Anda di halaman 1dari 64

KEMENTERIAN PERTANIAN RI.

PEDOMAN OPTIMALISASI INSEMINASI BUATAN (IB) TAHUN 2012

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK Jl. HARSONO RM. No. 3 PASAR MINGGU - JAKARTA 12550
JAKARTA

KATA PENGANTAR Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah mencanangkan program swasembada daging sapi 2014 untuk mendukung program ketahanan pangan dan program diversifikasi pangan nasional. Langkah-langkah operasional yang ditempuh dalam program swasembada tersebut salah satunya adalah optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA). Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak merupakan salah satu upaya penerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama untuk peningkatan populasi dan mutu genetik sapi. Melalui kegiatan IB, penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah, mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak. Keberhasilan pelaksanaan IB pada ternak sapi telah mencapai 2.116.159 akseptor dengan kelahiran 1.333.075 ekor pada tahun 2009 Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan IB sampai saat ini masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terkait dengan masih adanya berbagai kendala dan permasalahan teknis yang perlu ditangani bersama. Untuk mendukung kegiatan tersebut maka disusun Pedoman IB yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak yang terkait dalam pelaksanaannya, terutama bagi para petugas teknis di lapangan.

Jakarta, DIREKTUR BUDIDAYA TERNAK

Ir. FAUZI LUTHAN NIP. 19560505 198503 1 011

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN........................................ I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. B. Maksud dan Tujuan.................................... C. Ruang lingkup .................................................................................. ...... D. Pengertian .... TATA CARA PELAYANAN INSEMINASI BUATAN A. Model dan Wilayah Tahapan Pelayanan IB .. B. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB a. Petugas Lapangan . b. Wilayah Tahapan ... C. Izin Melakukan Inseminasi Buatan .. TEKNIS PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN. A. Pelayanan IB Untuk Pembibitan ......................................................... B. Pelayanan IB Untuk Budidaya . C. Penanganan (Handling) Semen Beku .................................................... D. Kode Warna dan Kode Nomor Straw .................................................... E. Persiapan dan Teknik Inseminasi . F. Pengaturan Penyediaan Semen Beku dan Nitrogen Cair . G. Sistim Pelaporan Sapi Berahi dan Pelayanan Inseminasi . H. Optimalisasi Inseminasi dengan Penyerempakan Birahi . I. Kelahiran Ganda dengan Kombinasi IB dan TE J. Petunjuk Penggunaan Nomor Telinga (Ear Tag) .................................... ORGANISASI PELAYANAN IB A. Struktur Organisasi Pelayanan IB . B. Langkah-langkah Pembentukan SP-IB .. C. Uraian Tugas Teknisi IB dan Unit Kerja Pelaksana IB ............................. SUMBER DAYA MANUSIA A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan ........................................................ B. Pelatihan Teknis Inseminasi Buatan SARANA OPERASIONAL PELAYANAN IB Pelaporan ...................................................................................... . PEMBIAYAAN PEMBINAAN KELOMPOK TERNAK .. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Halaman i ii iv 1 2 2 2

II.

6 7 7 7 7

III.

9 10 11 12 12 13 14

IV.

15 16 17

V.

21 22 24 25 26 ii

VI. VII. VIII. IX.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

A B VII

Sistim Pencatatan dan Pelaporan . Mekanisme Pelaporan dan Model Kartu .

27 27 23 28

PENUTUP .................................................................................................. ... LAMPIRAN

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

iii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3.

Organisasi Kegiatan Inseminasi Buatan ........................................... Satuan Pelayananan Inseminasi Buatan (SP-IB) ... Sarana Operasional Teknis IB A. Bahan (setiap tahun) ................................................................... B. Peralatan ..................................................................................... C. Pos Pelayanan .............................................................................. Mekanisme Pelaporan dan Model Kartu ......................................... Format Laporan Provinsi ke Pusatv ................................................. Sylabus Bimbingan Teknis IB ...........................................................

Halaman 28 29

30 30 32 34

Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

iv

PEDOMAN INSEMINASI BUATAN (IB) PADA TERNAK SAPI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produktivitas ternak potong dan ternak perah selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Tingkat pertumbuhan sapi potong selama 3 (tiga) tahun terakhir hanya mencapai 1,08% per tahun, sedangkan produksi susu dalam negeri juga hanya mencapai 30-35% dari permintaan. Sementara di lain pihak, dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat rata-rata 1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi saat ini 6,0% pada tahun 2010, maka diperkirakan permintaan terhadap daging dan susu akan terus meningkat. Impor Sapi Bakalan maupun Daging Sapi terus meningkat dari tahun ketahun (Tahun 2009 telah mencapai 35%). Impor ini ternyata belum disesuaikan dengan kemampuan ternak lokal, sehingga impor yang terjadi melebihi kebutuhan. Berdasarkan SPP tahun 2009 telah melampui angka 1 juta ekor realisasi 765.000 dan daging 74.000 ton (102.000 ton). Keadaan ini dapat mengancam Rumah Tangga Usaha Sapi Potong (2,6 Juta RT) yg merupakan 56,5% dari rumah tangga Usaha Peternakan, program-program pengentasan kemiskinan akan terganggu. Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya penerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama untuk peningkatan populasi dan mutu genetik ternak. Melalui kegiatan IB, penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah, mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan IB s/d tahun 2009, pencapaian sasaran IB belum sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, perlu upaya untuk memperbaiki kinerja pelayanan IB yang diatur dalam Pedoman IB pada Ternak Sapi. Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk percepatan peningkatan populasi antara lain melalui penyerentakan birahi dan pemanfaatkan bioteknologi reproduksi lain selain IB, yaitu dengan optimalisasi reproduksi ternak betina untuk kelahiran ganda menggunakan kombinasi IB dan Transfer Embrio (TE) dalam satu masa kebuntingan. Pedoman ini disusun dengan maksud untuk dapat dipedomani oleh semua petugas teknis IB, agar dapat menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan. Pedoman ini memuat tentang Tata Cara Pelayanan IB, Penyerentakan Birahi IB, kelahiran ganda melalui kombinasi IB dan TE.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

B. Maksud dan Tujuan Maksud ditetapkannya pedoman ini adalah untuk memberikan pedoman bagi Instansi terkait (Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi dan Kabupaten/Kota, Balai Inseminasi Buatan) dan petugas teknis yang melaksanakan kegiatan di bidang pelatihan dan penyelenggaraan kegiatan Inseminasi Buatan sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tujuannya adalah untuk memperjelas sistem dan mekanisme pelayanan IB dan kelahiran ganda, serta pembinaan hasil IB dalam rangka memperlancar pelaksanaan IB dan kelahiran ganda. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, sistem pelayanan, metode inseminasi, organisasi pelayanan, sumber daya manusia, sarana prasarana pelayanan, pembiayaan, pembinaan kelompok ternak serta pencatatan dan pelaporan. D. Pengertian Dalam pedoman ini, yang dimaksud dengan : 1. Inseminasi Buatan (IB) adalah memasukkan mani/semen ke dalam alat kelamin hewan betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi agar hewan tersebut menjadi bunting; 2. Birahi adalah suatu kondisi dimana sapi betina siap atau bersedia dikawini oleh pejantan dengan disertai gejala yang khas; 3. Semen adalah mani yang berasal dari pejantan unggul, digunakan untuk inseminasi buatan; 4. Semen Beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang diencerkan sesuai prosedur dan dibekukan pada suhu minus 196 Celcius; 5. Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi 6. Conception Rate (CR) adalah prosentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka konsepsi; 7. Transfer Embrio yang selanjutnya disebut TE adalah proses kegiatan yang meliputi produksi embrio, pembekuan, penyimpanan, handling, thawing, memasukan embrio kedalam alat kelamin ternak betina dengan teknik tertentu agar ternak itu bunting; 8. Resipien adalah ternak betina yang memenuhi syarat sebagai induk semang penerima embrio sampai dengan melahirkan;

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

9. Penyerentakan Birahi adalah menciptakan kondisi pada sekelompok ternak betina agar mendapatkan gejala berahi pada waktu yang bersamaan yaitu dengan pemberian preparat hormon; 10. Kelahiran Ganda adalah kelahiran dua anak dalam satu proses kelahiran yang diperoleh dari perlakuan kombinasi Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio; 11. Produksi semen beku adalah proses kegiatan yang meliputi kegiatan persiapan, penampungan, evaluasi semen, pengenceran, pembekuan, pengemasan dan pemeriksaan paska pembekuan; 12. Pejantan adalah ternak unggul yang memenuhi syarat teknis, reproduktif maupun kesehatan, telah lulus dari uji performans dan uji zuriat, untuk ditampung semennya dan diproses menjadi semen beku; 13. Akseptor adalah ternak betina produktif yang dimanfaatkan untuk inseminasi buatan; 14. Pelatihan adalah proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang inseminasi buatan; 15. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus untuk melakukan inseminasi buatan serta memiliki Surat Izin Melakukan Inseminasi (SIMI); 16. Inseminator Mandiri adalah inseminator yang berasal dari kalangan peternak atau masyarakat (bukan pegawai pemerintah); 17. Surat Ijin Melakukan Inseminator Buatan (SIM-I) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-IB berhak melakukan inseminasi buatan dan berlaku selama 4 (empat) tahun; 18. Surat Ijin untuk Asisten Teknis Reproduksi (SIM-A1) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-A2 berhak melakukan pengelolaan reproduksi selama 4 (empat) tahun; 19. Surat Ijin Melakukan Pemeriksaan Kebuntingan (SIM-A2) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-PKB berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan selama 4 (empat) tahun; 20. Surat Ijin Melakukan Selektor (SIM-B) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-B berhak melakukan seleksi terhadap ternak hasil IB selama 4 (empat) tahun; 21. Surat Ijin Melakukan Pengawasan Mutu Semen (SIM-C) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-C berhak melakukan pengawasan mutu semen selama 4 (empat) tahun; 22. Pemeriksa Kebuntingan yang selanjutnya disebut sebagai PKB adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan serta memiliki SIM-PKB;

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

23. Asisten Teknis Reproduksi yang selanjutnya disebut sebagai ATR adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan dasar manajemen reproduksi untuk melakukan pengelolaan reproduksi; 24. Pengawas Mutu Semen Beku/penanganan semen beku adalah petugas yang telah dididik khusus mengenai tatacara penanganan/pengawasan mutu semen; 25. Selektor adalah petugas yang dididik khusus untuk mencatat, memilih dan menyeleksi ternak hasil inseminasi buatan; 26. Supervisor I adalah petugas yang telah dididik khusus tentang pengelolaan SP-IB (Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan) tingkat Provinsi; 27. Supervisor II adalah petugas yang telah dididik khusus tentang pengelolaan SP-IB tingkat Kabupaten/Kota; 28. Koordinator IB adalah penanggung jawab pelaksanaan IB di Provinsi maupun Kabupaten/Kota jika petugas yang telah dididik khusus (Supervisor I dan II) belum ada; 29. Recording System adalah sistem kegiatan yang meliputi identifikasi, pencatatan produktifitas, pencatatan silsilah, pencatatan reproduksi dan pencatatan manajemen.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

II. TATA CARA PELAYANAN INSEMINASI BUATAN Wilayah pelayanan Inseminasi Buatan ditentukan atas dasar tahapan pelaksanaan IB meliputi 3 (tiga) tahapan yaitu wilayah tahapan introduksi, wilayah tahapan pengembangan, dan wilayah tahapan swadaya. Lokasi pelaksanaan IB diarahkan kepada sentra produksi dan atau kawasan pengembangan sapi potong dan sapi perah. A. Model dan Wilayah Tahapan Pelayanan IB Model pelayanan IB meliputi 3 (tiga) model yaitu melalui pelayanan aktif (peternak mendatangi inseminator), semi aktif (inseminator dan peternak bertemu di suatu tempat) dan pelayanan pasif (inseminator mendatangi peternak). Perencanaan pelayanan IB pada setiap SP-IB, dilakukan dengan memperhitungkan beberapa hal yaitu struktur populasi ternak sapi (dewasa, muda dan anak baik jantan maupun betina), akseptor, Service per Conception (S/C) dan Conception Rate (CR), tenaga dan sarana yang tersedia. Batasan dan kriteria wilayah tahapan pelayanan IB disajikan pada tabel-1 berikut : Tabel-1. Batasan dan Kriteria Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Wilayah Tahapan Pelayanan IB Introduksi Pengembangan Swadaya 300 >3 50 <5 tahun SP-IB <100 1.800 <10 100% APBN 600 2-3 70 5-10 tahun SP-IB 100 - 400 3.600 50 APBN & APBD >1000 <2 80 10 tahun SP-IB >400 7.200 80 100 % Peternak/ Koperasi

Uraian Batasan Jumlah Pelayanan IB/ tahun (dosis) S/C CR (%) Kriteria 1. Waktu Pelaksanaan IB 2. Wilayah 3. Jumlah Akseptor (ekor/ tahun/inseminator) 4. Cakupan Wilayah Binaan (ekor/tahun) 5. Populasi Akseptor IB (%) 6. Sumber Dana

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

B. Tolok Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB 1. Petugas Lapangan Tabel-2. Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan IB di lapangan
Uraian Petugas Lapangan 1. Inseminator - S/C - CR (%) - Dinilai oleh - Waktu pelaksanaan penilaian dlm setahun - Pelaporan 2. PKB - Ketepatan diagnosa kebuntingan - Dinilai oleh - Waktu pelaksanaan penilaian dlm setahun - Pelaporan 3. ATR - Ketepatan diagnosa gangguan reproduksi - Keberhasilan penanganan gangguan reproduksi - Dinilai oleh - Waktu pelaksanaan penilaian dlm setahun - Pelaporan Lokasi Pengembangan

Introduksi

Swadaya

3 50 PKb 4 bulan sekali Tertib 90 % ATR 4 bulan sekali Tertib 70 % >50 ekor

2 70 PKb 4 bulan sekali Tertib 90 % ATR 4 bulan sekali Tertib 70 % >50 ekor

1,5 80 PKb 4 bulan sekali Tertib 90 % ATR 4 bulan sekali Tertib 70 % >50 ekor

Supervisor II 3 bulan sekali Tertib

Supervisor II 3 bulan sekali Tertib

Supervisor II 3 bulan sekali Tertib

2. Wilayah Tahapan Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan IB pada SP-IB di tingkat Kabupaten/Kota, hal-hal yang perlu dinilai adalah seperti pada Tabel-3 berikut.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

Tabel-3. Tolak ukur keberhasilan pelaksanaan IB di SP-IB


Uraian S/C CR (%) Jumlah IB (Dosis) Jumlah akseptor (ekor) Cakupan wilayah binaan (ekor) Kelahiran /tahun minimal (ekor) 7. Kasus Reproduksi (%) 8. Keberhasilan penanganan gangguan reproduksi (ekor) 9. Waktu Pelaksanaan penilaian dalam setahun 10. Pelaporan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Introduksi 3-5 50 1.800 600 1.800 480 5-10 >50 6 bulan sekali Tertib Wilayah Tahapan Pengembangan 2-3 70 2.400 1.200 3.600 960 5-10 >50 6 bulan sekali Tertib

Swadaya <2 80 3.600 2.400 7.200 1.920 5-10 >50 6 bulan sekali Tertib

C. Izin Melakukan Inseminasi Buatan Untuk dapat melakukan inseminasi buatan di masyarakat, petugas teknis inseminasi buatan harus memiliki Surat Izin Melakukan Iseminasi Buatan (SIM) yang dikeluarkan oleh Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi setempat. Masa berlaku SIM adalah selama 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali untuk masa 4 tahun setelah yang bersangkutan dapat menunjukan catatan keberhasilan inseminasi buatan 4 tahun terakhir. Surat Izin Melakukan Iseminasi Buatan (SIM) diberikan sesuai dengan tingkat keterampilan petugas inseminasi buatan yaitu: 1. SIM-I untuk petugas Inseminator; 2. SIM-A1 untuk petugas Asisten Teknis Reproduksi; 3. SIM-A2 untuk petugas Pemeriksa Kebuntingan; 4. SIM-B untuk petugas Selektor; 5. SIM-C untuk petugas Pengawas Mutu Semen Beku.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

III. TEKNIK PELAYANAN INSEMINASI BUATAN Teknis Inseminasi memerlukan keterampilan khusus yang tidak mudah dilakukan oleh orang yang tidak dilatih khusus untuk keperluan tersebut. Dengan demikian tidak dibenarkan apabila pelaksana IB di lapangan diserahkan kepada petugas yang belum atau tidak cukup mengikuti kursus/latihan lnseminator. Teknologi IB digunakan untuk tujuan peningkatan produksi (budidaya), dan produktivitas (pembibitan) A. Pelayanan IB untuk Pembibitan Pelaksanaan IB pada pelayanan pembibitan diarahkan untuk tujuan peningkatan produktivitas melalui permurnian dan persilangan dalam rangka pembentukan breed baru. Berbagai bangsa sapi yang telah dikembangkan untuk pembibitan dapat dilakukan dengan mengembangkan sapi asli dan sapi lokal. Penggunaan semen beku pada wilayah ini didasarkan atas pewilayahan sumber bibit. Pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit sapi Asli seperti sapi Bali di Provinsi Bali, Sapi Madura di Pulau Sapudi tidak diperkenankan penggunaan semen beku bangsa lain. Untuk keperluan tersebut perlu diterapkan prinsip-prinsip perbibitan seperti perkawinan yang diatur, sistim pencatatan (recording), seleksi dan culling, dan sertifikasi.

B. Pelayanan IB untuk Budidaya Pelaksanaan IB pada wilayah budidaya dimaksudkan untuk tujuan peningkatan produksi melalui pengembangan sapi Asli, Sapi lokal dan sapi persilangan. Berbagai bangsa sapi telah mulai dicoba dan diperkenalkan di lapangan dengan mempersilangkannya dengan sapi-sapi lokal dan kerbau. Bangsa-bangsa sapi yang telah dipergunakan di Indonesia ialah: Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Aceh, Sapi Pesisir, Sapi Onggole, Sapi Brahman, Sapi Simmental, Sapi Limousin, Sapi Angus, Sapi Brangus, Sapi Friesian Holstein. Sedangkan bangsa kerbau antara lain kerbau Murrah, kerbau Lumpur Banyaknya jenis/bangsa sapi tersebut diperhitungkan tidak menguntungkan ditinjau dari segi praktis pembibitan ternak, terutama dalam pembinaan dan pengendaliannya. Kebijakan persilangan antara sapi asli dengan bangsa Bos taurus (Simental, Limousin, Angus) hanya di perkenankan untuk tujuan dipotong.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

Penggunaan semen beku dari satu pejantan IB pada satu lokasi tidak boleh lebih dari 3 tahun agar tidak terjadi inbreeding. Mengenai kualitas semen beku dari pejantan-pejantan IB, hal ini dipercayakan kepada Balai Inseminasi Buatan (BIB) Pusat dan Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) dalam penerapan sistim pemeliharaan ternak, khususnya dalam penyediaan pejantan-pejantan IB. Dalam kegiatan ini penerapan recording system, sangat penting agar Balai Inseminasi Buatan dapat secepat mungkin menilai kualitas pejantan-pejantan yang dipergunakan. C. Penanganan (Handling) Semen Beku Semen yang dihasilkan oleh B/BIB Nasional, BIBD atau semen ex impor sudah diuji kualitasnya (motilitas). Kualitas tersebut akan sangat dipengaruhi oleh penanganan dalam penyimpanan dan perlakuan lainnya sewaktu dalam perjalanan antara BIB, SP-IB, Pos IB hingga saat diinseminasikan. Cara penyimpanan dan pemindahan semen telah diajarkan kepada peserta kursus/latihan Handling Semen. Namun demikian ada kemungkinan tugas penyimpanan dan pemindahan semen dari satu wadah (container) ke wadah lainnya di daerah tepaksa dipercayakan kepada petugas bukan Inseminator. Hal-hal pokok yang harus diketahui ialah: 1. Straw (semen beku) yang disimpan dalam container (wadah penyimpanan) ditempatkan dalam goblet yang alas/dasarnya tertutup rapih, goblet-goblet ditempatkan dalam canister yang alas/dasarnya tertutup atau berlubang-lubang. Apabila semen langsung ditempatkan dalam canister (tanpa goblet), maka harus dipergunakan canister dengan alas tertutup. 2. Canister (1 s/d 6 buah) ditempatkan dalam container yang berisi Nitrogen Cair (N2). N2 cair tidak boleh sampai habis menguap oleh karena hal ini akan menyebabkan semua benih yang tersimpan di dalamnya akan mati. Dianjurkan permukaan N2 cair dalam container selalu dijaga agar seluruh Straw terendam dalam N2 cair. 3. Pemindahan Semen dari satu container ke container lainnya dilakukan sebagai berikut: a. Container dimana Straw akan dipindahkan diisi terlebih dahulu dengan N2 cair dimana canister dan goblet kosong sudah berada di dalamnya. b. Tempatkan kedua container sedekat mungkin. c. Angkat canister sampai ke mulut container dan jepit tangkainya dengan penjepit (forcep). d. Pindahkan Straw secepat mungkin dari canister A ke canister B dengan memakai pinset atau dengan jari yang bersarung tangan. Waktu yang dipergunakan untuk pemindahan Straw dari canister A ke canister B tidak boleh lebih dari 3 detik.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

4.

Penempatan container sebaiknya pada ruangan khusus yang memiliki sirkulasi udara dan penerangan yang cukup

D. Kode Warna dan Kode Nomor Straw Kode-kode ini dipergunakan untuk mengenal pejantan yang menghasilkan semen yang bersangkutan secara individu. Juga dapat diketahui nomor pembuatan (batch number) sehingga kalau ternyata ada sejumlah besar semen dengan kode yang sama menunjukkan penilaian hasil Inseminasi yang tidak memuaskan, segera dapat diumumkan kepada daerah-daerah untuk tidak lagi mempergunakan sisa semen dengan kode dimaksud. Disamping itu B/BIB Pusat atau BIB Daerah penghasil semen yang bersangkutan dapat meneliti sebab-sebab dari pada hal yang kurang memuaskan ini. Kode-kode semen sangat vital untuk menerapkan sistim "recording" dalam pelaksanaan IB yang dilengkapi dengan "progeny testing". Kode-kode semen yang dipergunakan di lapangan hendaknya dicatat secara lengkap dalam laporan-laporan petugas dalam pencatatan dan laporan Pelaksanaan IB. Untuk mempermudah pengenalan jenis/bangsa sapi dari kumpulan sejumlah semen beku atau straw, dipergunakan straw dengan warna yang berlainan untuk masingmasing bangsa sebagai berikut: Tabel-4. Warna dan Kode Straw Bangsa Sapi Bali Madura Ongole Frissian Holstein (FH) Brahman Angus Brangus Simmental Limousine Contoh Identifikasi Straw
BIB Lembang ARJUNA 2302 A 002 ONGOLE

Warna Straw Merah Hijau Biru Muda Abu-abu Biru Tua Salem Hijau Tua Transparan Merah Jambu

Keterangan : A 002 2302 ARJUNA ONGOLE BIB Lembang

adalah nomor pembuatan (batch number) adalah nomor kode pejantan adalah nama pejantan adalah jenis/bangsa pejantan adalah pabrik yang membuat

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

10

Dalam menuliskan kode Straw pada laporan-laporan cukup ditulis dengan L/A 002/2302. Dengan identifikasi tersebut BIB Lembang sudah akan mengetahui dengan tepat sapi pejantan yang mana yang menghasilkan semen dengan kode dimaksud, serta tahun dan nomor penampungan/pengolahan semen dimaksud. E. Persiapan dan Teknik Inseminasi Kegiatan ini dilakukan oleh Inseminator sehingga petunjuk untuk keperluan ini telah diberikan/diajarkan pada waktu kursus/latihan; Ada berbagai teknik pengenceran kembali (thawing) semen dan teknik Inseminasi. Namun demikian standar yang diajarkan pada kursus-kursus sudah diperhitungkan sebagai cara/teknik yang paling praktis dan baik. Tidak dianjurkan untuk mencoba teknik-teknik yang menyimpang dari yang telah diajarkan dalam Pelatihan Inseminator. Pengaturan Penyediaan Semen Beku dan Nitrogen Cair Patokan yang harus diperhatikan ialah: 1. Jangan sampai terjadi seekor sapi betina yang memerlukan pelayanan Inseminasi tidak dapat diinseminasi oleh karena semen beku atau jenis yang diperlukan telah habis. 2. Harus diperhatikan agar container selalu terisi nitrogen cair yang merendam semen beku yang tersimpan di dalamnya. 3. Nitrogen cair untuk keperluan transportasi temasuk untuk operasional Inseminasi di lapangan harus selalu tersedia. Untuk keperluan tersebut diatas harus dapat diperhitungkan dengan tepat jumlah dosis kebutuhan semen beku dari masing-masing bangsa sapi dan kebutuhan nitrogen cair untuk satu periode tertentu. Untuk mempermudah pengaturan distribusi, jumlah kebutuhan tersebut sebaiknya diperhitungkan setiap 6 bulan untuk dosis semen beku dan kebutuhan semen beku sudah harus terperinci untuk masing-masing bangsa sapi. Angka-angka kebutuhan semen beku dikirimkan kepada BIB Pusat atau BIB Daerah yang melaksanakan distribusi semen beku. G. Sistim Pelaporan Sapi Berahi dan Pelayanan Inseminasi Ketepatan waktu pelayanan Inseminasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebuntingan. Sistim/pengaturan pelaporan sapi berahi dan pelayanan Inseminasi yang disesuaikan dengan kondisi setempat hendaknya dapat menjamin tidak terlambatnya pelayanan lnseminasi oleh para inseminator. Standar yang seragam untuk pengaturan pelaporan dan pelayanan Inseminasi tidak dapat dibuat oleh karena kondisi lapangan yang berbeda-beda. Pedoman berikut dapat dipergunakan sebagai bahan untuk disesuaikan dengan kondisi lapangan setempat:

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

11

1. Berdasarkan kepadatan dan penyebaran populasi sapi betina dewasa akseptor/calon akseptor IB dan dengan memperhatikan sarana komunikasi/transportasi dibangun Pos Inseminasi Buatan (Pos IB). Pos IB dilengkapi dengan sebuah kandang kawin, beberapa patok untuk menambatkan sapi-sapi betina yang menunggu pelayanan IB dan sebuah kotak tempat menyimpan kartu sapi yang akan diisi oleh Peternak Peserta IB. Kotak tersebut harus beratap sehingga apabila hari hujan kartu-kartu sapi tidak basah. 2. Seorang Inseminator melayani beberapa Pos IB tergantung kepada kemampuan jarak jangkau yang ditentukan oleh keadaan lapangan dan sarana mobilitas yang diberikan kepada Inseminator tersebut. 3. Peternak sekitar Pos IB yang sapinya berahi membawa sapi tersebut beserta kartu sapi ke Pos IB yang terdekat saat menjelang waktu kedatangan Inseminator yang telah ditentukan (jadwal waktu kunjungan Inseminator untuk masingmasing Pos IB harus dibuat terlebih dahulu dan dipatuhi oleh Inseminator dengan disiplin tinggi). Peternak dapat menunggu sampai datangnya Inseminator, atau kalau waktunya terbatas ia meninggalkan sapi dan kartu sapinya di Pos IB. Pengaturan kunjungan Inseminator dapat diatur seperti contoh berikut: Bila seorang Inseminator melayani 5 (lima) buah Pos IB maka jadwal waktu kunjungannya adalah : Pos IB No. Jam kunjungan pagi hari Jam kunjungan sore hari 1 7.00 14.30 2 7.45 15.15 3 8.30 16.00 4 9.15 16.45 5 10.00 17.30

Urutan nomor Pos IB disesuaikan dengan tempat tinggal Inseminator atau SP-IB Kecamatan/Puskeswan/KUD dimana ditempatkan penyimpanan semen beku dan nitrogen cair yang melayani beberapa orang Inseminator. Pelayanan Inseminasi untuk sapi-sapi milik perusahaan dilakukan berdasarkan permintaan pelayanan dari perusahaan yang bersangkutan, yang melaporkan kepada petugas Inseminator apabila ada sapinya yang memerlukan Inseminasi. H. Optimalisasi Inseminasi dengan Penyerentakan Birahi Mengingat Indonesia merupakan negara topis, maka pola perkawinan pada ternak sapi mengikuti kondisi agroklimat/alam yaitu berlangsung sepanjang tahun khususnya sapi lokal. Namun pelaksanaan IB baru dapat dilakukan sekitar 28% dari akseptor yang ada, sehingga perlu dilakukan optimalisasi IB melalui gerakkan penyerentakan birahi.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

12

Upaya terobosan dalam optimalisasi IB adalah melakukan pemeriksaan status reproduksi pada waktu tertentu untuk mengetahui secara tepat kondisi reproduksi sapi betina yang bunting, tidak bunting, dan bermasalah. Terhadap sapi-sapi yang tidak bunting dan memiliki kondisi reproduksi normal serta memiliki corpus luteum dapat langsung dilakukan penyerentakan birahi, sedangkan sapi-sapi yang bermasalah dilakukan pengobatan atau diputuskan untuk diafkir. Cara ini disamping lebih mudah dalam pengaturan masa perkawinan, juga sangat efektif dalam mencari akseptor baru (pengembangan wilayah), IB secara massal, serta pada akhirnya memudahkan pemasaran hasil ternak. Teknik peyerentakan berahi disajikan pada Lampiran-1. I. Kelahiran Ganda dengan Kombinasi IB dan TE Dalam rangka pencapaian Program Sawembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) Tahun 2014 khususnya dalam mempercepat peningkatan populasi dan mutu genetik sapi/kerbau dengan mengoptimalisasikan potensi yang ada, maka perlu memanfaatkan metode lain yang lebih baik dan lebih cepat yaitu teknologi TE. Penerapan Multiple Ovulation and Embryo Transfer (MOET) dan produksi embrio invitro akan sangat efektif untuk meningkatkan populasi ternak. Untuk lebih mengoptimalkan kinerja IB dan TE diperlukan langkah-langkah kegiatan yang jelas, terpadu dan efisien dengan dukungan kebutuhan dan fasilitas yang difokuskan pada upaya pemenuhan kebutuhan daging sapi/kerbau dan peningkatan populasi ternak. Kelahiran ganda (twinning) pada ternak sapi melalui kombinasi IB dan TE yaitu melakukan TE dengan menggunakan embrio pada sapi betina resipien yang telah di IB (TE dilakukan 7 hari setelah di IB). Ternak betina yang dapat dilakukan twinning yaitu pernah beranak, berat minimal 300 kg, Body Condition Score (BCS) 2.8 s/d 3.5 dan memenuhi syarat setelah dilakukan pemeriksaan palpasi perrektal. Sasaran aplikasi kelahiran ganda ternak sapi akan diprioritaskan khusus untuk daerah-daerah dimana inseminasi buatan telah berkembang, daerah dimaksud merupakan kawasan yang berpotensi untuk pengembangan ternak sapi melalui teknik IB dan TE seperti Perusahaan Peternakan, Koperasi dan Kelompok-kelompok ternak terpilih dan layak seperti pada kelompok Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3). J. Petunjuk Penggunaan Nomor Telinga (Ear Tag) 1. Nomor telinga hanya diberikan pada anak-anak sapi hasil IB atau TE dan dipasang pada telinga sebelah kiri. 2. Kode yang dicantumkan pada nomor telinga memuat: a. Nama Propinsi b. Daerah Lokasi c. Tahun Lahir : dengan angka Romawi. : 2 huruf pertama dari nama daerah Lokasi/Kabupaten. : dinyatakan dengan satu huruf mulai dari A.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

13

d. Nomor urut : nomor urut menurut Buku Induk di Daerah Lokasi. 3. Penggunaan Kode-kode : a. Kode Propinsi : I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XX DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Riau Kepulaian Riau Bengkulu Bangka Belitung Sumatera Selatan Lampung Kalimantan Selatan KalimantanTimur Kalimantan Tengah Kalimantan Barat XXI XXII XXIII XXIV XXV XXVI XXVII XXVIII XXIX XXX XXXI XXXII XXXIII Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Utara Maluku Papua Barat Papua

b. Kode Lokasi : C o n t o h. 1. L e m b a n g ditulis LE. 2. Sumedang ditulis SU. 3. Jakarta Selatan ditulis JS. 4. Surakarta ditulis SU. 5. M a l a n g ditulis MA. 6. Aceh Besar ditulis AB. 7. Deli Serdang ditulis DS. 8. dsb. Jadi Kode Lokasi ditulis dengan singkatan dua huruf nama lokasi atau Kabupaten/Kotamadya. Harus diusahakan agar dalam satu Propinsi tidak terdapat dua singkatan lokasi yang sama. c. Kode Tahun Lahir : Lahir Tahun 1999 ditulis A. Lahir Tahun 2000 ditulis B. Lahir Tahun 2001 ditulis C. Lahir Tahun 2002 ditulis D. Lahir Tahun 2003 ditulis E. dan seterusnya.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

14

d. Nomor Urut Sapi : Dimulai dengan angka 001 dan seterusnya menurut urutan dalam Buku Daftar Registrasi Pedet (Model D. III). Setiap permulaan tahun dipergunakan nomor baru mulai dengan 001 dan seterusnya. Contoh : VI : Jawa Timur LA : Lamongan K : Lahir Tahun 2009 087 : Nomor Registrasi Sapi Dalam Buku Induk

4. Pemasangan Nomor Telinga disertai dengan pencatatan pada Buku Daftar Nomor Registrasi Pedet (Model D III) dan kepada pemilik pedet yang bersangkutan diberikan Kartu Kelahiran Sapi (Model D IV). 5. Cara pemasangan nomor telinga : Lihat Instruksi pemasangan yang dilampirkan. 6. Cara pemberian nomor dan huruf : dengan mempergunakan marking-fuid sesuai petunjuk.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

15

IV. ORGANISASI PELAYANAN IB Dalam pelayanan IB, dibutuhkan Organisasi yang ideal guna menunjang kegiatan pelayanan IB secara optimal dan memberikan pelayanan IB yang memuaskan konsumen, khususnya peternak sebagai pelayanan. Struktur Organisasi Pelayanan Inseminasi Buatan dilaksanakan melalui Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB), yang bertingkat yaitu SP-IB Kecamatan/KUD/Puskeswan, SPIB Kabupaten dan SP-IB Provinsi. Selain itu Struktur Organisasi dibentuk untuk tujuan pengawasan penggunaan sarana prasarana, pengawasan kualitas semen beku pada setiap jenjang, serta pengawasan terhadap kualitas SDM pelaksana pelayanan. Struktur Organisasi kegiatan pelayanan IB, seperti terlampir pada Lampiran-2 dan Lampiran-3. Untuk lebih efisien dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik setiap Provinsi wajib membentuk Organisasi Pelayanan IB. Langkah-langkah pembentukan serta uraian tugas teknisi IB dan unit kerja pelaksanaan IB secara terinci dijelaskan pada butir 1 dan 2 sebagai berikut : a. Struktur Organisasi Pelayanan IB 1. Tingkat Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Cq Direktorat Budidaya Ternak dan Direktorat Perbibitan a. Mengkoordinasikan kegiatan Inseminasi Buatan dan Kawin Alam dengan Instansi terkait b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan Inseminasi Buatan c. Memantau pelaksanaan Inseminasi Buatan di tingkat nasional d. Mengevaluasi hasil Inseminasi Buatan di tingkat nasional 2. Tingkat Provinsi Dibentuk SP-IB Provinsi dengan petugas yang terdiri dari : a. 1 (satu) orang Supervisor b. 1 (satu) orang Petugas ATR c. 1 (satu) orang Penanganan (handling) Semen d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan 3. Tingkat Kabupaten/Kota Dibentuk SP-IB Kabupaten/Kota dengan petugas yang terdiri dari : a. 1 (satu) orang Supervisor b. 1 (satu) orang ATR c. 1 (satu) orang Penanganan (handling) Semen d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan 4. Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan a. 3-6 orang Inseminator

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

16

b. 1 (satu) orang Inseminator Pembantu c. 1-2 orang Pemeriksa Kebuntingan (PKB) d. 1 (satu) orang Asisten Teknisi Reproduksi (ATR) e. 1 (satu) orang Petugas Penanganan (handling) Semen f. 1 (satu) orang Petugas Pelaporan dan Pencatatan Dengan jumlah kelompok petani/peternak yang akan dibina sebanyak 6-12 kelompok. Di setiap kecamatan/KUD/Puskeswan terdapat 1 (satu) SP-IB, tetapi apabila peternak dan akseptornya memungkinkan dapat dibentuk 2 (dua) SP-IB atau lebih, sedangkan apabila peternak dan akseptornya kurang, dapat membentuk 1 (satu) SPIB dengan operasionalnya 1 (satu) ATR membawahi 2 (dua) PKB dan 1 (satu) PKB membawahi 3 (tiga) Inseminator, 1 (satu) Inseminator membina minimal 4 (empat) kelompok peternak, atau dikaitkan dengan SP-IB terdekat. b. Langkah-langkah Pembentukan SP-IB : 1. Lokasi IB pada tahap Introduksi a. 1 (satu) SP-IB dengan akseptor lebih dari 300 ekor, mempunyai teknisi IB; 3 (tiga) orang Inseminator yang berkedudukan pada 3 Pos IB, 1 (satu) orang PKb dan 1 (satu) orang ATR sebagai pimpinan SP-IB. Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan menjadi 1 (satu) unit SP-IB lengkap sesuai dengan standar, bila akseptornya bertambah. Demikian juga tenaga Inseminator dan PKb dapat ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor. b. Apabila lokasi tersebut hanya terdapat kurang dari 300 ekor akseptor, jumlah Inseminator kurang dari 3 orang, sehingga hanya ada 1 atau 2 Inseminator dengan 1 atau 2 pos IB. Maka lokasi tersebut belum dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB, tetapi cukup dengan 1 atau 2 Pos IB. Sedangkan pembinaan dari aspek pemeriksaan kebuntingan dan masalah reproduksi, dapat dilakukan oleh petugas PKb dan ATR pada SP-IB terdekat dengan lokasi Pos IB tersebut. 2. Lokasi IB pada tahap Pengembangan a. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor 600 ekor dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB dengan teknisi IB; 3 Inseminator yang berkedudukan pada 3 Pos IB, 1 PKb, 1 ATR sebagai pimpinan SP-IB. Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan menjadi 1 unit SP-IB lengkap sesuai dengan standar apabila akseptor bertambah. Demikian juga tenaga Inseminator dan PKB dapat ditambah sesuai dengan penambahan akseptor. b. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 600 ekor, berarti jumlah Inseminator kurang dari 3 orang, sehingga pada lokasi tersebut kemungkinan hanya ada 1 atau 2 orang Inseminator dengan 1 atau 2 Pos IB. Dengan demikian lokasi belum dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB, tetapi cukup

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

17

dengan 1 atau 2 Pos IB. Sedangkan pembinaan masalah pemeriksaan kebuntingan dan reproduksi dapat dilakukan oleh PKb dan ATR pada SP-IB terdekat dengan lokasi Pos IB tersebut. 3. Lokasi IB pada tahap Swadaya a. Apabila pada lokasi terdapat akseptor minimal 1.200 ekor dapat dijadikan 1 SP-IB dengan teknisi 3 orang Inseminator yang berkedudukan pada 3 Pos IB, 1 PKb, 1 ATR sebagai pimpinan SP-IB. Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan menjadi Unit SP-IB lengkap sesuai dengan standar apabila akseptornya bertambah. Demikian juga tenaga Inseminator dan PKB dapat ditambah sesuai dengan penambahan akseptornya. b. Apabila lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 1.200 ekor, berarti jumlah Inseminator kurang dari 3 orang sehingga pada lokasi tersebut kemungkinan hanya ada 1 atau 2 Inseminator dengan 1 atau 2 Pos IB. Dengan demikian belum dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB, tetapi cukup dengan 1 atau 2 Pos IB. Sedangkan pembinaan yang menyangkut pemeriksaan kebbuntingan dan masalah reproduksi dapat dilakukan oleh PKb dan ATR pada SP-IB terdekat dengan lokasi Pos IB tersebut.

c. Uraian Tugas Teknisi IB dan Unit Kerja Pelaksana IB Secara garis besar uraian tugas teknisi IB dan unit kerja pelaksana kegiatan IB adalah sebagai berikut : 1. Pusat a. Menyusun Pedoman Pelaksanaan IB b. c. d. e. Merencanakan dan mempersiapkan produksi dan distribusi semen beku. Mengawasi distribusi semen beku ke seluruh Provinsi. Mengadakan Monev pelaksanaan IB di seluruh Provinsi. Mengadakan evaluasi IB Nasional.

2. Dinas Provinsi a. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan kegiatan IB di Provinsi. b. Mengawasi distribusi semen beku ke Dinas Peternakan Kabupaten/Kota (SPIB Kabupaten/Kota). c. Mengadakan supervisi pelaksanaan IB di Provinsi. d. Mengadakan evaluasi IB di Provinsi. e. Mengeluarkan Surat Ijin Melakukan Inseminasi Buatan (SIM-I), Surat Ijin Melakukan Pemeriksaan Kebuntingan (SIM-A2), Surat Ijin Melakukan Asisten Teknis Reproduksi (SIM-A1), Surat Ijin Melakukan Selektor (SIM-B), dan Surat Ijin Melakukan Penanganan (handling) Semen (SIM-C). f. Melakukan koordinasi pelaksanaan IB dengan instansi terkait. g. Melakukan koordinasi dengan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Pusat dan Daerah dalam pengadaan semen beku. Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)
18

h. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Provinsi yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (setiap bulan pada minggu ke-empat). 3. SP-IB Tingkat Provinsi a. b. c. d. e. f. g. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Provinsi. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di Provinsi. Pengadaan, penyimpanan dan distribusi semen beku serta peralatan IB. Membuat catatan inventarisasi peralatan dan semen beku di Provinsi. Mengolah data pelaksanaan IB di lapangan. Menganalisa kegiatan IB di lapangan. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Provinsi yang bersangkutan setiap bulan pada minggu ke-empat. h. Khusus untuk sapi perah, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Daerah menyampaikan laporan ke GKSI Pusat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi.

4. Supervisor I a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Provinsi. b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Provinsi dan Supervisor II dalam menyiapkan peta wilayah IB. c. Membuat perencanaan pelaksanaan IB di seluruh wilayah SP-IB Tingkat Kabupaten. d. Membina dan mengawasi pelaksanaan IB pada seluruh wilayah SP-IB Tingkat Kabupaten. e. Bertanggung jawab atas pengadaan, penyimpanan, penyaluran semen beku serta peralatan IB. f. Membuat laporan bulanan kegiatan pelaksanaan IB di Provinsi dan menyampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi setiap bulan pada minggu ke-empat. g. Melakukan evaluasi wilayah kerja Supervisor II 5. Dinas Kabupaten/Kota a. Pendataan jumlah akseptor IB berdasarkan bangsa dan jenis ternak. b. Merencanakan jumlah dosis dan jenis semen beku yang akan digunakan. c. Mengawasi distribusi semen beku ke SP-IB tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan. d. Mengatur wilayah kerja Inseminator, Pengawas Mutu Semen Beku, PKB, ATR dan Selektor serta mengajukan permohonan SIM-I, SIM-A1, SIM-A2, SIM-B, dan SIM-C. e. Melakukan pengawasan operasional IB. f. Membuat laporan bulanan pelaksanaan IB dan status reproduksi diwilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi selambat-lambatnya minggu ke-tiga setiap bulan. Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)
19

6. SP-IB Tingkat Kabupaten/Kota (Unit Pelaksana Tingkat Daerah Kabupaten/Kota) a. b. c. d. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Kabupaten/Kota. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di Kabupaten/Kota. Pengadaan, penyimpanan distribusi semen beku serta peralatan IB. Membuat catatan inventarisasi peralatan dan semen beku di Kabupaten/Kota. e. Mengolah data pelaksanaan IB di lapangan. f. Menganalisa kegiatan IB di lapangan. g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Kabupaten/kota yang bersangkutan selambat-lambatnya minggu ke-tiga setiap bulan.

7. Supervisor II a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan ATR, PKB dan Inseminator dalam wilayah Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan. b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dalam pembagian wilayah/penempatan petugas teknis IB. c. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan IB di Kabupaten/Kota. d. Membuat laporan kegiatan IB di Kabupaten/Kota dan menyampaikan kepada Supervisor I serta kepada Kepala Dinas Peternakan kabupaten/Kota selambat-lambatnya minggu ke-dua setiap bulan. 8. SP-IB Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan. a. b. c. d. e. f. g. h. i. Mengkoordinir pelaksanaan IB di SP-IB. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di SP-IB. Melaksanakan pelayanan IB. Melaksanakan pencatatan yang teratur pada akseptor IB. Melaksanakan pemeriksaan kebuntingan dan pengelolaan reproduksi. Mengolah data pelaksanaan IB di SP-IB. Membuat catatan inventarisasi peralatan proyek dan semen beku di SP-IB. Meningkatkan daya guna kelompok tani ternak untuk menunjang operasional pelaksanaan IB. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di SP-IB Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya minggu pertama setiap bulan.

9. Asisten Teknis Reproduksi (ATR) a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan PKB dan Inseminator. b. Memeriksa organ reproduksi ternak yang dilaporkan tidak bunting setelah sekali diinseminasi (repeat breeder) c. Menentukan ternak tersebut masih layak atau tidak layak lagi untuk di IB. d. Melakukan diagnosa gangguan reproduksi dan melakukan pengobatan atas petunjuk Dokter Hewan.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

20

e. Membuat laporan dan menyampaikan kepada pimpinan Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya minggu pertama setiap bulan. f. Melakukan evaluasi status reproduksi ternak setiap 4 bulan sekali. g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di SP-IB yang bersangkutan. 10. Pemeriksa Kebuntingan (PKb) a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan Inseminator (termasuk Inseminator Mandiri) b. Memeriksa kebuntingan akseptor IB berdasarkan laporan Inseminator. c. Membuat laporan, menghitung nilai S/C dan CR serta menyampaikan kepada pimpinan SP-IB Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya minggu pertama setiap bulan. d. Melakukan evaluasi pelaksanaan IB setiap 4 bulan sekali. 11. Inseminator a. Melakukan identifikasi akseptor IB dan mengisi kartu peserta IB. b. Membuat program/rencana birahi ternak akseptor berdasarkan siklus birahi (kalender reproduksi) di wilayah kerjanya. c. Melaksanakan IB pada ternak. d. Membuat pencatatan dan laporan pelaksanaan IB dan menyampaikan kepada petugas PKB selambat-lambatnya tanggal 2 setiap bulan. e. Melaksanakan pembinaan kelompok ternak dan Kader Inseminator. f. Membentuk Kelompok Peternak Peserta-IB. g. Berkoordinasi dengan petugas PKb dan ATR (jika ada akseptor IB yang sudah 3 (tiga) kali di-IB tidak juga bunting).

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

21

V. SUMBER DAYA MANUSIA

A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan Petugas teknis IB sesuai dengan keterampilan teknis yang dimiliki meliputi: 1. Inseminator Adalah petugas yang berhak melakukan inseminasi. Syarat pendidikan minimal SMU atau sederajat, telah mengikuti pelatihan inseminasi buatan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-I. 2. Pemeriksa Kebuntingan (PKb) Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan, menetapkan apakah ternak sapi betina tersebut bunting atau kosong. Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah mengikuti pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa kebuntingan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A2. 3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR) Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan dan kelainan/gangguan reproduksi, menetapkan apakah ternak sapi betina tersebut steril atau produktif (sterility control) Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah mengikuti pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa kebuntingan, telah mengikuti pelatihan asisten teknis reproduksi dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIMA1. 4. Selektor Adalah petugas yang berhak melakukan penilaian, menyeleksi dan menetapkan apakah ternak sapi hasil Inseminasi Buatan tersebut baik untuk dingunakan sebagai bibit baik pejantan maupun induk. Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa kebuntingan, telah mengikuti pelatihan asisten teknis reproduksi dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIMB. 5. Penanganan (handling) Semen Adalah petugas yang berhak melakukan pengawasan, penanganan, pengujian mutu semen beku dan menetapkan apakah semen beku tersebut baik untuk dingunakan di lapangan.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

22

Syarat petugas fungsional pengawas bibit ternak, atau petugas yang ditunjuk, pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah mengikuti pelatihan Penanganan (handling) Semen dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-C. 6. Instruktur Adalah petugas yang berhak melatih keterampilan pada pelatihan Inseminator, Pemeriksa Kebuntingan, Asisten Teknis Reproduksi, Handling Semen Beku dan Selektor. Syarat pendidikan minimal D-3, memiliki keahlian di bidang IB, PKb, ATR, Handling Semen, dan Reproduksi serta memenuhi kualifikasi. 7. Supervisor Adalah petugas yang telah dididik khusus tentang pengelolaan Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB). Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti pelatihan Supervisor. 8. Kader Inseminator Adalah calon inseminator yang telah memperoleh pelatihan diluar pelatihan formal. Dalam pelaksanaan di lapangan seorang petugas dapat merangkap beberapa tugas sekaligus.

B. Pelatihan Teknis Inseminasi Buatan Pelaksanaan Teknis Inseminasi Buatan dilapangan memerlukan petugas yang memiliki keterampilan khusus yang tidak mudah dilakukan oleh orang yang tidak dilatih secara khusus untuk keperluan tersebut. Dengan demikian tidak dibenarkan apabila pelaksana IB di lapangan diserahkan kepada petugas yang belum atau tidak cukup mengikuti pelatihan Teknis lnseminasi Buatan. Keterampilan teknis dasar yang wajib dimiliki oleh seorang petugas teknis IB adalah mampu menginseminasi dan selanjutnya secara berjenjang petugas tersebut dapat meningkatkan keterampilannya sesuai dengan kebutuhan tugas di lapangan. Jenis pelatihan Teknis Inseminasi Buatan meliputi : 1. Inseminator; 2. Pemeriksa Kebuntingan (PKB); 3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR); 4. Selektor; 5. Penanganan (Handling) Semen; 6. Reproduksi dan Kebidanan; 7. Supervisor; 8. Instruktur IB.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

23

9. Rekorder Penyelenggaraan pelatihan teknis Inseminasi Buatan Berdasarkan PP No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil apabila lamanya pelatihan dilaksanakan lebih dari 48 jam pelatihan (JP) @ 45 menit dilaksanakan oleh Lembaga Pelatihan Pemerintah/swasta yang terakreditasi. Bila lamanya pelatihan dilaksanakan dibawah 48 jam pelatihan (JP) @ 45 menit dapat dilaksanakan Apresiasi/Bimbingan Teknis oleh: 1. Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; 2. Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi. Sylabus terlampir

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

24

VI.

SARANA OPERASIONAL PELAYANAN IB

Untuk keberhasilan pelayanan IB, diperlukan sarana operasional yang harus dimiliki. Standar ideal peralatan yang harus dimiliki oleh teknisi IB (Inseminator, PKB, ATR, Supervisor I dan Supervisor II) secara rinci dapat dilihat pada Lampiran-3.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

25

VII.

PEMBIAYAAN

Sumber biaya untuk pelaksanaan IB berasal dari pemerintah, masyarakat dan/atau swasta. Tetapi khusus untuk perbibitan sesuai dengan amanat undang-undang no 18 tahun 2009 dapat dibiayai oleh pemerintah dan pemerintah berkewajiban untuk mendorong swasta dalam usaha perbibitan. Sedangkan IB untuk pengembangan budidaya dapat menjadi beban pemerintah, peternak dan swasta.

Matrik Pembagian Peran, Tugas dan Pembiayaan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 URAIAN Produksi semen Distribusi Sarana Peralatan IB Pelatihan Sarana transportasi Honor Petugas IB Pembinaan Teknis/Monev Evaluasi dan Pelaporan PUSAT + + + + + + + PROPINSI KABUPATEN/KOTA + + + + + + + + + + + + + + +

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

26

VIII.

PEMBINAAN KELOMPOK TERNAK

A.

Memotivasi peternak agar kegiatan IB terorganisir dalam kelompok. Jika memungkinkan, kegiatan IB dijadwalkan untuk dilaksanakan secara serentak dan terkonsentrasi. Peternak juga dibina untuk melaksanakan cara-cara beternak yang baik, termasuk pemberian pakan, dimana pakan merupakan salah satu komponen terbesar yang sangat mempengaruhi tingkat produksi dan reproduksi ternak. Diharapkan nantinya peternak menerapkan/menggunakan teknologi penyediaan pakan yang bermutu. Memotivasi peternak untuk memantau kesehatan ternak guna menekan angka kematian anak dan induk sapi, mengoptimalkan pertumbuhan/pertambahan berat badan dan mengoptimalkan daya reproduksinya. Jika dilaksanakan pembinan dengan intensif, maka akan terjadi perubahan peningkatan kinerja yang lebih baik, yang meliputi aspek wilayah, kelembagaan, teknis, operasional, petugas IB, peternak, waktu, evaluasi dan pelaporan.

B.

C.

D.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

27

IX.

PENCATATAN DAN PELAPORAN.

A. Sistem Pencatatan dan Pelaporan. Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari usaha peningkatan mutu ternak, sedangkan IB merupakan cara utama yang tepat dan murah untuk mencapai tujuan itu. Karena itu dalam kegiatan pelayanan IB mutlak diperlukan suatu sistem pencatatan yang rapi, baik dan benar. Tanpa sistem pencatatan dengan syarat tersebut, kita tidak akan tahu apakah usaha kita berhasil atau tidak. Sistem pencatatan ini pada garis besarnya meliputi : 1. Jumlah populasi (dewasa, dara dan anak) untuk mengetahui berapa % akseptor IB. 2. Sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan operasional IB yang mencakup jumlah dosis semen beku, akseptor IB, kebuntingan dan kelahiran ternak hasil IB. 3. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mencakup kinerja pelaksanaan IB seperti S/C dan CR. 4. Jumlah petugas IB (Inseminator, PKb, ATR,). Agar pencatatan dapat berjalan lancar dan kita dapat menarik kesimpulan dari catatan tersebut, maka sistem pencatatan dan pelaporan mudah dilaksanakan di lapangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Setiap peternak peserta IB diwajibkan memiliki Kartu IB 2. Diisi sesuai fakta di lapangan. 3. Berisi hal-hal yang diperlukan bagi pelaksanaan program IB.

B. Mekanisme Pelaporan dan Model Kartu, lebih jelas dapat dilihat Lampiran-4.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

28

Lampiran-1. ORGANISASI KEGIATAN INSEMINASI BUATAN

INSTANSI PEMBINAAN

ORGANISASI

INSTANSI TERKAIT/ KOPERASI

TENAGA

DINAS PETERNAKAN PROVINSI

SP-IB

SUPERVISOR-I

ASOSIASI PETERNAKAN/ KOPERASI SEKUNDER

1 1 1

Supervisor-I Petugas SC / ATR Petugas Mutu Semen Beku Staf Administrasi

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN

SP-IB

1 1 1

SUPERVISOR-II

Supervisor-II Petugas ATR Staf Administrasi & Pencatatan

CABANG DINAS PETERNAKAN KECAMATAN/ KOPERASI (KUD)

SP-IB ATR

SP-IB ATR

SP-IB ATR

KOPERASI PRIMER

1 Petugas ATR 1-2 Petugas PKb 3-5 Inseminator

PKb

PKb

1 Petugas Inseminator Pembantu 1 Staf Administrasi 12-24 Kelompok Peternak

INS

INS

INS

POK 20-25 Peternak

POK 20-25 Peternak

POK 20-25 Peternak

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

29

PENUTUP Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan sesuai dengan ilmu pengetahuan danteknologi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka mendukung program swasembada daging sapi/kerbau 2014, sehingga kegiatan operasional pelaksanaan Inseminasi Buatan diharapkan mencapai hasil yang optimal

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

30

Lampiran-2. SATUAN PELAYANAN INSEMINASI BUATAN (SPIB)

SP-IB ATR

PKb

PKb

POS IB

POS IB

POS IB

POS IB

POS IB

POS IB

POS IB

POS IB

POS IB

INS

INS

INS

INS

INS

INS

INS

INS

INS

POK

POK

POK

POK

POK

POK

POK

POK

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

31

Lampiran-3. SARANA OPERASIONAL TEKNIS IB A. Bahan (setiap tahun). (1) Inseminator. a. Nitrogen Cair b. Alat tulis c. Kartu Model

: 250 Liter/tahun. : 1 Unit. : 1 Unit.

(2)

Pemeriksa Kebuntingan (PKB). a. Alat tulis : 1 Unit. b. Kartu Model : 1 Unit. Asisten Tehnis Reproduksi (ATR). a. Obat-obatan : (a) Antibiotik : 1 Unit. (b) Desinfectan : 1 Unit. b. Preparat Hormon : 1 Unit c. Alat tulis : 1 Unit. d. Kartu Model : 1 Unit. Supervisor-II. a. Alat Tulis b. Kartu-kartu Model c. Handling Semen Beku d. Nitrogen Cair e. Komputer Supervisor-I. a. Alat Tulis b. Kartu-kartu Model c. Komputer

(3)

(4)

: : : : :

1 Unit. 1 Unit. 1 Unit. 250 Liter/tahun. 1 Unit

(5)

: 1 Unit. : 1 Unit. : 1 Unit

B.

Peralatan. (1) Mobilitas a. Inseminator b. PKB c. ATR d. Supervisor-II e. Supervisor-I

: : : : :

Sepeda Motor 1 Unit. Sepeda Motor 1 Unit. Sepeda Motor 1 Unit. Pick Up 1 Unit. Jeep/Pick Up 1 Unit.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

32

(2)

Perlengkapan Lapangan (setiap tahun) a. Inseminator (a) Pakaian lapangan (b) Plastic sheet (c) Plastic gloves (d) Jas hujan + topi (e) Lampu senter (f) Handuk (g) Tali (h) Sabun (i) Sepatu boot (j) Tas (k) Insemination gun (l) Gunting (m) Pinset (n) Termos/ Kontainer 10 lt (o) Kertas tisue (p) Tas inseminasi b. Pemeriksa Kebuntingan (PKB) (a) Plastic gloves (b) Handuk (c) Pakaian kerja (d) Jas hujan + topi (e) Sepatu boot (f) Tali (g) Sabun (h) Tas c. Asisten Teknis Reproduksi (ATR) (a) Pakaian kerja (b) Jas hujan + topi (c) Sepatu boot (d) Handuk (e) Tas (f) Sabun (g) Plastic gloves (h) Spuit 50 cc (i) Spuit 20 cc (j) Spuit 5 cc

1 stel 1.000 btg 1.000 lbr 1 buah 1 buah 6 buah 10 m 12 batang 1 pasang 1 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah/ 1 buah 24 rol 1 buah

500 lbr 6 buah 1 stel 1 stel 1 pasang 10 m 12 batang 1 buah

1 stel 1 stel 1 pasang 6 buah 1 buah 12 batang 1.000 lbr 2 buah 2 buah 4 buah

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

33

d. Supervisor-II (a) Perlengkapan lapangan (b) Pakaian kerja (c) Sepatu boot (d) Jas hujan + topi e. Supervisor-I (a) Perlengkapan lapangan (b) Pakaian kerja (c) Sepatu boot (d) Jas hujan + topi C. Pos Pelayanan. (1)

1 set/tahun 1 stel 1 pasang 1 stel

1 set/tahun 1 stel 1 pasang 1 stel

Bangunan. SP-IB Provinsi dan SP-IB Kabupaten/Kota dapat menggunakan bangunan Dinas Peternakan Provinsi dan Kabupaten/Kota, sedangkan SP-IB Lapangan dapat menggunakan bangunan Pos IB, Pus Keswan, Koperasi/KUD atau Balai Penyuluh Pertanian (BPP). Apabila belum ada bangunan Pos IB, Pos Keswan, atau BPP dapat dibuat bangunan baru melalui dana APBN/APBD I dan APBD II atau dibangun sendiri oleh Koperasi/KUD khusus di wilayah pengembangan dan swadaya. Perlengkapan Kantor. Perlengkapan kantor untuk Pos Pelayanan IB meliputi : a. SP-IB Tingkat Provinsi. (a) Meja kursi (b) Meja kursi rapat (c) Alat tulis (setiap tahun) (d) White board (e) Kardex (f) Lemari arsip (g) Komputer (h) Mesin ketik (i) Kontainer 32 liter b. SP-IB Tingkat Kabupaten (a) Meja kursi (b) Meja kursi rapat (c) Alat tulis (setiap tahun) (d) White board (e) Kardex (f) Lemari arsip

(2)

4 unit 1 unit 4 unit 1 unit 4 unit 1 buah 1 unit 1 buah sesuai kebutuhan

4 unit 1 unit 4 unit 1 unit 4 unit 1 buah


34

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

(g) (h) (i) c. SP-IB. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (3)

Komputer Mesin ketik Kontainer 32 liter

1 unit 1 buah sesuai kebutuhan

Meja kursi Alat tulis (setiap tahun) White board Kardex Mesin ketik Kontainer 32 liter

4 unit 10 unit 4 unit 10 unit 1 buah sesuai kebutuhan

Perlengkapan Laboratorium. Perlengkapan laboratorium yang dibutuhkan oleh tenaga teknis IB adalah mikroskop yang digunakan untuk menguji fertilasi semen beku.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

35

Lampiran-4. MEKANISME PELAPORAN DAN MODEL KARTU

1.

Kartu Sapi Perah (Model C-I). Kegunaan : Untuk penilaian kemampuan produksi dan reproduksi Sapi Perah. Ukuran kartu : Folio. Warna dan jenis : Kartu Sapi Perah dicetak pada kertas manila. Cara pengisian : Untuk tiap ekor 2 lembar, 1 lembar warna kuning disimpan di peternak dan 1 lembar warna putih disimpan di Dinas Peternakan Dati II/ SP-IB Tingkat II. Kartu Sapi Potong (Model C-II). Kegunaan : Untuk penilaian kemampuan produksi dan reproduksi Sapi Potong. Ukuran kartu : Folio. Warna dan jenis : Kartu Sapi Potong dicetak pada kertas manila. Cara pengisian : Untuk tiap ekor 2 lembar, 1 lembar warna kuning disimpan di peternak dan 1 lembar warna putih disimpan di Dinas Peternakan Dati II/ SP-IB Tingkat II. Kartu Kegiatan Inseminasi Buatan (Model C-IV). Kegunaan : Mencatat kegiatan harian Inseminator selama 1 bulan, dari kartu ini dapat diketahui jumlah inseminasi, jumlah akseptor, jumlah dosis dan jenis semen yang dipakai. Ukuran kartu : Kartu dicetak di kertas HVS putih (kwarto). Cara pengisian : Kartu ini diisi oleh inseminator rangkap 2, 1 rangkap dikirim ke Supervisor-II sebagai laporan bulanan dan lainnya sebagai arsip SP-IB. Kartu Pemeriksaan Kebuntingan (Model C-V). Kegunaan : a. Mengetahui berapa akseptor yang bunting. b. Mengetahui prestasi Inseminator. Ukuran kartu : Folio. Warna dan jenis : Kartu dicetak di kertas HVS putih. Cara pengisian : Kartu ini diisi oleh Pemeriksa Kebuntingan dalam rangkap 2, 1 lembar dikirim ke Supervisor-II sebagai laporan, 1 lembar sebagai arsip SP-IB.

2.

3.

4.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

36

5.

Kartu Rekapitulasi Kegiatan Inseminasi (Model CV-VI). Kegunaan : a. Untuk menilai kegiatan dan kinerja pelaksanaan IB oleh para Inseminator, b. Mendapat gambaran mengenai pelaksanaan dari hasil IB di suatu SP-IB Tingkat II. Ukuran kartu : Folio. Cara pengisian : Kartu rekapitulasi kegiatan inseminasi diisi setiap bulan oleh Supervisor-II dalam rangkap 2, 1 copy dikirim ke Supervisor-I sebagai laporan bulanan, 1 copy sebagai arsip SP-IB. Kartu diisi berdasarkan data dari kartu Model C-I, C-II, C-IV dan C-V. Pemeriksaan rektal : Sapi-sapi yang diperiksa rektal adalah sapi yang setelah di IB 60 hari yang lalu. Perhitungan S/C : Jumlah straw yang dipergunakan Jumlah yang bunting

Contoh : Seorang petugas PKB melakukan pemeriksaan terhadap 100 ekor akseptor yang sudah di IB oleh petugas Inseminator minimal 60 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut: - Jumlah akseptor yang di IB 1X = 50 ekor - Jumlah akseptor yang di IB 2X = 25 ekor - Jumlah akseptor yang di IB 3X = 25 ekor - Jumlah akseptor yang bunting pada IB 1X = 40 ekor - Jumlah akseptor yang bunting pada IB 2X = 20 ekor - Jumlah akseptor yang bunting pada IB 3X = 15 ekor S/C : 50 + (2x25) + (3x25) 75 = 2,3

Perhitungan CR (%)

Jumlah bunting pada IB ke I Jumlah Akseptor 40 100 x 100% = 40%

100%

Contoh diatas CR

6.

Kartu Pemakaian Semen (Model C-VII, C-VII.a). Kegunaan : Untuk mencatat penerimaan dan pemakaian semen di SPIB dan SP-IB Tingkat II juga mengetahui sisa semen yang ada dan jumlah semen yang rusak. Hal ini penting untuk

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

37

Ukuran kartu Warna dan jenis Cara pengisian

BIB Singosari dan BIB Lembang dalam rangka perencanaan pengiriman semen. : Folio. : Kartu dicetak di kertas HVS. Model C-VII dibuat 2 rangkap. : Supervisor-II mengisi kartu Model C-VII, 1 copy dikirim ke Provinsi, 1 copy sebagai arsip. Supervisor-I mengisi kartu Model C-VI, 1 copy dikirim ke Direktorat Bina Produksi, 1 copy ke BIB dan 1 copy sebagai arsip.

7.

Kartu Fertilasi Semen (Model C-VII.b). Kegunaan : Evaluasi kualitas semen yang dihasilkan BIB Pusat/BIB Daerah Ukuran kartu : Folio warna putih. Cara pengisian : Kartu Model C-VII.b diisi oleh Supervisor-I berdasarkan data dari Kartu Model C-V (Kartu Pemeriksaan Kebuntingan). Kartu ini dikirim ke BIB Pusat/BIB Daerah sebagai lampiran laporan bulanan kegiatan IB. Cara perhitungan S/C dan CR seperti pada point 5. Laporan Bulanan Kegiatan IB (Model C-VIII). Kegunaan : Sebagai laporan pelaksanaan IB tiap bulan untuk dijadikan bahan evaluasi oleh Pusat. Cara pengisian : Diisi oleh Supervisor-I dan dikirim kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan ditandatangani oleh Kepala Dinas Peternakan Provinsi. Model C-VIII dibuat 3 rangkap. Kartu Kelahiran Sapi (Model C-IX). Kegunaan : Mengetahui silsilah seekor sapi. Diperlukan bila sapi dewasa dan akan dimasukkan dalam Buku Register Sapi Betina Akseptor IB. Ukuran kartu : Kwarto. Cara pengisian : Diisi oleh petugas dan disimpan oleh pemilik. Disamping kartu-kartu tersebut di atas, masih ada 2 jenis Buku Register. (1) Buku Register Sapi Betina (Perah) Akspetor IB (Model D-I). Semua akseptor IB dicatat di Buku ini. Contoh 1 halaman, dapat dilihat dalam model kartu. Buku Register Sapi Betina (Potong) Akseptor IB (Model-D-II) Semua akseptor IB sapi potong dicatat di Buku ini, dan contoh 1 halaman dapat dilihat dalam model kartu.
38

8.

9.

(2)

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

10. Buku Registrasi Pedet (Model D-III). Setiap pedet hasil IB dicatat, terutama yang akan dijadikan induk dan pejantan unggul. Data diisi dari Kartu Kelahiran Pedet. Buku Registrasi ini dan Kartu Kelahiran diperlukan dalam pemindahan data hewan dalam Buku Registrasi Sapi Betina (Model D-I dan Model D-II).

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

39

MODEL C-I KARTU SAPI PERAH Nomor Urut Akseptor Nama Sapi Ras/Bangsa Nomor Register/Telinga Tanggal Lahir Nama Bapak Nomor Kode Bapak Nama Induk No. Register Induk Photo sisi sebelah kiri : : : : : : : : :

KETERANGAN PEMILIKAN Pemilik Pertama Nama Alamat Tgl. Memiliki Asal

Pemilik Kedua

Pemilik Ketiga

PELAYANAN INSEMINASI/PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN INSEMINASI PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN Tanggal Kode Semen Petugas Tanggal Diagnosa Vaccinasi Pengobatan

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

40

CATATAN KELAHIRAN ANAK


Kelah I NORMAL TIDAK NORMAL KEGUGURAN PETUGAS Tgl lahir Jenis Kelamin Keadaan Pedet DISTOCHIA Lahir Mati Umur Janin Sebab Petugas Kelah II Kelah III Kelah IV Kelah V

LAKTASI KE :

Mulai dicatat tgl..

Produksi 1 Pengambilan Pagi 2 3 4

Pengambilan bulan ke 5 6 7 8

10

11

12

Produksi 305 hari

LAKTASI KE :
Produksi 1 Pengambilan Pagi 2 3

Mulai dicatat tgl..


4 Pengambilan bulan ke 5 6 7 8 9 10 11 12 Produksi 305 hari

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

41

MODEL C-II KARTU SAPI POTONG Nomor Urut Akseptor Nama Sapi Ras/Bangsa Nomor Register/Telinga Tanggal Lahir Nama Bapak Nomor Kode Bapak Nama Induk No. Register Induk Photo sisi sebelah kiri : : : : : : : : :

KETERANGAN PEMILIKAN Pemilik Pertama Nama Alamat Tgl Memiliki Asal

Pemilik Kedua

Pemilik Ketiga

PELAYANAN INSEMINASI/PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN INSEMINASI Tanggal Kode semen Petugas PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN Tanggal Diagnosa Vaccinasi Pengobatan

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

42

CATATAN KELAHIRAN ANAK Kelah I Tgl lahir Jenis Kelamin NORMAL Keadaan Pedet DISTOCHIA TIDAK NORMAL Lahir Mati Umur Janin KEGUGURAN PETUGAS Sebab Petugas Kelah II Kelah III Kelah IV Kelah V

CATATAN PERTUMBUHAN TANGGAL PENIMBANGAN Berat Lahir : Berat Umur :....................... Berat Umur :....................... Berat Umur : ...................... Berat Umur : ...................... Petugas BERAT (kg)

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

43

MODEL C-IV KARTU KEGIATAN INSEMINASI BUATAN Dari Tanggal Nama Inseminator SP-IB
No Urut No Registra si

:.........................s/d ...................................... :..................... No Kode ................................................ :...................... SP/IB Kab/Kota .......................................


Inseminasi Ke I II III Tingkat Berahi Kode semen
Inseminasi Sebelumnya

Tanggal

Tgl

Kode Semen

Pemilik Nama Alamat

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

44

MODEL C-V KARTU PEMERIKSA KEBUNTINGAN Nama Petugas : ......................... SP-IB Bulan
No Urut

No Kode ................................ S P-IB Kab/Kota .....................

: ..........................

: ................. Tahun ................


Akseptor Yang Diperiksa Nama No. Reg Pemilik Nama Alamat Inseminasi Ke Kode semen Inseminator Nama Kode

Tgl

Hasil

Tanggal Pengiriman Petugas: .....................................

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

45

MODEL C. V-VI REKAPITULASI KEGIATAN INSEMINASI

SP-IB Kab/Kota Periode Bulan


No Urut

: ................................... SP-IB Propinsi ..................... : .................................... Tahun .................................


Jumlah inseminasi I II III Jml Akseptor Jml Diperiksa rektal Jml Positif Bunting S/C % B/C % Jml Kelahi ran Jml Abort us

Inseminator No Nama Kode

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

46

MODEL C VII-VII A KARTU PEMAKAIAN SEMEN SP-IB Kabupaten/Kota Periode Bulan


No Urut Kode Semen

:.............................................................. :..............................................................
Sisa Bulan Lalu Penerimaan Bulan Lalu Jumlah Inseminasi Jumlah Akseptor Jumlah Yang Rusak Sisa Di Kabupaten

SUPERVISOR-II No. Kode Tanda Tangan

:.............................. :.............................. :.............................

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

47

MODEL VII B KARTU FERTILASI SEMEN SP-IB Propinsi :.................................................................................... Bulan :....................................................................................
No Urut Kode Semen AKSEPTOR YANG DITERIMA Inseminasi (ekor) Jml Positif Insem Bunting Insem I II III I II III

Jml (ekor)

CR

S/C

SUPERVISOR :............................... No. Kode :............................... Tanda Tangan :...............................

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

48

MODEL C-VIII LAPORAN BULANAN KEGIATAN INSEMINASI BUATAN

Wilayah No SP-IB Kab/Kota SupI

JUMLAH PETUGAS SupII ATR PKB Ins

Jml. Aks.

Pemakaian Semen Kode Jml

Pemeriksaan Kebuntingan Jml Pos

Kelahiran Ras Keguguran

............................ ....................... KEPALA DINAS PETERNAKAN PROPINSI ........................................................

Dinas Peternakan Kabupaten ......................................

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

49

MODEL C-IX KARTU KELAHIRAN SAPI Nama Sapi : Tgl Lahir : INDUK Bangsa : BAPAK Bangsa : Kode Semen : Pemilik waktu sapi dilahirkan Nama : Alamat : Anak sapi ini terdaftar dengan Nomor registrasi/Telinga : ....................................................................... .............................. Kelamin .......................... ................ No Register/Nomor Ternak ........... .................No. Kode ....................................... ....................................................................... ........................................................................ ........................................................................ ........................................................................ PETUGAS PENCATAT

(.......................................) CATATAN PERTUMBUHAN Tgl. Penimbangan 1. 2. Berat Lahir Berat pada umur 100 hari Berat pada umur 200 hari Berat pada umur 201 340 hari Berat pada umur 341 540 hari Berat pada umur 541 900 hari Berat (kg)

3.

4.

5.

6.

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

50

MODEL D-I BUKU REGISTRASI SAPI PERAH BETINA AKSEPTOR IB SP-IB Kab/Kota Propinsi
No Urut No. Pokok Nama Sapi Tgl. Lahir

:............................................................................. :..............................................................................
Induk No. Ras Reg Bapak Kode Ras semen Pemilik Nama Alamat Keterangan

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

51

MODEL D-II BUKU REGISTRASI SAPI POTONG BETINA AKSEPTOR IB SP-IB Kab/Kota Propinsi
No Urut No. Pokok Nama Sapi Tgl. Lahir

: ................................................................................ : ................................................................................
Induk No. Ras Reg Bapak Kode Ras semen Pemilik Nama Alamat Keterangan

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

52

MODEL D-III BUKU DAFTAR NOMOR REGISTRASI PEDET SP-IB Kab/Kota Propinsi
No Urut No. Reg Tgl. Lahir Nama Pedet

: ....................................................................... : .......................................................................
Jenis Kelamin Berat Lahir Induk Ras No. Reg Bapak Ras No. Reg Pemilik Nama Alamat

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

53

Lampiran 5. FORMAT LAPORAN PROVINSI KE PUSAT KARTU PEMAKAIAN SEMEN PROVINSI . BULAN ..................... TAHUN .............

NO

KODE SISA PENERIMAAN SEMEN BULAN LALU BULAN INI

JUMLAH INSEMINASI

JUMLAH JUMLAH AKSEPTOR RUSAK

SISA JUMLAH DI DISTRIBUSI PROVINSI

TOTAL

REKAPITULASI KELAHIRAN PEDET HASIL IB TAHUN 2010 DI PROVINSI ...... BULAN ...... TAHUN .........
No Jenis Ras/Bangsa 1 2 3 4 5 6 Bali Onggole Brahman Simmental Limousine Fh Total Sampai Dengan Bulan Lalu Jumlah Bulan Ini (April 2010) Jumlah Sampai Dengan Bulan Ini Jumlah

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

54

LAPORAN SINGKAT KEGIATAN INSEMINASI BUATAN DI PROVINSI ......... BULAPN .. TAHUN ..


No Perincian 1 Jumlah Dosis Jumlah Akseptor Jumlah Semen Beku Sisa + Diterima Digunakan Sisa Stock Jumlah Pkb Diperiksa Jumlah Dosis Cr% S/C Jumlah Bunting Jumlah Kelahiran Jantan Betina Jumlah Sampai Dengan Bulan Lalu Ptg Prh Kbg Jumlah Bulan Ini (April 2010) Ptg Prh Kbig Jumlah Sampai Dengan Bulan Ini Ptg Prh Kbig Jumlah

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

55

Lampiran 6. Sylabus Bimbingan Teknis Inseminasi Buatan SYLABUS BIMTEK INSEMINATOR PADA TERNAK SAPI/KERBAU
No. Mata Pelajaran I 1. MATERI PENUNJANG Kebijakan Nasional Pengembangan IB pada ternak Sapi dan Kerbau Organisasi Kegiatan IB Isi Materi Uraian tentang kebijakan pengembangan IB pada ternak Sapi dan Kerbau di Indonesia Uraian tentang Organisasi IB Kelompok Tani (KPP-IB) (SP-IB) dan Pembinaan T 2 Waktu (jam) P&D Jumlah 2

2.

3.

Penyuluhan

Uraian tentan metoda penyuluhan yang digunakan dalam kegiatan IB Uraian tentang tata cara produksi mani beku

4. II 1.

Produksi Mani Beku MATERI POKOK Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak

Uraian tengtang anatomi dan fisologi reproduksi ternak sapi dan kerbau jantan dan betina Uraian tentang proses terjadinya kebuntingan, kelahiran dan

2.

Fisiologi Kebuntingan

3.

Pengenalan Berahi

Uraian tentang tanda-tanda berahi dan ketepatan waktu melakukan inseminasi Uraian tentang teknik IB dengan mani beku, pengenalan alat, Uraian tentang sejarah, tata cara IB dan faktor-faktor yang mempengarihi kegagalan dan keberhasilan pelaksanaan IB di Indonesia Uraian tentang tata cara pencatatan, cara pengisian, perhitungan hasil IB dan pelaporan Uraian tentang tata cara penanganan mani beku (handling), identifikasi mani beku dan penyimpanannya Uraian tentang tanta-tanda kebuntingan, diagnosa kebuntingan, kelainan dan gangguan reproduksi

4.

Teknik IB

5.

Aplikasi Inseminasi Buatan di Indonesia

6.

Pencatatan Kegiatan IB

7.

Penanganan Semen Beku

8.

Pengenalan Kebuntingan Reproduksi Ternak PRAKTEK Praktek IB di RPH

dan

Gangguan

III 1.

Melaksanakan praktek Inseminasi Buatan pada ternak sapi/kerbau dengan mani beku Melaksanakan praktek IB dengan mani beku dilapangan dengan bimbingan Petugas Inseminator

64

64

2.

Praktek IB di Lapangan

48

48

Jumlah Jam Pelajaran @ 45 menit Prosentase (%)

43 26,8

117 73,2

160

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

56

SYLABUS BIMTEK PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN (PKb) DAN ASISTEN TEKNIS REPRODUKSI (ATR) PADA TERNAK SAPI/KERBAU
No. I 1. Mata Pelajaran MAETRI PENUNJANG Kebijakan Nasional Pengembangan IB pada ternak Sapi dan Kerbau Organisasi Kegiatan IB Isi Materi T Uraian tentang kebijakan pengembangan IB pada ternak Sapi dan Kerbau di Indonesia Uraian tentang Organisasi IB (SP-IB) dan Pembinaan Kelompok Tani (KPP-IB) Uraian tentan metoda penyuluhan yang digunakan dalam kegiatan IB 2 Waktu (jam) P&D Jumlah 2

2.

3.

Penyuluhan

II 1.

MATERI POKOK Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak

Uraian tengtang anatomi dan fisologi reproduksi ternak sapi dan kerbau jantan dan betina serta anomali reproduksi Uraian tentang proses terjadinya kebuntingan, kelahiran serta tata cara pertolongan kelahiran dan

2.

Fidsiologi Kebuntingan dan Kebidanan

3.

Diagnosa Kebuntingan

Uraian tentang tanda-tanda kebuntingan, tata cara dan metoda diagnosa kebuntingan pada ternak Uraian tentang tata cara pencatatan, cara pengisian, perhitungan hasil IB dan pelaporan Uraian tentang jenis-jenis penyakit reproduksi, penyebab, cara penularan, gejala klinis, penanggulangan dan pencegahannya Uraian tentang tata cara pengobatan menggunakan preparat hormonal, antibiotika dan anti fungi Melaksanakan praktek ekprolasi rektal pada ternak sapi/kerbau di RPH dalam keadaan normal, bunting atau ada kelainan Melaksanakan praktek ekprolasi rektal pada ternak sapi/kerbau di Lapangan dalam keadaan normal, bunting atau ada kelainan

4.

Pencatatan Kegiatan IB

5.

Penyakit/Gangguan Penanggulangannya

Reproduksi

dan

6.

Terapi Hormonal, penggunaan Atibiotika dan Antifungi PRAKTEK Praktek di RPH

III 1.

32

32

2.

Praktek Lapangan

48

48

Jumlah Jam Pelajaran @ 45 menit Prosentase (%)

27 24,5

83 75,5

110

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

57

SYLABUS BIMTEK PENENGANAN (HANDLING) SEMEN BEKU


No. I 1. Mata Pelajaran Isi Materi MAETRI PENUNJANG Kebijakan Nasional Pengembangan IB pada ternak Sapi, Kerbau, Kambing, Domba Organisasi Kegiatan IB 2. Produksi Mani Beku (kapita selekta) 3. II 1. MATERI POKOK Anatomi Sistim Genitalis Reproduksi Ternak Pejantan dan Fisiologi Uraian tentang anatomi sistim genital dan fisiologi reproduksi ternak jantan dan anomali reproduksi Uraian tentang sejarah, tata cara IB dan faktor-faktor yang mempengarihi kegagalan dan keberhasilan pelaksanaan IB di Indonesia Uraian tentang metoda penampungan semen dan pemeriksaan semen segar secara makro dan mikro Uraian tentang spermatozoa fisiologi dan morfologi dan 2 2 Uraian tentang kebijakan pengembangan IB pada ternak Sapi, Kerbau, Kambing, Domba di Indonesia Uraian tentang Organisasi IB (SP-IB) dan Pembinaan Kelompok Tani (KPP-IB) Uraian tentang tata cara produksi mani beku 3 T 3 Waktu (jam) P Jumlah 3

3 3 3

Aplikasi Inseminasi Buatan di Indonesia 2.

3.

Penampungan Semen dan Pemeriksaan Semen Segar Fisiologi dan Morfologi Spermatozoa

4. Pemeriksaan dan Pengujian Semen Beku 5. Penanganan/Handling Semen Beku 6. Pengetahuan Container dan Nitrogen Cair 7. Penngetahuan Mikroskop 8. PRAKTEK Praktek I Praktek 2 2. Praktek 3 3.

Uraian tentang tata cara dan metode pemeriksaan dan pengujian semen beku Uraian tentang tata cara penanganan semen beku, peralatan, pemindahan, distribusi, dll Uraian tentang jenis-jenis container, penggunaan dan perawatannya serta sifatsifat Nitrogen Cair Uraian tentang jenis-jenis mikroskop, penggunaannya dan perawatannya

2 6

III 1.

Melaksanakan praktek pemeriksaan semen segar 2 Melaksanakan praktek pemeriksaan dan pengujian semen beku Melaksanakan Praktek Handling Semen Beku 7 Jumlah Jam Pelajaran @ 45 menit Prosentase (%) 29 64,4 16 35,6 7 45 7 2 7

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

58

SYLABUS BIMTEK SUPERVISOR IB DAN TE


No I. 1. 2. Mata Pelajaran KELOMPOK CERAMAH: Program Pelaksanaan Aplikasi IB dan TE seiring Otonomi Daerah Strategi Pengembangan IB & TE Desentraslisai IB di Indonesia dan Manajemen IB dan TE Total Quality Manajemen (TQM) KELOMPOK TEORI: Teknik IB, Progeny dan Performance Test Materi Pokok Uraian tentang aplikasi IB dan TE sesuai kebijakan Daerah dan uraian tentang manajemen IB dan TE Uraian tentang Strategi Pengembangan IB dan TE, serta Desentralisasi IB dan Dekonsentrasi TE di Indonesia Uraian tentang aspek manajemen, perencanaan, pengamatan, kontroling dan wvaluasi kegiatan Uraian tentang tata cara menginseminasi, penggunaan semen cair/semen beku, tata cara thawing, perlakuan N2 cair, pengunaan container, dan cara pengujian kualitas semen beku di lapangan, serta uraian tentang pelaksanaan progeny test dan performance test Uraian tentang sistem dan tata cata pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi kegiatan IB dan TE Uraian tentang anatomi dan fisiologi reproduksi ternak jantan dan betina, serta uraian tentang fisiologi kebuntingan dan tata cara diagnosa kebuntingan, kelainan reproduksi, pertolongan kebidanan, pencegahan dan pengobatan Uraian tentang penanganan induk dan anak pasca partus, tentang fungsi hormon, metoda pengambilan keputusan, dan terapi hormonal dan anti mikroba Uraian tentang tata cara pemberian pakan berkaitan dengan nilai kondisi tubuh (body condition score) Uraian tentang tata cara TE, penggunaan embrio segar/beku, cara thawing dan evaluasi embrio, serta uraian tentan tata cara sinkronisasi resipien dan donor Uraian tentang pengamanan hasil TE dan manajemen rearing unit Uraian tentang metoda dan hasil pelaksanaan monitoring, evaluasi IB & TE dan penjaringan hasil TE di Jawa Tengah Uraian tentang KPP-IB dan manfaatnya terhadap peningkatan dan pengembangan kinerja IB Uraian tentang pencegahan, pemberantasan, dan pelayanan kesehatan hewan di Propinsi Jawa Tengah 4 T Waktu (Jam) D/C P 2 3 Jml 2 3

3. II. 1.

2.

3.

Sistem Pencatatan/Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi Kegiatan IB dan TE Anatomi & Fisiologi Reproduksi Ternak, Diagnosa Kebuntingan, Gangguan Reproduksi dan Kebidanan

4.

5. 6.

Manajemen Sterility Control, Terapi Hormonal dan Anti mikroba, serta Penanganan Pasca Partus Manajemen Pakan dan Penilaian Kondisi Tubuh Teknik TE, Program Sinkronisasi Resipien dan Donor Manajemen Pembesasar Pedet (Rearing Unit) Program Monitoring/Evaluasi IB & TE, dan Penjaringan Hasil TE di Jawa Tengah Pembentukan KPP-IB dalam rangka Peningkatan dan Pengembangan Kinerja IB Program Pencegahan, Pemberantasan, dan Pelayanan Kesehatan Hewan di Propinsi Jawa Tengah PRAKTEK Inseminasi Buatan, Pemeriksaan Kebutingan (PKB),Teknik Reproduksi (ATR), dan Transfer Embrio PRAKTEK LAPANGAN Inseminasi Buatan/Transfer Embrio EVALUASI SEMINAR DAN DISKUSI

2 4

2 4

7. 8.

3 3

3 3

9.

10.

III 1.

Melakukan praktek inseminasi buatan, pemeriksaan kebuntingan, pemeriksaan reproduksi, dan transfer embrio Melihat kegiatan IB dan TE di lapangan, mengevaluasi, dan pelaporan Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Bembuat Karya Tulis, Seminar dan diskusi dari makalah yang dibuat dari masing-masing kelompok. Jumlah jam pelajaran @ 45 menit 37 41

12 12

IV 1. V VI

23 23 1 6 16 14 1 11 5 40 45 89

Prosentase (%)

Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB)

59

Anda mungkin juga menyukai