dari perilaku ini hanya mengandalkan usaha yang telah dilakukan oleh orang lain demi mencapai kepentingannya sendiri. Perilaku ini dilakukan hanya untuk mendapatkan hasil dengan mengabaikan proses yang semestinya diperoleh dari kemampuan diri sendiri. Seperti contoh: mahasiswa yang melakukan copy paste dalam mengerjakan tugas, penyanyi menciptakan lirik lagu dengan meng-copy paste karya orang lain. Sulit kita membayangkan kalau bangsa Indonesia akan bersaing di tingkat global, kalau hanya dengan sebuah kepercayaan yang mengharapkan hasil orang lain untuk kebutuhan diri sendiri. Bagaimana mungkin kompetisi itu akan menghasilkan pemenang kalau orang-orangnya tidak percaya diri terhadap kemampuan dan hasil pikirannya sendiri. Lagi-lagi tak salah kalau perilaku copy paste atau menjiplak karya tulis orang lain adalah sebuah gambaran akan keterpurukan dan ketidakberdayaan dalam menghargai kualitas proses, serta rasa tanggung jawab

yang semakin luntur. Menjiplak karya tulis orang lain, keseluruhan atau sebagian adalah melanggar hukum, melanggar Undang-Undang Hak Cipta dan dapat dipidana 4 tahun penjara. Bersama mari katakan haram untuk copy paste, yang hanya sebuah refleksi budaya menerabas. Solusi pemberantasan copas Sebenarnya copy paste boleh-boleh saja, asal tidak meninggalkan unsur kekritisan. Karena kekritisan akan memunculkan budaya baru, yaitu budaya kreatif dan produktif. Tanpa kekritisan akan mengakibatkan kematian dalam berpikir. Kematian berpikir tentu mengakibatkan kematian bertindak. Stop Budaya Copy Paste Menulis memang membutuhkan kreatifitas, dan memerlukan pengetahuan yang banyak, sebelum memulai menulis, kita harus sering membaca, entah membaca dari buku atau yang lain. Kalau kita tidak suka membaca, mustahil kita dapat menulis dengan baik. Terkait dengan budaya copy paste, kita pasti pernah melihat banyak artikel yang hampir mirip dan cenderung sama antara blog satu dengan yang lainnya. Buktinya, ketika kita ketikkan sebuah kata kunci didalam search engine, entah itu google.com, yahoo.com atau yang lainnya. Kita dapat menemukan artikel yang sama antara artikel satu dengan yang lainnya. Sebagai insan yang berpendidikan, hendaknya kita punya sikap menghargai karya orang lain. Kita memang manusia yang terbatas dalam segala hal, tidak mungkin dapat melakukan semuanya dengan sempurna, apakah dalam hal pekerjaan, belajar, menulis, dan lain sebagainya. Kalau pikiran kita buntu, mau menulis tentang apa, apakah ini, apakah itu atau yang lain, bagaimana mensiasatinya? Hal yang dapat kita lakukan adalah membaca, apapun itu. Dari mulai majalah, buku, internet dan yang lain. Nah, hasil dari yang kita baca itulah yang kita tuangkan dalam tulisan kita, apakah itu copy paste? Tentunya tidak kan? Itu hasil dari buah pikiran kita. Beda soal jikalau yang kita lakukan itu menyadur secara keseluruhan, atau hanya kita mengetik kembali, itulah yang dinamakan copas (copy paste).

Menulis memang perlu dilatih, semakin banyak kita menulis, hasil dari tulisan kitapun agak semakin bagus dan berkualitas. Apa solusi yang bisa dilakukan? Pertama, kepada para siswa sebaiknya diberikat pedoman/etika pengutipan karya tulis orang lain, misalnya dengan senantisa menyebut nama dan alamat website yang diunduh. Pernik-pernik seputar tata cara dan etika pengutipan sebaiknya dijelaskan dengan gamblang sehingga mereka tidak mengalami kesalahan dalam penyusunan karya tulis dan dalam penyebutan sumber pustakanya. Kedua, memberikan atau melibatkan siswa dalam latihan menulis/mengarang agar mereka dapat mengungkapkan ide-idenya dengan lebih baik ke dalam karya tulis. Di samping teori, parktek menulis di sekolah dan di luar sekolah akan membantu siswa dalam mengorganisasikan buah pikirannya sehingga dapat memenuhi syarat-syarat penulisan yang baik. Tanpa pelatihan seperti itu, jangan berharap para siswa akan mampu menulis dengan baik, apalagi tertarik dengan dunia tulis-menulis. Ketiga, kepada para siswa dibiasakan mempresentasikan karya tulisnya itu di depan kelas. Dengan cara ini, mereka mau tak mau akan mempelajari isi paper yang dibuatnya dengan serius. Dengan meminta para siswa menjelaskan isi karyanya dapat dipastikan karya tulis yang dibuat itu benar-benar dibaca dan dikuasai isinya. Ini berarti menambah wawasan siswa dan membina kebiasaannya membaca, sebuah awal yang baik menuju dunia tulis-menulis. Keempat, siswa perlu didorong untuk berpikir kreatif dan inovatif. Artinya, dalam menulis, mereka mampu mengelaborasi isi karyanya sedemikian rupa sehingga mencerminkan hasil kreativitas dan pemikiran alternatif. Dengan demikian, siswa tidak sekedar meng-copypaste apa yang ada di internet, tapi memanfaatkan bahan tulisan dari internet itu hanya sebagai pelengkap. Isi utama tulisan adalah ide penulisnya sendiri. Dengan kata lain, bukan apa yang dicopy-paste itu yang menjadi ide utama, melainkan sekadar berfungsi sebagai kutipan yang melengkapi sebuah tulisan. Jadi, harus ditumbuhkan semangat untuk menyajikan sesuatu yang baru, sesuatu yang lain, karena disitulah kualitas dan orisinalitas sebuah karya terletak. Kelima, menjelaskan kepada para siswa betapa pentingnya kemampuan menulis atau mengarang itu kelak setelah mereka mulai bekerja atau menempuh studi lanjut. Dalam

penyusunan proposal suatu proyek atau menulis surat-surat administrasi perusahaan, misalnya, tentu sangat dibutuhkan kemampuan menuangkan gagasan ke atas kertas. Demikian pula saat studi di perguruan tinggi, kemampuan menulis sangat dibutuhkan. Keenam, mesti ditumbuhkan rasa malu kalau siswa mengcopy-paste tulisan orang lain sebagai karya sendiri, juga merasa malu kalau sesuatu yang dihasilkan tidak mengandung nilai kebaruan sebagai hasil kreativitas siswa sendiri. Ketujuh, perlu secara periodik mengkutsertakan para siswa dalam lomba-lomba menulis/mengarang antarsiswa untuk mengasah kemampuan menulis mereka, baik yang diselenggarakan sendiri oleh sekolah ataupun oleh lembaga eksternal lainnya. Untuk mengurangi fenomena copy-paste yang belakangan ini sudah menjadi trend sekaligus mendorong peningkatan budaya menulis di kalangan pelajar, banyak pihak yang dapat berperan. Diantaranya, pihak sekolah/guru, keluarga, lembaga pemerintah terkait dan pihak swasta/masyarakat yang peduli dengan hal ini. Selebihnya, dan ini yang terpenting, guru di sekolah hendaklah menjadi panutan yang baik bagi para siswa dalam hal tulis-menulis. Untuk menumbuhkan rasa kreatif pada diri kita, caranya adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif yang kita lakukan setiap hari yaitu :

Bersikap open minded dalam artian membuka pikiran kita dalam-dalam. Berani mencoba dan suka akan tantangan yaitu berani mencoba walau hasilnya belum diketahui oleh kita, Karena itu akan menumbuhkan rasa percaya diri kita.

Mengulah semua informasi yang kita dapat, dan mencernanya layaknya makanan yang kita makan.

Melakukan daya piker berimajinasi tanpa ada batasan, karena imajinasi adalah suatu hal yang bisa bersikap kreatif.

Menciptakan variasi baru dan jangan monoton pada suatu hal saja. Menciptakan suatu sensasi baru yang pernah ada, agar menarik daya tariknya sendiri.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN: Kesimpulan dari pembahasan diatas adalah budaya copy paste membuat kita malas dan hanya mengharapkan sesuatu dari hasil yang instant, jadi biasakan kita mengerjakan sesuatu dengan hasil dan jeri payah sendiri, maka kita akan merasa kan hasilnya walau pun kita mendapatkan hasil yang tidak memuaskan tetapi kita bangga karena itu hasil dari kita sendiri. Oleh karena itu mulai dari sekarang, kita harus meninggalkan Budaya Copy Paste itu jauh-jauh, jangan sampai kita di cap sebagai seorang plagiat yang mengkopi milik orang lain, apalagi tanpa ijin dan tidak mencantumkan sumber. Lebih baik mulai dari sekarang kita harus membiasakan berpikir kreatif dalam mengerjakan apapun. Untuk mengurangi fenomena copy-paste yang belakangan ini sudah menjadi trend sekaligus mendorong peningkatan budaya menulis di kalangan pelajar, banyak pihak yang dapat berperan. Diantaranya, pihak sekolah/guru, keluarga, lembaga pemerintah terkait dan pihak swasta/masyarakat yang peduli dengan hal ini. Selebihnya, dan ini yang terpenting, guru di sekolah hendaklah menjadi panutan yang baik bagi para siswa dalam hal tulis-menulis. Menulis memang perlu dilatih, semakin banyak kita menulis, hasil dari tulisan kitapun agak semakin bagus dan berkualitas. Kepada para mahasiswa, pada siapa saja, mari kita budayakan anti copy paste!. Stop budaya copy paste!

SARAN: Sebaiknya kita itu kalau mau copy paste milik orang lain,harus merendahkan diri untuk meminta izin kepada orang yang bersangkutan. Kalau memang orangnya mengizinkan, sebaiknya kita tetap mencantumkan asal sumber nya dari mana dan kalau perlu dicantumkan siapa yang membuat. Agar kita pun bisa sama-sama enak, tidak merugikan orang lain dan setidaknya kalau kita lain kali ingin copy paste lagi dari sumber yang sama, diperbolehkan lagi. Dan juga tindakan copy paste adalah suatu tindakan penyia-nyiaan talenta yang kita miliki. Dengan copy paste memang mempersingkat waktu tetapi tindakan ini membuat kita untuk tidak mau berpikir keras dan mengutarakan pemikiran -pemikiran kita yang sebenarnya brilian. Kalau kita bisa mendapatkan nilai lebih baik atau lebih bisa mendapatkan rating blog lebih tinggi dengan hasil karya-tulisan kita sendiri, kenapa enggak? Ayo kita semua yang bijaksana gunakan otak kita secara bijaksana juga.

Anda mungkin juga menyukai