Anda di halaman 1dari 10

Terapi Radioiodin pada Hipertiroid

Douglas S. Ross, M.D Jurnal ini diawali dengan gambaran kasus yang mencakup sebuah rekomendasi terapi. Sebuah diskusi tentang masalah klinis dan mekanisme manfaat dari bentuk terapi berikut. penelitian klinis mayor, penggunaan klinis dari terapi ini dan efek samping ditinjau dari panduan formal yang relevan. Artikel ini diakhiri dengan rekomendasi klinis penulis. Seorang perempuan 37 tahun datang dengan palpitasi, tremulousness, sesak nafas, dan kehilangan berat badan 9 kg dan dia diagnosis hipertiroidisme graves. Pada saat diagnosis dia proptosis ringan, tidak diplopia, dan tidak ada tanda-tanda peradangan mata. Kelenjar tiroid perempuan itu dua kali ukuran normal dan nonnodular. Awalnya konsentrasi T3 serum 655 ng perdesiliter (9,2 nmol perliter) dan konsentrasi T4 bebasnya 5,7 ng perdesiliter (73 pmol perliter). Dia diobati dengan methimazole selama setahun, dan tiroidnya menjadi normal. Selama 10 minggu dia menghentikan methimazole dan muncul lagi dengan palpitasi dan tremor berulang. Konsentrasi T3 serumnya 345 ng perdesileter (5,4 nmol perliter) dan konsentrasi T4 bebas 2,8 ng perdesiliter (36,0 pmol perliter). Pasien tidak merokok. Dia mempunyai seorang anak perempuan usia 3 tahun dan menginginkan hamil lagi. Ahli endokrinnya

merekomendasikan terapi radioiodine untuk tiroidnya. MASALAH KLINIS Hipertiroidisme umumnya merupakan gangguan pada perempuan. Overt hipertiroidisme yang didefinisikan sebagai konsentrasi tirotropin serum di bawah normal dengan konsentrasi T3 dan T4 bebas meningkat, memiliki prevalensi sekitar 0,6% di antara perempuan. Dalam beberapa penelitian besar, kejadian hipertiroidisme adalah sekitar 0,4 kasus per 1000 perempuan pertahun. Kejadian pada laki-laki 25% atau kurang dari kejadian pada perempuan. Hipertiroidisme subklinis didefinisikan sebagai level tirotropin serum di bawah normal dengan tingkat T3 dan T4 bebas normal, memiliki prevalensi sebesar 0,7% di AS. Penyakit Graves adalah penyebab paling utama dari hipertiroid pada semua kelompok umur di AS, tetapi untuk daerah-daerah dimana populasi kekurangan yodium. Prevalensi adenoma toksis dan goiter multinodular meningkat sesuai usia dan pada orang tua penyakit ini lebih sering terjadi daripada penyakit graves.

Hipertiroidisme yang tidak diobati dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular, termasuk atrial fibrilasi, kardiomiopati dan CHF (gagal jantung kongestif). Tirotoksikosis berat dapat menyebabkan kematian 20-50% . Peningkatan pengeroposan tulang terjadi pada hipertiroid yang tidak diobati, menyebabkan osteoporosis dan fraktur. PATOFISIOLOGI DAN EFEK DARI TERAPI Hormone tiroid bekerja dengan cara mengikat reseptor hormone tiroid tertentu yang berinteraksi dengan beberapa gen yang merespon hormone tiroid, memodifikasi transkripsi gen di hampir semua jaringan. Beberapa aksi yang nongenomic juga telah dijelaskan. Reseptor betaadrenergik dan produksi AMP siklik menunjukan peningkatan, perbedaan pada isoforms AMP siklik, dan menunjukan penurunan pada subunit G-protein inhibitor di antara mekanismemekanisme lain, semua berkontribusi pada peningkatan thermogenesis. Selain pengaruhnya terhadap kesehatan jantung dan tulang, hipertiroid memiliki efek buruk pada hampir semua system organ. Adanya hiperadrenergik menyebabkan agitasi dan insomnia. Dyspnea dapat terjadi karena pemakaian oksigen yang meningkat, anemia dan kelemahan pada otot pernafasan, motilitas usus meningkat akibat hiperdefekasi, dan myopati akibat kelemahan otot proksimal. Penyakit graves adalah suatu gangguan autoimun yang disebabkan oleh antibodi yang bertindak sebagai agonis pada reseptor tirotropin. Akibatnya sintesis hormon tiroid tidak teratur. Remisi spontan terjadi sekitar 30% dari pasien. Opthalmophati ditandai dengan peradangan jaringan ikat periorbital dan retro orbital, lemak dan otot, secara klinis jelas kira-kira sepertiga dari pasien adalah unik pada penyakit graves. Reseptor tirotopin ditemukan pada fibroblast orbital dan adiposit, yang mungkin merupakan target autoimun yang berespon untuk opthalmopathy graves. Adenoma toxic dan goiter multinodular menyebabkan sintesis otonom hormon tiroid tidak teratur. Dalam beberapa kasus penyebabnya adalah mutasi gen pada reseptor tirotropin, yang mengakibatkan aktivasi constitutive. Adenoma toxic dan goiter multinodular tidak berhubungan dengan opthalmophaty. Kondisi ini tidak terselesaikan begitu saja, kecuali hipertiroidisme itu dipicu oleh pemberian sejumlah yodium farmakologis atau dalam kasus yang jarang pada infark yang spontan dari adenoma toxic.

Yodium adalah suatu substrat untuk sintesis hormone tiroid dan secara aktif di transfer ke dalam sel-sel folikel tiroid oleh symporter yodium. Hal ini teroksidasi dan terikat pada residu tyrosil dari tiroglobulin. Pemecahan dari iodine menghasilkan residu tyrocyl membentuk T3 dan T4 yang tersimpan dalam koloid. Radioiodine (I131) juga diproses dan pengeluaran beta mengakibatkan nekrosis jaringan. Pelepasan jaringan fungsional tiroid efektif selama 6-18 minggu atau lebih. Dalam jaringan tiroid normal, tirotropin diperlukan untuk merangsang penyerapan yodiun ke dalam sel folikel. Ketika antibody reseptor tirotropin mengaktifkan reseptor tirotropin pada penyakit graves, radioiodine terkonsentrasi di seluruh kelenjar. Sebaliknya, dalam adenoma toxic atau goiter nodular toxic, tirotropin ditekan oleh adanya hipertiroid dan radioiodine terkonsentrasi hanya di jaringan otonom (tidak mengikuti regulasi normal tirotropin). Namun, jika diobati dengan obat antitiroid sebelum pemberian radioiodine dan jika tingkat tirotropin menjadi normal atau tinggi maka radioiodine akan terkonsentrasi dikeduanya pada otonom dan jaringan tiroid normal. BUKTI KLINIS Radioiodine telah digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme graves sejak tahun 1940an, dan kesimpulan tentang kemanjurannya terutama berdasarkan pada pengalaman klinis yang luas daripada percobaan acak. Satu kali percobaan acak terkontrol melibatkan 179 pasien dengan hipertiroidisme graves dibandingkan dengan efek radioiodine dengan pembedahan dan obat antitiroid. Pasien di bawah 35 tahun tidak terdaftar dalam kelompok radioiodine. Dari 71 pasien yang menjalani pengobatan selama 18 bulan dengan methimazole, 16% mengalami reaksi yang merugikan, 6% mengalami respon yang tidak adekuat terhadap terapi, dan 37% mengalami kekambuhan. Dari 67 pasien yang menjalani operasi tidak ada komplikasi, 6% mengalami kekambuhan. Hipertiroidisme dikembangkan pada 39 dari 41 pasien pada kelompok radioiodine. Sedangkan 2 pasien lainnya menolak diberikan terapi. Dosis pertama radioiodine relative rendah, 6,81 mCi (252 mBa) dan 18 pasien menjadi diharuskan diberikan terapi lebih dari satu dosis. Percobaan ini menunjukkan bahwa opthalmophaty memburuk pada pasien yang diobati dengan radioiodine dibandingkan dengan pasien yang menerima terapi alternative. Opthalmophaty memburuk pada 10% pasien yang menerima methimazole, 16% pada pasien yang menjalani

operasi dan 33% pada mereka yang diterapi dengan radioiodine. Namun, kepuasan pasien dengan 3 bentuk terapi ini setara setelah terapi dan 14-21 tahun kemudian. PENGGUNAAN KLINIS Tiga terapi yang berkhasiat tersedia untuk hipertiroidisme. Terapi radioiodine dan operasi dianggap terapi definitive, karena tujuan utama dari pendekatan pengobatan ini adalah untuk menghancurkan jaringan tiroid yang hiperfungsi. Obat antitiroid (methimazole, carbimazole, dan propiltyourasil) digunakan dalam salah satu dari dua cara. Pada kesempatana ini sebelum diberikan radioiodine dan biasanya sebelum operasi, beberapa minggu pengobatan dengan obat antitiroid diberikan untuk mencapai keadaan euthyroid. Obat antitiroid juga digunakan dalam hipertiroidisme graves selam 1-2 tahun atau lebih, dengan harapan mencapai perbaikan. Perbaikan hipertiroid tidak diharapkan ketika obat antitiroid digunakan selama terapi jangka panjang adenoma toxic atau goiter multinodular toxic. Dalam kasus ini, terapi definitive awal diindikasikan dengan radioiodine atau operasi. Pemilihan terapi melibatkan beberapa pertimbangan (table 1). Ahli endokrin harus hatihati dalam meninjau manfaat dan resiko pasien dalam tiap-tiap pengobatan. Dan membuat rekomendasi tertentu pada akhirnya. Bagaimanapun keputusan harus menghargai pilihan pasian. Sebuah survey tahun 1991, anggota asosiasi tiroid di Amerika, Eropa dan Jepang menunjukan bahwa penggunaan radioiodine paling popular di Amerika Utara, dengan 69% dari dokter merekomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk kasus yang khas pada penyakit graves, dibandingkan dengan 22% dari dokter di Eropa dan 11% dari mereka yang di Jepang. Alasan perbedaan ini tidak diketahui. Kontraindikasi absolute untuk terapi radioiodine adalah kehamilan, menyusui dan ketidakmampuan untuk mematuhi peraturan kamanan radiasi. Radioiodine aman digunakan pada perempuan usia produktif dan anak yang lebih tua. Pasien yang alergi terhadap agent radiokontras iodinasi biasanya tidak alergi terhadap radioiodine. Opthalmopathy yang agak berat mungkin merupakan kontraindikasi untuk pengobatan dengan radioiodine, karena radioiodine dapat memperburuk kondisi. Memburuknya

opthalmopathy lebih sering pada perokok dibandingkan dengan yang bukan perkok. Pemberian

serentak dari glukokortikoid meringankan eksaserbasi, setidaknya pada pasien dengan opthalmopathy ringan. Agen penghambat beta-adrenergik jika tidak kontraindikasi biasanya diberikan ketika hipertiroidisme didiagnosis dengan tujuan untuk memperbaiki gejala. Kebanyakan ahli endokrin juga mengobati pasien resiko tinggi dengan obat antitiroid selama beberapa minggu sebelum memberikan radioiodine dalam upaya mencapai fungsi normal tiroid atau mendekati normal secepat mungkin. Pasien yang termasuk beresiko tinggi yaitu orang tua, pasien dengan gejala hipertiroid berat atau dengan konsentrasi hormone tiroid 2-3 kali lebih tinggi sebagai batas atas dari kisaran normal. Pretreatment dengan obat antitiroid dapat meningkatkan resiko kegagalan pengobatan dengan radioiodine dosis awal. Dalam sebuah penelitian, ini terjadi setelah pemberian propiltyourasil bukan methimazole. Penggunaan dosis tinggi radioiodine dapat mengkompensasi efek ini. Obat antitiroid dihentikan 2-3 tahun sebelum diberikan radioiodine. Radioiodine diberikan secara oral sebagai dosis tunggal Natrium Iodida 131I berlabel(Na131I) dalam bentuk cair atau kapsul. Sebuah percobaan acak menyarankan keunggulan dari dosis regimen yang sudah dihitung, yang memperhitungkan taksiran berat tiroid dalam gram, dosis yang diinginkan (100-200 Ci pergram) dan pengambilan radioiodine 24 jam. Penelitian lain, bagaimanapun melaporkan bahwa penggunaan tiga dosis tetap dalam jumlah yang berdasarkan ukuran kelenjar yang ditentukan oleh palpasi (5, 10 atau 15 mCi [185, 370 atau 555 MBq] ) adalah efektif. Saya umumnya lebih suka menggunakan pendekatan dosis yang telah dihitung, karena penggunan radioiodine juga dapat digunakan untuk membantu menentukan penyebab hipertiroidisme tersebut. Yodium diserap lebih cepat, terkonsentrasi di tiroid dan dibersihkan oleh ginjal atau melalui hemodialisis. Clearance dari radioiodine berkurang pada pasien dengan gagal ginjal, yang berarti bahwa organ-organ tubuh dan sumsum tulang secara efektif terkena dosis yang lebih tinggi. Nekrosis sel yang disebabkan oleh radioiodine secara bertahap dan selang waktu 6-18 minggu atau lebih, harus dilalui sebelum hipotiroid atau eutiroid dicapai. Selama selang waktu tersebut, hipertiroid transiently dapat memburuk sebelum terselesaikan. Jika pasien pretreatment dengan obat antitiroid, mereka dapat melanjutkan 3-7 hari setelah pemberian radioiodine, dan terapi dengan agent penghambat beta-adrenergik biasanya dilanjutkan. Fungsi tiroid pasien dimonitor selang waktu 4-6 minggu. Bila fungsi tiroid sudah normal, pengobatan dengan bta-

blocker dan obat-obatan antitiroid dihentikan dan lemothyroxine diberikan sesuai indikasi, dengan tujuan menjaga fungsi tiroid tetap normal. Penekanan tirotropin serum dapat berkepanjangan setelah pengobatan berhasil, oleh karena itu pengukuran T3 dan T4 bebas sangat penting untuk beberapa bulan setelah terapi radioiodine. Jika radioiodine diberikan cukup, hipotiroidisme berkembang dalam 80-90% dari pasien dengan penyakit graves, 14% dari pasien yang membutuhkan terapi tambahan. Kegagalan dosis pertama untuk mengobati hipertiroidisme dan kebutuhan untuk program pengobatan keduan mungkin jelas setelah selang waktu paling singkat 3 bulan. Jika ukuran kelenjar gagal untuk regresi dan kadar hormone tiroid masih cukup tinggi. Namun, jika tingkat hipertiroidisme minimal 3 bulan setelah terapi awal, kadar hormone perlahan dapat mendekati kisaran normal atau hipotiroid, menghindarkan kebutuhan untuk terapi ulang. Pencapaian fungsi tiroid normal setelah dosis tunggal dari radioiodine dan merupakan tujuan yang sulit dipahami. Stimulasi berlanjut reseptor tirotropin pada jaringan yang tidak terlepas dapat menyebabkan

hipertiroidisme berulang. Biasanya, hipotirodisme terjadi setelah pengobatan telah berakhir, pada pasien dengan penyakit graves, pelepasan yang sempurna pada kelenjar adalah tujuan terapi radioiodine. Pada pasien dengan adenoma toxic, tujuan terapi adalah hanya untuk pelepasan adenoma. Jika radioiodine diberikan ketika tingkat tirotropin ditekan sebagai akibat adanya hipertiroid pasien, itu menjadi tidak terkonsentrasi dalam jaringan ekstranodular normal dan pasien harus eutiroid setelah pelepasan adenoma. Namun seperti hipotiroidisme, jika pasien pretreatment dengan obat antitiroid dan tingkat tirotropin tidak ditekan pada saat pengobatan, memungkinkan radioiodine menjadi terkonsentrasi di epitel tiroid normal. Pada pasien dengan goiter nodular toxic hasilnya tergantung pada sejauh mana jaringan otonom tiroid dan tingkat tirotropin pada saat pengobatan. Namun, tujuan lain untuk mengurangi ukuran tiroid menjadi normal atau peningkatan tirotropin memfasilitasi penyerapan yodium ke dalam kedua jaringan tiroid otonom dan nonotonom, mengurangi ukuran goiter tetapi ,meningkatkan resiko hipotiroidisme. Retreatment dengan radioiodine diperlukan dalam 6-18% pasien dengan goiter nodular toxic. Hipotiroidisme terjadi hanya 3% dari pasien yang setelah satu tahun terapi tetapi muncul dalam 24-60% dari pasien setelah 20-24 tahun, dan itu terjadi lebih sering pada pasien yang juga

memiliki tiroiditis hashimoto. Radioiodine mengurangi ukuran goiter sebesar 40% dan meningkatkan gejala kompresif kurang lebih pada 50% pasien. Di AS, radioiodine diberikan secara rawat jalan, tetapi beberapa Negara tergantung pada dosis, memerlukan beberapa hari untuk rawat inap karena pertimbangan masalah keamanan radiasi. Saat ini persyaratan keamanan radiasi bervariasi dari Negara ke Negara dan lebih nyata dari Negara ke Negara dan mereka mungkin tergantung pada dosis radiasi yang diberikan atau tetap dipertahankan. Biasanya pasien disarankan untuk menghindari kontak dengan anak-anak dan perempuan hamil sampai seminggu atau lebih. Untuk membatasi kontak dekat dengan orang dewasa tidak hamil selama beberapa hari (misalnya batas 2 jam untuk kontak jarak 1,8m atau lebih dekat) dan harus lebih teliti tentang penggunaan dan pembersihan toilet. (tabel2).\ Biaya pemberian dosis rata-rata radioiodine $392-$750 dalam satu analisis. Biaya keseluruhan pengobatan untuk hipertiroidisme dengan mempertimbangkan rekening pengujian laboratorium, gambaran, kunjungan kantor, dan komplikasi yang mungkin adalah $23610 untuk radioiodine dan $33195 untuk operasi, menurut medial rate 2007. Tambahan biaya untuk pasien mungkin terjadi sebagai akibat hasil kerja yang tidak terjawab atau kebutuhan untuk menyediakan perawatan anak karena persyaratan keamanan radiasi. EFEK MERUGIKAN Tiroiditis radiasi, peradangan tiroid yang menyakitkan, terjadi pada 1% pasien dan berlangsung beberapa minggu. Kondisi ini sering dikaitkan dengan eksaserbasi tirotoksikosis karena pelepasan mediasi penghancur hormone tiroid. Pengobatan biasanya terdiri dari obat-obat NSAID dan beta-adrenergik blocker, tapi beberapa pasien memerlukan glukokortikoid untuk mengurangi rasa sakit. 5% dari pasien dengan goiter nodular toxic , penyakit graves berkembang setelah terapi radioiodine. Kemungkinan pelepasan antigen tiroid dari jaringan yang meradang memicu produksi reseptor antibody tirotropin. Kondisi ini diterapi dengan radioiodine dosis kedua. Dalam kebanyakan penelitian, radioiodine tidak dihubungkan dengan peningkatan resiko kanker. Kelompok penelitian terapi tirotoksikosis yang kooperatif telah mengikuti 35593 pasien setelah pengobatan untuk hipertiroidisme. Dan setelah rata-rata tindak lanjut dari 21 tahun

sebuah kelompok melaporkan tidak ada peningkatan resiko kematian akibat kanker diantara pasien yang menerima radioiodine. Sebuah peningkatan kecil pada resiko kanker tiroid, terutama di antara pasien dengan goiter nodular toxic, yang sebagian dianggap disebabkan oleh penyakit yang mendasari daripada pengobatan. Dalam penelitian yang lain, yang mana selama 36 tahun mengikuti 107 pasien dengan hipertiroidisme yang telah diobati sebelum usia 20 tahun. Tidak ada laporan peningkatan resiko kanker. Sebuah penelitian di Inggris dari 7417pasien melaporkan penurunan resiko kanker secara keseluruhan, tetapi sedikit peningkatan dalam resiko ca tiroid dan ca colon. Sebuah penelitian di Finlandia 2793 pasien melaporkan peningkatan resiko kanker perut, ginjal dan payudara. Pasien yang menerima terapi radioiodine berada pada peningkatan resiko kematian akibat penyakit jantung terutama pada tahun pertama setelah pengobatan. Hal ini diduga sebagai adanya tirotoksikosis bukan terapi. Nodul jaringan tiroid mengalami kemunduran seelah pelepasan radioiodine, tetapi jarang menghilang dan dari waktu ke waktu kalsifikasi dapat berkembang. Kalsifikasi nodul yang terlihat pada gambaran berikutnya dapat dilihat sebagai kemungkinan prekanker oleh ahli radiologi yang dapat menjadi petunjuk untuk operasi tiroid. AREA KETIDAKPASTIAN Ada ketidakpastian yang cukup tentang terapi optimal untuk hipertiroidisme karena tidak adanya data yang besar, yang dirancang dengan baik, acak, dan percobaan dikontrol. Selain itu persepsi tentang apa yang merupakan terapi optimal tampaknya berbeda secara dramatis antara dokter, pasien dan masyarakat professional, yang sangat bergantung pada nilai-nilai relative pada hasil dan resiko. Pertanyaan yang dapat diatasi oleh penelitian welldesigned meliputi: pasien yang mana yang menerima radioiodine yang memerlukan perlakuan awal dengan obat antitiroid? Ketika pasien terapi pertama dengan obat antitiroid, obat harus dapat diaktifkan kembali setelah terapi dengan radioiodine dan jika demikian pada selang waktu kapan? Apa intervensi optimal berikutnya dan berapa biaya tindak lanjut setelah terapi radioiodine untuk pasien dengan goiter nodular toxic. Kontroversi juga terjadi tentang keamanan radiasi setelah terapi radioiodine. Contoh : pada tahun 2008, komisi pengaturan nuklir merilis pernyataan tentang perlindungan anak-anak

yang mungkin dating kontak dengan pasien yang diobati dengan radioiodine. Dalam pernyataan ini disarankan bahwa dokter harus mempertimbangkan penjagaan pasien rawat inap jika mereka hidup dengan bayi atau anak muda. Beberapa ahli berpendapat bahwa rekomendasi ini meskipun tidak mandat, akan menghasilkan pengelolaan yang tidak perlu membatasi kepedulian pasien. Ketidakpastian tentang hal ini dan masalah lain yang berhubungan dengan penggunaan yang aman dan tepat radioiodine, karena ada beberapa data langsung yang menjadi dasar rekomendasi perusahaan. GUIDELINES FROM PROFESSIONAL SOCIETIES Konsep dari pedoman tentang pengelolaan hipertiroidsme dari American Thyroid Association dan Amerian Association of Clinical Endocrinologist, diharapkan dapat diterbitkan pada akhir tahun 2011, menyatakan bahwa radioiodine, obat antitiroid dan operasi merupakan pilihan pengobatan untuk hipertiroidisme. Pedoman ini menekankan pentingnya perincian diskusi denagan pasien tentang manfaat dan resiko masing-masing pilihan terhadap kehidupan, gaya hidup dan penilaian pasien. Pretreatment dengan obat antitiroid harus dipertimbangkan pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular yang mendasari, gejala hipertiroid berat, atau konsentrasi hormone tiroid yang dua sampai tiga kali batas atas normal. Operasi lebih direkomendasikan daripada terapi radioiodine pada pasien dengan ophthalmopathy agak berat, penggunaan serentak dari glukokortikoid harus dipertimbangkan pada mereka yang aktif ophthalmopathy ringan dan perokok. Anak-anak biasanya diterapi dengan methimazole selama 1-2 tahun, tetapi pengobatan dengan radioiodine, operasi atau methimazole sesuai untuk anak di atas usia 10 tahun. REKOMENDASI Pasien yang dijelaskan dalam kasus ini adalah kandidat yang baik untuk terapi radioiodine. Hambatan utama mungkin tindakan pencegahan keselamatan radiasi, dia harus menghindari kontak dekat yang berkepanjangan dengan putrinyayang berusia 3 tahun selama seminggu. Meskipun keselamatan anak juga akan menjadi masalah jika pasien memilih tiroidektomi daripada terapi radioiodine, tidak ada pembatasan untuk kontak dekat setelah operasi. Kehamilan biasanya ditunda selama 6 bulan setelah terapi radioiodine. Pasien mungkin memilih operasi baik untuk memperpendek keterlambatan ini atau karena kekhawatiran bahwa

paparan radioiodine bisa memperburuk ophthalmopathy tersebut. Dia mungkin memilih untuk menunda terapi definitive dan mngulang obat antitiroid karena kekhawatiran tentang resiko yang terkait dengan anastesi atau keinginan untuk menghindari bekas luka, meskipun data menujukkan bahwa kemungkinan resolusi jangka panjang yang berhasil dengan terapi ini sederhana. Meskipun dalam hal ini saya akan merekomendasikan terapi radioiodine, ini semua sangat penting untuk membahas pilihan pasien.

Anda mungkin juga menyukai