Anda di halaman 1dari 11

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pembahasan. Setelah Penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien atas nama Sdr. A dengan gangguan utama Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Bima (Sakura) RSUD Banyumas, maka penulis pada BAB ini akan membahas beberapa kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai tahapan proses keperawatan yaitu: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. B. Pengkajian. Untuk menunjang proses keperawatan harus di lakukan pengkajian kepada klien. Data hasil pengkajian di peroleh dari keluarga klien dan klien sendiri serta dari perawat dan data rekam medis. Jenis jenis data yang di kumpulkan berupa data subyektif atau bersumber dari pasien dan keluarganya dan data obyektif yang bersumber dari penilaian dan hasil pengkajian selama wawancara ataupun pengamatan perawat. Tujuan pengumpulan data tersebut adalah untuk membuat suatu kesimpulan agar nantinya mudah di pelajari. Proses pengkajian dan pengumpulan data dilakukan di Rumah Sakit karena klien sedang di rawat untuk menjalani proses penyembuhan, pengkajian di laksanakan pada hari jumat tanggal 12 Juli 2012 sampai 14 Juli 2012 selama proses keperawatan.

C. Diagnosa keperawatan. Diagnosa yang dapat penulis rumuskan berdasarakan prioritas utama dari hasil pengkajian adalah : 1. Resiko perilaku kekerasan. Pada pengkajian di temukan klien sebelum ke rumah sakit klien sering marah-marah, memaki, bicara ketus, membanting (gelas piring pintu). Namun setelah 1 hari dirawat di rumah sakit klien tidak lagi menujukan sikap marahnya, klien lebih kooperatif, namun sesekali klien marah kepada ayahnya, menyalahkan sesuatu kepada ayahnya. Sebelum sakit klien sering melamar kerja karena sudah 2 tahun klien mengangguar, menurut paman prilaku aneh klien yang suka , marahmarah sejak 3 hari yang lalu, sebelumnya memang klien meminta motor namun tidak di belikan oleh orang tuanya, dengan alasan tidak mempunyai uang. Dari pernyataan di atas penulis akan

membandingkan antara laporan kasus di atas dan teori yang ada. Berdasarkan tanda gejala yang ada pada klien resiko perilaku kekerasan dalah dari tanda gejala fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal. Secara verbal : mengancam berbicara dengan nada keras, kasar, ketus. Dari emosi : merasa terganggu, tidak merasa aman dan nyaman, dendam, jengkel dan mengamuk. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak

lingkungan. Dari segi intelektual : mendominasi, cerewet kasar, berdebat, dari asegi spiritual : merasa diri berkuasa, sosial : menarik diri pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran (Direja, Ade. H. 2011) sedangakan dilihat dari faktor predisposisi menurut Ade Herman (2011) mengatakan proses terjadinya perilaku kekerasan di sebabkan 2 faktor predisposisi dan presipitasi. Faktor predisposisi : terdiri dari beberapa faktor antara lain faktor pisikologis misal rasa frustasi, ketidak terpenuhinya rasa aman, terdapat kekerasan dalam rumah tangga, faktor budaya, Faktor biologi : misal pengaruh neurofisiologik, pengaruh biokimia, pengaruh genetik dan karena ada gangguan otak. Sedangkan faktor presipitasinya : kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan, penghinaan, kekeraan hilangnya orang yang berarti konflik, dan merasa terancam. 2. Isolasi sosial. Pada hasil pengkajian, di temukan klien jarang mandi dan merawat diri, jarang berhubungan dengan orang lain selama di rumah sakit, klien menghabiskan waktunya untuk tidur-tiduran di kamarnya. Dari hasil laporan di atas penulis akan bandingkan antara laporan kaus dan teori. Menurut Ade dalam Depkes ( 2011) mengatakan bahwa isolasi sosial adalah, kerusakan interaksi sosial merupakan gangguan interpersonal yang terjai akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku mal adaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. Tanda dan gejala yang dapat kita

temukan dari perilaku kekerasan adalah : Kurang respon, apatis, ekspresi wajah kurang, tidak ada, kurang komunikasi, rendah diri. isolasi sosial di pengaruhi oleh 2 faktor predisposisi dan presipitasi, berikut ini adalah faktor predisposisinya, Faktor predisposisi kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama. Sedangkan faktor presipitasinya adalah Terdiri

dari faktor psikologis yaitu yang berkepanjangan tuntutan perpisahan dengan orang yang terdekat,. Kegagalan orang lain memenuhi stabilitas keluarga, berpisah dengan orang yang berarti, trauma akibat penganiayaan kejadian yang mengancam hidup (yosep, Iyus. 2011) 3. Harga diri rendah. a. Pada pengkajian di temukan klien merasa malu dengan kondisinya sekarang masuk kerumah sakit jiwa malu jika harus pulang nanti bertemu dengan para tetangga dan teman-temanya, klien

menganggap ayahnya tidak memperdulikan permintaanya yaitu yaitu membeli motor, dari data di atas penulis akan

membandingkan antara teori dengan kasus. Menurut Riyadi dalam

Beck, Wiliam dan Rawling (2009) mengatakan konsep diri adalah cara iniviu memeanang dirinya secara utuh: mengkritik iri sendiri dan orang lain, proifitas menurun, estruktif pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan dirinya penting dan berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah marah, sikap negatif terhadap dirinya, ketegangan peran, pesimis terhadap kehidupanya, keluhan fisik, menolak kemampuan diri sendiri, mengejek iri sendiri, merusak diri, cemas takut, penyalah gunaan obat, menarik diri dari realita (Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh. 2009). Sedangkan faktor preisposisinya adalah: Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi: penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis, Kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tangguang jawab personal, ketergantungan terhadap orang lain dan ideal diri tidak realistis Faktor yang mempengaruhi peran. Terjadi konflik peran dapat di contohkan misalnya peran seorang wanita menjadi kepala rumah tangga berbanding terbalik dengan norma dan aturan yang ada di masyarakat. Faktor yang mempengaruhi identitas diri : ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan struktur sosial. Sedangkan faktor pretisipasinya antara lain: Transisi perkembangan. Setiap

perkembangan dapat menimbulkan ancaman padaa identitas. Tiap tahap indifidu dengan menyelaesaikan tugas tahap

perkembanganya secara berbeda-beda. Hal ini merupakan stresor bagi konsep diri. Transisi situasi. Terjadi sepanjang kehidupan,

bertambah atau berkurang orang yang berarti karena kelahiran dan kematian. Transisi sehat sakit. Stressor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan akibat perubahan konsep diri (Ryadi, S dan Teguh P. 2009) D. Intervensi. Selanjutnya melakukan perencanaan keperawatan, 1. Resiko perilaku kekerasan. Tujuan umum : klien dapat marah secara asertif, sedangkan tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan, dapat menidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, klien apat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, klien dapat mengontrol marah secara fisik, verbal, ibadah dan minum obat secara teratur. Sedangkan kriteria hasilnya adalah : klien mampu membina hubungan saling percaya, klien mampu mengungkapkan perasaanya, klien mampu mengungkapkan perasaan jengkel, dan menyimpulkan tanda dan gejala dari marah. Klien mampu mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan, klien dapat menjelaskan akibat dari cara marah yang di lakukan, klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara, fisik ( tarik napas dalam, pukul bantal/ kasur), verbal, ibadah dan minum obat. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengonterol marah (dengan cara fisik, verbal, ibadah dan teratur minum obat), klien

dapat melakukan aktivitas terjadawal dengan membuat jadwal harian untuk klien. intervensin: Bina hubungan saling percaya ( beri salam sebutkan nama, jelaskan tujuan, kontrak waktu) beri kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaanya, observasi tanda gejala perilaku kekerasan, simpulkan tanda gejala marah bersama klien, beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan klien, bicarakan kerugian dari yang klien lakukan, diskusikan cara fisik yang dapat klien lakukan (menarik napas dalam) beri contoh cara menarik napas dalam, minta klien untuk mengulangi, beri pujian, tanyakan perasaanya klien, masukan ke dalam jadwal harian, kontrak waktu pertemuan selanjutnya, evaluasi pertemuan sebelumnya dengan cara mengontrol marah dengan cara menarik napas dalam, jelaskan maksud dan tujuan, kontrak waktu, diskusikan cara mengontrol marah yang ke 2 yaitu memukul bantal/ kasur, anjurkan klien utuk mengulang, beri pujian, tanya perasaanya setelah latihan , evaluasi dan validasi, masukan ke jadwal harian, kontrak waktu pertemuan selanjutnya. Evaluasi pertemuan sebelumnya cara mengontrol marah dengan cara menarik napas dalam dan memukul bantal, jelaskan maksud dan tujuan, kontrak waktu, diskusikan cara mengontrol marah dengan verbal, anjurkan klien utuk mengulang, beri pujian, tanyakan perasaan, evaluasi dan validasi hasil latihan. Masukan ke dalam jadwal latihan, kontrak waktu pertemuan selanjutnya.

2. Isolasi sosial. Tujuan umum: Klien dapat berintraksi dengan orang lain, Tujuan khusus klien dapat membina hubungan saling percaya. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri. Klien daat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap (Klien perawat, Klien- perawat- perawat lain, Klien- kelompok kecil Klien- keluarga- masyarakat). Tujuan dan kriteria hasil : Setelah 2x pertemua klien dapat menerima kehadiran perawat, bina hubungan salin percaya, klien dapat mengungkapkan perasaanya secara verbal, klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri ( berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan) klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain, klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Klien klien dapat sikap hubungan sosial secara bertahap. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain. intervensi : membina hubungan saling percaya, diskusikan dengan klien perilaku menarik diri yang klien lakukan, beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan oran lain, dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain ( klien-perawat, klien-perawatperawat lain, klien- kelompok kecil, klien-masyarakat), beri pujian,

dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya saat berhubungan dengan orang lain. 3. Harga diri rendah. Tujuan umum : klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap. Tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengientifikasi aspek positif yang di miliki, klien dapat menilai kemampuan yang dapat di gunakan, klien apat menetapkan ddan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki, klien dapat melakukan kegiatan sesuai konisi sakitnya. Kriteria hasil : klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengungkapkan perasaanya, klien dapat mempertahankan aspek positif yang dimiliki, klien apat melakukan aktifitas terarah, klien apat beraktifitas sesuai kemampuan, klien mampu melakukan apa yang di ajarkan. Intervensi : bina hubungan saling percaya, beri

kesempatanklien

untuk

mengungkapkan

perasaanya,

iskusikan

kemampuan dan aspek positif yang masih bisa di lakukan, diskusikan aspek positif yang bisa digunakan di rumah sakit, rencanakan dengan klien aktifitas yang dapat di lakukan, beri contoh cara pelaksanaan, beri ksesempatan klien untuk mencoba, beri pujian atas keberhasilah klien. Diskusikan kegiatan tersebut ajarkan kemapuan lain yang masih bisa dilakukan (Azizah, Lilik. M. 2011). E. Implementasi.

Disini penulis akan menjelasakan langkah-langkah yang di lakukan penulis dalam melakukan tidakan asuhan keperawatan sesuai rencana keperawatan. Sp 1 Bina hubungan saling percaya, mengidentifikasi marah klien, mengidentifikasi, mengidentifikasi perilaku yang bisa klien lakukan, membicarakan akibat dari yang klien lakukan. Mendiskusikan cara mengontrol marah dengan cara fisik menarik napas dalam, menganjurkan klien untuk mengulang, memberiakan pujian,

menanyakan perasaan klien setelah latihan, mengevaluasi hasil latihan, membuat jadwal harian, kontrak waktu pertemuan selanjutnya. Sp 2 Memberi salam, menanyakan kabar, mengevaluasi laihan yang pernah di ajarkan menarik napas dalam. Kontrak waktu, mendiskusikan cara mengontrol marah yang ke 2 yaitu memukul bantal, menganjurkan klien untuk mengulang, memberikan pujian, menanyakan perasaan klien, mengevaluasi latihan klien, memaukan ke dalam jadwal harian, kontrak waktu pertemuan selanjutnya. Sp 3. Memberi salam, menanyakan kabar, mengefaluasi latihan sebelumnya menarik napas dalam dan memukul bantal, mengontrak waktu, mendiskusikan cara mengontrol marah yang ke 3 yaitu dengan cara

verbal, menganjurkan klien untuk mengulang, beri pujian, tanyakan perasaan klien setelah latihan, evaluasi latihan klien, masukan ke dalam jadwal latihan, kontrak waktu pertemuan selanjutnya (Azizah, Lilik. M. 2011)

Evaluasi. Dari masalah utama resiko perilaku kekerasan, tujuan pelaksanaan rencana keperawatan tercapai di tandai dengan pernyataan klien yang mengatakan merasa tenang dan lega setelah latihan cara mengontrol marah, dan akan mencoba mempraktekan. Klien kooperatif, cara bicara klien pelan, klien mampu mengulang dan meng evaluasi hasil latihan walaupun dengan bantuan perawat. Berdasarkan pengamatan penulis terdapat kesesuaian antara teori yang ada dengan kasus.

Anda mungkin juga menyukai