Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa atas asung kertawara nugraha-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan program tim pendamping literasi sekolah. Program ini
dibuat dengan tujuan agar adanya acuan dalam melaksanakan gerakan literasi
sekolah. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ialah gerakan literasi yang dilaksanakan
pada satuan pendidikan/sekolah dengan melibatkan siswa, guru serta tenaga
kependidikan, termasuk orang tua/wali. GLS dilaksanakan dengan praktik-praktik
baik tentang literasi dengan menjadikan kebiasaan serta membudayakan pada
lingkungan sekolah. Selain itu, GLS adalah sebuah gerakan dalam upaya
menumbuhkan budi pekerti siswa yang bertujuan agar siswa memiliki budaya
membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat.
Kegiatan ini diharapkan dapat dilaksanakan secara rutin untuk
menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan
membaca. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal,
nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik..

Yeh Sumbul, 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 4
1.3 Manfaat ......................................................................................... 5
1.4 Dasar Hukum................................................................................ 5
1.5 Prinsip Literasi Sekolah ................................................................ 6
1.6 Komponen Literasi Sekolah........................................................... 7

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah ............................. 10
2.2 Tahapan Pelaksanaan Literasi Sekolah......................................... 11

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................... 14
3.2 Saran ............................................................................................. 14

LAMPIRAN
1. SK Tim Pendamping Literasi Sekolah

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan
sumber daya manusia dan taraf kehidupan bangsa. Semakin baik pendidikan di
suatu bangsa, maka semakin baik pula kualitas bangsa itu, itulah asumsi umum
terhadap program pendidikan suatu bangsa. Secara faktual pendidikan
menggambarkan kegiatan sekelompok orang seperti kepala sekolah, guru, dan
siswa yang didalamnya terjadi interaksi dalam melaksanakan pendidikan dan
bekerjasama dengan orang-orang yang berkepentingan. Secara perspektif
pendidikan ialah arahan, muatan, dan pilihan yang tepat sebagai wahana
pengembangan masa depan anak didik yang tidak terlepas dari kontrol manusia
sebagai pendidik. Salah satu hal yang paling berpengaruh dalam pendidikan
adalah tingkat kemampuan dan kemauan membaca siswa.
Pada era globalisasi saat ini, kemampuan dan keterampilan dalam
mengolah informasi dari membaca sangat diperlukan oleh peserta didik, hal ini
berhubungan erat dengan kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan diri
terutama dalam pengembangan budi pekerti. Kesalahan dalam mengolah dan
menganalisis informasi oleh peserta didik akan berakibat fatal terhadap masa
perkembangan dan masa depannya. Untuk itu kemampuan mengolah,
menganalisis, dan merefleksi sebuah informasi adalah sangat penting terutama
pada kemampuan berpikir kritis. Karena dengan pembiasaan budaya membaca
akan menumbuhkan rasa ingin tahu dan menambah wawasan pemikiran peserta
didik sehingga memunculkan permasalahan yang harus dipecahkan, sehingga
menuntut peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis. Kemampuan dan
keterampilan peserta didik mengolah, menganalisis, dan mampu merefleksinya
dapat tercapai apabila ada kegiatan pembiasaan yang mengarahkannya.
Pada tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui
Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2013 mencanangkan sebuah gerakan literasi
sekolah untuk membantu siswa dalam menumbuhkan budaya membaca dan
menulis dilingkungan sekolah. Gerakan Literasi Sekolah pada dasarnya
merupakan kegiatan yang memusatkan kemampuan membaca dan menulis siswa

1
dengan melibatkan semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, orang
tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. Dan
saat ini kegiatan literasi telah dipandang sebagai suatu kebutuhan yang wajib
dikuasai oleh setiap siswa di sekolah.
Demi menyukseskan pembangunan Indonesia di abad ke-21, menjadi
keharusan bagi masyarakat Indonesia untuk menguasai enam literasi dasar, yaitu
(1) literasi bahasa, (2) literasi numerasi, (3) literasi sains, (4) literasi digital, (5)
literasi finansial, serta (6) literasi budaya dan kewargaan. Kemampuan literasi ini
juga harus diimbangi dengan menumbuh kembangkan kompetensi yang meliputi
kemampuan berpikir kritis/memecahkan masalah, kreativitas, komunikasi, dan
kolaborasi. Untuk meningkatan kualitas hidup, daya saing, pengembangan
karakter bangsa, serta melihat perkembangan keterampilan dan kompetensi yang
dibutuhkan di abad ke-21, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menyelenggarakan berbagai kegiatan literasi untuk meningkatkan indeks literasi
nasional melalui Gerakan Literasi Nasional. Gerakan Literasi Nasional (GLN)
lahir dari sinkronisasi semua program literasi yang sudah berjalan pada setiap unit
utama yang ada di dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. GLN
merupakan upaya untuk menyinergikan semua potensi serta memperluas
keterlibatan publik dalam pengembangan budaya literasi. Gerakan Literasi
Nasional harus dilaksanakan secara masif, baik di dalam lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat.
Akan tetapi, Data minat baca dan tingkat buta aksara berpengaruh terhadap
posisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) /Human Development Index (HDI)
Indonesia, yang diukur dari usia harapan hidup (tingkat kesehatan), pertumbuhan
ekonomi dan kualitas pendidikan. Berdasarkan data BPS tahun 2014, nilai IPM
mengalami kenaikan tipis menjadi 68,90 dari 68,40 pada tahun 2013. Data yang
dirilis Badan Program Pembangunan PBB/United Nations Development Program
(UNDP), IPM Indonesia pada tahun 2013 berada di peringkat 108 dari 187
negara. Angka IPM ini menunjukkan bahwa Indonesia berada jauh di bawah
negara ASEAN lainnya. Survei lain tentang literasi yang dilakukan Central
Connecticut State University pada tahun 2016 di New Britain, Conn, Amerika

2
Serikat, misalnya, menempatkan Indonesia dalam posisi cukup memprihatinkan,
yaitu urutan ke-60 dari 61 negara.
Sementara itu, hasil survei Progamme for International Student
Assessment (PISA) 2015 yang diumumkan pada awal Desember 2016
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Indonesia berada di urutan ke-64 dari
72 negara. Selama kurun waktu 2012--2015, skor PISA untuk membaca hanya
naik 1 poin dari 396 menjadi 397, sedangkan untuk sains naik dari 382 menjadi
403, dan skor matematika naik dari 375 menjadi 386. Hasil tes tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan memahami dan keterampilan menggunakan
bahan-bahan bacaan, khususnya teks dokumen, pada anak-anak Indonesia usia 9--
14 tahun berada di peringkat sepuluh terbawah. Hasil skor Asesmen Kompetensi
Siswa Indonesia (AKSI)/Indonesia National Assessment Programme (INAP) yang
mengukur kemampuan membaca, matematika, dan sains bagi anak sekolah dasar
juga menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Secara nasional, yang masuk
kategori kurang untuk kemampuan matematika sebanyak 77,13%, kemampuan
membaca 46,83%, dan kemampuan sains 73,61%.
Hasil survei tersebut mengisyaratkan bahwa minat baca dan literasi bangsa
Indonesia merupakan persoalan yang harus ditangani dengan serius. Minat baca
dan literasi bangsa kita harus menyamai dan bahkan lebih tinggi daripada bangsa
lain yang sudah maju agar bangsa Indonesia juga berperan dalam percaturan di era
global. Setakat ini literasi tidak hanya dipahami sebagai kemampuan membaca
dan menulis, tetapi juga dipahami sebagai kemampuan memanfaatkan hasil
bacaan tersebut untuk kecakapan hidup pembacanya. Oleh karena itu, literasi
dalam konteks baca-tulis menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dan
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut upaya yang dilakukan oleh
pemerintah khususnya Kemendikbud adalah menyelenggarakan berbagai
program Gerakan Literasi Nasional (GLN), melalui program Gerakan Literasi
Sekolah, Gerakan Indonesia Masyarakat, dan gerekan Litrasi Keluarga, serta
kegiatan turunan dari ketiga program tersebut. Gerakan ini merupakan upaya
untuk menyinergikan semua potensi serta memperluas keterlibatan publik dalam
menumbuhkan, mengembangkan, dan membudayakan literasi di Indonesia. GLN

3
akan dilaksanakan secara masif, baik dalam ranah keluarga, sekolah, maupun
masyarakat di seluruh Indonesia.
Pengertian literasi sekolah dalam konteks gerakan literasi sekolah atau
GLS adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu
secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat,
menyimak, menulis, dan/atau berbicara, maka dari itu dalam pembelajaran literasi
ini dikatakan berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis sebagai perangkat
penunjang pembelajaran literasi yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan
permasalahan yang dialami peserta didik (Panduan Gerakan Literasi Sekolah di
Sekolah Dasar, 2016: 2). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
mengembangkan gerakan literasi sekolah (GLS) yang melibatkan semua
pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Gerakan literasi di sekolah dapat
meningkatkan berpikir kritis peserta didik, karena dengan budaya literasi peserta
didik akan dihadapkan beberapa permasalahan yang mereka temukan setelah
mereka membaca dan menyimak sebuah cerita atau informasi. Dengan
permasalahan yang peserta didik temukan, secara otomatis akan menimbulkan
berbagai analisis permasalahan sehingga membentuk karakter peserta didik yang
kritis.
Dengan adanya gerakan literasi sekolah diharapkan dapat meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia teutama mutu sumber daya manusianya (SDM).
Untuk itu, lembaga sekolah diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan
yang ada di sekolah, salah satunya melalui peningkatan mutu SDM. Peningkatan
mutu pendidikan dapat diwujudkan.

1.2 Tujuan
Tujuan umum Gerakan Literasi Nasional adalah untuk
menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan mulai dari
keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup. Sedangkan tujuan khususnya
yakni menumbuhkan budaya literasi di sekolah, meningkatkan kapasitas warga
dan lingkungan sekolah agar literat, menjadikan sekolah sebagai taman belajar
yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola

4
pengetahuan, serta menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan
beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pelaksanaan kegiatan gerakan literasi sekolah
adalah sebagai berikut :
1. Memperkaya pengetahuan kosa kata.
2. Mengasah daya ingat melalui membaca.
3. Meningkatkan pemahaman mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika
dan Budaya Nusantara.
4. Menambah informasi dan wawasan baru.
5. Meningkatkan kreativitas peserta didik.

1.4 Dasar Hukum


1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 76 , Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5531 );
3. Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 1 Tahun
2012;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan dan Perubahan pertama dengan Peraturan Pemerintan nomor 4
tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan;
5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan
Pendidikan dalam Kondisi Khusus;

5
6. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri
Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
03/KB/2021; Nomor 384 Tahun 2021; Nomor
HK.01.08/Menkes.4242/2021; Nomor 440-717 Tahun 2021 tentang
Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19);
7. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 420/9239/
SJ Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pendidikan Literasi Sekolah di
Daerah;
8. Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Nomor:5748/D/BS/2018tentang Pembentukan Satuan Tugas Gerakan
LitersaiSekolah Di Provinsi/Kabupaten Kota;

1.5 Prinsip Literasi Sekolah


Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam Gerakan Literasi
Sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat
diprediksi. Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan
menulis saling beririsan antar tahap perkembangan. Memahami tahap
perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk
memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai
kebutuhan perkembangan mereka.
2. Program literasi yang baik bersifat berimbang. Sekolah yang menerapkan
program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki
kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks
yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang
pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan
memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk
anak dan remaja.
3. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum Pembiasaan dan
pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di

6
semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun
membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian,
pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada
guru semua mata pelajaran.
4. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun.
5. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan. Kelas berbasis literasi
yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi
tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini membuka
kemungkinan adanya perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis
dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan
dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan
pandangan.
6. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman
Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di
sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan
budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman
multikultural.

1.6 Komponen Literasi Sekolah


Literasi sekolah terdiri dari enam komponen. Adapun komponen literasi
sekolah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Komponen literasi usia dini, yaitu kemampuan untuk menyimak,
memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan
yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya di rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi
dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar. Pada
komponen literasi usia dini, pihak yang harus ikut aktif berperan adalah
orang tua, keluarga, guru PAUD, dan pengasuh (jika ada).
2. Komponen literasi dasar, yaitu kemampuan untuk mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan
dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating),
mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta

7
menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan
pengambilan kesimpulan pribadi. Pada komponen literasi dasar, pihak
yang harus ikut aktif berperan adalah pendidikan formal.
3. Komponen literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman
cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi
referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai
klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan
perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga
memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang
menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi
masalah. Pada komponen literasi perpustakaan, pendidikan formal adalah
pihak yang harus ikut aktif berperan.
4. Komponen literasi teknologi, yaitu kemampuan memahami kelengkapan
yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak
(software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi.
Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak,
mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga
pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di
dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer,
menyimpan dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat
lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan
teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola
informasi yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, komponen literasi
teknologi harus melibatkan peran pendidikan formal dan keluarga.
5. Komponen literasi media, , yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai
bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media
radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami
tujuan penggunaannya.
6. Literasi visual, adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan
literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan
belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis
dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik

8
dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut
teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya
banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring
berdasarkan etika dan kepatutan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam literasi terdapat 6 kemampuan
yang berbeda dari setiap komponen literasi. Seperti yang dijelaskan oleh
Wulandari (2017) bahwa, komponen dari literasi terdiri dari 6 kemampuan yang
berbeda, seperti literasi media yang menuntut agar siswa dapat memiliki
kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, berbeda
dengan literasi viusal yang menghendaki pemahaman tingkat lanjut antara literasi
media dan literasi teknologi.

9
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah


Agar sekolah menjadi pioner dalam mengembangkan budaya literasi,
menurut Beerrs, dkk (2009) yang dikutip dalam Desain Induk Gerakan Literasi
Sekolah menyatakan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang
positif di sekolah diantaranya sebagai berikut;
A. Mengkondisikan Lingkungan Fisik Ramah Literasi
Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga
sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk
pembelajaran. Dalam Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah juga disebutkan
bahwa, sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya
memajang karya peserta didik dipajang pada seluruh area sekolah, termasuk
koridor, kantor kepala sekolah/yayasan dan guru. Selain itu peserta didik juga
dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di sudut baca di semua kelas, area
kantor dan area lain sekolah, hal tersebut akan memberikan kesan positif tentang
komitmen sekolah terhadap pengembangan budaya literasi.

B. Mengupayakan Lingkungan Sebagai Model Komunikasi dan Interaksi


yang Literat
Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan
interaksi seluruh komponen sekolah. Hal tersebut dapat dikembangkan melalui
pengakuan atas capaian peserta didik setiap tahun. Pemberian penghargaan bisa
dilakukan setiap minggu untuk mengapresiasi prestasi semua aspek peserta didik
khususnya dalam bentuk literasi. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik,
tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian peserta didik
memiliki kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah. Pimpinan sekolah
selayaknya berperan aktif dalam menggerakan literasi, antara lain dengan
membangun budaya kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan
demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran

10
orang tua sebagai relawan gerakan literasi di lingkungan keluarga akan semakin
memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi.

C. Mengupayakan Sekolah Sebagai Lingkungan Akademik.


Lingkungan akademik berkaitan erat dengan perencanaan dan pelaksanaan
gerakan literasi di sekolah. Salah satunya yakni pihak sekolah memberikan
alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi seperti menjalankan
kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan dengan nyaring selama 15
menit sebelum pelajaran berlangsung.

2.2 Tahapan Pelaksanaan GLS


Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan
kesiapan sekolah. Dalam Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP dijelaskan
bahwa, tahapan pelaksanaan GLS terbagi menjadi tiga tahap, yakni tahap
pembiasaan mencakup minat baca melalui kegiatan 45 menit membaca, tahap
pengembangan untuk meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan
menanggapi buku pengayaan, dan tahap pembelajaran yakni dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran dengan menggunakan
buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran. Adapun tahapan-
tahapan pelaksanaan GLS sebagai berikut:

A. Tahap Pembiasaan
Kegiatan literasi pada tahap pembiasaan meliputi 3 jenis kegiatan yaitu Literasi
Membaca, Literasi Numerasi, dan Literasi Budaya. Pada tahap pembiasaan memiliki
beberapa poin penjelasan sebagai berikut:

1) Tujuan
Secara umum, ketiga kegiatan literasi tersebut memiliki tujuan, antara lain;
meningkatkan rasa cinta baca di luar jam pelajaran, meningkatkan kemampuan
memahami bacaan, meningkatkan kemampuan numerasi dan meningkatkan rasa
cinta terhadap tanah air.

11
2) Prinsip-prinsip
Prinsip-prinsip pada tahap pembiasaan sebagai berikut;

a) Guru menetapkan waktu 45 menit untuk kegiatan literasi setiap hari selasa,rabu
dan kamis

b) Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku fiksi, non fiksi, sains, ilmu terapan,
kesenian dan agama

c) Bahan literasi numerasi dibuat oleh Tim penyelaras Kualitas Materi bagian
Literasi Numerasi

d) Kegiatan literasi budaya diisi oleh Tim penyelaras Kualitas Materi bagian
Literasi Budaya

e) Kegiatan literasi dalam suasana santai, tenang dan menyenangkan

3) Jenis Kegiatan
Pada tahap pembiasaan terbagi menjadi 3 jenis kegiatan sesuai dengan
hari, yang akan dipaparkan pada tabel berikut:

Hari Kegiatan

1) Peserta didik berkumpul lapangan upacara sesuai


dengan kelasnya masing – masing
2) Pendidik memberikan arahan bahwa peserta didik akan
membaca buku dalam waktu 30 menit dan 15 menit
selanjutnya akan diadakan presentasi terkait hal apa saja
yang telah didapat oleh peserta didik dalam bacaan
Selasa
yang telah dibacanya.
(Literasi
3) Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk
Membaca)
memilih buku sesuai minat dan kesenangan (jika membaca
menggunakan buku yang disediakan di perpustakaan)
4) Guru membagikan link bacaan yang harus dibaca oleh
peserta didik (Jika literasi digital)
5) Peserta didik boleh memilih tempat yang disukai untuk
membaca
1) Peserta didik berkumpul lapangan upacara sesuai
dengan kelasnya masing – masing
Rabu 2) Pendidik memberikan arahan tentang kegiatan yang
Numerasi Menuju akan dilakukan terkait dengan numerasi seperti : belajar
Cinta Berhitung berhitung sambal bermain, memberika soal numerasi
(Ranum To Ciber) yang sifatnya sederhana dan kontekstual, melatih siswa
menjawab soal berbasis AKM melalui google form,
melakukan proyek sederhana terkait dengan aritmetika

12
Hari Kegiatan

social.
3) Peserta didik boleh memilih tempat yang nyaman untuk
melakukan kegiatan numerasi
4) Pembahasan hasil kegiatan (beberapa kelompok siswa
melakukan presentasi terkait hasil belajarnya)
1) Peserta didik berkumpul di lapangan upacara sesuai
dengan kelasnya masing – masing
2) Pendidik memberikan arahan bahwa peserta didik akan
menampilkan kesenian meliputi : darma gita, mesatua
Bali, mececimpedan, puisi bali, permainan tradisional
bali dan menyanyikan lagu daerah bali dalam waktu 45
Kamis menit dengan kelompok yang telah ditetapkan oleh
(Literasi Budaya) peserta didik.
3) Peserta didik menampilkan hasil belajarnya di stage
yang telah disediakan.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gerakan literasi sekolah adalah gerakan yang bertujuan untuk menjadikan
sekolah sebagai tempat untuk belajar agar warganya bisa selalu literat sepanjang
hidup dengan melibatkan peran publik. Gerakan literasi sekolah ini wajib
digalakkan karena minat membaca dan menulis masyarakat Indonesia masih
tergolong minim. Program literasi sekolah ini diharapkan mampu membangkitkan
minat membaca dan menulis sejak dini.
Tujuan umum gerakan literasi sekolah adalah menumbuhkan dan
mengembangkan budi pekerti para peserta didik agar menjadi insan literat
sepanjang hidup melalui ekosistem literasi yang dibangun dalam gerakan literasi
sekolah. Mengingat kondisi masih dalam situasi pandemi dan pembelajaran masih
terealisasikan secara terbatas maka pelaksanaan GLS tetap memerhatikan protokol
kesehatan yang ketat.

3.2 Saran-saran
Kritik dan saran dari berbagai pihak diperlukan demi terlaksananya
program ini, sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah
Sebagai panduan khusus dalam melaksanakan kegiatan gerakan literasi
sekolah (GLS)
2. Bagi Guru
Dalam pelaksanaan GLS, guru dapat memanfaatkan program ini sebagai
acuan dalam menyiapkan pembelajaran di kelas/luar kelas
3. Bagi Peserta Didik
Peserta didik dapat memanfaatkan program ini sebagai acuan penting
dalam mengikuti GLS di sekolah.

14

Anda mungkin juga menyukai