Anda di halaman 1dari 4

Identifikasi Masalah dan Inovasi kedepan.

Abhi Setyaka Putra

Saya Abhi Setyaka Putra, Mahasiswa S-1 Sejarah Universitas Diponegoro, saya
mahasiswa yang berdomisili di Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi dan Tembalang
Semarang. Saya akan mencoba mengidentifikasi masalah-masalah yang terdapat di
lingkungan saya melalui poin-poin identifikasi.

1. Rendahnya Literasi.
Fenomena ini masih sangat sering terjadi di lingkungan saya di Tanjung Jabung
Barat, juga pun di Tembalang di lingkungan mahasiswa. Literasi diartikan
sebagai istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan
keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan
memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Literasi juga diartikan sebagai kemamphan mengolah
informasi untuk mempengaruhi pengambilan keputusan baik atau buruk. Yang
menjadi masalah di dalam lingkungan saya adalah rendahnya literasi baik digital
maupun langsung. Masih maraknya hoax-hoax yang tersebar di media sosial,
hoax yang di share di grup whatsapp seperti info kuota gratis, masih marak
sekali dan bahkan lingkungan saya masihh memandang info tersebut bukan
hoax. Kemudian rendahnya minat baca di lingkungan saya membuat lingkungan
saya masih sulit dalam memfilter informasi yang benar dan salah. Puncaknya
adalah covid-19 beberapa waktu lalu yang mencapai level yang tinggi, dan
vaksin menjadi salah satu solusi pemerintah, namun sayang di lingkungan saya
masih percaya hoax hoax seperti vaksin merubah seseorang menjadi zombie, ada
chipnya, dan permainan elit global. Kurangnya literasi mengakibatkan
kurangnya kepekaan sosial dan kesadaran sosial sehingga angka vaksinasi di
lingkungan saya masih kurang. Vaksinasi juga hanya dianggap sebagai syarat
perizinan bukan untuk kesehatan sehingga masih marak orang yang vaksin
kemudian kena covid kembali. Kemudian rendahnya literasi di lingkungan saya
juga disebabkan oleh kekurangan eksemplar buku yang ada. Tidak adanya
perpustakaan wilayah, pusat baca, dan sebagainya membuat kurangnya literasi
menjadi wajar dilingkungan saya.
Kemudian di lingkungan saya terutama di tanjung jabung barat tidak ada
kegiatan pemberdayaan terutama dari pemerintah maupun mahasswa untuk
memberdayakan potensi yang ada sehingga perkembangan lingkungan saya
yang ini sulit untuk berkembang, perkembangan anak muda di wilayah ini
tergolong susah sehingga memaksa orang tua harus menyekolahkan anaknya
keluar daerah. Kemudian untuk di lingkungan mahasiswa, literasi yang menjadi
fokus utama adalah literasi digital, bagaimana dapat berdigital dengan baik,
menyerap sebuah info dengan benar dan baik dan berkomentar dengsn etika
yang sesuai. Di lingkungan mahasiswa, literasi digital menjadi urgent karena
etika sosial media kita menhadi jejak digital kita. Sehingga bagaimana
mempunyai jejak digital yang baik. Kemudian kemampuan dalam. Menerima
informasi masih jugaa menjadi urgensi, literasi digital yang buruk, menuntun
kepada tersebarnya info info yang rancu, setengah-setengah atau bahkan hoax.
Karena anak muda banyak bergerak di mefia sosial, sehingga mudah terpancing
oleh info info yang menarik buat mereka sehingga informasi ini jika tidsk
disaring dengan baik maka akan menyebarlah sebuah info yang hoax. Maka dari
itu pencerdasan literasi digitsl masih harus dilakukan terutama beretika di media
sosial. Terutama dalam menjaga pluralisme dan keberagaman di Indonesia.
Sekarang, mirisnya adalah media sosial Bisa menjadi sebuah panggung
pertarungan sebuah kelompok atau golongan sehingga keberagaman harus
ditekankan terus menerus. Literasi Digital yang buruk juga berakibat pada
rendahnya solidaritad dan empati. Contohnya seperti kecelakaan pesawat
kemudian di media sosial ada yang membuat post atau instastory mengenai teori
konspirasi atau dihubung hubungkan dengan percintaan. Kemudian minimnya
literasi juga membuat potensi dari seseorang tidak dapat dimaksimalkan dengan
baik.
2. KULIAH ONLINE : SOLIDARITAS BERKURANG.

Penjabaran masalah ini akan saya mulai dari kuliah online yang memaksa banyak pihak
dirumahkan dan bekerja di rumah termasuk siswa dan teman teman mahasiswa. Kuliah
online menjadi alternatif untuk menanggapi covid-19 yang tak kunjung selesai. Namun
kuliah online membuat lingkungan saya menjadi terpecah pecah, lebih peduli kepada
dirinya sendiri, dan melupakan temannya. Komunikasi yang sudah berkurang sejak
dirumahkan menjadi faktor utama masalah ini terjadi. Di onlinekannya kuliah juga
berdampak kepada organisasi mahasiswa yang juga harus berjalan secara online. Ini
ternyata berakibat negatif salah satunyaa sulitnya memupuk solidaritas diantara anggota
organisasi padahal komunikasi adalah unsur yang sangat penting dalam sebuah
organisasi. Harmonisasi yang terjalin antar anggota diharapkan menjadi sebuah batu
loncatan untuk mencapai seluruh visi misi dan tujuan organisasi serta berjalannya
program kerja bermanfaat dengan efektif. Namun ini menjadi pekerjaan rumah baru
bagi pemimpin terutsma masa kini untuk tetap membangun sense of belonging dari
selurub anggota organisasi. Pada saat organisasi secara online muncul masalah baru
seperti sinyal yang buruk, laptop yang tidsk bekerja dengan baik, laptop atau hape yang
tidsk sesuai spesifikasi, ini memunculkan sebuah masalah baru dimana kefektifitasan
keberjalanan organisasi juga menghadapi sebuah babak baru dan tantangan baru.

SOLUSI DAN INOVASI.

1. Sebagai mahasiswa, solusi yang bisa diberikan kepada masalah yang pertama
adalah mengerakkan teman teman mahasiswa lainnya untuk membuat gerakan
untuk memberi pencerdasan literasi digital. Bagaimana cara beretika dengan
baik di media sosial, menerima informasi dengan benar,dll. Membuat komunitas
atau startup yang bergerak dalam pencerdasan literasi digital. Kemudian untuk
literasi secara langsung bisa dimulai dengan gerakkan mengumpulkan buku
buku yang tidsk pernah dibaca sehingga bisa dikumpulkan dan dibagikan kepada
yang tidak mampu dan membutuhkan. Kemudian membuat perpustakaan
keliling untuk meningkatkan minat baca. Kemudian membuat komunitas
membacaa bersama mahasiswa dan teman teman lain. Kemudian melakukan
pendekatsn secara personal kepada orsng orang yang membutuhkan. Kemudian
selsnjutnya adalah mempunyai hubungan yang baik dengan pemerintah selaku
pemangku kebijakan untuk mewujudkan literasi yang jauh lenih baik. Kemudian
untuk mewujudkan literasi yang lebih baik di organisasi, maka harus
memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menampilkan literasi literasi
yang berkualitas.
2. Pemimpin tidak boleh buta dengan perubahan, perunahan harus dimaknai
sebagai awal organisasi untuk jauh lebih baik. Pemimpin harus peka terhadap
perubahan. Pemimpin tidak boleh membuat sebuah batasan dalam
berkomunikasi dengan anggotanya. Bangun cara-cara kepemimpinan digital
yang dapat meningkatkan Harmonisasi anggota maupun efektifitasnya
pekerjaan. Bermain games secara online, nonton bareng, dan lain lain
merupakan alternatif alternatif. Pemimpin harus peka terhadap perubahan dan
kebutuhan anggota anggotanya. Tentunya pemimpin juga harus bida beradaptasi
dan jangan lupa untuk continlus growth yang bisa membuat pemimpin jauh lebih
baik.

Anda mungkin juga menyukai