PROPOSAL PENELITIAN
Disusun oleh :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga terwujudlah proposal penelitian kualitatif ini
dengan judul “Gerakan Literasi (GLS) di SDN Pangaragan I Kabupaten Sumenep”.
Proposal penelitian ini penulis susun berdasarkan buku-buku serta refrensi lain yang
dapat mendukung tentang materi yang ingin disajikan oleh penulis, dan penulis
berterima kasih pada Ibu Ratna Novita Punggeti, M.Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah “Metode Penelitian Kualitatif”, serta teman-teman yang mendukung dalam
penyelesaian penelitian ini.
Penulis sangat berharap proposal penelitian kualitatif ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai perubahan yang lebih baik
lagi kedepannya. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam proposal
penelitian kualitatif ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usaha demi perbaikan proposal
penelitian kualitatif yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga proposal penelitian kualitatif ini dapat dipahami oleh siapapun yang
membacanya. Sekiranya proposal penelitian yang telah disusun ini berguna bagi
penulis sendiri dan orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi semakin pesat di era globalisasi yang saat ini
popular dengan sebutan Revolusi 4.0 dengan memberikan dampak bagi kehidupan
sosial di masyarakat. Seiring dengan pertumbuhan seorang anak, membaca
merupakan faktor yang krusial dalam proses pendidikan untuk kehidupannya.
Kemampuan membaca dan menulis menjadi hal yang sangat penting, karena
ketika seseorang mampu untuk menulis maka secara tidak langsung orang tersebut
juga mampu untuk membaca dan tanpa hal tersebut siswa akan mengalami
kesulitan belajar pada saat itu dan pada masa yang akan datang, serta setiap
informasi dan pengetahuan yang diperoleh tidak akan lepas dari kegiatan
membaca, oleh sebab itu budaya membaca perlu dikembangkan dari sejak dini.
Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut setiap orang memiliki
kegemaran membaca dan menulis, hal ini diperlukan guna memperoleh
pengetahuan dan wawasan yang luas untuk meningkatkan kecerdasan. Namun,
pada masa kini pembelajaran kepada anak untuk terbiasa membaca, menulis,
ataupun menyerap informasi sangatlah kurang. Kehadiran gawai serta perangkat
teknologi komunikasi di masyarakat telah menggeser minat baca masyarakat.
Manusia dapat berkomunikasi dengan baik melalui penguasaan literasi yang
baik pula. Literasi berkaitan erat dengan komunikasi. Terdapat dua hal yang
tercakup dalam literasi, yaitu keaksaraan dan kewicaraan atau lisan dan tulisan.
Pada kehidupan masa kini, kebiasaan keluarga yang mengadopsi budaya
menggunakan gawai dalam kehidupan sehari-hari berimplementasi kepada pola
pendidikan yang ditanamkan kepada anak-anaknya. Banyak orang tua
membiarkan anak memperoleh informasi sebebasnya dari perangkat teknologi.
Hal tersebut mengakibatkan melemahnya budaya membaca dan kemampuan
menulis. Anak lebih senang mendapatkan informasi dari efek visual yang didapat
dari internet atau gawai lainnya.
Hubungan dunia pendidikan dengan revolusi industri 4.0 yaitu dunia
pendidikan dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan yang sedang
berkembang pesat serta memanfaatkan informasi dan komunikasi sebagai fasilitas
1
lebih dan serba canggih untuk memperlancar proses pembelajaran. Proses
pendidikan yang baik juga harus dapat memenuhi kebutuhan dalam literasi
manusia, menjadi penting untuk bertahan di era revolusi industri ini, tujuannya
adalah agar manusia bisa berfungsi dengan baik di lingkungan manusia dan dapat
memahami interaksi dengan sesama manusia dalam era yang begitu cepat dalam
perkembangan revolusi. (Alwasilah, 2012:177).
Literasi merupakan jalan satu-satunya untuk mendapatkan pemahaman utuh
tentang sebuah realitas. Membudayakan literasi bisa menjadi modal dasar untuk
menganalisis dan mengkritik dari berbagai fenomena yang terjadi. Kemampuan
literasi awal adalah salah satu bidang keterampilan akademik yang penting karena
dapat memimplementasii perolehan keterampilan bidang akademik lainnya. Selain
itu, literasi awal juga dapat diartikan pengetahuan, sikap dan keterampilan seorang
anak usia dini yang berkaitan dengan membaca dan menulis sebelum menguasai
kemampuan formal pada usia sekolah (Novianti; 2019).
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi
Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga
sekolah (guru, peserta didik, orangtua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian
dari ekosistem pendidikan Gerakan literasi sekolah (GLS) adalah kemampuan
mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai
aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis dan/ atau berbicara.
Gerakan Literasi Sekolah ini memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti
sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu program di dalam gerakan tersebut adalah
kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai.
Program ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik dapat
meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara
lebih baik (Permendikbud, 2015).
Salah satu penunjang untuk pelaksanaan program Gerakan Literasi Sekolah
yaitu perpustakaan sekolah, yang berfungsi sebagai penyedia bahan bacaan ilmu
pengetahuan serta sumber informasi bagi pendidik dan peserta didik.
Perpustakaan juga sebagai penyedia bahan bacaan perpustakaan yang berfungsi
2
sebagai penyedia sarana literasi, yaitu sudut baca kelas, area baca, menciptakan
lingkungan kaya teks.
Dalam kegiatan pembiasaan ini peran dari beberapa pihak seperti guru,
orang tua, perpustakaan, dan pemerintah sangat diperlukan yang berfungsi sebagai
media siswa untuk lebih mengetahui dan memahami kegiatan pembiasaan
tersebut. Berdasarkan hasil obsevasi yang dilakukan peneliti di SDN Pangarangan
I melalui wawancara terhadap wali kelas I yakni ibu RAJ. Tazkiyah, S.Pd, beliau
mengatakan bahwa di SDN Pangarangan I memang menerapkan program gerakan
literasi sekolah atau GLS. Program ini diterapkan 15 menit sebelum jam pelajaran
di mulai, dan juga program ini dilakukan setelah jam pelajaran usai akan tetapi
hanya diberlakukan terhadap siswa yang kemampuan membacanya masih kurang.
Program ini juga telah disetujui oleh wali murid siswa sehingga saat waktunya
sekolah berakhir orang tua murid tidak perlu khawatir saat anaknya pulang
terlambat. Berdasarkan pernyataan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai kegiatan pembiasaan membaca tersebut dengan mengambil
judul “Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Di SDN Pangarangan I Kabupaten
Sumenep” yang bertujuan untuk mengetahui peran kegiatan dalam penerapan
kegiatan literasi terhadap minat baca dan keterampilan membaca siswa agar dapat
menguasai pengetahuan lebih baik.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mempermudah peneliti
menganalisis hasil penelitian agar tidak meluas, maka penelitian ini difokuskan
terhadap pelaksanaan program gerakan literasi sekolah atau GLS guna
mengetahui minat baca siswa di SDN Pangarangan I Kabupaten Sumenep.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana program gerakan literasi sekolah di SDN Pangarangan I
Kabupaten Sumenep?
3
D. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui program gerakan literasi sekolah di SDN Pangarangan I
Kabupaten Sumenep?
2. Manfaat
Manfaat dari hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia
pendidikan khususnya mengenai pentingnya membaca dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Manfaat praktis
a) Bagi siswa
Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk meningkatkan minat membaca
yang rendah.
b) Bagi Guru
Sebagai bahan masukan untuk guru dalam meningkatkan minat baca siswa
dengan menerapkan program jam baca yaitu GLS.
c) Bagi Sekolah
Memberikan acuan bagi sekolah untuk menerapkan program jam baca di
sekolah dan memaksimalkan fungsi dari perpustakaan.
d) Bagi Peneliti dan Peneliti Lain
Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman dan
menambah wawasan. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan
acuan untuk penelitian selanjutnya.
4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Literasi
Literasi secara sederhana diartikan melek huruf, kemampuan baca tulis,
dan kecakapan dalam membaca dan menulis. Namun, tidak demikian untuk
sekarang, karena kebutuhan akan pengetahuan pada setiap individu jauh
berbeda dengan masa, dimana literasi hanya diartikan sebagai kemampuan
membaca dan menulis. Artinya literasi diartikan sebagaimana keperluan dan
kebutuhan literasi pada saat itu. Pengertian literasi berkembang menjadi
kemampuan membaca, menulis, berbicara, menyimak,dan memenfatkan
teknologi. Pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan
konvensi-konvensi yang menyertainya. Namun demikian, literasi utamanya
berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan (Ridwan
Santoso:2018).
Konsep pengajaran literasi diartikan sebagai kemampuan membaca dan
menulis. Seseorang dapat disebut literate apabila telah memiliki pengetahuan
yang hakiki untuk digunakan dalam setiap aktivitas yang menuntut fungsi
literasi secara efektif dalam masyarakat dan pengetahuan yang dicapainya
dengan membaca, menulis, dan arithmetic memungkinkan untuk dimanfaatkan
bagi dirinya sendiri dan perkembangan masyarakat. pengertian literasi dalam
pendidikan, jika dilihat berdasarkan kebutuhan para peserta didik di sekolah
maka, makna literasi berkembang meliputi proses membaca, menulis,
berbicara, mendengar, membayangkan dan melihat. Burns, dkk dalam Farida
Rahim (2011:01). “Mengatakan bahwa kemampuan membaca merupakan
suatu yang vital dalam suatu masyarakat yang terpelajar. Namun, anak anak
yang tidak paham akan pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi
untuk belajar”. Pembaca harus secara aktif melibatkan pengalaman
sebelumnya, proses berpikir, sikap,emosi dan minat untuk memahami bacaan
yang mereka baca.
Menurut Depdiknas (2004) literasi diartikan sebagai “keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan tidak untuk dapat sekedar hidup dari segi
5
finansial, tetapi juga sebagai suatu yang dibutuhkan untuk mengembangkan
diri secara sosial, ekonomi dan budaya dalam kehidupan modern.” Maka jika
merujuk dari pengertian literasi menurut Depdiknas tersebut, jelas mengarah
kepada kemampuan menalar seseorang dari proses literasi.
Berdasarkan pengertian litetasi diatas dapat diketahui bahwa literasi
merupakan kemampuan yang kompleks. Bukan hanya kemampuan akan
membaca dan menulis. Melainkan kemampuan untuk mengambil dan
memaknai dari berbagai macam jenis teks. Literasi dapat diperoleh melalui
proses pembelajaran melalui tiga kemampuan literasi yang dapat diperoleh
peserta didik secara bertahap yaitu membaca, menulis dan menalar.
2. Pengertian Gerakan Literasi Sekolah
Pengertian Literasi Sekolah dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah
(GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami dan menggunakan sesuatu
secara cerdas, melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat,
menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Utama, dkk, 2016:2).
Gerakan literasi merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat
partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala
sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang
tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat
(tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha,
dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Wiedarti, 2016:7).
Gerakan literasi sekolah merupakan gerakan sosial dengan dukungan
kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkan berupa
pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan
kegiatan 15 menit membaca buku yang telah disesuaikan dengan konteks atau
target sekolah. Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan
diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran.
6
Gerakan literasi sekolah diharapkan mampu menggerakkan warga
sekolah, dan masyarakat untuk bersama-sama menjadikan gerakan ini sebagai
bagian penting dalam kehidupan. Gerakan literasi sekolah ini sangat
membantu pihak sekolah karena dapat membantu siswa-siswa disekolah
mempunyai kebiasaan membaca yang teratur yang kemudian dikembangkan
menjadi tulisan yang bermanfaat. Selaian membiasakan dan membudiyakan
membaca dan menulis disekolah, kegiatan ini juga dapat mendisiplinkan siswa
dalam mematuhi tata tertib dan peraturan sekolah.
7
meneyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola
pengetahuan, dan menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan mengahadirkan
beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca. Sedangkan
menurut Faizah, dkk (2016:2) GLS bertujuan untuk menumbuhkembangkan
budaya literasi di sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan
sekolah agar menjadi literat, serta menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan
menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi
membaca.
Menurut Mulyo Teguh (2017:20) Tujuannya untuk menjadikan sekolah
sebagai komunitas yang memiliki komitmen dan budaya membaca yang tinggi
serta miliki kemampuan untuk menulis yang komprehensif. Sedangkan
menurut Atmazaki, dkk (2017: 5) tujuan umum gerakan literasi sekolah adalah
untuk menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan
mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembelajaran
sepanjang hayat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup.
Ditinjau dari segi tujuan umum dan tujuan khusus dari Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) yaitu dapat disimpulkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah
(GLS) untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui
pembudidayaan ekosistem dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan
mewadahi berbagai strategi membaca. Hal ini di tujukan agar siswa
meningkatkan minat membaca dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
5. Faktor Gerakan Literasi
a) Faktor Pendukung
Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam
pelaksanaan literasi di sekolah. Faktor utama pendukung pelaksanaan
literasi sekolah adalah adanya kuatnya payung hukum terhadap
pelaksanaan literasi di sekolah. Kita patut berlega hati bahwa pemerintah
dengan sangat legawa menyikapi dengan arif dan bijaksana terhadap hasil
penelitian dari berbagai lembaga penelitian yang menyatakan bahwa minat
baca peserta didik kita masih rendah. Sikap legawa pemerintah dibuktikan
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015
tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu karakter yang harus
8
ditumbuhkan menurut peraturan ini terdapat dalam bagian pengantar butir
f, yaitu “penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik gemar
membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi
bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam
mengembangkan dirinya sendiri. Nilai ini diambil dari nilai kebangsaan
dan kemanusiaan yang berakar pada Pancasila”.
Faktor kedua adalah dukungan penuh dari pemerintah terhadap
pelaksanaan Gerakan literasi sekolah. Ada pepatah mengatakan “Jer
basuki mawa bea”, artinya semua kegiatan tidak terlepas dari urusan
keuangan atau pendanaan. Dalam hal ini, dukungan nyata pemerintah
terhadap pelaksanaan kegiatan literasi adalah adanya pemberian dana
BOS. Sebagian dana BOS dialokasikan untuk pengadaan sarana dan
prasarana pelaksanaan literasi di setiap satuan pendidikan terutama
pendidikan dasar dan menengah. Sarana dan prasarana tersebut meliputi
pengadaan buku-buku, pendanaan kepanitiaan, dan penciptaan ruang-
ruang yang mendukung peserta didik melakukan kegiatan membaca.
Faktor ketiga adalah sumber daya manusia (SDM) pengelola
kegiatan Gerakan Literasi Sekolah. SDM yang dimaksud adalah semua
pemangku kepentingan (stekholder) di tingkat pemerintahan, dari tingkat
pemerintahan pusat, LPMP, dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota,
dan satuan pendidikan di tingkat kota. Di tingkat satuan pendidikan, SDM
sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan ini adalah kepala sekolah,
pengawas, guru, dan Tim Literasi Sekola (TLS). Semua pemangku
kepentingan dan SDM di tingkat satuan pendidikan “satu hati” untuk
mendukung Gerakan Literasi Sekolah.
Faktor keempat adalah dikeluarkannya Juknis pelaksanaan Gerakan
Literasi Sekolah. Artinya, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud sangat
serius dan berharap Gerakan Literasi Sekolah dapat berlangsung dengan
baik. Kemendikbud mengeluarkan Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
dan Panduan Gerakan Literasi Sekolah di setiap satuan pendidikan.
Faktor kelima, orang tua peserta didik dan masyarakat yang
tentunya mendukung penuh semua kegiatan positif untuk memajukan
9
peserta didik. Peran orang tua dan masyarakat sangat besar demi
suksesnya kegiatan ini berkaitan erat dengan fungsi pemangku kebijakan
dari tingkat pusat sampai dengan tingkat satuan pendidikan. Fungsi
pemangku kebijakan adalah memberikan pengarahan dan pencerahan
kepada orang tua peserta didik dan masyarakat bahwa kegiatan ini
sangatlah urgen untuk dilaksanakan.
Faktor keenam adalah peserta didik. Faktor ini merupakan faktor
penentu. Berdasarkan perhitungan para demographer (ahli demografi)
terhadap indikator dasar kependudukan (tingkat kelahiran dan kematian),
Indonesia akan menikmati bonus demografi hingga tahun 2030. Kepala
Pusat Penelitian (P2) Kependudukan (2013) menyimpulkan bahwa
Indonesia menikmati penduduk usia produktif dalam jumlah besar
terutama kaum muda yang energik dan kreatif. Artinya, kita saat ini
mempunyai kaum muda (peserta didik) dalam jumlah besar yang sangat
potensial untuk dijadikan “sasaran” Gerakan Literasi Sekolah.
b) Faktor-faktor Penghambat
Di samping beberapa faktor pendukung pelaksanaan gerakan
literasi di atas, terdapat beberapa faktor yang yang menjadi penghambat
pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Faktor utama penghambat
program literasi di sekolah adalah rendahnya minat baca peserta didik
sebagai “sasaran “ program tersebut. Artinya, kita harus mencari tahu
faktor-faktor penyebab rendahnya minat baca peserta didik. Kita tidak
boleh menutup mata bahwa rendahnya minat baca peserta didik hanyalah
dampak negatif sebagai akibat faktor internal dan eksternal dari peserta
didik.
1) Faktor internal
Faktor internal yang sangat mempengaruhi rendahnya minat
baca peserta didik (remaja) adalah usia yang kurang menguntungkan.
Usia remaja merupakan masa remaja berada dalam situasi “sulit”.
Perkembangan jiwa pada masa ini dipengaruhi oleh faktor pembawaan
internal dan faktor eksternal yaitu pendidikan dan pengalaman
interaksi siswa dengan lingkungan (Muhibbinsyah, 2010:47).
10
Menurut Barlow melalui Muhibbinsyah (2010:79), bahwa
pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial
dan moral siswa ditekankan pada pembiasaan dan peniruan. Proses
pembiasaan dan peniruan ini dapat dengan mudah dilakukan oleh
peserta didik fase remaja. Pada fase ini (12 tahun - 21 tahun) remaja
mengalami masa yang penuh kesukaran dan persoalan bukan saja bagi
remaja itu sendiri, melainkan bagi orang tua, guru, dan masyarakat
sekitar. Pada fase ini, individu sedang berada di persimpangan antara
anak-anak dan dunia dewasa. Sehubungan dengan ini, hampir dapat
dipastikan bahwa segala sesuatu yang sedang mengalami atau dalam
kondisi transisi dari suatu keadaan ke keadaan lainnya selalu
menimbulkan gejolak, goncangan, dan benturan yang kadang-kadang
berakibat buruk. Artinya, pada masa ini dibutuhkan pendekatan yang
tepat untuk penanaman budaya literasi sehingga dapat membentuk
generasi muda yang literat.
Faktor internal lain yang berpengaruh dalam gerakan literasi
sekolah yaitu guru yang tidak literat. Sebagian pendidik (guru) belum
menjadikan budaya membaca sebagai bagian atau gaya hidup. Kita
memaklumi kondisi ini. Banyaknya tugas selain mengajar di kelas
yang harus diselesaikan guru sebagai akibat sertifikasi guru, membuat
guru kehabisan ernergi untuk dua jam, satu jam, setengah jam, atau
bahkan 15 menit untuk sekadar membaca buku. Hal ini adalah
permasalahan yang sangat kompleks.Beban guru luar biasa padat.
Akibatnya, guru pun secara sadar dan tidak sadar telah meminggirkan
budaya membaca buku.
2) Faktor eksternal
Faktor eksteral yang mampu meminggirkan kebiasaan literasi
peserta didik adalah keberadaan media sosial sebagai hasil perkembangan
teknologi informasi. Twitter, Facebook, Line, WhatsApp, Instagram, dan
masih banyak lagi. Hal-hal merupakan ancaman serius bagi keberadaan
dan fungsi buku sebagai media literasi. Media sosial dianggap ancaman
dan penggempur budaya baca ketika anak muda terlalu memuja bahkan
11
setiap detik mengintip kegiatan mereka di media sosial. Media sosial
bagaikan zat aditif yang menjadi candu bagi mereka. Mereka akan
mengalami keadaan “sakau” apabila kuota internet habis. Tingginya
kualitas dan kuantitas kegiatan menulis dan membaca pesan di media
sosial bukanlah prestasi yang membanggakan. Justru kegiatan inilah yang
mampu meminggirkan budaya membaca di kalangan pelajar. Sangatlah
berat apabila buku harus melawan status dalam media sosial.
Faktor eksternal lain yang turut berpengaruh dalam pelaksanaan
GLS, yaitu suasana yang kurang mampu menciptakan budaya baca
merupakan faktor lain penghambat budaya baca. Faktor suasana yang
dimaksud adalah lingkungan atau kondisi sekolah yang kurang mampu
membangkitkan dan merangsang keinginan peserta didik untuk segera
membuka buku dan membaca. Artinya, siswa kurang terangsang inderanya
untuk meminggirkan media sosial dengan kecenderungan memarjinalkan
kebiasaan membaca buku. Kebiasaan membaca terpinggirkan karena
“suasana” buku-buku bacaan yang tidak menarik dan tempat yang
membosankan.
6. Tahap Pelaksanaan GLS
GLS di SD dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan
kesiapan masing-masing sekolah. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas
fisik sekolah (ketersediaan fasilitas, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga
sekolah (peserta didik, tenaga guru, orang tua, dan komponen masyarakat
lain), dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan
kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan).Untuk memastikan
keberlangsungannya dalam jangka panjang, GLS SD dilaksanakan dalam tiga
tahap, yaitu tahap pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran.
Pengembangan Literasi Sekolah dalam Skema 3 Tahap Catatan :
a) Pembiasan
1) Apa kecakapan literasi yang ditumbuhkan pada tahap pembiasaan?
2) Apa fokus dan prinsip kegiatan di tahap pembiasaan?
3) Apa prinsip-prinsip kegiatan membaca di tahap pembiasaan?
12
4) Kegiatan membaca dan penataan lingkungan kaya literasi di tahap
pembiasaan.
5) Langkah-langkah kegiatan:
(a) Membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai
(b) Menata sarana dan lingkungan kaya literasi
(c) Menciptakan lingkungan kaya teks
(d) Memilih buku bacaan di SD
(e) Pelibatan publik
6) Indikator pencapaian di tahap pembiasaan
7) Ekosistem sekolah yang literat menjadikan guru literat dengan
menunjukan ciri kinerja sebagai berikut.
b) Pengembangan
1) Menyediakan beragam pengalaman membaca
2) Warga sekolah gemar membaca
3) Warga sekolah gemar menulis
4) Memilih buku pengayaan fiksi dan nonfiksi
5) Langkah-langkah kegiatan:
(a) Membaca terpandu
(b) Membaca bersama
(c) Aneka karya kreativitas seperti Workbook, Skill Sheets (Triarama,
Easy slit book, One
sheet book, Flip flop book)
(d) Mari berdiskusi tentang buku
(e) Story-map outline
6) Indikator pencapaian di tahap pengembangan
c) Pembelajaran
1) Menyediakan pembelajaran terpandu berbasis literasi
2) Menata kelas berbasis literasi
3) Mengorganisasi- kan material
4) Melaksanakan literasi terpadu sesuai dengan tema dan mata pelajaran
5) Membuat jadwal
6) Asesmen dan Evaluasi
13
7) Konferensi literasi warga sekolah
Tiga tahapan dalam bagan pelaksanaan literasi ini dilaksanakan terus-
menerus secara berkelanjutan. Kegiatan pelaksanaan pembiasaan gerakan
literasi pada tahap ini bertujuan untuk menumbuhkan minat peserta didik
terhadap bacaan.
Langkah-langkah Kegiatan
a) Membaca 15 Menit Sebelum Pelajaran Dimulai
1) Membacakan nyaring
Guru/pustakawan/kepala SD/relawan membacakan buku/bahan bacaan
lain dengan nyaring.
Tabel 2.1. Tahap membaca nyaring
Tahap
Kegiatan
Membaca
14
agar dapat membacakan buku dengan menarik serta
ekspresi wajah yang mendukung penceritaan.
15
4. Setelah mem- a) Meminta peserta didik mengajukan pertanyaan.
bacakan b) Guru mengajukan pertanyaan seandainya peserta
nyaring didik tidak bertanya.
c) Meminta peserta didik untuk menceritakan ulang
bacaan dengan kata-katanya sendiri.
d) Meletakkan buku atau materi bacaan di tempat
yang mudah dilihat dan dijangkau oleh tangan
peserta didik.
e) Mencatat judul buku yang telah dibacakan
Tahap
Kegiatan
Membaca
16
c) Memberi semangat kepada peserta didik
bahwa ia harus membaca buku tersebut
sampai selesai, dalam kurun waktu
tertentu, bergantung pada ketebalan buku.
d) Membolehkan peserta didik untuk
mencari buku lain apabila isi buku
dianggap kurang menarik.
e) Membolehkan peserta didik untuk
memilih tempat yang disukainya untuk
membaca.
f) Menyediakan buku-buku dengan jenis dan
judul yang variatif.
17
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif dan metode penelitian survei menggunakan kuesioner. Model
literasi informasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah Empo wering 8
dengan mengambil 3 aspek kemampuan literasi informasi yaitu
mengidentifikasi, mengorganisasi, dan menciptakan informasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Moh. Saiful Azis, jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Institut Agama
Islam Negeri Malang, dengan judul “Implementasi Kultur Literasi Dalam
Meningkatkan Kemampuan Membaca, Menulis, dan Berfikir KritisSiswa SD
Plus Al-Kautsar Malang Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian yang
digunakan adalah kualitatif. Penelitian ini menjelaskan bahwa implementasi
kultur literasi yang ada di SD Plus Al Kautsar Malang di terapkan melalui
gerakan literasi (GLS). Pelaksanaan GLS dilaksanakan 15 menit sebelum
pembelajaran, penyediaan sudut baca pada setiap kelas, dan pemanfaatan
perpustakaan sekolah. Kultur literasi dalam konteks GLS ini berimplikasi
pada meningkatnya kemampuan membaca, menambah kosakata dan
menceritakan kembali dengan bahasa sendiri. Meningkatkan kemampuan
menulis kalimat sederhana pada kelas rendah dan menulis paragraf pada kelas
tinggi dengan baik, dan berpikir kritis siswa menjadi lebih meningkat.
Berdasarkan kajian hasil penelitian relevan di atas, bahwa judul yang
diangkat peneliti tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Di SDN
Pangarangan I Kabupaten Sumenep belum pernah ada yang mengkaji.
Oleh karena itu, penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian baru.
18
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu jenis penelitian
kualitatif, sebab peneliti disini ingin mengetahui secara bagaimana program
Gerakan Literasi Sekolah di SDN Pangarangan I. Penelitian kualitatif disini
bertujuan untuk mengungkap kejadian atau fakta, keadaan, fenomena yang
terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang
sebenarnya terjadi
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian kualitatif berupa fenomenologi.
Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan jenis
penelitian kualitatif berupa fenomenologi karena peneliti terjun langsung ke
lapangan, mendeskripsikan, dan mengkonstruksi realitas yang ada serta
melakukan pendekatan terhadap sumber infomasi sehingga diharapkan data
yang didapatkan mengenai Gerakan Literasi Sekolah di SDN Pangarangan I
akan lebih akurat.
19
Siswa lima orang perkelas. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh
melalui studi observasi dan dokumentasi yang meliputi dokumen kegiatan
Gerakan Literasi Sekolah (GLS), foto kegiatan membaca, foto sudut baca di
kelas, foto perpustakaan, dan data-data yang bersifat umum lainnya. Untuk
mendapatkan data yang valid, peneliti harus menggunakan teknik
pengumpulan data yang tepat. Teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang mengetahui standar data yang
ditetapkan (Sugiyono, 2014:224).
Menurut Yaya Suryana (2015:225) metode pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilkukan dalam berbagai setting,
berbagai sumber data, dan berbagai cara. Untuk memperoleh data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan beberapa metode pengumpulan
data yaitu:
1. Metode Observasi
Menurut Wahyu Purhantara (2010:87) observasi adalah pengamatan
dari peneliti terhadap obyek penelitianya. Dimana kita dapat
mengumpulkan data ketika peristiwa terjadi dan dapat dating lebih dekat
untuk meliput seluruh peristiwa. Instrument yang digunakan adalah dapat
berupa lembar pengamatan maupun panduan pengamatan. Metode
observasi dapat menghasilkan data yang lebih rinci mengenai perilaku
(subjek), benda, atau kejadian (obyek).
Peneliti menggunakan teknik observasi untuk mengumpulkan data
tentang pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) baik dari segi
pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Peneliti terlibat langsung
dalam pengamatan dan pencataan secara sistematis tentang aspek-aspek
yang diamati yaitu tentang pelaksanaan GLS pada tahap pembiasaan,
pengembangan dan pembelajaran, serta ruang baca yang disediakan
sekolah untuk mendukung kegiatan literasi ini.
20
2. Metode Wawancara
Menurut Lexy J Moleong (2013:186) wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Dimana percakapan itu dilakukan oleh dua pihak
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyan dan
terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara juga dapat dirtikan percakapan tatap muka (face to face)
anatara pewawancara dengan sumber informasi, dimana pewawancara
bertanya langsung tentang suatu objek yang diteliti dan telah dirancang
sebelumnya.
Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk memperoleh data
dan informasi tentang pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang
dilakukan oleh guru kepada peserta didik dan fasilitas yang disediakan
oleh sekolah untuk mendukung gerakan ini. Kegiatan wawancara
ditujukan kepada guru, siswa dan kepala sekolah SDN Pangarangan I
Kabupaten Sumenep. Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk
mendapatkan data yang valid dari informan.
3. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:231) mencari data mengenai hal-
hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
agenda dan sebagainya. Sedangkan menurut Suyono (2015:329)
dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Peneliti
menggunakan teknik dokumentasi untuk melengkapi data yang diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara sehingga data yang diperoleh menjadi
lebih akurat. Perolehan data melalui dokumentasi ini berupa kegiatan pada
tahap pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran di SDN Pangarangan
I Kabupaten Sumenep.
E. Instrumen Penelitian
Alat atau instrument penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatan penelitian untuk mempermudah
mengumpulkan data agar kegiatan penelitian tersebut menjadi lebih logis
21
(Arikunto:2010). Pada penelitian ini, alat atau instrument pengumpulan data
yang digunakan adalah lembar obsevasi, lembar wawancara (interview) dan
lembar dokumentasi.
1. Lembar Observasi
Lembar Observasi, digunakan agar peneliti dapat melakukan
pengamatan secara langsung terkait dengan minat baca Siswa
menggunakan GLS di SDN Pangarangan I Kabupaten Kota Sumenep.
Tabel 3.1. Kisi-Kisi Observasi
No Aspek Yang Di Observasi Indikator
1. Keadaan lingkungan a. Lokasi sekolah
b. Sarana dan prasarana sekolah
c. Sudut baca dan bahan teks kelas
2. Kondisi siswa a. Cara belajar siswa
b. Membaca nyaring dan membaca
dalam hati selama 15 menit
c. Buku yang di pilih siswa
22
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Wawancara Kepada Guru
No Variabel Indikator
1. Penerapan Gerakan a. Rancangan pembelajaran
Literasi Sekolah b. Jadwal dan tempat pelaksanaan
c. Tujuan pembelajaran
d. Langkah-langkah penerapan
e. Keadaan siswa
3. Lembar Dokumentasi
Dalam penelitian ini, dokumentasi diperoleh melalui pihak sekolah
berupa arsip, foto-foto selama kegiatan penelitian berlangsung. Dalam
hal ini peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk membantu
hasil penelitian dari observasi dan wawancara agar hasilnya kredibel/
dapat dipercaya. Dokumentasi agar lebih terarah, peneliti menyusun
kisi-kisi terlebih dahulu sebagai berikut:
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Dokumentasi
No Variabel Indikator
1. Kegiatan wawancara a. Wawancara kepala sekolah/ wakil
kepala sekolah
b. Wawancara guru kelas
c. Wawancara siswa kelas I sampai kelas
VI
23
2. Kegiatan observasi a. Ruang kelas
b. Lingkungan sekolah
c. Pelaksanaan GLS di kelas
24
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi, wawancara dan
dokumentasi di lapangan sangatlah banyak. Maka perlu adanya kegiatan
penyederhanaan data dengan memilih data yang benar-benar diperlukan
dalam penelitian dan membuang data yang tidak dibutuhkan dalam proses
penelitian. Data yang diperoleh terkait gerakan literasi sekolah
dikumpulkan dan dilakukan reduksi data dengan membuang data yang
tidak diperlukan dan memilih data dengan memfokuskan pada data yang
penting. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi
data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini,
dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
3. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data yang telah dipilih/ direduksi, kemudian dapat
disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan sejenisnya yang dapat
mempermudah dalam membaca data tersebut. Dengan penyajian data
dalam bentuk uraian singkat dan tabel yang didapatkan dari hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi tentang gerakan literasi sekolah di
SDN Pangarangan I, maka data yang didapatkan tersebut dapat tersusun
dengan rapi dan saling berkesinambungan sehingga akan lebih mudah
untuk dipahami.
4. Penarikan Kesimpulan (Conlution Drawing)
Tahap ini adalah tahap penarikan kesimpulan dari data yang telah
diperoleh serta memberikan penjelasan terkait Gerakan Literasi sekolah di
SDN Pangarangan I. Pemberian kesimpulan dipaparkan dalam bentuk
kalimat sederhana, singkat dan jelas agar mudah dipahami oleh pembaca.
Menurut penjelasan diatas, maka dapat digambarkan model analisis data
dalam penelitian terdiri dari (reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan) saling berintraksi tidak ada batas yang memisahkan antara
unsur-unsur pada proses penelitian, data dalam suatu siklus yang
sistematis yaitu:
25
Pengumpulan
Data
Reduksi Data
26
Triangulasi data merupakan pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2011: 273). Dalam
penelitian ini, pengecekan data menggunakan teknik trianglasi sumber dan
triangulasi teknik.
1. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Sumber untuk pengumpulan data dalam gerakan literasi sekolah
(GLS) yaitu melalui kepala sekolah, guru dan siswa. Pengumpulan dan
pengujian data dalam penelitian ini diperoleh dari tiga sumber yaitu:
.
Kepala Sekolah Guru
Siswa
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LA
MPI
RA
29
N
LAMPIRAN 1
PEDOMAN OBSERVASI
30
LAMPIRAN 2
A. Kepala Sekolah
1. Bagaimana sejarah berdirinya SDN Pangarangan I Kabupaten Sumenep?
2. Apa visi dan misi SDN Pangarangan I Kabupaten Sumenep?
3. Bagaimana keadaan pendidik dan peserta didik?
4. Sudah berapa lama penerapan gerakan literasi sekolah ini?
5. Bagaimana fasilitas perpustakaan sekolah?
B. Guru
1. Apa saja yang dilakukan dalam merencanakan pembelajaran?
2. Kapan jadwal GLS ini?
3. Tujuan apakah yang ingin dicapai dari Gerakan Literasi Sekolah?
4. Bagaimana langkah-langkah penerapan Gerakan Literasi Sekolah?
5. Bagaimana cara membaca siswa di kelas?
6. Dimana kegiatan ini dilakukan?
C. Siswa
1. Apakah menyukai kegiatan membaca?
2. Apakah sering mengunjungi perpustakaan?
3. Apa yang dilakukan ketika tidak mengunjungi perpustakaan?
4. Buku apa yang biasanya sering dibaca?
5. Apakah kegiatan GLS menyenangkan atau membosankan?
31
LAMPIRAN 3
PEDOMAN DOKUMENTASI
32