Anda di halaman 1dari 141

48

Konsep Model SMK Unggul Berbasis Budaya Lokal


Pada Zaman Ekonomi Kreatif

I Made Darmada
IKIP PGRI BALI

m.darmada@yahoo.com

ABSTRACT
The concept of Model-Based Vocational Excellence Local Culture Economics
in the era of the creative economy
The Civilization of creative economic of spirit globalization. Globalization
has philosopy postmodern that is a tendency to criticize modernism, prevents
metanarratives; to exaggerate the phenomenon of pre-modernist, and prevents the
modern trend. Opportunities it has dimensions of cultural tourism and creative
industries to Bali. Creative industries are strengthening the basis of traditional
values and modern technologies that brings creativity to the effectiveness and
efficiency for the birth of SMKs excellence as well as a double impact for local
governments in both the political conspiracy, economic, social and global culture
remains rooted in local culture of Bali.

Keywords: local culture, creativity, tourism, creative industries, vocational
Excellence, Bali.
PENDAHULUAN
Pendidikan menengah kejuruan di Indonesia disebut SMK. SMK berbasis
keunggulan lokal sebagai realisasi dari desentralisasi sangat perlu memperhatikan
asumsi-asumsi dan teori-teori yang diperlukan. Pemerintah daerah sebagai
pemegang kebijakan SMK di jamannya, sudah seharusnya memperhatikan
pengembangan SMK yang berorientasi pada kebutuhan komunitas lokal di
wilayahnya tanpa mengesampingkan orientasi kebutuhan nasional, regional,
bahkan internasional.
Tujuan SMK sebagaimana tertuang dalam PP 19 tahun 2005 pasal 26 ayat
3 dinyatakan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadin, ahklak
mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut sesuai
dengan kejuruannya. Selanjutnya, Teori efesiensi sosial dari Prosser dan Allen
(1950) tentang pendidikan kejuruan masih ada poin-poin yang banyak
manfaatnya, diantaranya; (1) setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (body of
content) yang berbeda-beda satu dengan lainnya, (2) sebagai layanan sosial efisien
jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memerlukan, (3) pendidikan
kejuruan efisien jika metode pengajarannya mempertimbangkan sifat-sifat peserta
didik, (4) administrasi pendidikan kejuruan akan efisien apabila dilaksanakan
dengan secara fleksibel, dinamis, dan terstandar. Dari 16 teori babon pendidikan
kejuruan 4 (empat) teori Prosser dan Allen tersebut dapat dijadikan model
penyelenggaraan SMK unggul sehingga perlu dikaji dan dikembangkan lagi
dengan mengikuti perubahan masyarakat pada jamannya.
Perjalanan jaman menempatkan kita pada posisi jaman kreatif. Setiap
jaman membutuhkan pola kerja dan relasi sesuai dengan karakteristik jamannya
masing-masing. Pada sisi lain, bangsa Indonesia masih saja belum bisa
mengoptimalkan kekayaan sumber daya alamnya. Sumber daya alamnya
49

tereksploitasi tanpa imbal balik kepada kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, sumber
daya manusia (SDM) tereksploitasi sebagai tenaga kerja dengan upah murah di
negeri tetangga. Bahkan sumber daya budaya kita pun telah mulai ditandai
dengan dimiliki bangsa lain. Oleh karena itu, kenyataan tersebut memberikan
isyarat bahwa perlunya kita melangkah dalam jaman baru, yaitu jaman kreatif.
Globalisasi telah melahirkan dampak kehidupan tanpa batas yang
mengakibatkan sendi-sendi tradisional dan modernisasi mengalami berbagai
tantangan dan peluang. Perilaku kehidupan antara tradisional dan modern selalu
saling menciptakan ranah yang bertentangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
kearifan untuk menjadikan sebuah peluang. Peluang itu telah melahirkan terlebih
dahulu pariwisata budaya yang membawa ketenaran Bali. Peluang berikutnya
dengan lahirnya jaman ekonomi pengetahuan/kretivitas yang dikenal salah
satunya dengan sebutan industri kreatif.
Di pihak lain, industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi,
dan pola distribusi yang lebih murah bahkan lebih efisien. Penemuan baru di
bidang teknologi informasi komunikasi seperti internet, email, SMS, Global
system for mobile communication (GSM) telah menciptakan interkoneksi antar
manusia yang membuat manusia menjadi semakin produktif. Globalisasi dibidang
media dan hiburan juga telah mengubah karakter, gaya hidup, dan perilaku
masyarakat menjadi lebih kritis dan lebih peka atas rasa serta pasar pun menjadi
semakin luas dan semakin global (DepDag-RI, 2008).
Industri kreatif sangat jelas memberikan gambaran masa depan dan upaya
mencari pembangunan berkelanjutan melalui kreativitas. Selanjutnya,
pembangunan berkelanjutan merupakan suatu iklim perekonomian yang berdaya
saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain,
industri kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat
penting bagi negara-negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk
negara-negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan industri kreatif adalah
pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak
terbatas, yaitu ide, talenta, dan kreativitas. Di sisi lain, kekayaan alam bukan
andalan lagi yang telah dibabat habis oleh penguasa sehingga terjadi perubahan
yang perlu diinovasi melalui penyemaian jiwa kreativitas.
Pengembangan SMK yang tepat akan berdampak ganda bagi pemerintah
daerah baik dalam konspirasi politik, ekonomi, sosial dan budaya. SMK dapat
mendorong proses-proses penyesuaian-penyesuaian terhadap pengaruh budaya
global dengan tetap berpegang kepada akar budaya lokal. Bali sebagai bagian dari
Indonesia memiliki budaya lokal yang sangat kuat sebagai modal pelaksanaan
proses akulturasi/penyesuaian diri, enkulturasi/pembawa perubahan, dan
inkulturasi sebagai pewarisan. SMK yang mengakar pada kearifan lokal sangat
mendorong tercapainya pemenuhan kebutuhan siswa, kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan, program pemerintah daerah, dan masyarakat. Budaya lokal Bali yang
unggul perlu dijadikan pengembangan model SMK yang unggul untuk
mendukung industri kreatif dan industri pariwisata.
Pada kesempatan ini, dikaji permasalahan penting yang berakar pada
tradisi, dan bergulirnya desentralisasi, dan otonomi daerah. Hal ini sangat
diperlukan suatu upaya mengembangkan insan terdidik yang berpikir modern
tetapi tetap menjunjung tinggi lokalitasnya. Adapun permasalahannya adalah, (1)
Bagaimanakah konseptual model SMK unggul d Bali dalam memanfaatkan
50

perseteruan tradisional dan modernisasi (posmodernisme)? (2) Bagaimanakah
pengembangan sumber daya manusia melalui peran budaya local untuk
mendukung industri kreatif dan industri pariwisata?

PEMBAHASAN
Permasalahan pertama, tentang model SMK unggul di Bali dalam
memanfaatkan perseteruan tradisional dan modernisasi (posmodernisme)?
Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa.
Keragaman suku bangsa ini tentunya dapat menciptakan budaya yang beragam.
Oleh karena itu, kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam salah satu suku
bangsa tersebut dapat dinamakan budaya lokal. Selanjutnya budaya lokal
merupakan sebuah hasil cipta, karsa, dan rasa yang tumbuh dan berkembang di
dalam suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Dalam wacana kebudayaan dan
sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberikan batasan terhadap budaya lokal
atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait teks dan konteks, namun secara
etimologi dan keilmuan, tampaknya para pakar sudah berupaya merumuskan
sebuah definisi terhadap local culture atau local wisdom yaitu (1) superculture
adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh: kebudayaan
nasional; (2) culture lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, profesi,
wilayah atau daerah. Contoh : Budaya Bali; (3) subculture merupakan kebudyaan
khusus dalam sebuah culture, namun kebudyaan ini tidaklah bertentangan dengan
kebudayaan induknya. Contoh: budaya gotong royong; (4) counter-culture,
tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian turunan dari
culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya.
Contoh : budaya individualisme Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya
lokal berada pada tingkat culture. Hal ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya
yang ada di Indonesia dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat majemuk
dalam stuktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi. Budaya lokal atau
budaya tradisi merupakan salah satu benteng tangguh menghadapi serbuan budaya
global yang berpotensi melenyapkan identitas bangsa. Budaya lokal memiliki
kearifan yang berupa nilai, perilaku atau ekspresi dan bentuk-bentuk hasil
kebudayaan (karya) yang bersifat material. Budaya nilai memberikan sistem
pengetahuan, budaya perilaku memberi semesta pengalaman nyata, dan budaya
karya memberikan warisan budaya (heritage) kepada bangsa. Simatupang (2007)
menyatakan bahwa perkembangan peradaban dunia dikelompokan dalam empat
gelombang, yaitu: (a) gelombang pertama revolusi pertanian (agricultural
society wave), (b) gelombang kedua revolusi industri (industrial society wave),
gelombang ketiga revolusi informasi (information society wave), dan (d) revolusi
kreativitas cultural dan creative industry). Industri kreatif adalah gelombang
peradaban keempat (fourth wave industry) merupakan industri kreatif masa depan
yang diperkirakan dapat menyumbang peningkatan produk domistik bruto (PDB)
secara nasional dan internasional. Bersumber pada industri kreatif akan muncul
ekonomi kreatif yang juga disebut ekonomi budaya, ekonomi seni, ekonomi
desain, ekonomi pengetahuan, atau ekonomi konseptual, karena industri kreatif
merupakan produksi yang menggabungkan rancangan berbasis seni dan teknologi,
di mana keduanya mengusung kreativitas menuju efektivitas dan efisiensi.
Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang berfokus pada kreasi dan
eksploitasi karya kepemilikan intelektual, sehingga nilai ekonomi suatu produk
51

atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi
seperti era industri, tetapi pada pemanfaatan kreativitas dan inovasi.
Produk industri kreatif menekankan pada aspek kreativitas, inovasi, dan
invensi dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah budaya, sebagai sarana
peningkatan ekonomi dan transformasi yang berjati diri dan berkarakter. Lingkup
industri kreatif meliputi: (1) kria (craft), (2) desain, (3) fesyen (fashion), (4) pasar
seni dan barang antik, (5) arsitektur, (6) periklanan, (7) video, film, fotografi, (8)
permainan interaktif, (9) layanan komputer dan piranti lunak, (10) musik, (11)
seni pertunjukkan, (12) penerbitan dan percetakan, (13) televisi dan radio, (14)
riset dan pengembangan ( DepDag-RI, 2010). Lebih lanjut, Ritzer dan Goodman
(2011: 628) menunjukkan karakteristiknya melalui teori sosial posmodernisme
yaitu (1) posmodernisme ada kecenderungan mengkritik apa yang ada atau
diasosiasikan dalam modernisme atau radikalnya menolak; (2) posmodernisme
menolak pandangan dunia seperti narasi besar (metanarasi); (3) kecenderungan
membesar-besarkan fenomena pramodernis, seperti emosi, intuisi, spekulasi,
kebiasaan, pengelaman personal, tradisi, magis, mitos, dan sebagainya; (4)
menolak kecenderungan modern yakni perhitungan pada batasan tertentu,
rasional, dan realitas; (5) tidak menempatkan pembahasan ini dalam masyarakat
modern. Hal ini merupakan berkah tersendiri bagi Bali yang dapat mengambil
peluang dari kelahiran posmodernisme. Posmodernisme dapat menciptakan
peluang baru, salah satunya membuat model pendidikan (SMK) yang mengakses
nilai-nilai budaya tradisional Bali diformulasikan berdasarkan konsep
modernisasi. Oleh karena itu, posmodern akan mendorong desentralisasi menjadi
ruang terbuka untuk mengelola perpaduan antara warisan budaya tradisional dan
budaya modern yang melahirkan konsep model SMK unggul di Bali.
Permasalahan kedua, Bagaimana konseptual pengembangan sumber
daya manusia melalui peran budaya local untuk mendukung industri kreatif dan
industri pariwisata? Peradaban nenek moyang kita menunjukkan pada keunggulan
sumber daya manusia yang diwarisi berupa nilai-nilai kearifan lokal ada yang
berbentuk abstract, tangible, dan intangible. Paling tidak dalam perjalanan jaman
kita masih menemukan subak merupakan supremasi teknologi sosial dan
pertanian. Candi Borobudur dan Prambanan merupakan supremasi arsitektur.
Keris adalah bukti supremasi di bidang metalurgi. Batik merupakan fesyen
(fashion) di zamannya. Jamu dan ramuan tradisional adalah bukti kemampuan
riset dan pengembangan, yang merupakan warisan budaya Indonesia yang telah
ada sejak ratusan tahun yang merupakan bukti daya kreasi bangsa Indonesia.
Ekonomi kreatif merupakan evolusi tahap keempat pasca ekonomi pertanian,
ekonomi industri, dan ekonomi informasi. Departemen Perdagangan Republik
Indonesia (DepDag-RI) merilis cetak biru pengembangan ekonomi kreatif
Indonesia 2009-2025 serta pengembangan subsektor-subsektor ekonomi kreatif
yang kemudian dikenal sebagai industri kreatif. Berdasarkan cetak birunya, ada 14
subsektor industri kreatif yaitu: periklanan; penerbitan dan percetakan; TV dan
radio; film, video, dan fotografi; musik; seni pertunjukkan; arsitektur; desain;
fesyen; kerajinan; pasar barang seni; permainan interaktif; layanan komputer dan
piranti lunak; riset dan pengembangan (DepDag RI, 2008).
Suryadarma (2011) menyatakan bahwa kebudayaan Bali pada hakikatnya
dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Masyarakat
Bali mengakui adanya perbedaaan (rwa bhineda), yang sering ditentukan oleh
52

relativitas tempat (desa), relativitas waktu (kala) dan relativitas situasi (patra).
Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat fleksibel
dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar. Swarsi
(2008: 33) menyatakan, budaya lokal Bali memiliki karakteristik yang unggul
yaitu (1) mengedepankan kualitas, keagungan dan keharkatan sehingga sangat
diagungkan; (2) menjadi sumber inspirasi, kreasi, sangat diapresiasi sebagai citra,
referensi, dan jati diri; (3) diterima dan diasosiasi oleh mayoritas populasi sebagai
orientasi sikap hidup; (4) memiliki roh, sifat khas, lentur, dan adaptif serta sarat
dengan nilai-nilai lokal, nasional, dan universal; (5) mengandung sari-sari budaya
dan peradaban yang mencakup etika, estetika, logika, solidarita, spiritualita, dan
praktika. Kebudayaan lokal yang unggul dapat dirujuk sebagai wawasan
kehidupan publik yang berdimensi sektoral dan lintas sektoral.
Bali dalam pengembangan sendi-sendi kehidupan memiliki budaya lokal
Bali yang unggul yakni (1) tataran abstrak dengan filosofi Tri Hita Karana,
konsepsi Tattwam asi, konsep Dharma, konsep Bhineka Tunggal Ika; (2) tataran
intangible misalnya kerja keras, etos kerja, pola hidup disiplin, sikap kreatif, juga
sistem banjar, sistem desa adat/pekraman, sistem subak, tradisi nyastra, kreasi
seni; dan (3) tataran tangible misalnya warisan budaya arkeologis, karya
arsitektur, gambelan, pepatrean, benda sakral, benda seni kria logam, benda seni
kria kayu, benda seni kria keramik, dan bangunan-bangunan yang menumental.
Selanjutnya, kehidupan masyarakat Bali memiliki kemampuan untuk hidup dan
berkembang dalam inovasi dan kreativitas yakni seni, kerajinan, pasar seni, dan
pertunjukan untuk tercapainya hasil yang maksimal atas dasar prestasi merupakan
potret budaya lokal Bali. Budaya lokal Bali memiliki local genius (Cultural
identity) metaksu, yakni menghasilkan sesuatu yang berguna bagi orang lain yang
penuh makna. Seperti yang dijelaskan oleh Astika (2008: 41) bahwa local genius
sesuatu yang memiliki identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa.
Kemudian, budaya lokal Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai
keseimbangan dan keharmonisan mengenai hubungan manusia dengan Tuhan
(parhyangan), hubungan sesama manusia (pawongan), dan hubungan manusia
dengan lingkungan (palemahan), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana
(tiga penyebab kesejahteraan). Menurut orang Bali masa lalu (athita), masa kini
(anaghata) dan masa yang akan datang (warthamana) merupakan suatu rangkaian
waktu yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kehidupan manusia pada
saat ini ditentukan oleh hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini juga
menentukan kehidupan di masa yang akan datang.
Kreativitas seorang berhubungan dengan: (a) bagaimana kecepatan
seseorang secara natural merespon yang terjadi disekelilingnya, (b) bagaimana
elaborasi yang dilakukan seseorang untuk dapat menambah gagasan terhadap isu
dan kemudian menerapkannya, (c) bagaimana visualisasi yang diciptakan
sesorang untuk memanipulasikan imajinasi dari berbagai dimensi yang ada, (d)
bagaimana fleksibilitas yang dimiliki seseorang dalam menghasilkan gagasan
atau memandang seseuatu dari berbagai dimensi yang bervariasi, (e)
bagaimanakah originalitas yang diperlihatkan seseorang dalam menghasilkan
sesuatu yang tidak biasa, unik, dan baru, (f) bagaimanakah transformasi yang
dibangun seseorang untuk mengubah sesuatu yang ada menjadi sesuatu yang
dimiliki nilai baru dan lingkungan istana oleh seorang empu, sangat
mementingkan nilai estitika dan kualitas skiil. Kerajinan dipandang sebagai karya
53

yang kasar dan terkesan tidak tuntas, tumbuh di luar istana, mengutamakan fungsi
dan kegunaan untuk mendukung kebutuhan praktis masyarakat, dan dibuat oleh
seorang pande. Contoh, bedakan pembuatan keris dengan pisau dari segi proses,
bahan, dan kemampuan membuat (Yudoseputro, 1983)
Selanjutnya, warisan budaya yang fungsional dalam masyarakat inilah
merupakan ikon kehidupan kreativitas yang terkemas dalam klien Pande dan
Catur Varna. Selanjutnya, Pande dan Catur Warna itulah yang memunculkan
bakat/profesi masyarakat Bali. Yang berbakat di bidang kerohanian, pendidikan,
dan pengobatan digolongkan Varna Brahmana. Yang berbakat dibidang
kepemimpinan digolongkan Varna Ksatria. Yang berbakat dibidang ekonomi
digolongkan Vaisya. Tetapi, ada juga yang tidak bisa menentukan pekerjaan
untuk dirinya sendiri. Mereka inilah yang disebut Sudra, yang hanya memiliki
kemampuan tenaga fisik saja (Wiana, 2009). Pande merupakan profesi
(gegaduhan) yang dapat memberikan thaksu kepadai catur varna tersebut. Sejalan
dengan itu, percikan nilai-nilai budaya lokal berkembang dalam kreativitas yang
mendukung industri kreatif. Oleh karena itu, berkembangnya kreativitas dalam
bingkai industri kreatif mempunyai hubungan yang khas dan timbal balik dengan
industri pariwisata yang dapat digambarkan seperti berikut ini:










Gambar 1. Diadopsi dari Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan
ITB serta diadaptasi untuk skema pengembangan kreativitas berbasis
budaya lokal Bali untuk mendukung industri kreatif.

Keterangan:
Panah ke arah kiri bagaimana produk industri kreatif yang telah menjadi ikon,
situs atau landmark menjadi destinasi pariwisata, dan panah ke arah kanan
bagaimana industri pariwisata tidak lepas dari kontribusi ide industri kreatif.
Selanjutnya, panah dua arah naik turun bagaimana budaya lokal memberikan
interkorelasi pada pengembangan kreativitas dan berdampak pada industri kreatif
dan industri pariwisata.





Perencanaan Promosi Destinasi Perjalanan Industri
Pariwisata
Ikon, situs,
karya
musik,
seni,
kerajinan,
arsitektur
dan desain,
dll
Arsitekt-
ur,
desain
seni/
krya,
souvenir
Desain
model
transpor-
tasi, guide
book,
sofware
Iklan,
TV,
Radio,
penerbit
an dan
sofware
Ide-ide
desain
perencana
-an
(destinasi
hingga
objek dan
souvenir)
Industri
kreatif
Pengembanga
n kreativitas
Budaya Lokal Bali
Abstract, tangible, intangible
Destinasi/
objek
wisata
54

PENUTUP
1. Masyarakat Bali memiliki budaya nilai yang memberikan sistem pengetahuan,
budaya perilaku memberi semesta pengalaman nyata, dan budaya karya
memberikan warisan budaya (heritage) kepada pewarisnya yaitu masyarakat
modern. Hal ini akan menjadikan model konseptual pengembangan sumber
daya manusia di Bali melalui SMK unggul. SMK unggul merupakan titisan
philosofi posmodernisme yang memadukan antar nilai-nilai tradisional dan
teknologi modernisme.
2. Masyarakat globalisasi merupakan masyarakat posmodren. Hal ini dapat
menjadi peran dan fungsi, sebagai perekat sosial, pengukuhan atas nilai-nilai
tradisi, wahana ekspresi kolektif dan wahana pengembangan nilai-nilai budaya
Bali dalam mendukung industri kreatif dan industri pariwisata.


DAFTAR RUJUKAN
Brahmantyo, Budi (2 Oktober 2008). Memposisikan Pariwisata dalam Wacana
Industri Kreatif. Diunduh pada tanggal 22 september 2011, dari
http://blog.fitb.ac.id/BBrahmantyo/?p=801
DepDag-RI (2009). Penguatan Kemitraan Indonesia-UE: Menuju Perjanjian
Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA).
Depdiknas. (2005) Peraturan Pemerintah RI Nomor 19, Tahun 2005, tentang
Standar Nasional pendidikan.
Dharmawijaya Mantra, I. B. Rai (11 Juli 2011). Denpasar: Kota Kreatif Berbasis
Budaya Unggul. Diunduh pada tanggal 22 September 2011, dari
http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/news/read/denpasar-kota-
kreatif-berbasis-budaya-unggul.
George Ritzer, Douglas J. Goodman. (2011). Teori Sosiologi Modern, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Munandar, Utami, (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Nindhia Pemayun, Tjokorda Udiana. (22 Juli 2010). Pendidikan Karakter bangsa
dalam Menumbuhkan Industri Kreatif, Makalah Seminar akademik dalam
rangka Dies Natalis ISI Denpasar.
Pangestu, Mari Eka. (4-8 Juni 2008). Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
2025, Hasil Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 yang
diselenggarakan pada Pekan Produk Budaya Indonesia 2008 JCC: Jakarta.
Reni Akbar-Hawadi, dkk. (2001). Kreativitas, Jakarta: PT. Grasindo
Simatopang, Togar M (2007). Ekonomi Kreatif. Diambil tanggal 29 Juli 2010
dari: http://www.slidershare.net/togar/creative-economy-155476
Slamet PH. (2008). Desentralisasi Pendidikan Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasion
Suryadarma, IGP. (2011). Busana Alam dan Busana Kehidupan: Dialog sains
secara sambung budaya. Denpasar: PT. Mabhakti.
Wiana, IK, (20 Juli 2009). Membenahi Motivasi kerja. Diunduh pada tanggal 2
Juni 2010, dari http://www.iloveblue.com/bali gaul
funky/artikel_bali/detail/2820.htm.
55

Pengaruh Penerapan Pembelajaran Berbasis Local Genius
Terhadap Kompetensi Matematika pada Peserta Didik Kelas VIII
SMP Negeri 2 Ubud Tahun Pelajaran 2012/2013

A.A. Istri Trisnadewi
1)
I Nengah Suka Widana
2)
,
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Bali
1)
Telp.0817-470-3968 Email: Chimbo_s@yahoo.com
2)
Email: ngh_sukawidana@yahoo.co.id

ABSTRACT
The effect of application of learning based on local genius to the
mathematical competence of the class VIII student SMP N 2 Ubud Academic
Year 2012/2013
Characteristics of mathematic are abstract, emphasis on deductive
reasoning, so that the necessary media to be more concrete and easier understood
by learners. Jejaitan is a product of local culture of Bali (local genius), which
provide the patterns refer to both the geometric shapes in the form of field
geometry and the geometry of space. The research objective was to determine the
effect of the application of local genius math learning based on mathematical
competence. Mathematical competence data obtained from two (2) classes VIII
SMP N 2 Ubud Academic Year 2012/2013, then analyzed by t-test.
T-test analysis results, obtained t = 7.0729 and t-table = 2.0347
(significance level of 5%) means that t-test> t-table, it can be interpreted reject nol
hypothesis and accept the alternative hypothesis states that there are significant
local genius application of learning based on mathematical competence.
Acquisition average score of the experimental group (67.33) is higher than the
average score of the control group (40.00). Thus the study findings that the study
of mathematics-based local genius significant impact on the achievement of
competence in mathematics learners.

Keywords: learning-based local genius, mathematical competence.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keragaman budaya
dan adat yang memunculkan kearifan lokal (local genius). Potensi keragaman
budaya yang dimiliki semestinya diartikan sebagai potensi dari sumber daya alam
(SDA), sumber daya manusia (SDM), budaya, geografis dan historis. Menurut
Gobyah dalam Kurniawan (2010) menyatakan bahwa local genius adalah
kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dari suatu daerah yang terbentuk
sebagai keunggulan masyarat setempat sehingga local genius dapat dikatakan
sebagai keunggulan lokal. Keunggulan lokal atau sering juga disebut kearifan
lokal merupakan sistem kebenaran yang telah membumi (tradisi) yang diwariskan
dari sebuah generasi ke generasi berikutnya. Namun disayangkan Indonesia belum
serius menggembangkan potensi local genius yang dimiliki. Negara ini terus
terbuai dengan produk-produk impor dari luar negeri. Akibatnya potensi SDA dan
SDM tidak berkembang. Dengan derasnya arus globalisasi dan perkembangan
IPTEK berdampak pada kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa ini mulai
memudar. Padahal Negara-negara yang telah maju adalah negara yang berdiri
56

kokoh dengan sumber dayanya, kekayaan alamya, dan keberagaman budayanya
sehingga mengakar kuat dengan kemandirian dan kepercayaan diri seperti
misalnya Jepang dan Korea Selatan yang mampu menjaga hubungan ideal antara
modernitas peradaban dengan tradisionalitas.
Sejak tahun 1998 terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap semua
aspek kehidupan Indonesia. Perubahan itu disebabkan oleh perubahan politik dan
tata pemerintahan yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Salah
satunya adalah diterapkannya desentralisasi bidang pendidikan. Departemen
Pendidikan Nasional hanya menentukan standar minimal yang harus dipenuhi,
untuk pengembangan lebih jauh terhadap standar tersebut diserahkan kepada
daerah masing-masing. Adanya desentralisasi kebijakan bidang pendidikan, maka
daerah melalui pendidikan dapat mengembangkan potensi wilayahnya sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat. Desentralisasi dalam bidang pendidikan
mendorong lahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan menjadi suatu trobosan efektif pada bidang pendidikan dalam
membangkitkan local genius. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
memiliki keleluasaan penuh untuk aktif mengembangkan potensi sekolah dan
daerah sekitarnya. Pengembangan local genius di sekolah dapat diintergrasikan
pada mata pelajaran maupun pada kegiatan ekstrakulikuler. Salah satunya adalah
pengintegrasian local genius pada mata pelajaran matematika.
Matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam 3 bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Karakter mata pelajaran matematika identik dengan angka, rumus dan
perhitungan-perhitungan, lebih menekankan cara berpikir deduktif dibandingkan
induktif. Materi pelajaran matematika bersifat abstrak dan sulit untuk
dibayangkan, menjadikan matematika terkesan sebagai pelajaran yang sulit dan
cenderung dihindari oleh sebagaian besar peserta didik sehingga berdampak pada
rendahnya capaian kompetensi matematika peserta didik. Menurut Richey dalam
Pribadi (2009), kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
memungkinkan seseorang dapat melakukan aktivitas secara efektif dalam
melaksanakan tugas dan fungsi pekerjaan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan. Kompetensi matematika merupakan pengetahuan, keterampilan,
kecakapan dan sikap yang dapat diperlihatkan oleh seseorang setelah menempuh
pembelajaran matematika yang tercermin dalam standar kompetensi matematika.
Kilpatrick dan Findell dalam Djamilah (2011) menyatakan salah satu bagian dari
kompetensi matematika adalah kompetensi stategis matematika (strategic
competence) merupakan kemampuan untuk memformulasikan,
mempresentasikan, dan menyelesaikan masalah matematika. Indikator yang dapat
dijadikan patokan untuk mengetahui kompetensi stategis matematika peserta didik
yaitu (1) mampu untuk memahami masalah, (2) mampu menyajikan suatu
masalah secara matematik dalam bentuk numerik, simbol, verbal atau grafik, (3)
mampu memilih rumus, pendekatan atau metode yang tepat untuk memecahkan
masalah, (4) mampu memeriksa kebenaran penyelesaian masalah yang telah
diperoleh.
Pembelajaran berbantuan media merupakan salah satu solusi untuk
mengkonkritkan materi matematika yang bersifat abstrak sehingga lebih mudah
57

dipahami oleh peserta didik. Oleh sebab itu diperlukan pembelajaran yang mampu
mengkonkritkan materi matematika yang bersifat abstrak, berorientasi pada
pemahaman, bermakna dan bertumpu pada local genius. Menurut Dwitagama
dalam Asmani (2012), pembelajaran berbasis local genius adalah pembelajaran
yang memanfaatkan keunggulan daerah dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa,
teknologi informasi, ekologi dan lainya yang semuanya bermanfaat bagi
pengembangan kompetensi peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk
persaingan global. Pembelajaran matematika berbasis local genius merupakan
pembelajaran yang memanfaatkan keunggulan lokal dalam aspek ekonomi,
budaya, bahasa, teknologi informasi, ekologi dan lainya yang semuanya
bermanfaat bagi pengembangan kompetensi matematika peserta didik.
Daerah Ubud merupakan daerah pariwisata yang terletak di kabupaten
Gianyar. Daerah Ubud sangat kaya akan kesenian serta kebudayaan yang
merupakan keunggulan setempat daerah ini. Mejejaitan merupakan bagian
kebudayaan yang berupa sistem sosial dilakukan menjelang pelaksanaan upacara
agama oleh masyarakat di Bali pada umumnya dalam hal ini termasuk tradisi yang
telah membumi di Ubud. Produk dari mejejaitan ini adalah berupa jejaitan,
sebagai simbol-simbol Tuhan dalam agama Hindu yang diwujudkan dalam bentuk
pola-pola/bentuk-bentuk tertentu. Penyediaan jejaitan merupakan sarana yang
harus tersedia (muntlak) dalam setiap upacara agama di Bali. Meskipun pola,
bentuk serta nama jejaitan di setiap daerah di Bali sama tetapi di masing-masing
daerah memiliki karakteristik, termasuk jejaitan di daerah Ubud memiliki ciri
khas, keunikan serta kreasi tersendiri bagi daerah ini. Sehingga jejaitan ini
merupakan salah satu local genius dari daerah Ubud. Bentuk dan pola jejaitan ini
merujuk pada bentuk geometri baik itu berupa geometri bidang maupun geometri
ruang. Dengan demikian jejaitan dapat digunakan sebagai salah satu media dalam
mengkonkritkan materi maupun konsep matematika.
Berdasarkan pernyataan Vygotsky dalam Sinaga (2008) bahwa fungsi
mental yang lebih tinggi (individu yang unik) mengandung unsur sosial (budaya)
dan sosial semu yang bersifat alami. Fungsi mental yang lebih tinggi dapat dicapai
lewat interaksi sosial yang melibatkan fakta-fakta dan simbol-simbol. Fakta dan
simbol dari lingkungan budaya mempengaruhi perkembangan pemahaman
individu. Oleh sebab itu, pemanfaatan budaya yang merupakan bagian dari local
genius dapat memberikan rangsangan fungsi mental yang lebih tinggi pada
pembelajaran matematika. Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran
matematika berbasis local genius terhadap kompetensi matematika peserta didik.
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah (1) bagi siswa, dapat
meningkatkan kompetensi matematika peserta didik serta dapat mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan nyata terutama pada pelestarian local genius, (2)
bagi guru dapat dijadikan acuan dalam merancang kegiatan serta pelaksanaan
kegiatan pembelajaran matematika yang berbasis local genius, (3) bagi sekolah,
memberikan acuan dalam penerapan pembelajaran yang berpengaruh terhadap
peningkatan kompetensi peserta didik yang berbasis local genius.




58

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis kuasi eksperimen/eksperimen semu dengan
rancangan nonequivalent posttest only control group design. Populasi penelitian
berupa seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Ubud Tahun Pelajaran
2012/2013 berjumlah 286, tersebar dalam 8 kelas yaitu kelas VIIIA, VIIIB, VIIIC,
VIIID,VIIIE,VIIIF,VIIIG,VIIIH. Pengambilan sampel menggunakan tehnik
simple random sampling terhadap kelas-kelas populasi. Melibatkan variabel bebas
berupa pembelajaran matematika berbasis local genius dan variabel terikat berupa
capaian kompetensi matematika. Berdasarkan sifatnya, data adalah merupakan
data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes (mengukur kompetensi strategis
matematika merujuk pada kemampuan pada ranah kognitif) dan berdasarkan
sumbernya yaitu merupakan data primer karena diperoleh secara langung dari
sumbernya. Data dikumpulkan dengan instrumen yang sebelumnya diuji validitas
maupun reliabilitasnya menggunakan rumus korelasi produk moment sebagai
berikut.

()()
*

()

+*

()

+

Keterangan :

= Koefisien validitas
X = Skor dari tes
Y = Skor total
N = Jumlah responden

Instrumen dinyatakan valid jika nilai

> r
tabel
pada taraf signifikansi 5%.
Hasil analisis menunjukan, dari 10 soal tes kompetensi matematika yang diuji
validitasnya, diperoleh bahwa 10 soal tes kompetensi matematika valid pada taraf
signifikansi 5%.

Tabel 1. Hasil uji validitas instrumen penelitian
No Soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.45 0.42 0.43 0.65 0.74 0.75 0.54 0.64 0.79 0.69

0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33
N 35
Kesimpul
an
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Uji reliabilitas menggunakan analisis rumus alphacronbach dengan rumus

] [

]
Keterangan :

= Reliabilitas instrumen
Banyaknya butir soal

Total varian butir

Total varian
59


Instrumen tersebut dinyatakan reliabel jika nilai

> r
tabel
pada taraf
signifikansi 5 %. Berdasarkan hasil uji reabilitas diperoleh r
11
= 0.819 sedangkan
r
tabel
pada taraf signifikansi 5% adalah 0.334. maka

>r
tabel
, sehingga soal tes
kompetensi matematika dinyatakan reliabel.

Tabel 2. Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian
Soal tes
Kompetensi
matematika
Jumlah
soal
N r
11

Kesimpulan
10 35 0.819 0.334 reliabel

Hipotesis yang diuji merupakan jenis hipotesis komparatif, maka
digunakan analisis t-test yang menunutut 2 uji prasyarat yaitu uji normalitas dan
uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan tehnik analisis Chi-Square ( X
2
)
dengan rumus:
X
2
hit=
(


Keterangan:
fo = frekuensi observasi
fe = frekuensi empiris ( frekuensi harapan )
i = kelas interval
Pengambilan keputusannya adalah jika X
2
hit
< X
2
tabel
pada taraf
signifikansi 5 % dan derajat kebebasan ( db ) = ( k-1 ) dengan k adalah jumlah
sampel, maka dapat diinterpretasikan bahwa data tersebut berdistribusi normal.

Tabel 3. Hasil uji normalitas data
No Kelompok Sampel
Jumlah
Sampel
X
2
hit
X
2
tabel

Kesimpul
an
1 Eksperimen 36 2.2585 11.070 Normal
2 Kontrol 33 7.578049 11.070 Normal

Uji homogenitas mengunakan uji F dari Havley dengan rumus:
F =


Keterangan

= varian yang lebih besar

= varian yang lebih kecil


Pengambilan keputusan adalah F
hit
< F
tabel
dengan F
tabel
= F
(db pembilang 1,
db penyebut -1 )
pada taraf signifikansi 5%, maka data homogen, sedangkan apabila F
hit
> F
tabel
dengan F
tabel
= F
(db pembilang 1, db penyebut -1 )
pada taraf signifikansi 5 %,
maka data tidak homogen.






60

Tabel 4. Hasil uji reliabilitas data
No
Kelompok
Sampel
Jumlah
Sampel


F
hitung
F
tabel

Kesimpul
an
1 Eksperimen 36 362.521
2.262 1,7886
Tidak
Homogen
2 Kontrol 33 160.275

Karena salah satu uji prasyarat tidak dipenuhi, maka menurut Sugiono dalam
Koyan (2012) untuk uji hipotesis mengunakan t-test dengan rumus sparated
varians sebagai berikut:
t
hit
=


Keterangan
M
1
= rata- rata kelompok eksperiment
M
2
= rata- rata kelompok kontrol
n
1
= jumlah sampel kelompok eksperimen
n
2
= jumlah sampel kelompok kontrol

= varian kelompok eksperimen

= varian kelompok kontrol



Pengambilan keputusannya adalah jika |

| t
tabel
pada taraf signifikansi
5% dengan harga t
tabel
pengganti dihitung dari selisih harga t
tabel
dengan db = (n
1
-
1) dan db = (n
2
-1) dibagi 2 kemudian ditambahkan dengan t terkecil, maka H
a

diterima dan H
0
ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan uji hipotesis diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil uji hipotesis
No
Kelompk
Sampel
n M


t
hitung
t
tabel

Keputusan
1 Eksperimen 36 67.33 362.521
7.002 2.034705
tolak Ho,
terima Ha
2 Kontrol 33 40 160.275

Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh dari perlakuan yang
diberikan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis t-test, diperoleh t
hitung
adalah
7.002 dan t-tabel pengganti pada taraf signifikansi 5% adalah 2.035. Ini berarti
t
hitung
> t
tabel
, maka hipotesis nol (H
0
) yang menyatakan tidak terdapat pengaruh
penerapan pembelajaran matematika berbasis local genius terhadap kompetensi
matematika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Ubud tahun pelajaran
2012/2013 ditolak sedangkan hipotesis alternative (Ha) yang menyatakan terdapat
pengaruh penerapan pembelajaran matematika berbasis local genius terhadap
kompetensi matematika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Ubud tahun
pelajaran 2012/2013, diterima. Pengaruh yang terjadi dapat terlihat dari hasil t-test
yang dilakukan yang menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara skor
61

rata-rata kelompok eksperimen dan skor rata-rata kelompok kontrol.Perbedaan
rata-rata skor yang diperoleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dimana
skor rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari skor rata-rata kelompok
kontrol. Skor rata-rata kelompok eksperimen adalah 67.33 dan skor rata-rata
kelompok kontrol adalah 40.00. Dengan demikian dapat dikatakan penerapan
pembelajaran berbasis local genius memberikan pengaruh positif terhadap
peningkatan kompetensi matematika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Ubud
tahun pelajaran 2012/2013. Dalam implementasi penerapan pembelajaran
matematika berbasis local genius, peserta didik diajak untuk melihat memahami
matematika melalui pengalaman nyata dan mengemukakan gagasannya dengan
menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan terdapat di
lingkungan sekitar peserta didik terutama lingkungan budaya. Berdasarkan
gagasan tersebut, peserta didik dapat mengkontruksikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki termasuk pengalaman
sosial dan pengalaman budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam
Ratnadi (2010) yang menyatakan seseorang memperoleh kecakapan intelektual,
pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara
yang ia rasakan dan diketahui pada satu sisi dengan apa yang ia lihat sebagai suatu
fenomena baru sebagai pengalaman. Paham kontrukstivisme dalam Winataputra
(2007) memandang bahwa pengorganisasian pola pengalaman dalam diri manusia
pada dasarnya berulang (self reperent). Hal ini menunjukan bahwa pengalaman
atau pengetahuan manusia tumbuh dan berkembang secara saling terkait dan
manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan, budaya dan orang lain
disekitarnya. Dari paham tersebut menunjukan membelajarkan peserta didik yang
melibatkan sosio kultural, fakta dan simbol-simbol budaya menjadikan
pengetahuan tidak diterima secara pasif melainkan diinterpretasikan dan dibangun
aktif oleh individu melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan
lingkungan termasuk lingkungan budaya.Didukung oleh pendapan Vygotsky
dalam Ratnadi (2010) yang menekankan pada pembelajaran sosiokultural dengan
penekananya pada lingkungan sosial pembelajaran. Sejalan dengan pendapat
Vygotsky, Burner dalam Sinaga (2008) berpendapat salah satu model
pembelajaran kongnitif adalah pembelajaran penemuan (discovery learning)
dimana dalam pembelajaran ini peserta didik didorong untuk terlibat aktif dalam
penemuan berbagai konsep dan prinsip melalui hasil abstraksi berbagai objek
budaya.
Dengan demikian dalam pembelajaran matematika berbasis local genius,
peserta didik terlibat aktif dalam berlangsungnya proses pembelajaran dan
menjadikan pembelajaran matematika bermakna sehingga berpengaruh pada
peningkatan kompetensi matematika peserta didik.









62

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas
dapat disimpulakn bahwa terdapat pegaruh positif penerapan pembelajaran
matematika berbasis local genius terhadap kompetensi matematika peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 2 Ubud tahun pelajaran 2012/2013.
Dari simpulan diatas, maka dapat disarankan (1) dalam proses pembelajaran
terutama pembelajaran matematika diharapkan menjadikan pembelajaran
matematika berbasis local genius sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran
matematika dengan pengembangannya pada materi-materi matematika lainya, (2)
adanya penelitian lanjutan yang berkaitan dengan pembelajaran matematika
berbasis local genius pada potensi local genius yang lainya dengan melibatkan
sampel yang lebih luas.

DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Khoiru, dkk. 2012. Mengembangkan Pendidikan berbasis Keunggulan
Lokal Dalam KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Asmani, Mamur 2012.Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Jogjakarta:
DIVA Press.
Benny Kurniawan, Gede. I mplementasi Pendekatan Kontekstual Bernuansa
Lokal Genius Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar
Matematika Peserta didik.Jurnal Pendidikan Kerta Mandala Vol.3,
No.3, Oktober 2010.ISSN 2085-9716.Tersedia pada
http://www.google.co.id/#hl=id&output=search&sclient=psyab&q=pem
belajaran+berbasis+keunggulan+lokal&o.Diakses pada tanggal 11
November 2012.
Bondan,Widjajanti Djamilah. Pengembangan Kecakapan Matematis
Mahapeserta didik Calon Guru Matematika Melalui Strategi
Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah.DalamProsiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta,14Mei 2011. Tersedia pada
http://www.google.com /# hl = en&tbo=d&output=search&sclient=psy-
ab & q =aspek + kompetensi + matematika & oq = aspek + kompetensi
+ matematika & gs
_l=hp.3..33i21.2934.12690.0.13859.27.24.0.3.3.2.1744.13628.3-3j4j11j
3j0j1.22.0.les%3B..0.0...1c.1. riKsCJa2 qp0&pbx= 1&bav =on.2,or.r
_gc.r_pw.r _qf.&bvm = bv.1355534169,d. bmk& fp =
5ccac7f1da33622b & bpcl =40096503&biw=1024&bih=410. Diakses
pada 16 Desember 2012.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Eka Mahendra, Wayan. 2012. Statistika I nfrensial. Diktat kuliah (tidak
diterbitkan).IKIP PGRI Bali.
Koyan, I Wayan, 2012.Statistika Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif.
Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha Press.
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat.
Ratnadi, Ni Wayan dan I Wayan Suanda. 2010. Pengaruh Implementasi
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Prestasi Belajar I PA
63

dan Sikap I lmiah Siswa Kelas VI I I SMP Negeri 11 Denpasar Tahun
Pelajaran 2009/2010.Jurnal Edukasi Matematika dan Sains (JEms)
FPMIPA IKIP PGRI Bali Volume 1, Nomor 1, September 2012.ISSN
2302-2124.
Sadiman, Arief, dkk. 2011. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana.
Sinaga, Bornok, dkk. 2008. Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis
Budaya Batak (PBM-B3). Tersedia
padahttp://digilib.unimed.ac.id/pengembangan-model-pembelajaran
matematika-berdasarkan-masalah-berbasis-budaya-batak-pbmb3-
22196.html.Diakses pada 11 November 2012
Subagiada, Wayan dan I Gusti Lanang Wiratma. 2006. Potensi-Potensi Kearifan
Lokal Masyarakat Bali. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri
Singaraja,No 3 TH. XXXIX Juli 2006. ISSN 0215 8250. Tersedia pada
http://www.google.co.id/search?q = pendidikanberbasis local
genius&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en. Diakses pada
tanggal 3 Oktober 2012.
Sukmadinata, Syaodih dan Erlina Syaodih. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran
Kompetensi . Bandung. Refika Aditama
Tambang Raras, Niken. 2007. Metanding dan Mejejahitan Edisi ke 2. Surabaya :
Paramitha.
Warna, I Wayan. 1993. Kamus Bali-I ndonesia. Denpasar.Dinas Pendidikan
Dasar Provinsi Bali.
Winataputra, Udin. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran .Jakarta : Universitas
Terbuka
Wisnu Wardana, Cok Putra, dkk . 2003. Materi Pengasraman Anak. Denpasar :
Yayasan Widya Werddhi Sabha














64

Konsep Ajaran Tri Hita Karana
Dapat Menjaga Kelestarian Biodiversitas Hayati
Untuk Pembelajaran Biologi

Oleh
I Wayan Suanda
NIDN. 0031126547
Jurusan/PS. Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali

ABSTRACT
Tri Hita Karana concept in the Learning Biology to preserve the
biodiversity of biological
Tri Hita Karana (THK) contains the meaning of the three causes of well-
being, sourced on the relationship between human harmony with God, with fellow
human beings and human beings with the environment. Meaning of the three
causes of well-being in the contexts of global development is applied in the case
of sustainable development that is consistent with the nature to bring positive
impact not only for human life but also for the environment. This being the third
cause, for Hindus still held firm as swadharmanya in carrying out the teachings of
religion, nation and state. Through out the concept of Tri Hita Karana that
contained a very deep philosophical mempuni in conducting religious life, nation
and state, as well as the values of pregnancy there is a sense of love. From a sense
of love that gives inspiration to the occurrence of a harmonious life, harmonious
and mutual respect, and so there is a mind and the behavior to maintain its
existence, including biodiversity of living creatures on this earth.
The existence of ritual activity which always associated with biodiversity
of flora and fauna form can provide inspiration to keep on environmental
sustainability. Caring out for biodiversity preservation have religious value, art
and economics, so keberadaanya necessary and should be kept remembering will
use the land subsidence can not be discharged in ceremonial activities (upakara).
To keep the form of sustainable biodiversity of flora and fauna then appeared
inspiration and desire to cultivate a number of crops. It can be used as a means of
ceremonial activities / ceremony both on the home page, in the school garden of
Eka Karya Bali Gardens. The programme of cultivating crops in the school garden
can be also used as a medium of learning biology.

Keywords: Tri Hita Karana, Biodiversitas, Learning Biology

PENDAHULUAN
Istilah Tri Hita Karana (THK) pertama kali muncul pada tanggal 11
November 1966, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah I (pertama)
Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar.
Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan
dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat
sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita
Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat, bahkan istilah ini menjadi
sangat populer. Secara leksikal Tri Hita karana berarti tiga penyebab
kesejahteraan. (Tri = Tiga, Hita = Sejahtera, Karana = Penyebab). Tri Hita karana
65

(THK) mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada
keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
sesamanya dan manusia dengan lingkungan. Pengertian tiga penyebab
kesejahteraan itu dalam konteks pembangunan secara global hal ini diterapkan
dalam pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang selaras
dengan alam sehingga membawa dampak positif tidak hanya bagi kehidupan
manusia tetapi juga bagi lingkungan. Pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) ini bertujuan untuk menciptakan suatu kehidupan yang
nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Nyaman berarti masyarakat dapat
mengaplikasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia,
produktif berarti proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien, sehingga
mampu memberikan nilai ekonomi untuk kesejahteraan, dan berkelanjutan yang
berarti kualitas lingkungan fisik harus terus dipertahankan bahkan dapat
ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan saat ini tetapi juga untuk generasi
yang akan datang. Pemanfaatan sumber daya alam yang berpedoman pada filosofi
THK untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan Tuhan, kearifan local serta
dengan alam (lingkungan)
Ketiga penyebab kesejahteraan ini, bagi umat Hindu tetap dipegang teguh
sebagai swadharmanya dalam menjalankan ajaran agama, berbangsa dan
bernegara. Melalui konsep Tri Hita Karana itulah terkandung filosofis yang sangat
dalam dan mempuni di dalam menjalankan kehidupan beragama, berbangsa dan
bernegara, termasuk juga mengandung nilai-nilai adanya suatu rasa cinta kasih.
Dari rasa cinta kasih itulah memberikan inspirasi untuk terjadinya kehidupan yang
harmonis, rukun dan saling menghargai, sehingga ada pikiran dan prilaku untuk
menjaga keberadaannya, termasuk biodiversitas (keanekaragaman) dari makhluk
hidup di muka bumi ini. Pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai
keperluan secara tidak seimbang ditandai dengan makin langkanya beberapa jenis
flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem dan
menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di
Indonesia masih dapat menopang kehidupan. Konservasi sumber daya hayati di
Indonesia diatur oleh UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan
hidup. Azas yang digunakan dalam pengelolaan linggungan hidup adalah azas
tanggung jawab, berkelanjutan dan manfaat. Upaya konservasi keaneka ragaman
ekosisitem di Indonesia dilakukan secara insitu yang menekankan terjamin
terpeliharanya keaneka ragaman hayati secara alami melalui proses
evolusi.Pelestarian eksitu berarti memindahkan jenis dari habitatnya untuk
dilestarikan dan diamankan. Pendirian kebun raya Bogor, kebun binatang,
penangkaran hewan langka seperti badak, jalak bali, rusa timor,jenis satwa piaraan
seperti sapi, kambing, kuda dan ayam. Untuk tumbuh-tumbuhan, seperti kayu
hitam, sawo kecik, cendana, nagasari dan lain-lain merupakan upaya pelestarian
exsitu yang tidak perlu mengganggu populasi alaminya.Sebenarnya secara
tradisional masyarakat Indonesia telah memiliki pola pelestarian alam yang
ekologis, misalnya tidak boleh menebang pohon beringin, tidak boleh menebang
bambu di hari minggu (Redite = bahasa Bali), kalau menebang satu pohon harus
menanam penggantinya lebih dari satu. Rasa cinta kasih dan pelestarian terhadap
keanekaragaman hayati juga diimplementasikan terhadap flora dan fauna, seperti
adanya upakara (otonan) pada tanaman saat Tumpek Bubuh dan upakara
(otonan) hewan pada Tumpek Kandang, tidak boleh mengambil ikan di lubuk,
66

dan lain-lain, namun karena kemajuan teknologi warisan tradisional tersebut
memudar.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis memiliki inspirasi
untuk membuat suatu tulisan yang mengkaji Konsep Ajaran Tri Hita Karana
dapat menjaga Kelestarian Biodiversitas Hayati untuk Pembelajaran Biologi.
Tujuan yang ingin dicapai pada kajian ini yaitu (1) Terpeliharanya kultur lokal
yang dilandasi falsafah Tri Hita karana. (2) Konservasi sumber daya alam berupa
pelestarian keanekaragaman (biodiversitas) makhluk hidup terutama tumbuh-
tumbuhan sebagai media dalam pembelajaran biologi. Dengan menerapkan Tri
Hita Karana secara tulus, mantap, kreatif dan dinamis akan terwujudlah kehidupan
harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya yang astiti bakti
terhadap Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, hidup rukun, harmonis
dan damai dengan sesamanya serta cinta kepada kelestarian lingkungan dengan
memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang sangat bermanfaat dalam
pelajaran biologi.

TINJAUAN PUSTAKA
Hakikat Tri Hita Karana
Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh.
Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka
ragaman budaya dan lingkungan di tengah
hantaman globalisasi dan hemogonisasi. Pada dasarnya hakikat ajaran Tri Hita
Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga
hubungan itu meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan dengan
sesama manusia dan hubungan dengan alam sekitar, yang saling terkait satu sama
lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek
sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan
lainnya. Apabila keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan menghindari
dari pada segala tindakan buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai.
Hakikat mendasar Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab
kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antaraManusia dengan
Tuhan nya, Manusia dengan alam lingkungannya, dan Manusia dengan
sesamanya. Dengan menerapkan falsafah tersebut diharapkan dapat menggantikan
pandangan hidup modern yang lebih
mengedepankan individualisme dan materialisme serta mendegradasi hakikat
ajaran Tri Hita Karana. Membudayakan Tri Hita Karana akan dapat memupus
pandangan yang mendorong konsumerisme, cemburu, pertikaian dan gejolak.

Unsur-Unsur Tri Hita Karana
Unsur-unsur Tri Hita Karana meliputi (1) Sanghyang Jagatkarana,
penerapannya berupa hubungan manusia dengan Tuhan (Ida Sanghyang Widhi
Wasa) yang diwujudkan dalam upacara Dewa Yadnya. (2) Manusia,
implementasi dalam kehidupannya melalui keharmonisan dalam kehidupan yang
beragam dalam berbangsa dan bernegara dan dalam ajaran agama Hindu
dituangkan dengan upacara Pitra Yadnya, Rsi Yadnya serta Manusa Yadnya. (3)
Bhuana, penerapannya berupa hubungan manusia dengan lingkungannya yang
diwujudkan dengan Bhuta Yadnya dan rasa mencintai lingkungan beserta isinya,
dengan menjaga kelsestariannya.
67


Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu di Bali dapat
dijumpai dalam perwujudan.

1. Parhyangan
Parahyangan untuk di tingkat daerah berupa Kahyangan
Jagat
Di tingkat desa adat berupa Kahyangan Desa atau
Kahyangan Tiga
Di tingkat keluarga berupa Pemerajan atau Sanggah.
2. Palemahan
Palemahan di tingkat daerah meliputi wilayah Propinsi
Bali
Di tingkat Desa Adat meliputi asengken bale agung
Di tingkat keluarga meliputi pekarangan perumahan
3. Pawongan
Pawongan untuk di tingkat daerah meliputi umat Hindu di
Bali.
Untuk di desa adat meliputi krama desa adat
Tingkat keluarga meliputi seluruh anggota keluarga

Adanya rasa hormat dan bhaktiterhadap tiga unsur dalam konsep Tri Hita
Karana, bisa dilakukan dengan melakukan persembahan berupa upacara Dewa
Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, Bhuta Yadnya dan upacara
lainnya. Dalam kegiatan upacaratersebut untuk di Bali tidak bisa dilepaskan
dengan pembuatan banten berupa sesaji untuk persembahan. Untuk membuat
banten tersebut diperlukan sarana yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, (seperti
buah-buahan, bunga, daun dan bagian tumbuhan lainnya). Demikian juga
diperlukan hewan(seperti ayam, itik, kambing, babi, sapi dan sebagainya) yang
selalu berkaitan dengan keberadaan flora dan fauna. Contoh Masyarakat Bali
bukan hanya menganggap pisang sebagai buah untuk dikonsumsi, tetapi juga
bernilai sosial religius dalam upacara keagamaan yang kebutuhannya mencapai
70% dari produksi. Banten (sesaji) sebagai persembahan di Pura tidak boleh tanpa
pisang, bahkan di Pura besar, ada beberapa banten yangmemerlukan sampai 70
jenis pisang. Oleh karena itu buah pisang yang diperlukan setiap tahun terus
meningkat karena bagi masyarakat Bali (Hindu) buah pisang digunakan sebagai
representasi buah-buahan pada sesajen (Suanda dan Setiawan, 2009).
Usaha untuk melestarikan lingkungan alam dengan sebaik-baiknya juga
ditemukan dalam agama Hindu, dan kajian ini mencoba untuk memberi jawaban
tentang karangka konseptual Hindu dalam melihat hubungan timbal balik antara
manusia dan lingkungan hidup, seperti: Upacara Tumpek Bubuh (Tumpek Uduh)
pada masyarakat Bali, yang dilaksanakan pada hariSaniscara Kliwon
Wariga setiap 210 hari sekali dapat ditanggapi sebagai usaha untuk melestarikan
lingkungan. Upacara ini adalah dalam rangka pemujaan Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Dewa Sangkara sebagai dewanya tumbuh-
tumbuhan.Upacara Tumpek Kandang, yang diselenggarakan untuk menyatakan
terima kasih kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Pasupati pencipta
binatang seperti ayam, itik, babi, dan sapi yang telah membantu pekerjaan
manusia maupun sebagai makanan. Upacara ini dilaksankan pada hari Saniscara
Kliwon Uye setiap 210 hari sekali. Dalam masyarakat Bali juga ada petunjuk yang
menyatakan bahwa tidak boleh menebang pohon bambu pada hari Minggu, tidak
68

boleh menebang kayu untuk bangunan apabila harinya berisi was(menurut
kalender Bali hari was datang setiap enam hari sekali), tidak boleh menyakiti
binatang seperti memotong ekor si putung (capung) memotong ekor cecak,
mencari anak burung di sarangnya.
Adanya kegiatan upacara yang selalu berkaitan dengan keanekaragaman
hayati berupa flora dan fauna, dapat memberikan inspirasi untuk menjaga
kelestariannya di alam. Menjaga kelestarian keanekaragaman hayati memiliki
nilai religius, seni dan ekonomi, sehingga keberadaanya perlu dan harus dijaga
mengingat akan kegunaannya yag tidak bisa dilepaskan dalam kegiatan
upacara/upakara. Untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati berupa flora
dan fauna itu, maka muncul inspirasi dan keinginan untuk membudidayakan
beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana upakara/upacara,
baik di halaman rumah, di kebun sekolah maupun Kebun Raya Eka Karya Bali.
Pembudidayaan tanaman upakara di kebun sekolah juga dapat dijadikan sebagai
media pembelajaran biologi.

Unsur atau Elemen Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Dalam tulisan ini akan dibahas secara sigkat makna dan pentingnya
keanekaragaman hayati, permasalahan umum, tindakan yang telah dan sedang
dilakukan pemerintah dalam melestarikan keanekaragaman hayati, serta
bagaimana para guru dalam menularkan pemahaman keanekaragaman hayati
kepada anak didiknya. Istilah keanekaragaman hayati (ragam hayati, keanekaan
hayati, biodiversitas, biodiversity) belakangan ini semakin sering terdengar.
Keanekaragaman hayati merupakan istilah yang digunakan untuk derajat
keanekaragaman sumberdaya alam hayati, meliputi jumlah maupun frekuensi dari
ekosistem, spesies, maupun gen di suatu daerah Pengertian yang lebih mudah
dari keanekaragaman hayati adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam
hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi. Keanekaragaman
makhluk hidup dari semua sumbertermasuk di antaranya daratan, lautan, dan
ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologis yang merupakan bagian
dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies, di antara
spesies, dan ekosistem. Selanjutnya WWF (1989) menyebut biodiversitas sebagai
keanekaragaman hidup di bumi, mencakup jutaan spesies tumbuhan, hewan,
mikroorganisme; materi genetik yang dikandungnya; serta ekosistem yang
dibangun sehingga menjadi sebuah linkungan hidup. Peran biologi penting dalam
pengelolaan lingkungan. Biodiversitas mempelajari keanekaragaman hayati
(ekosistem, spesies, populasi, dll) serta mempelajari nilai flora, fauna dan
mikroba. Dalam kegiatan ini diperlukan pengetahuan biologi dalam bidang
botani seperti morfologi, fisiologi, taksonomi, anatomi tumbuhan, zoologi seperti
taksonomi, fisiologi, dan ekologi hewan sertamikologi (jamur). Demikian juga
biologi dibutuhkan dalam proses reforestasi, revegetasi dan restorasi yang
memerlukan kemampuan untuk mempelajari karakteristik (jenis, habitat, dll)
flora dan fauna yang dapat hidup di suatu wilayah tertentu.
Konsep penanganan masalahlingkungan hidup diawali dengan identifikasi
terhadap kejelasan elemen atau unsur yang dikelola atau menjadi permasalahan.
Penerapan konsep-konsep biologi dilakukan berdasarkan hasil kajian terhadap
tatanan unsur biologi (biological diversity). Dalam dokumen hasil Convention on
Biological Diversity (CBD) tahun 1992 disebutkan bahwa elemen atau unsur
69

biological diversity (keanekaragaman hayati) terdiri dari tingkat genetik (gen),
spesies dan ekosistem. (1) Tingkat genetik dan kromosom yang merupakan
pembawa sifat keturunan. Bila kita perhatikan persamaan suatu individu
organisme dengan lainya, dapat kita lihat bahwa tidak ada satu individu yang
penampilannya persis sama dengan individu yang lain. Perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan gen yang terkandung di dalamnya. Pada konsep keanekaragaman
gen ini satu hal yang sangat penting untuk diketahui karena terkait dengan
kehidupan sehari-hari adalah plasma nutfah. Plasma nutfah adalah substansi
genetikyang ada pada setiap individu mahluk hidup. Sebagai ilustrasi dapat kita
contohkan suatu jenis tumbuhan yang memiliki plasma nutfah yang tinggi yakni
pisang. Kita ketahui banyak terdapat jenis pisang, misalnya pisang kepok, uli,
raja, rajasere, ambon, tanduk, kapas, lampung, dan pisang batu. Contoh lain
adalah plasma nutfah untuk mangga, misalnya mangga arumanis, golek, kweni,
kebembem, bacang, kopyor, telur, santok, janis, dan bapang. (2)
Keanekaragaman pada tingkat jenis, atau dalam istilah biologi dikenal dengan
istilah spesies. Di dalam rumah, misalnya kita dapat mendaftar berbagai spesies
yang ada, misalnya rumput manila, puring, kelapa, pisang, bunga pukul empat,
bunga mawar, bambu, belalang sembah, katak sawah, semut merah, cacing,
kadal, capung, kupu-kupu, burung sesap madu, burung kacamata. Semuanya ini
merupakan spesies tumbuhan dan hewan. (3) Keanekaragaman ekosistem.
Keanekaragaman ekosistem ini berkaitan dengan kekayaan tipe habitat (tempat
tumbuh). Andaikan kita berada di daerah gurun, maka tipe habitat yang mungkin
ada hanyalah padang pasir dan oase. Berbeda halnya dengan keanekaragaman
hayati di hutan, di sawah, di ladang dan lainya.

Pentingnya Keanekaragaman Hayati
Mengapa akhir-akhir ini konsep keanekaragaman hayati menjadi sangat
penting?
Konsep keanekaragaman hayati ini sangat strategis dan penting karena telah
banyak issue-issue yang timbul dan dapat dinaungi oleh satu istilah yaitu
keanekaragaman hayati. Beberapa issue yang terkait dengan konsep
keanekaragaman hayati kepunahan spesies, pembukaan lahan, kebakaran hutan,
pemilihan jenis untuk penghijauan, rekayasa genetika, pelestarian spesies dan
alam secara keseluruhan, pemenuhan kebutuhan pangan, ekspedisi pencarian
bahan obat-obatan, pencemaran lingkungan, pemanasan global, kearifan
tradisonal, wisata alam, dan masih banyak yang lainnya.
Keanekaragaman hayati sendiri perlu kita jaga dan lestarikan karena
manfaatnya sungguh luar biasa bagi manusia karena merupakan sarana penyedia
pangan, sandang, papan, obat-obatan, rekreasi dan sarana upakara. Contoh
tanaman tebu sebagai sarana upacara adat yakni: tebu ratu/raja, tebu tiying, tebu
kuning, tebu tawar, tebu swat, tebu selem (cemeng/ireng/ hitam), tebu malem dan
tebu salah. Beberapa masyarakat Tabanan (Bali) dapat membedakan varietas tebu
tersebut dengan cara menyebutkan ciri-ciri berikut (1) Tebu ratu/raja adalah tebu
yang paling besar ukurannya, batangnya kuat berwarnakekuningan dan banyak
mengandung air. Diameter batang dapat mencapai 6 cm dan tinggi mencapai
6 m. (2) Tebu tiying adalah tebu yang kulit batangnya keras dan kaku menyerupai
tiying/bambu. Batang berwarna agak kuning, diameter batang 3-5 cm, panjang
ruas 5-11 cm dan tingginya dapat mencapai + 5 m. (3) Tebu kuning/arjuna adalah
70

tebu yang menyerupai tebu tiyingbatangnya berwarna kuning mulus, licin, airnya
banyak, dan rasanya paling manis. (4) Tebu tawar/tabah adalah tebu yang
perawakannya mirip dengan tebu tiying dengan kulit batang berwarna kuning
kehijauan. Batang mengandung banyak air dan rasanya tawar/tabah/blangsah. (5)
Tebu swat adalah tebu yang mirip dengan tebu kuning, namun pada ruas terdapat
garis-garis hijau memanjang (swat/garis) dan rasanya kurang manis. (6) Tebu
selem (ireng/hitam/cemeng) adalah tebu yang kulit batangnya berwarna coklat
kehitaman. Diameter batang 2-4 cm, tinggi 4-5 m. Perawakannya besar mirip
tebu ratu. Batangnya banyak mengandung air dan rasanya kurang manis. (7) Tebu
malem adalah tebu yang mirip dengan tebu ratu, hanya saja ruas batangnya lebih
pendek, lebih keras, kadar airnya lebih sedikit dan lebih manis. (8) Tebu salah
adalah tebu yang perawakannya mirip gelagah (Saccharum spontaneum). Batang
berwarna kuning keputihan, berdiameter 2-3,5 cm dan panjang ruas 7-11 cm.
Kadar airnya lebih banyak dan rasanya lebih manis.
Bisa diamati bahwa kehidupan kita sekarang ini tergantung kepada
keanekaragaman hayati, misalnya padi, sayur-sayuran, kapas, kayu, obat-obatan
(sirih, kumis kucing, kejibeling, daun dewa, brotowali), bunga-bungaan (bunga
jepun Bali yang memiliki puluhan variasi bunga, kelapa dengan puluhan jenis
termasuk hewan ternak dan unggas. Keanekaragaman hayati ekosistem juga
memberikan peluang untuk melakukan rekreasi alam. Keanekaragaman hayati
perlu pula dipertahankan karena merupakan komponen tatanan yang penting
dalam ekosistem dan siklus biokimiawi. Contohnya, tanaman menghasilkan
oksigen yang penting untuk kehidupan manusia. Akar-akarnya mampu menahan
erosi tanah, sementara serasah dedaunnya dapat menyuburkan tanah.

Keanekaragaman Hayati dalam Pembelajaran Biologi (IPA)
Meskipun peserta didik di tingkat SD secara langsung belum diajarkan
konsep keanekaragaman hayati, sesungguhnya sedikit-sedikit konsep
keanekaragaman hayati ini secara tidak langsung telah diajarkan. Pelaksanaan
penyampaian materi keanekaragaman hayati ini dapat dilakukan melalui
pendekatan integratif, yang memadukan atau menyatukan materi ke dalam
pelajaran tertentu (Muntasib dan hikmat, 1999). Untuk itu tentu saja pemahaman
keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh para guru harusah mencukupi agar
topik ini dapat disampaikan dengan lebih baik dan menarik.
Materi Pelajarankeanekaragaman hayati pada tingkat sekolah menengah
(SMA/SMK dan SMP), proses pembelajarannya dapat diterapkan di lapangan,
yaitu di kebun atau taman sekolah yang memiliki beraneka ragam variasi tanaman
sebagai perindang dan pemberi seni serta estetika pada lansdskip sekolah. Guru
mengajak peserta didik mengamati keanekaragaman jenis tanaman yang ada di
kebun/taman sekolah sambil menjelaskan materi pelajaran tersebut. Konsep
pembelajaran dengan model ini yang langsung dapat diamati dapat dikaitkan
dengan kehidupannya sehari-hari, seperti misalnya yang berhubungan dengan
tanaman upakara, tanaman obat (biofarma), tanaman hias, sebagai pestisida
nabati, dan lain sebagainya.
Guru mempunyai peran yang sangat penting bagi pengembangan
pengertian dan sikap peserta didik terhadap keanekaragaman hayati. Serangkaian
kegiatan yang bertemakan keanekaragaman hayati dapat dilakukan di seputar
sekolah, misalnya mencatat macam-macam plasma nutfah (sayuran, buah,
71

bumbu, tanaman obat) melalui kunjungan ke pasar, penanaman halaman sekolah
dengan berbagai tanaman yang berguna, mempelajari sebuah tipe ekosistem
(danau kecil/situ, sungai, sawah, hutan kecil), mengunjungi dan mempelajari
koleksi kebun raya, mengadakan berbagai lomba (mengarang, menggambar,
mendongeng), mengumpulkan kliping koran yang berhubungan dengan
keanekaragaman hayati, mendiskusikan beberapa permasalahan aktual (kebakaran
hutan, banjir, kemarau), dan masih banyak lagi lainnya. Selain melakukan
kegiatan tersebut, konsep keanekaragamanhayati ini dapat pula diintegrasikan ke
dalam beberapa mata pelajaran yang terkait. Melalui pengajaran keanekaragaman
hayati ini diharapkan peserta didik dapat lebih memahami makna dan kegunaan
keanekaragaman hayati, sehingga dapat turut serta melestarikannya. Tindakan-
tindakan yang bersifat merusak (mengganggu kehidupan burung, mencabuti
tanaman) dapat dihindari, sementara tindakan yang
ramah lingkungan dapat dipupuk sejak dini.

PENUTUP
1.Simpulan
Tri Hita Karana merupakan konsep dalam ajaran agama Hindu yang
memiliki filosofis sangat dalam dan memberikan kesejahteraan serta kedamaian
hidup dengan menjaga kelstarian keanekaragaman hayati.

2. Saran
Konsep Tri Hita Karana ini agar diajarkan kepada peserta didik sejak dini
sehingga terpatri dalam jiwanya, yang akhirnya dapat diimplementasikan dalam
kehidupannya.

























72

DAFTAR RUJUKAN
Anonim. tt. Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas) Sumber:
http://biologimediacentre.com/keanekaragaman-hayati-biodiversitas/.
Diakses, 27 Januari 2013 Pk. 21.00 Wita.
Killen Roy. 1998. Effective Teaching Strategies. Australia. Social Science Press.
Muntasib, E.K.S.H & A. Hikmat. 1999. Pedoman Pendidikan Lingkungan di
Sekolah (Buku pegangan guru). Kelompok Kerja Pendidikan Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Lingkungan Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas Kehutanan IPB-BPPT. Bogor.
Norse, Elliot A. 1993. Global Marine Biological Diversity: A Strategy for
Building Conservation Into Decision Making. Island Press, Washington,
D.C. 384 pp.
Riandi. tt. Media Pembelajaran Biologi
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/Jur.Pend.Biologi/196305011988031
RIANDI/Bahan_Kuliah/Media_pembelajaran_biologi.pdf Diakses, 3
Januari 2013 Pk. 14.35 Wita
Suanda, I W dan Setiawan, Edi I W 2009. Pengaruh Ekstrak Daun Gamal
(Gliricidia sepium) pada Pematangan Buah Pisang (Musa paradisiacal
Lamk). Penelitian Ilmiah. Denpasar. FPMIPA IKIP PGRI
Sumarwoto, O. 1991. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suranto. Perkembangan Biologi Terkini dari Tinjauan Molekuler Global.
DirekturProgram Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Thorne-Miller, Boyce, and J. Catena. 1991. The LivingOcean: Understanding and
Protecting Marine Biodiversity. Island press, Washington D.C.180 pp.
Wenes, W. Ni Made. 2009 Pembangunan Infrastruktur Indonesia Berlandaskan
Konsep Tri Hita Karana. Jurusan Landskip. Institut Pertanian Bogor.
Whitten, T; R.E. Soeriaatmadja dan S. Afiff. 1996. The Ecology of Java and Bali.
Perilus Edition, Ltd. Singapore. 7
Wikipedia, 2013. Tri Hita Karana sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana











73

Wisata Pedesaan Sebagai Alternatif Pembangunan Ekowisata
Di Desa Sangeh

I Ketut Saskara
Email: datengs@yahoo.com

ABSTRACT
Rural Tourism Ecotourism as an Alternative Development In the village
Sangeh
Sangeh Vilage has been wellknown from long time ago because of its
mongkey forest, but from time to time this place undergoes a decline because of
the decreasing of tourist visit to this area. This situation has impacted to the lost of
job opportunities to the local people particularly to who feeds on tourism.
Because of thedecreasing of tourist visit, so that we have to think and plan an
alternative tourism which can give a positif benefit to the local people life. Sangeh
villages potencies has given a feature that the apropiate alternative tourism to be
built in this area is a rural tourism.
The beautiful natural environment is one of potencial tourist attraction to
be developed. This village has a good accessibility so can be reached from
everywhere. This village also has a good tourist facilities, aminities, and local
community involvemen which supports the development. A good
marketingsystem is also needed to invite tourists to come to this villge. Besides
marketing, natural and human resources are also the ather sector which need a
high attention to get a high quality of alternative tourism product.
Alternative tourism development will produce a positif and negative
impact. High impact will accur on economy, environment, social and culture. The
positive impact is expected can give a high benefit to the local people, and the
negative impact has to be cared seriously so it doesnt make a higer risk.

Keywords: Alternative tourism, rural village, environment, resources, marketing,
positif impact, negative impact.

PENDAHULUAN
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor sangat berperan dalam
proses pembangunan dan pengembangan wilayah yaitu dalam memberikan
kontribusi bagi pendapatan suatu daerah maupun bagi masyarakat. Dengan
kontribusi yang di berikan ini, pemerintah daerah memiliki tambahan pemasukan
dalam rangka pembangunan proyek-proyek maupun kegiatan lain di wilayahnya.
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah, periwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis
untuk mendorong pembangunan pada wilayah wilayah tertentu yang
mempunyai potensi objek wisata. Dengan adanya perkembangan industri
pariwisata di suatu wilayah, arus urbanisasi ke kota kota besar dapat lebih
ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek
ekonomis ( sumber devisa, pajak pajak ), aspek sosial ( penciptaan lapangan
kerja ) dan aspek budaya keberadaan sektor pariwisata tersebut seharusnya
memperoleh dukungan dari semua pihak seperti pemerintah daerah sebagai
pengelola, masyarakat yang berada di lokasi objek wisata serta partisipasi pihak
74

swasta sebagai pengembang. Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga
merupakan suatu sektor yang tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yang lain
yaitu dalam proses perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh
dibidang sosial dan ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa
pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk
mencegah perubahaan itu menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu
perencanaan yang mencakup aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat
mungkin masyarakat setempat ikut terlibat di dalam perencanaan dan
pengembangan pariwisata. Hal ini perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan
pengembangan daerah wisata yang bersangkutan. proses pembangunan dan
pengembangan suatu wilayah dapat ditunjang oleh potensi wisata yang
dimilikinya.
Pengaruh pariwisata terhadap sosial budaya masyarakat Bali dapat dilihat
dari berbagai kreativitas seni yang dilakukan oleh masyarakat, sistem organisasi
kemasyarakatan yang dijalankan, serta karakteristik atau prilaku masyarakat Bali
yang merupakan unsur utama ke Baliannya. Dari unsur seni budaya, pariwisata
dapat mendorong masyarakat untuk menghidupkan kembali seni kebudayan asli
yang sudah hampir terlupakan, dapat menggairahkan erkembangan kebudayaan
asli, serta dapat menumbuhkan kreativitas seni masyarakat yang dapat
memperkaya kasanah budaya Bali. Namun disayangkan kebanyakan motivasi
mereka lebih pada komersialisasi, sehingga sering mengakibatkan terjadinya
provanisasi benda-benda seni yang bersifat sakral dan tempat suci yang sering
mendapatkan sorotan masyarakat banyak. Dari aspek keorganisasian, pariwisata
dapat memperkokoh organisasi tradisional seperti banjar, desa pakraman, subak
yang merupakan identitas masyarakat Bali yang menjadi salah satu daya tarik
wisatawan. Sedangkan dari aspek prilaku dan pola hidup yang sering digunakan
sebagai tolak ukur untuk menilai kebaliannya masyarakat Bali sudah adanya
tedensi pergeseran, namun secara umum masyarakat Bali masih bisa
mempertahankan karakteristik prilaku sebagai masyarakat Bali. Perlu suatu
pemikiran untuk mengembangkan suatu bentuk kegiatan pariwisata alternatif di
daerah-daerah dimana terjadi kelesuan aktifitas pariwisata karena situasi dan
kondisi sehingga masyarakat daerah tersebut juga bisa merasakan hasil dari
pembanguan pariwisata. Bentuk pariwisata alternatif yang sangat cocok untuk di
pikirkan adalah suatu bentuk kegiatan pariwisata yang melibatkan komponen
masyarakat dan potensi yang dimiliki desa. Wisata untuk menikmati lingkungan
pedesaan bisa dilakukan dengan berjalan mengelilingi desa untuk melihat-lihat
suasana pedesaan kehidupan masyarakat desa, seni dan budaya yang ada di desa
serta lingkungan alam yang ada di desa.. Dengan adanya suatu kegiatan wisata
alternatif, maka disini baru kita bisa pikirkan bagaimana caranya untuk
menjadikan kegiatan wisata tersebut menjadi alat untuk membangun ekonomi
masyarakat desa.
Desa Sangeh yang terletak sekitar 20 km di Utara kota Denpasar memiliki
potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai tempat kegiatan wisata
alternatif. Kondisi desa yang masih alami dengan kehidupan masyarakat yang
masih tradisional didukung oleh lingkungan alam yang indah menjadikan desa
sangeh sangat menarik untuk dikunjungi. Pada pagi hari suasana desa ini sangat
sejuk dan segar yang bebas dari polusi dan kebisingan kota. Alam yang masih
terjaga keindahannya menjadikan daerah ini jauh dari polusi udara. Aktivitas
75

masyarakat pedesaan juga menjadi sesuatu yang sangat menarik terutama para
petani yang sedang mengolah sawah atau pergi berladang. Kegiatan pasar juga
menjadi pemandangan yang sangat unik. Kegiatan jalan - jalan di lingkungan
pedesaan akan menjadi suatu kegiatan menarik bagi wisatawan karena hal ini sulit
dilakukan di Negara asalnya.
Rencana pengembangan wisata alternatif ini harus melibatkan semua
pemangku kepentingan yang ada. Masyarakat setempat adalah subyek utama,
pemerintah adalah pendukung dan sekaligus sebagai pengontrol dan pengendali
dan pihak swasta adalah sebagai partner. Semua pihak harus memahami fungsi
dan tugas masing-masing. Masyarakat setempat harus memiliki peran yang paling
besar. Minat dan kemauan masyarakat untuk maju adalah kekuatan utama untuk
membangun sebuah desa menjadi tempat kegiatan wisata alternatif.
Dalam penelitian ini kami mengangkat beberapa permasalahan yang harus
dipecahkan dalam rangka mengembangkan pariwisata alternative yaitu wisata
pedesaan di desa Sangeh kecamatan aniansemal, yaitu:: 1) apa yang menjadi daya
tarik Desa Sangeh yang bisa dikembangkan menjadi sebuah wisata pedesaan?. 2)
bagaimana bentuk kegiatan yang cocok dilaksanakan yang sesuai dengan potensi
desa yang dimiliki? 3) bagaimana bentuk pemasaran yang dilakukan untuk dapat
menarik minat wisatawan untuk berkunjung?, bagaimana dampak kegiatan
pariwisata alternatif terhadap kehidupan masyarakat Desa Sangeh?
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menemukan bagaimana
potensi suatu daerah untuk bisa dikembangkan menjadi suatu daerah tujuan wisata
khususnya wisata alternative sehingga mampu memberikan dampak yang positif
terhadap kehidupan masyarakat. Paper ini diharapkan bisa menjadi refrensi bagi
desa yang diteliti khususnya Desa Sangeh jika desa ini memang benar-benar ingin
dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata alternative.

KONSEP DAN TEORI
Pengertian Pariwisata. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan yang wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat , pengusaha dan
pemerintah dan pemerintah daerah. WTO dalam Pitana dan Surya Diarta (2009
:45) pariwisata adalah The activities of person traveling to and staying in places
outside their usual environment for more than one consecutive year for leisure,
business and other purposes. Pariwisata adalah kegiatan seseorang yang
melakukan perjalanan atau tinggal di suatu tempat di luar lingkungan biasanya
untuk waktu lebih dari satu tahun yang berurutan untuk tujuan bersenang-senang,
bisnis dan tujuan lain. Komponen pokok dalam pariwisata internasional adalah (1)
Traveler yaitu orang yang melakukan perjalanan antar 2 atau lebih lokalis, (2)
Visitor yaitu orang yang melakukan perjalanan kurang dari 12 bulan dan tujuan
perjalanannya bukan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di
tempat tujuan ke daerah ynag bukan merupakan daerah tempat tinggalnya, (3)
Tourist yaitu bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak satu
76

malam (24 jam) di daerah yang dikunjungi (WTO, 1995 dalam Pitana dan Surya
Diarta, 2009: 46).
Menurut Hunieker dan Krapt dalam Yoeti (1996b:115) yang secara resmi
diakui oleh The association of International Expert and Scientific in Tourism
(AIEST) menyatakan bahwa pariwisata merupakan keseluruhan dari gejala-gejala
yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta
penyediaan tempat tinggal sementara, asal pendiaman tersebut tidak tinggal
menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang sifatnya sementara
tersebut. Menurut Yoeti (1996b:128), jenis-jenis pariwisata berdasarkan obyeknya
dapat dibagi menjadi (1) Wisata budaya, adalah perjalanan yang dilakukan dengan
mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, dengan mempelajari
keadaan masyarakat, kebiasaan dan adat istiadat, budaya dan seni mereka. (2)
Wisata kesehatan, adalah perjalanan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan
lingkungan sehari-hari dimana ia tingal demi kepentingan kesehatannya dengan
mengunjungi tempat peristirahatan, seperi mata air panas yang mengandung
mineral atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan. (3)
Wisata politik, adalah perjalanan dengan tujuan untuk melihat tau menyaksikan
suatu kegiatan atau kejadian yang berhubungan dengan kegiatan politik suatu
Negara. (4) Wisata olah raga, adalah perjalanan yang dilakukan dengan tujuan
berolah raga atau memang mengambil bagian aktif dalam suatu pesta olah raga di
suatu tempat atau Negara. (5) Wisata komersial, adalah perjalanan yang dilakukan
dalam rangka untuk mengunjungi pameran-pameran dan pecan raya yang bersifat
komersial, seperti pameran industry, pameran dagang dan sebagainya. (6) Wisata
pilgrim, adalah jenis wisata yang dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat
dan kepercayaan umat (kelompok masyarakat).
Pengertian Pariwisata Alternatif. Pariwisata alternatif merupakan suatu
bentuk kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan, berpihak pada
ekologis dan menghindari dampak negatif dari pembangunan pariwisata berskala
besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepat pembangunannya.
(Koslowskidan Travis: 1985 dalam Jeannita Adisty & Rio S. Migang, 2009).
Merujuk dari pengertian menurut ahli tersebut, maka pariwisata alternatif adalah
pariwisata yang muncul guna meminimalisir dampak negatif dari perkembangan
pariwisata masal yang terjadi hingga saat ini. Dampak negatif dari pariwisata
masal atau pariwisata berskala besar adalah ancaman terhadap kelestarian budaya
dimana budaya lebih dikomersialisasikan dibandingkan dijaga keaslian dan
kelestariannya. Selain itu dampak negatif yang dapat berbahaya adalah perusakan
sumber daya alam dimana sumber daya alam habis dieksploitasi besar-besaran.
Selain itu pariwisata alternatif adalah kegiatan kepariwisataan yang memiliki
gagasan yang mengandung arti sebagai suatu pembangunan yang berskala kecil
atau juga sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada
wisatawan, dimana segala aktivitasnya turut melibatkan masyarakat. (Saglio: 1979
dan Gonsalves: 1984 dalam Jeannita Adisty & Rio S. Migang, 2009). Jadi bisa
disimpulkan pembangunan pariwisata yang baik dan mendukung kelestarian
sumber daya baik alam, budaya dan manusia adalah pariwisata alternatif.
Prinsip-prinsip wisata pedesaan. Wisata pedesaan yang dimaksud disini
akan meliputi agritourism, ecotourism, dan cultural tourism. Sehingga wisata
pedesaan disini akan memiliki prinsip yang sama dengan ecotourism dan
agritourism. Prinsif-prinsif tersebut, menurut Wood, 2000 (dalam Pitana, 2002)
77

adalah sebagai berikut, (a) Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif
terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata. (b)
Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu
pelestarian. (c) Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang
bekerjasama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian. (d)
Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian,
menejemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi. (e) Memberi
penekanan pada kebutuhan zone pariwisata regional dan penataan serta
pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang
ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut. (f) Memberikan penekanan pada
kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program
jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak
pariwisata terhadap lingkungan. (g) Mendorong usaha peningkatan manfaat
ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang
tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi. (h) Berusaha untuk
meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial
dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang
telah bekerjasama dengan penduduk lokal. (i) Mempercayakan pemanfaatan
sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang liar, dan
menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya.

Pengelolaan Sumber Daya
A. Sumber Daya Alam dan Ekologi
Sumber daya adalah atribut alam yang bersifat netral sampai ada campur
tangan manusia dari luar untuk mengubahnya agar dapat memenuhi kebutuhan
dan kepuasan manusia. Dalam konteks pariwisata, sumber daya diartikan sebagai
segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk dikembangkan guna mendukung
pariwisata, baik secara langsung maupun tidak langsung (Pitana dan Diarta,
2009). Sumber daya yang ada di desa ini yang potensial untuk dikembangkan
adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya budaya. Sumber
daya alam meliputi sawah, ladang, lingkungan desa, sungai kecil sekitar desa dan
sebaginya. Akan tetapi sumber daya tersebut tidak akan berguna kalau tidak
memberikan manfaat bagi kebutuhan manusia (Pitana dan Diarta, 2009). Oleh
karena itu sumber daya alam memerlukan campur tangan manusia untuk
mengubahnya menjadi lebih berguna.
B. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia diakui sebagai salah satu komponen vital dalam
pembangunan pariwisata. Hampir setiap tahap dan elemen pariwisata
memerlukan sumber daya manusia untuk menggerakkannya. Singkatnya faktor
sumber daya manusia sangat menentukan eksistensi pariwisata (Pitana dan Diarta,
2009). Dalam mengembangkan pariwisata alternative di Desa, dibutuhkan tenaga-
tenaga manusia yang mau belajar dan memahami tentang kondisi desa, memiliki
kemampuan untuk berinovasi agar bisa membangun mengembangkan suatu desa
menjadi suatu daya tarik wisata. Selain dibutuhkan beberapa orang yang
dipercayakan untuk mengelola, juga harus mampu memberikan pengertian kepada
msyarakat luas tentang apa yang mereka harus dikerjakan/dilakukan jika desanya
dikembangkan sebagai daya tarik wisata.
78

C. Sumber Daya Budaya yang berkesinambungan
Budaya sangat penting perannya dalam pariwisata. Salah satu hal yang
menyebabkan orang melakukan perjalanan wisata adalah adanya keinginan untuk
melihat cara hidup dan budaya hidup orang lain di belahan dunia lain serta
keinginan untuk mempelajari budaya orang lain tersebut. Industri pariwisata
mengakui peran budaya sebagai factor penarik dengan mempromosikan
karakteristik budaya dari destinasi. Sumber daya budaya dimungkinkan untuk
menjadi factor utama yang menarik wisatawan untuk melakukan perjalanan
wisatanya (Pitana dan Diarta, 2009). Wisatawan yang berkunjung ke desa, bisa
melihat adat istiadat, kebiasaan, budaya, dan pelaksanaan agama masyarakat Bali
secara langsung. Hal ini tidak perlu dilakukan dengan membuat kegiatan khusus
untuk wisatawan, akan tetapi hanya dengan tetap melaksanakan kegiatan seperti
biasa.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini diawali dengan melakukan observasi lapangan mengenai
situasi kondisi Desa sangeh yang dulu sangat terkenal sebagai daerah tujuan
wisata hutan kera. Obyek wisata ini sudah terkenal sejak dulu kala, akan tetapi
akibat persaingan dari beberapa pbyek yang memiliki karakteristik yang serupa,
maka obyek wisata ini kian hari kurang diminati untuk dikunjungi. Masyarakat
Desa Sangeh yang sudah terbiasa dengan kehidupan pariwisata semakin hari
semakin marasakan akan kehilangan pekerjaannya. Oleh sebab itu perlu
diupayakan mengembangkan potensi lain dari desa ini sebagai daya tarik wisata.
Melakukan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh dan masyarakat desa
tentang potensi yang dimiliki desa Sangeh untuk dikembangkan menjadi sebuah
wisata pedesaan. Dengan menggunakan teori-teori pengembangan khususnya
pengembangan wisata maka data-data yang diperoleh di lapangan dianalisis untuk
mendapatkan solusi dari permasalahan yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Potensi Desa Sangeh
Desa Sangeh terletak 20 kilometer di Utara Kota Denpasar. Luas Desa
Sangeh selitar 300 km
2
yang tedrdiri dari pedesaan, perwasawahan dan tegalan.
Jumlah penduduk Desa Sangeh 3000 orang terdiri dari berbagai profesi dari
Pegawai Negeri, wiraswasta, pegawai swasta, dan petani. Desa Sangeh dibagi
menjadi 3 Desa adat yaitu Desa Adat Sangeh, Desa adat Gerana dan Desa Adat
Pacung Gerana dan Desa Sangeh dibagi menjadi delapan Banjar Dinas yaitu
Banjar Pemijian, Banjar Muluk Babi, Banjar Sibang, Banjar Brahmana, Banjar
Batusari, Banjar Tegal Gerana, Banjar Batulumbang, dan Banjar Pacung Gerana.
Desa Sangeh memiliki sebuah obyek wisata yang sudah sangat terkenal di dunia
yaitu Obyek Wisata Sangeh yang terkenal dengan keranya. Batas-batas Desa
Sangeh adalah Desa Blahkiuh terletak di sebelah Selatan, Desa Selat yang berada
di sebelah Timur, Desa Carangsari berada di sebelah Utara dan kabupaten
Tabanan berada di sebelah Barat. Kalau dilihat potensi desa sangeh maka kita bisa
tinjau dari lima pilar pengembangan pariwisata yaitu Attractions, accessibility,
amenities, ancillaries, community involvement, maka akan didapatkan gambaran
potensi Desa Sangeh.

79

a. Attraction (daya tarik Wisata).
Setidaknya memiliki tiga daya tarik berdaya goda tinggi yang akan
menarik wisatawan untuk berkunjung ke desa ini. Pertama, lingkungan alam desa
Sangeh yang indah dengan lingkungan pedesaan yang sangat alami akan menjadi
daya tarik yang sangat potensial untuk pengembangan sebuah kegiatan wisata
alternatif. Kehidupan masyarakat yang masih tradisional juga akan menjadi daya
tarik tersendiri. Daya tarik kedua, dalam obyek wisata Sangeh kita dapat
merasakan kesejukan sekaligus rasa damai yang menyentuh kalbu dari ribuan
tegakan pohon berusia ratusan tahun yang hingga kini tetap terjaga. Tegakan
pohon yang menjulang tinggi itu didominasi jenis pohon pala (Dipterocarpus
trinervis). Tentang tegakan pohon pala di Sangeh, juga menyimpan kisah sendiri.
Menurut mitos, jenis pohon itu sebenarnya berasal dari kawasan Gunung Agung
di bagian timur Bali. Keberadaan jenis pohon itu berawal dari "perjalanan"
sejumlah tegakan pohon menuju kawasan Bali bagian barat. Sangeh, konon,
berasal dari dua kata: "sang" yang berarti orang dan "ngeh" berarti lihat atau bisa
diterjemahkan sebagai dilihat orang. Daya tarik ketiga, kawasan hutan Sangeh
ternyata sekaligus menjadi habitat monyet berwarna abu dan berekor panjang
(Macaca fascicularis). Populasinya saat ini lumayan banyak, sekitar 700 ekor.
Untuk kegiatan wisata alternative, kita akan lebih menitikberatkan pada keindahan
alam pedesaan dan persawahan terutama di pagi, siang ataupun sore hari. Jadi
untuk melihat keindahan alam ada beberapa kegiatan wisata yang bisa dilakukan
antara lain, jalan santai (tracking), bersepeda (cycling), lintas alam (hiking).
Disamping itu di Desa Sangeh juga terdapat sebuah kolam alami yang cukup
indah yang bisa dipaki untuk kegiatan memancing (fishing). Untuk semua
kegiatan tersebut wisatawan dapat melihat keindahan suasana desa dan melihat
kehidupan masyarakat local secara dekat.
b. Accessibility (aksesibelitas)
Desa Sangeh sangat mudah untuk dicapai dari berbagai penjuru. Jarak
Obyek Wisata Sangeh dari Denpasar adalah sekitar 20 Km di sebelah utara kota
Denpasar dengan jarak tempuh sekitar 40 menit dari Denpasar memalui jalan
Denpasar- pelaga dan dapat ditempuh dengan transportasi umum. Tempat ini juga
sangat mudah dacapai dari daerah pariwisata Ubud. Jalan raya menuju Obyek
Wisata Sangeh sangat bagus dan bisa di capai oleh berbagai jenis kendaraan, dari
sepeda motor sampai bus-bus besar. Aksesibilita di dalam Desa Sangeh sendiri
juga sangat bagus. Untuk melakukan kegiatan tracking, cycling, hiking dan
sebagainya juga memiliki banyak rute dengan kondisi jalan yang sesuai dengan
kegiatan tersebut. Jalan-jalan desa juga kondisinya sangat baik.
c. Amenities ( fasilitas)
Fasilitas yang ada di Desa Sangeh adalah mulai dari penginapan, toko
souvenir, restaurant, Bank dan sebagainya. Penginapan yang tersedia berupa villa
yang tidak berkelas bintang akan tetapi cukup nyaman bagi wisatawan. Desa
Sangeh memiliki Kios souvenir cukup banyak dengan berbagai jenis barang-
barang souvenir yang sangat menarik para pengunjung restauran juga didapatkan
meskipun bukan restaurant besar akan tetapi kios makanan ini sudah cukup
representatif bagi para pengunjung yang datang ketempat ini.
d. Ancillaries (organisasi pelengkap)
Organisasi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pariwisata
Sangeh adalah Desa Pekraman/Desa Adat Sangeh yang terdiri 5 banjar adat
80

sekaligus banjar dinas yaitu (1)Banjar Batu Sari yang terletak paling Utara yang
paling dekat dengan lokasi. (2) banjar Brahmana, (3) Banjar Muluk Babi, (4)
Banjar Sibang, dan (5) Banjar Pemijian. Disamping itu Pemerintah Kabupaten
Badung melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, Dinas Kehutanan
Kabupaten Badung, Dinas Peternakan Kabupaten Badung juga memiliki peranan
yang sangat besar di dalam pembangunan sarana dan prasarana di tempat ini dan
di dalam menjaga kelestarian Hutan dan fauna di Hutan Wisata Sangeh serta
lingkungan sekitarnya. Kegiatan pariwisata di Desa Sangeh dikelola oleh Desa
Adat Sangeh dengan membentuk sebuah panitia pengelola yang diberikan
wewenang untuk menjadi penanggung jawab dalam hal manajemen keuangan,
administrasi dan promosi. Koordinasi antar semua instansi yang terlibat di
dalamnya sangat penting demi kemajuan lokasi wisata ini.
e. Community involvement (keterlibatan masyarakat)
Dalam pengelolaan wisata pedesaan ini akan semaksimal mungkin akan
menggunakan sumber daya yang berasal dari Desa Sangeh. Pramuwisata local
yang mengantarkan wisatawan dari tempat mereka menginap ke lokasi tour akan
diperankan oleh masyarakat local. Supir kendaraan untuk menjemput dan
mengantar wisatawan semaksimal mungkin akan menggunakan sumber daya lokal
serta mobil yang digunakan juga semaksimal mungkin akan menggunakan mobil
milik masyarakat setempat. Pemilik villa serta semua karyawan villa tempat
wisatawan menginap juga berasal dari masyarakat setempat, toko-toko souvenir
juga milik masyarakat setempat serta pedagang yang menunggu toko juga dari
masyarakat setempat.

2. Bentuk-bentuk- kegiatan wisata Alternatif
Dengan melihat potensi Desa Sangeh yang begitu menjanjikan maka ada
peluang yang sangat besar di desa ini untuk dikembangkan kegiatan wisata
alternatif sebagai tambahan kegiatan selain Obyek Wisata Sangeh. Kegiatan-
kegiatan wisata alternatif yang bisa dilakukan di daerah Desa Sangeh antara lain:
a. Tracking (jalan- jalan)
Kegiatan ini dilakukan dengan mengajak wisatawan berkeliling desa
dengan cara berjalan kaki untuk melihat pemandangan desa dan kehidupan
masyarakat desa dari jarak dekat. Perjalanan dilakukan dengan melintasi jalan-
jalan desa, persawahan, tempat-tempat kegiatan agama dan budaya, pasar dan
lain-lain. Disamping wisatawan bisa melihat bagaimana masyarakat desa
melakukan kegitannya sehari-hari, juga akan timbul minat wisatawan untuk tetap
menjaga dan melestarikan budaya serta lingkungan alam yang masih alami.
Perjalanan bisa dilakukan sampai jauh ke pelosok desa dengan melewati jalan-
jalan setapak yang jauh dari jangkauan kendaraan bermotor. Menuruni lembah,
menyebrangi sungai, menapaki pematang sawah, adalah perjalanan yang sangat
mengesankan bagi wisatawan. Dalam kegiatan ini kita menggunakan pemandu
dari masyarakat okal yang sudah paham akan seluk beluk dan kondisi desa.
b. Cycling (Bersepeda)
Selain dengan berjalan kaki, wisatawan juga bisa menikmati alam dan
suasana desa dengan cara bersepeda. Perbedaan dengan tracking, untuk kegiatan
bersepeda hanya bisa dilakukan pada jalan-jalan yang lebih bagus kondisinya
sehingga kegiatan ini hanya akan menyusuri jalan-jalan pedesaan. Untuk kegiatan
ini, jalan-jalan yang ada di Desa Sangeh sangat mendukung. Wisatawan yang
81

dating di desa ini akan di turunkan oleh travel agent di suatu tempat, kemudian
pemandu local dengan sepedanya sudah menunggu dan siap untuk mengantar
keliling dengan bersepeda.
c. Fishing ( memancing)
Di Desa Sangeh ada sebuah kolam alami yang cukup luas dengan
emandanga yang sangat damai yang bernama kolam Mumbul. De tengah kolam
terdapat sebuah pura sebagi tempat memuja tuhan dalam manifestasinya sebagai
Dewa Wisnu atau Dewa yang bekuasa terhadap air. Luas kola mini sekitar 1,6 Ha
dengan kedalaman sekitar 10 m. di dalam kola mini terdapat berbagai jenis ikan.
Untuk menunjang kegiatan wisata alternative di Desa Sangeh maka kola mini
sangat bagus sebagai tempa untuk melakukan kegiatan memancing bagi
wisatawan.
d. Cooking lesson (kursus, memasak)
Untuk kegiatan kursus memasak ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan
para ibu-ibu rumah tangga dengan memberikan kursus berupa memasak makanan
tradisional. Banyak wisatawan yang dating ke Bali yang sengaja ingin mengetahui
seperti apa jenis masakan tradisional Bali dan bagaimana cara memasaknya.
Dalam kegiatan ini kita tidak perlu memberikan jenis masakan yang sulit, tetapi
cukup memperkenalkan masakan tradisional yang sederhana akan tetapi bisa
dinikmati oleh lidah mereka. Contoh, membuat nasi kuning, membuat sate tusuk,
plecing kangkung dan pepes ikan.
f. Art Performance Tour ( menonton pertunjukan seni)
Art performance tour atau menonton pertunjukan seni hanya bisa
dilakukan pada hai-hari tertentu. Tour ini hanya akan dijual bila ada suatu
pertunjukan kesenian karena adanya upacara di salah satu pura. Dalam tour ini
wisatawan akan diajak melihat suatu pertunjukan yang benar-benar dilakukan
sesuai dengan waktu dan fungsi dari kesenian itu. Pertunukan yang disaksikan
adalah pertunjukan yang memang dipersembahkan utuk para dewa dalam suatu
upacara suci.

3. Dampak Terhadap Kehidupan Masyarakat
Sektor ekonomi.
Dampak positif dari perkembangan pariwisata, berupa manfaat atau
keuntungan yang akan diperoleh atau dirasakan oleh masyarakat Desa Sangeh
serta perubahan yang bersifat positif yang terjadi di Desa Sangeh, yang meliputi
(1) Meningkatnya Pendapatan masyarakat. (2) Penyerapan tenaga kerja. (3)
Memacu tumbuhnya interpreneuship (jiwa kewirausahaan) di masyarakat
walaupun pola bisnis tradisional. (4) Memacu munculnya usaha di sektor lain . (5)
Multiflier effects. (6) Meningkatnya permintaan produk pertanian local. (7)
Memacu pengembangan lokasi atau lahan yang kurang produktif.
Selain dampak positif, juga akan muncul dampak negative terhadap
ekonomi masyarakat Desa Sangeh yang arus menjadi bahan pemikiran sejak dini
antara lain (1) Terjadinya persaingan bisnis yang tidak sehat di antara masyarakat
desa, karena masyarakat banyak yang beralih profesi dari petani ke pekerja dalam
bidang pariwisata dan ingin menikmati hasil dari kegiatan pariwisata. (2) Ada
kecendrungan meningkatnya biaya hidup masyarakat Desa Sangeh karena adanya
perubahan gaya hidup, sehingga akan dapat mengurangi kebiasaan untuk
menabung. (3) Kalau terjadi penurunan wisatawan yang tajam menyebabkan
82

masyarakat Desa Sangeh kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan,
sehingga masyarakat Desa Sangeh akan mengalami kelaparan atau minimal harus
berutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. (4) Pendapatan para pekerja di
bidang pariwisata alternatif sangat berfluktuasi, karena jumlah wisatawan yang
datang tergantung dari perkembangan pariwisata. Di mana wisatawan ramai maka
pendapatan masyarakat akan meningkat.

Sektor Lingkungan
Selain manfaat secara ekonomi, manfaat dari kegiatan wisata alternatif ini
juga kita lihat pada usaha pelestarian alam, baik flora dan fauna. Dengan adanya
daya tarik wisata seperti ini maka terjadi suatu usaha untuk ikut melestarikan
lingkungan, sehingga ini akan ikut menjaga keseimbangan alam dam lingkungan.
Dengan terjaganya lingkungan dan alam pedesaan di desa Sangeh maka minat
wisatawan untuk datang kembali akan semakin besar. Dengan terjaganya
lingkungan dengan baik maka akan debit air tanah di lingkungan desa dan
disekitarnya akan tetap bisa terjaga sehingga mata-mata air yang ada di sekitar
desa akan tetap mengalirkan air. Udara di sekitar desa Sangeh terasa lebih sejuk
karena polusi udara bisa di netralisir oleh keberadaan lingkungan yang hijau
tersebut.
Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan dengan adanya
perkembangan pariwisatayang terjadi di banjar Silakarang baik yang berupa
kerugian maupun perubahan kondisi lingkungan yang tidak diharapkan dapat
berupa, (a) Ekplotasi lahan untuk mendapatkan lokasi sarana pariwisata yang
berlebihan akan merusak lingkungan dan rawan bahaya longsor, banjir maupun
kekeringan. Limbah dari kegiatan pariwisata juga akan menjadi masalah baik
berupa sampah maupun limbah hotel dan restaurant. Banyaknya lahan persawahan
terutama di pinggir jalan berubah fungsi menjadi restaurant ataupun toko
cendramata menyebabkan paruparu desa berkurang. (b) Dengan kegiatan tracking
yang dilakukan kadang juga membuat lingkungan yang dipakai sebagai lintasan
menjadi terganggu khususnya para binatang liar yang ada disana akan
meninggalkan tempat tersebut . (c) Pembangunan yang tak terkendali kadang akan
mengabaikan konsep Tri Hita Karana. (d) Ada perbedaan penataan lingkungan
antara di pinggir jalan raya dengan di pinggir jalan desa (agak di dalam), di mana
di jalan raya penataan lebih indah dan lebih bersih.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Melihat potensi yang dimiliki oleh Desa Sangeh, maka desa ini memiliki
kesempatan yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata
alternatif. Pembangunan wisata alternative harus mendapat dukungan yang
maksimal dari masyarakat local karena mereka adalah pelaku utama dalam
kegiatan tersebut. Menjaga kualitas dan kelestarian alam lingkungan adalah
menjadi tanggung jawab seluruh komponen yang terlibat di dalam pengelolaan
wisata pedesaan ini. Usaha pemasaran yang dilakukan tidak hanya dengan
menyebarkan informasi ke luar, akan tetapi usaha menjaga kualitas pelayanan dan
produk yag ada adalah cara promosi yang aling efektif.
83

Meskipun resiko sebuah pembangunan akan selalu ada positif dan
negative, akan tetapi melalui kesadaran semua pihak akan manfaat dari sebuah
pembangunan maka dampak negative akan bisa ditekan sekecil mungkin.

DAFTAR RUJUKAN
Ismayanti, 2010. Pengantar Pariwisata, PT Grasindo, Jakarta
Pitana, I Gde dan Surya Diarta, I Ketut, 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. CV
Andi Offset.
Pujaastawa, I.B.G, dkk, 2005. Pariwisata Terpadu, Alternatif Model
Pengembangan Pariwisata Bali Tengah, Universitas Udayana kampus
Bukit Jimbaran Kabupaten Badung Bali.
Rai Utama, I Gusti Bagus. Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif, Jurnal,
www.google.com. 5 mei 2011
Adisty, Jeannita & Rio S. Migang, 2009. Pariwisata Alternative apa, siapa dan
bagaimana, Artikel, www.google.co.id
Tim peneliti Balitbang Provinsi Jateng, 2007. Penelitian dampak Kegiatan
Pariwisata Pada ingkat Pendapatan Masyarakat Sekitar Obyek wisata
Unggulan di Jawa Tengah, Semarang
Mudana, I Wayan, Dampak Pariwisata Terhadap Seni Patung Tradisional Di Desa
Silakarang, Jurnal, www.google.go.id.
Aripin, 2005. Pengaruh Kegiatan Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi
Masyarakat Di Kawasan Bukit Cinta Rawa Pening Kabupaten
Semarang, Tugas Akhir, Fakultas Teknik Universitas
DiponegoroSemarang















84

Perbedaan Hasil Belajar Biologi yang Diajarkan dengan Model Pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) dan Group I nvestigation (GI) pada
Peserta Didik Kelas XI SMA N. 8 Denpasar Tahun Pelajaran 2012/2013

Ni Nengah Marlina Setiani
1)
, I Nengah Suka Widana
2)

Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
1)
Email: Marlina_nengah@yahoo.com,
2)
Email: ngh_sukawidana@yahoo.co.id

ABSTRACT
Differences taught Biology Learning Outcomes with Learning Models Student
Teams Achievement Division (STAD) and Group Investigation (GI) At Student in
Class XI SMA N. 8 Denpasar Academic Year 2012/2013
Learning outcomes biology class XI students of SMA Negeri 8 Denpasar is
inseparable from learning and teaching model applied by teachers in schools. This study
aims to determine the differences in learning outcomes are taught biology learning model
STAD and GI, as well as to determine a more effective learning model applied in the
learning process especially biology subjects in class XI High School students 8 Denpasar
academic year 2012/2013.
This study is quasi-experimental study (quasi exsperiment research), by using a
design Nonequivalent Control Group Design and involving a population of 384 students.
Taken as many as 98 of the 384 students in the sample using random sampling
techniques. Instruments used in the form of tests, while the data collected is the data on
the biology of learning outcomes. The data obtained were analyzed using inferential
statistics with the formula one way ANOVA test.
From the analysis of the data obtained, calculated F = 13.73 and F table with a
significance level of 5% = 3.94 with 96 degrees of freedom, it is more than the value of
F-calculated F- table value (13.73> 3.94), this means that the hypothesis zero is rejected
and the alternative hypothesis is accepted. The results provide an indication that the
model of learning GI with mastery of biological concepts that higher learning is able to
obtain better results. It can be concluded that there are significant differences in learning
outcomes between students who are taught using learning model STAD with students
who are taught by learning models GI.

Keywords: Models of learning Student Teams Achievement Division, Model study
Group Investigation.

85

PENDAHULUAN
Pendidikan berperanan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM), yaitu manusia yang beriman, mandiri, maju, cerdas, kreatif, terampil,
serta bertanggung jawab. Berbagai upaya pendidikan telah dilakukan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, salah satunya adalah dengan melakukan kajian dan
pengembangan kurikulum secara bertahap, konsisten, dan disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Proses belajar adalah mengubah atau memperbaiki tingkah laku,
melalui latihan, pengalaman dan kontak dengan lingkungannya. Dalam proses
pembelajaran terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, diataranya adalah
model pembelajaran. Fakta lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru di SMA
Negeri 8 Denpasar menerapkan model pembelajaran konvensional, dengan karakteristik
pengetahuan hanya dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran peserta didik,
guru kurang memperhatikan pengetahuan awal peserta didik, masih banyak nilai rata-rata
peserta didik yang lebih rendah dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditetapkan dewan guru di SMA Negeri 8 Denpasar yaitu 75, serta peserta didik kurang
terlibat aktif dalam pembelajaran. Padahal dalam pembelajaran biologi diperlukan
pemahaman konsep yang mendalam bukan menghafal konsep yang ada karena dalam
belajar biologi peserta didik banyak menghadapi konsep-konsep yang penting dan harus
dikuasai, dimaknai agar dapat diingat lebih lama. Para guru hendaknya dapat melakukan
terobosan baru dalam pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar biologi. Terobosan
itu dapat direalisasikan dengan cara menggunakan model pembelajaran yang dapat
mendukung peserta didik untuk dapat berfikir kreatif. Salah satu model pembelajaran
yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD). Pembelajaran STAD merupakan jenis pembelajaran yang menekankan pada
adanya aktivitas dan interaksi di antara peserta didik untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal
(Isjoni dalam Harmianto, 2012). Selain model pembelajaran STAD, ada pula model
pembelajaran lain yang perlu diterapkan dalam pembelajaran biologi yaitu model
pembelajaran Group Investigation (GI). Model pembelajaran GI adalah salah satu model
pembelajaran yang menekankan pada interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif
diantara peserta didik dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika pembelajaran
dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil (edukasi.kompasiana.com dalam
Harmianto, 2012).
Berdasarkan observasi pada saat melakukan Praktek Pengalaman Lapangan
(PPL) di SMAN 8 Denpasar peneliti menerapkan model pembelajaran STAD dan GI di
kelas yang berbeda. Dari evaluasi masing-masing model pembelajaran tersebut diperoleh
hasil belajar yang berbeda, dimana nilai rata-rata model pembelajaran STAD adalah 77
dan nilai rata-rata model pembelajaran GI adalah 81. Berdasarkan perolehan hasil belajar
yang berbeda dari kedua model pembelajaran tersebut, peneliti termotivasi untuk
mengetahui sejauh mana signifikansi perbedaan hasil belajar dari kedua model
pembelajaran yang diterapkan dan model pembelajaran yang mana lebih efektif
diterapkan khususnya dalam pembelajaran biologi, melalui kajian-kajian ilmiah sesuai
dengan metode penelitian yang sudah dibakukan. Dari paparan tersebut, maka diadakan
penelitian untuk menjawab permasalahan adakah perbedaan hasil belajar biologi yang
86

diajarkan dengan model pembelajaran STAD dan GI pada peserta didik kelas XI SMA
Negeri 8 Denpasar tahun pelajaran 2012/2013. Adapun tujuannya untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar biologi yang diajarkan dengan model pembelajaran STAD dan
GI, serta untuk mengetahui model pembelajaran yang dapat mencapai hasil belajar lebih
maksimal dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran biologi, pada peserta
didik kelas XI SMA Negeri 8 Denpasar tahun pelajaran 2012/2013
Secara teoretis model pembelajaran Student Teams Achievement Division ini
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan
kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang peserta didik
secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian
materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2009). Investigasi
kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling
sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam
perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari universitas Tel
Aviv. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada
pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar
peserta didik keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Menurut Sharan
dalam Trianto (2009) membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi
kelompok meliputi 6 (enam) fase yaitu a) memilih topik; b) Perencanaan kooperatif; c)
Implementasi; d) Analisis dan sintesis; e) Presentasi hasil final; f) Evaluasi (Nasution,
2011). Berdasarkan masalah, tujuan dan landasan teori yang telah dilakukan, maka
hipotesis yang diajuakan adalah bahwa ada perbedaan hasil belajar biologi yang diajarkan
dengan model pembelajaran STAD, dan GI pada peserta didik kelas XI SMA Negeri 8
Denpasar tahun pelajaran 2012/2013.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu (quasi
exsperiment research).dimana pada jenis penelitian eksperimen semu tidak
memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan
(Sumadi, 2011). Random tidak dilakukan pada subyek penelitian, tetapi hanya pada
penentuan kelas perlakuan. Desain yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
Nonequivalent Control Group Design. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI IPA SMAN 8
Denpasar tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 8 kelas dengan jumlah 384 peserta didik.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2012). Penelitian ini hanya dilakukan pada sebagian dari individu yang
diselidiki atau wakil populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah teknik random sampling, untuk memperoleh 2 kelas sebagai sampel yang
ditentukan dengan teknik undian.
87

Data hasil belajar biologi peserta didik setelah penerapan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD), dan Group Investigation (GI) diperoleh
dengan menggunakan instrumen berupa observasi dan tes. Observasi dilakukan untuk
mendapatkan data tentang peserta didik yang hasil belajarnya masih rendah, model
pembelajaran yang diterapkan di kelas, hasil belajar biologi peserta didik kelas XI, dan
standar ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh dewan guru SMAN 8 Denpasar tahun
pelajaran 2012/2013. Sedangkan tes untuk memperoleh hasil belajar peserta didik. Tes
yang digunakan berupa tes yang bentuknya objektif dengan tipe pilihan ganda. Berikut ini
disajikan kisi-kisi tes hasil belajar biologi, materi pembelajaran terbatas pada pokok
bahasan sistem ekskresi.
Tabel 01
Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar
Sub
Pokok
Bahasan
Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
Indikator Jumlah
Butir
Soal
Sistem
Ekskresi
3.Menjelaskan
struktur dan
fungsi organ
manusia dan
hewan tertentu,
kelainan
dan/atau
penyakit yang
mungkin terjadi
serta
implikasinya
pada
salingtemas
3.5.Menjelaskan
keterkaiatan
antara struktur,
fungsi, dan
proses serta
kelainan/penya
kit yang dapat
terjadi pada
sistem
eksekresi pada
manusia dan
hewan
(misalnya ikan
dan serangga)
1.Mengidentifikasi
struktur dan
alat-alat
eksekresi.

10

2. Membedakan
struktur dan
fungsi alat-alat
eksekresi.

13
3. Menjelaskan
Proses eksekresi,
seperti keringat,
urine, bilirubin
dan biliverdin,
CO2 dan H2O
(uap air).

2
Total 25

88

Dengan menggunakan kisi-kisi di atas disusunlah butir-butir tes hasil belajar
biologi. Dalam penyusunan butir soal diperhitungkan tingkat kesukaran, alokasi waktu
dan indikator mana yang seharusnya mendapat penekanan dan dijabarkan dalam bentuk
soal, peneliti juga mendiskusikannya dengan guru biologi.
Tes sebelum digunakan untuk mengumpulkan data terlebih dahulu dilakukan
(a) Uji validitas tes. Gay dalam Sukardi (2011) menyatakan suatu instrumen dikatakan
valid jika instrumen dapat mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas dilakukan
untuk mengetahui apakah suatu instrumen (alat ukur) telah menjalankan fungsi ukurnya
atau untuk menunjukan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Untuk mengetahui akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen
dilakukan uji validitas dengan menggunakan korelasi product moment.
r
xy
=




] ) ( ][ ) ( [
) )( (
2 2 2 2
Y Y N X X N
Y X XY N

Keterangan:
r
xy
= Koefisien validitas
X = skor butir tes
Y = skor total
N = banyak responden (Sugiyono, 2012)

Setelah didapat nilai r
xy
kemudian dibandingkan dengan nilai r
tabel
dengan taraf
signifikansi 5%, jika nilai r
xy
>r
tabel
maka dapat disimpulkan instrumen tersebut valid.
Tabel 02
Ringkasan hasil uji Validitas butir-butir soal
Komponen

Jumlah item Tidak Valid Valid
Hasil belajar 25 10 15

b. Uji reliabilitas perangkat tes
Pengujian reliabilitas berkaitan dengan masalah kepercayaan terhadap instrumen.
Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes
yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur
89

(Sukardi, 2011). Dengan demikian, masalah reliabilitas instrumen sangat berhubungan
dengan masalah ketepatan hasil atau konsistensi.
Analisis yang digunakan dalam pengujian reliabilitas instrumen adalah uji
reliabilitas Cronbach Alpha untuk mengidentifikasi seberapa baik item-item dalam tes
berhubungan satu dengan yang lainnya. Teknik tersebut menggunakan rumus sebagai
berikut.
r
11
=
(

1 n
n
(
(

2
2
1
t
i
s
s

Rumus untuk mencari varian tiap butir sebagai berikut.

N
N
X
X
s
i

=
2
2
2
) (

Rumus untuk mencari varian total sebagai berikut.

N
N
Y
Y
s
t

=
2
2
2
) (

Keterangan:
r
11
= reliabilitas tes
n = butir
= banyak varian skor tiap item

= varian total
N = banyak responden
Y = skor total item
X = skor tiap item
(Siregar, 2011)
Setelah r
11
diketahui kemudian dibandingkan dengan harga r
tabel
dengan taraf
signifikansi 5%, apabila r
11
>r
tabel
maka dapat dikatakan instrumen tersebut reliabel.
Tabel 03
Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefesien korelasi
Interval koefesien Tingkat hubungan
90

0,00 0,199 Sangat rendah
0,29 0,399 Rendah
0,40 0,599 Sedang
0,60 0,799 Kuat
0,80 1,00 Sangat kuat
(Sugiyono, 2012)

Tabel 04
Ringkasan hasi uji coba reabilitas butir instrumen

r
11

Keterangan
Hasil belajar 0,524 Sedang

E. Teknik Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan diolah atau dianalisis dengan menggunakan
statistik inferensial. Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk
populasi di mana sampel diambil (Sugiyono, 2012).
Untuk menguji adanya perbedaan hasil belajar biologi antara yang menggunakan
model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD), dan Group
Investigation (GI) dalam pembelajaran ini, maka data yang diperoleh akan dianalisis
dengan uji anova satu jalan Sebelum data dimasukkan ke anova satu jalan terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat analisis yaitu (1) Uji normalitas data, untuk mengetahui apakah
sebaran data hasil suatu penelitian berdistribusi normal atau tidak, digunakan analisis
Chi-Square (x
2
). (2) Uji homogenitas, dilakukan untuk meyakinkan bahwa perbedaan
yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antar
kelompok, bukan akibat dari perbedaan dalam kelompok.

F. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan setelah semua uji persyaratan analisis
terpenuhi. Dalam penelitian ini pengujian hipotesis menggunakan anova satu jalan.
Langkah-langkah pengujian hipotesis dengan anova satu jalan yaitu Menghitumg jumlah
kuadrat, menghitung derajat kebebasan, menghitung mean kuadrat, menghitung F rasio (F
hitung).
91

Tabel 05
Ringkasan anova untuk menguji hipotesis k sampel
SV Dk JK MK Fh Ft Keputusan
Tot N-1
E x
2
tot
-
N
x
tot
2
) (E



dal
ant
MK
MK



Tab F


Fh > Ft
Ha diterima
Ant m-1
E
kel
kel
n
x
2
) (E
-
N
x
ant
2
) (E

1 m
JK
ant

Dal N-m
JK
tot
-JK
ant

m N
JK
dal


Keterangan :
SV = Sumber variani
tot = Total
ant = Antar Kelompok
dal = Dalam kelompok
Tab F = Tabel F untuk 5% atau 1 %
N = Jumlah seluruh sampel
m = Jumlah kelompok sample
(Sumber : Sugiyono, 2012)
Membandingkan harga F hitung dengan F tabel dengan dk pembilang (m-1) dan dk
penyebut (N-1) dengan taraf signifikansi 5%. Bila F
hit
F
t
maka Ho diterima, dan Ha
ditolak, sebaliknya bila F
hit
> F
t
maka Ha diterima, dan Ho ditolak.






92

HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data tentang hasil belajar
biologi. Data ini diperoleh dari pemberian soal post test dengan jumlah 15 soal mengenai
materi tentang sistem ekskresi.
1) Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
Sesuai hasil post test dari 15 item soal, maka diperoleh nilai terendah 70 dan nilai
tertinggi adalah 95. Dari data tersebut didapat nilai rata-rata 81,01, modusnya 79,68 dan
standar deviasinya sebesar 5,50.
Tabel 06
Tabel frekuensi skor kelompok model pembelajaran STAD
NO Kelas Interval f Xi Xi f.Xi f.Xi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 70 73 3 71,5 5112,25 214,5 15336,75
2 74 77 10 75,5 5700,25 755 57002,5
3 78 81 16 79,5 6320,25 1272 101124
4 82 85 11 83,5 6972,25 918,5 76694,75
5 86 89 7 87,5 7656,25 612,5 53593,75
6 90 93 2 91,5 8372,25 183 16744,5
7 94 97 1 95,5 9120,25 95 9120,5
Total 50 4050,5 329616,75

2) Model pembelajaran Group I nvestigation (GI)
Sesuai hasil post test dari 15 item soal, maka diperoleh nilai terendah 73 dan nilai
tertinggi adalah 99. Dari data tersebut didapat nilai rata-rata 84,91 modusnya 85,16 dan
standar deviasinya sebesar 5,37.





93

Tabel 7
Tabel frekuensi skor kelompok model pembelajaran GI
NO Interval f Xi Xi f.Xi f.Xi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 73 76 2 74,5 5550,25 149 11100,5
2 77 80 8 78,5 6162,25 628 49298
3 81 84 13 82,5 6806,25 1072,5 88481,25
4 85 88 15 86,5 7482,25 1297,5 112233,75
5 89 92 5 90,5 8190,25 452,5 40951,25
6 93 96 3 94,5 8930,25 283,5 26790,75
7 97 100 2 96,5 9312,25 193 18624,5
Total 48 4076 347480

Dari langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan uji normalitas data
diperoleh hasil seperti tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8
Hasil analisis uji normalitas kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2
Kelompok
X
2
hit
X
2
tabel

(1) (2) (3)
Eksperimen 1 4,70 11,070
Eksperimen 2 5,44 11,070

Dari tabel di atas dapat dilihat X
2
hit
< X tabel
2
untuk kelompok eksperimen 1
maupun kelompok eksperimen 2 ini berarti bahwa hasil belajar biologi kelompok
eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 berdistribusi normal.
Hipotesis yang akan diuji berdasarkan n yang tidak sama, yaitu n
1
= 50 dan n
2
=
48 tetapi varian ke dua sampel homogen atau tidak, maka perlu diuji homogenitas
variannya terlebih dahulu dengan uji F.
94

F =
2
2
2
1
S
S
=
83 , 28
25 , 30
= 1,04
Nilai ini selanjutnya dibandingkan dengan nilai F tabel dengan dk pembilang (50-1 = 49)
dan dk penyebut (48-1 = 47). Berdasarkan dk tersebut dan taraf signifikansi 5%, maka
nilai F tabel (terlampir) = 1,61. Ternyata nilai F hitung kurang dari nilai F tabel (1,04 <
1,61). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa varian ke dua kelompok data tersebut
adalah homogen.

B. Pengujian Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara hasil belajar biologi peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) dan Group Investigation (GI). Langkah-
langkah pengujian hipotesis dengan anova satu jalan sebagai berikut.
1) Menghitung jumlah kuadrat total (JK
tot
)
JK
tot
=

N
X
X
tot
tot
2
2
) (

= 678185 -
98
) 8131 (
2

= 678185 674624,09
= 3560,91
2) Menghitung jumlah kuadrat antar kelompok (JK
ant
)
JK
ant
=
1
2
1
) (
n
X

+
2
2
2
) (
n
X

-
N
X
tot
2
) (

=
50
) 4044 (
2
+
48
) 4087 (
2
-
98
) 8131 (
2

= 675069,74 674624,09

= 445,65



95

3) Menghitung jumlah kuadrat dalam kelompok (JK
dal
)

JK
dal
= JK
tot
- JK
ant


= 3560,91 445,65

= 3115,26

4) Menghitung derajat kebebasan (dk)
a. dk
tot
= N-1 = 98 - 1 = 97

b. dk
ant
= m-1 = 2 - 1 = 1

c. dk
dal
= dk
tot
- dk
ant
= 97 - 1 = 96

5) Menghitung mean kuadrat
a. MK
ant
=
1 m
JK
ant
=
1
65 , 445
= 445,65

b. MK
dal
=
m N
JK
dal

=
96
26 , 3115
= 32,45

6) F
hit
=
dal
ant
MK
MK
=
45 , 32
65 , 445
= 13,73

Tabel 16
Ringkasan Anova Hasil Perhitungan
SV Dk Jumlah kuadrat (JK) MK Fh Ft Keputusan
Tot 97 3560,91 -
13,73
5%
3,94
Fh > Ft
Ha
diterima
Ant 1 445,65 445,65
Dal 96 3115,26 32,45
96


Jadi nilai F hitung = 13,73 nilai tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai
F tabel dengan dk pembilang m 1 dan penyebut N m. Dengan demikian dk pembilang
2 - 1 = 1 dan dk penyebut 98 - 2 = 96. Berdasarkan dua dk tersebut, maka dapat diketahui
bahwa nilai F tabel untuk signifikansi 5% = 3,94. Ternyata nilai F hitung lebih dari nilai F
tabel (13,73 > 3,94), maka Ho yang diajukan ditolak dan Ha diterima, ini berarti ada
perbedaan antara hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) dan Group Investigation (GI) dalam
pembelajaran biologi peserta didik kelas XI SMA Negeri 8 Denpasar Tahun Pelajaran
2012/2013.

C. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, terbukti bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
antara peserta didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) dengan peserta didik yang diajarkan dengan model
pembelajaran Group Investigation (GI). Hal ini ditunjukkan dari hasil uji anova satu jalan
yang ternyata signifikan. Selanjutnya terbukti bahwa model pembelajaran Group
Investigation (GI) memiliki skor rata-rata sebesar 84,91, lebih tinggi daripada hasil
belajar biologi peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) dengan skor rata-rata sebesar 81,01. Jadi dalam
perbandingan antara peserta didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) dengan peserta didik yang diajarkan
dengan model pembelajaran Group Investigation (GI) terdapat perbedaan hasil belajar
biologi. Dengan kata lain ada perbedaan hasil belajar biologi antara peserta didik yang
diajarkan menggunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD) dengan peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran Group
Investigation (GI). Perbedaan yang diperoleh melalui pembelajaran ini menunjukkan
bahwa model pembelajaran Group Investigation (GI) lebih baik diterapkan dalam
pembelajaran biologi, karena dilihat dari meningkatnya pemahaman peserta didik
terhadap konsep-konsep biologi. Semua ini tidak terlepas dari latihan memecahkan
masalah yang ditemukan dalam diskusi kelompok. Dengan diskusi kelompok, peserta
didik dapat meningkatkan komunikasi dengan teman-temannya. Kerjasama dalam
kelompok sangat menentukan keberhasilan kelompok untuk memahami konsep-konsep
tersebut. Mereka harus satu tujuan serta bertanggung jawab penuh terhadap tugas-tugas
yang diberikan oleh guru. Keberhasilan penerapan model pembelajaran Group
Investigation (GI) juga tidak terlepas dari upaya guru dalam meningkatkan pengawasan
diskusi kelompok sehingga dapat meminimalkan kebiasaan peserta didik bermain-main
dalam pembelajaran. Adanya kesesuaian antara pembelajaran biologi dengan model
pembelajaran Group Investigation (GI). Pembelajaran dengan model Group Investigation
(GI) menuntut melibatkan peserta didik sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara melalui investigasi (Nurhadi dalam Wena, 2012). Model pembelajaran
Group Investigation (GI) dalam pembelajaran biologi juga mampu mengkondisikan
peserta didik bekerja kelompok untuk memecahkan permasalahan dan menemukan
97

konsep baru serta mengembangkan keterampilan bertanya dan berpikir kritis dalam
menyikapi permasalahan. Oleh sebab itu peranan guru dalam pembelajaran lebih
cendrung sebagai fasilitator dan mediator bagi peserta didik. Pembelajaran biologi
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari (Hardini, 2012). Kondisi ini akan lebih memotivasi peserta didik
untuk aktif dan kreatif dalam
pembelajaran, sehingga dengan penguasaan konsep biologi yang lebih tinggi tentunya
akan memperoleh hasil belajar yang semakin baik.
\
PENUTUP
1) Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka, diperoleh simpulan bahwa
hasil belajar biologi peserta didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) berbeda secara signifikan dengan hasil
belajar biologi peserta didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Group
Investigation (GI). Lebih jauh dapat dilihat dari rata-ratanya bahwa penerapan model
pembelajaran Group Investigation (GI) lebih baik daripada penerapan model
pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
2) Saran
Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dikemukakan, maka diajukan saran
sebagai berikut.
a. Dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran biologi model pembelajaran
Group Investigation (GI) perlu dikembangkan lebih lanjut oleh para guru dan praktisi
pendidikan lainnya sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil belajar.
b. Dalam pembelajaran biologi menggunakan model pembelajaran Group Investigation
(GI) peserta didik diharapkan tekun dan lebih konsentrasi mengikuti pembelajaran,
sehingga penguasaan konsep yang baik dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih
baik.






98

DAFTAR RUJUKAN
Arzuani, Anief. Penerapan Model Pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas V SD No. 4 Pecatu Kecamatan Kuta Selatan. Skripsi
IKIP PGRI Bali. Jurusan Pendidikan Biologi. 2010
Budiyasa. 2005. Prosedur Penelitian. Denpasar : IKIP PGRI BALI
Ermawati, Ristie. 2011. 100% Suka Biologi. Jakarta : PT TransMedia
Harmianto, Sri dkk. 20012. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung : Alfabeta
Hardini, Isriani, Dewi Puspitasari. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori,
Konsep,& Implementasi). Yogyakarta : Familia (Group Relasi Inti Media)
http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-groupn investigation,html
Diakses : Tanggal 14 Desember 2012
http://www.sarjanaku.com/2011/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html.
Diakses : Tanggal 14 Desember 2012
Nasution, S. 2011. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta : PT
Bumi Aksara
Poedjiadi, Anna. 2010. Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual
Bermuatan Nilai. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Sardiman. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Siregar, syofian. 2011. Statistik Deskriptif untuk penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2012. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sukardi. 2011. Metode Penelitian Pendidikan dan Prakteknya. Jakarta : Bumi Aksara
Sumadi. 2011. Metode Penelitian. Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif konsep, landasan, dan
Implementasinya pada kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
99

Wena, Made. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : PT Bumi
Aksara
Widiatmojo, Vera Irawan. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation (GI) terhadap hasil belajar biologi ditinjau dari gaya belajar siswa
SMA Negeri 5 Surakarta. http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/-
02/skripsi vera-irawan K4308058 fix.pdf. Diakses: Tanggal 7 Maret 2013























100

Studi Meta-Analisis Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Prestasi
Belajar Matematika

Oleh
I Wayan Eka Mahendra
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Bali
Email: eka_undiksha@yahoo.com

ABSTRACT
Meta-Analysis Study Effect Of Contextual Approach Mathematics Learning
Achievement
In this Meta Analysis involved five results of experimental studies of post
graduated program Ganesha University about the application of contextual
teaching and learning approach on the students math achievement. This meta
analysis study aimed to know the significance effect on the application of
Contextual teaching and learning on the students math achievement. The score of
contextual teaching on the students math achievement and learning obtained was
accounted by using Glass Formula. The result showed that there was a
significance effect of contextual teaching and learning on the students math
achievement.

Key word: contextual teaching and learning approach, students math
achievement, Meta Analysis.

PENDAHULUAN
Para ahli pendidikan telah banyak mengemukakan dan mengenalkan
pendekatan pembelajaran untuk lebih mengefektifkan proses pembelajaran
khususnya dalam pembelajaran matematika. Setiap proses pembelajaran menuntut
upaya pencapaian suatu tujuan tertentu. Setiap tujuan menuntut pula suatu strategi
bimbingan untuk terciptanya suatu situasi belajar tertentu pula. Dalam suatu
proses pembelajaran, tidak ada suatu pendekatan pembelajaran yang paling baik
yang ada adalah pendekatan pembelajaran yang paling cocok. Untuk itu, guru
hendaknya perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai pendekatan
pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beranekaragam.
Salah satu pendekatan pembelajaran dalam matematika adalah pendekatan
kontekstuan (contextual teaching and learning/CTL). Para peneliti telah
melakukan eksperimen tentang pengaruh CTL terhadap prestasi belajar siswa,
baik pada tingkat satuan pendidikan maupun pada berbagai jenis bidang studi.
Hasil penelitian-penelitian tersebut beragam temuannya dan beragam pula besar
pengaruh CTL terhadap prestasi belajar matematika siswa. Namun
permasalahannya, apakah semua penelitian eksperimen tersebut menemukan
bahwa CTL secara signifikan berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika
siswa? Untuk mengetahui besarnya pengaruh CTL yang signifikan terhadap
prestasi belajar matematika, secara statistik, maka penulis memandang perlu
diadakan suatu kajian atau uji dengan menggunakan teknik meta-analisis
terhadap hasil penelitian-penelitian berbasis CTL yang telah dilakukan dalam
pembelajaran matematika. Meta-analisis merupakan suatu teknik statistika untuk
menggabungkan hasil dua atau lebih penelitian sejenis sehingga diperoleh paduan
101

data secara kuantitatif. Glass, dkk. (1981) mengatakan meta-analisis adalah
analisis yang saling berhubungan terhadap sejumlah hasil penelitian yang sejenis.
Meta-analisis bertujuan untuk mendapatkan suatu kesatuan pemahaman atau
simpulan umum tentang hasil-hasil penelitian sejenis tersebut. Besar pengaruh
suatu variabel bebas terhadap variabel terikat, dalam hal ini besarnya pengaruh
CTL terhadap prestasi belajar matematika dihitung melalui effect size. Berbagai
metode dianjurkan oleh para ahli untuk menghitung effect size, diantaranya adalah
Glass dkk. (1981) dan Hunter & Schmidt (1990). Effect size, adalah perbedaan
kejadian efek antara kelompok eksperimental dan kelompok kontrol dibandingkan
dengan standar deviasi kelompok kontrol. Dalam penelitian ini untuk menentukan
effect size menggunakan metode dari Glass dkk.(1981). Pemilihan metode dari
Glass dkk.(1981) tersebut untuk memudahkan dalam analisis.Tujuan kajian meta-
analisis ini adalah untuk mengetahui apakah secara umum hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh pendekatan kontekstual signifikan terhadap hasil
belajar matematika siswa. Seperti umumnya penelitian sejenis, meta-analisis ini
diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang pendidikan khususnya pengajar
matematika dapat memilih pendekatan pembelajaran yang tepat; maupun dalam
bidang penelitian terutama untuk memperkaya topik penelitian maupun
mengembangkan kajian pustaka. Adapun hipotesis yang diajukan dalam kajian
meta analisis ini adalah ada pengaruh yang signifikan penerapan CTL terhadap
prestasi belajar matematika siswa.
Dalam dunia pendidikan dikenal adanya artikel atau tulisan ilmiah yang
berupaya menggabungkan hasil berbagai studi ilmiah yang independen, yang
dikenal dengan nama integrative literature; atau tinjauan pustaka (literature
review, dikenal pula dengan nama review article, overview, atau state of the art
review). Artikel jenis ini bersifat naratif (bercerita) dan tidak dilakukan dengan
sistematis, dalam arti: (1) penelusuran dan pemilihan artikel yang hendak
digabungkan tidak dilakukan dengan kriteria yang ditetapkan sebelumnya; (2)
kurang dilakukan telaah kritis dan evaluasi sistematis terhadap kualitas artikel.
Bentuk lain adalah tinjauan pustaka yang dibuat secara sistematis dan terencana
dari awal sampai akhir. Dari awal telah direncanakan dengan jelas jenis artikel
yang akan digabung, teknik penelusuran pustaka, serta penelaahan kualitas setiap
artikel. Bila dalam tinjauan tersebut tidak digunakan analisis statistika secara
formal, tinjauan pustaka itu disebut sebagai systematic review, sedangkan bila
dalam analisisnya digunakan metode statistika formal, jenis review tersebut
disebut dengan meta-analisis.
Meta analisis secara sederhana dapat diartikan sebagai analisis atas
analisis atau reanalisis terhadap beberapa hasil penelitian sejenis untuk dikaji
lebih mendalam. Sebagai penelitian, meta analisis merupakan kajian atas sejumlah
hasil penelitian dalam masalah yang sejenis. Meta analisis sebagai metode
penelitian pertama kali diperkenalkan oleh Karl Pearson pada tahun 1904 untuk
kajian di bidang kesehatan/pengobatan. Dalam perkembangannya meta analisis
sebagai jenis dan metode penelitian dipergunakan untuk mengkaji berbagai
masalah/topik dan untuk berbagai keperluan. Dalam dunia pendidikan meta
analisis mulai dilakukakan sekitar tahun 1970-an, yang dilakukan oleh Gene
Glass, Frank L. Schmidt, dan John E. Hunter. Glass, dkk. (1981) meta-analisis
adalah analisis yang saling berhubungan terhadap sejumlah hasil penelitian yang
sejenis. Meta-analisis merupakan suatu teknik statistika untuk menggabungkan
102

hasil dua penelitian atau lebih penelitian sejenis atau memiliki topik yang sama
sehingga diperoleh paduan data secara kuantitatif. Berdasarkan sintesis tersebut
ditarik sebuah kesimpulan mengenai topik yang diteliti. Penelitian ini
menggunakan hasil-hasil penelitian yang sejenis sebagai data dasar dalam
melakukan kajian dan kesimpulan. Lebih jauh Glaser dalam Kulik and Kulik,
(1989) menyebutkan bahwa meta analisis secara formal menggunakan analisis
secara statistika sejumlah hasil analisis dari penelitian individual dengan maksud
mengintegrasikannya. Jadi, tujuan utama dari meta analisis bukanlah semata-mata
untuk mencari-cari kelemahan sebuah penelitian, tetapi lebih kepada mencari
kesimpulan umum tentang hasil penelitian-penelitian tersebut. Walaupun meta-
analisis sering ditujukan pada penelitian eksperimen yang didalamnya sering
tekandung kelemahan-kelemahan, seperti: kesalahan pengambilan sampel
(sampling error), pengaruh implementasi (pigmalyon effect), instrumentasi, effec
hawthorne, maupun effect john henry.
Dengan demikian yang dimaksud dengan meta analisis dalam penelitian
ini adalah suatu teknik statistika yang digunakan untuk menganalisis kembali
hasil-hasil penelitian sejenis untuk mencari kesimpulan secara umum berdasarkan
pengumpulan data primer. Hal ini dilakukan untuk mengkaji keajegan atau
ketidakajegan hasil penelitian yang disebabkan oleh semakin banyaknya replikasi
(pengulangan) atau verifikasi penelitian yang sering kali justru memperbesar
terjadinya variasi dalam penelitian. Dalam dunia pendidikan, meta analisis
biasanya digunakan untuk melihat signifikansi suatu treatment/intervensi terhadap
subjek pembelajaran, yaitu siswa. Misalnya saja, pengaruh metode pembelajaran,
motivasi siswa, sumber belajar terhadap hasil belajar siswa. Selain itu, meta
analisis juga dapat digunakan untuk penelitian yang bukan desain eksperimen,
misalnya saja penelitian deskriptif.

Pendekatan Kontekstual
Akhir-akhir ini pendekatan kontekstual merupakan salah satu
pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Ada yang berpendapat bahwa
pendekatan kontekstual merupakan mukanya Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, artinya pendekatan kontekstual merupakan salah satu pembelajaran
yang dapat diandalkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP). Pendekatan kontekstual atau
lebih dikenal dengan CTL (Contextual Teaching and Learning) sebenarnya bukan
hal baru, tetapi CTL dewasa ini sangat ditekankan karena perkembangan dunia
kerja di era kesemrawutan yang ditandai dengan persaingan bebas, sehingga
sekolah harus menyusun ulang kurikulumnya untuk menyesuaikan dengan
tuntutan tersebut. Pada awalnya, CTL lebih banyak digunakan pada sekolah-
sekolah kejuruan, kemudian digunakan di sekolah umum tetapi untuk anak-anak
dengan kemampuan di bawah rata-rata. Kemudian, ketika CTL digunakan untuk
belajar konsep-konsep/akademis, CTL digunakan dalam bentuk watered-down
dari konsep-konsep abstrak yang harus dipelajari dengan sedikit contoh-contoh
penggunaan di dunia nyata. Sekarang CTL digunakan dalam kurikulum, termasuk
KTSP yang menegaskan bahwa proses belajar mengajar harus berbasis CTL.
Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
pertama kali diajukan pada awal abad 20 di USA oleh tokoh pendidikan John
Dewey. Kata Contextual berasal dari kata Contex, yang berasal dari bahasa latin
103

Contexare yang berarti menjalin bersama. Kata Contex merujuk pada
keseluruhn situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan diri,
yang terjalin bersamanya. Secara sederhana dapat diartikan sebagai hubungan,
konteks, suasana atau keadaan. Dengan demikian Contextual diartikan yang
berhubungan dengan suasana, sehingga CTL dapat diartikan sebagai suatu
pembelajaran yang berhubungan dengan suasana atau konteks tertentu.
Meskipun bervariasi dalam literatur, definisi berikut ini dimaksudkan
untuk menangkap esensi dari konsep CTL. Definisi awal CTL muncul dari proyek
yang disponsori oleh Kantor Kejuruan dan Pendidikan orang dewasa, Departemen
Pendidikan AS menghasilkan sebuah studi yang dilakukan di The Ohio State
University, dalam kemitraan dengan Bowling Green State University, yang
mendefinisikan bahwa pendekatan kontekstual adalah suatu konsep pembelajaran
yang membantu guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia
nyata (Ifraj Shamsid-Deen and Bettye P. Smith, 2006). Depdiknas (2002)
menyebutkan pendekatan kontekstual adalah suatu pembelajaran di mana guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam pembelajarannya dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, serta lebih menekankan pada belajar
bermakna. Dalam pembelajaran matematika, konteks yang dimaksud adalah
materi pelajaran atau soal matematika yang dikaitkan dengan situasi kehidupan
nyata siswa yang dekat dengan keseharian siswa. Contoh soal yang dekat dengan
keseharian siswa adalah: Ani membeli 10 buah buku tulis di Pasar Marga dengan
harga 11.500 rupiah, berapakah harga dua buah buku tulis? Contoh soal di atas
akan mampu dikerjakan oleh siswa, serta situasinya mudah dibayangkan karena
dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Di satu sisi ada soal yang mampu
dikerjakan oleh siswa tetapi situasinya sulit dibayangkan. Contoh soal yang
situasinya sulit dibayangkan oleh siswa adalah: Sebuah satelit terbang dari bumi
menuju bulan dengan kecepatan 700 km/jam. Jika jarak bumi dan bulan adalah
21.000 km, berapakah waktu yang diperlukan oleh satelit itu untuk sampai di
bulan? Soal ini akan sulit dibayangkan, karena siswa tidak pernah melihat satelit
secara langsung atau nyata, walaupun secara matematis bisa diselesaikan. Soal
tersebut tergolong soal yang imajinatif.
Guru bisa menghadirkan dunia nyata ke dalam pembelajaran matematika
dengan cara, seperti: 1) guru berusaha membawa benda-benda konkrit (real) atau
semi konkrit yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari, kemudian
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan benda-
benda tersebut sehingga siswa diharapkan menemukan sendiri konsep-konsep
matematika yang sedang dipelajarinya, atau sebaliknya 2) guru bercerita atau
memberikan permasalahan-permasalahan tentang sesuatu yang relevan dengan
materi yang dipelajari, dari cerita atau permasalahan-permasalahan tersebut siswa
diharapkan menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari. Cerita-cerita atau
pemasalahan yang disajikan selain memiliki konteks dengan dunia nyata, tetapi
juga dibuat menarik bagi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Mazzeo (2008),
Medrich, Calderon, & Hoachlander (2003) bahwa pendekatan kontekstual adalah
pendekatan pembelajaran yang dirancang untuk menghubungkan konten materi
dengan situasi nyata dalam konteks tertentu yang menarik bagi siswa (dalam,
Stephanie Kalchik and Kathleen Marie Oertle, 2010).
104

Menurut Johnson (2002) dan Sears (2002), sistem CTL merupakan suatu
proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan
pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan lingkungan pribadinya, sosialnya dan
budayanya (Elaine B. Johnson, ). Pendekatan kontekstual adalah pengajaran yang
memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan
dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah
untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran
matematika dengan pendekatan kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan
mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah real
(nyata) yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai
anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa dan selaku pekerja.
CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu
siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan
menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari (Susan Sears, 2002). Pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam
aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan
konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya,
yaitu pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata, siswa akan dapat
meihat makna di dalam tugas sekolah. Walupun pembelajaran konvensional
mungkin cocok untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran tertentu,
tetapi CTL menyediakan sarana untuk memperkaya pengetahuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang keterampilan berpikir membutuhkan tingkat
tinggi. Menurut Berns and Ericson (2001), pendekatan kontekstual adalah
konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan antara materi
pelajaran dengan situasi dunia nyata; dan memotivasi siswa untuk membuat
hubungan antara pengetahuan dan penerapannya untuk kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warga, dan pekerja, sehingga mendorong motivasi untuk
bekerja keras menerapkan hasil belajarnya.Pengertian tersebut mengarah pada
pembelajaran yang dilandasi oleh suatu asesmen, sehingga guru harus
merencanakan aktivitas pengajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan
siswa, baik mengenai kelompok belajar, fasilitas belajar maupun asesmen
autentiknya, sehingga pembelajaran mengarah pada peningkatan kecerdasan
kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Pengertian yang diunggkapkan oleh Berns
and Ericson juga menunjukan beberapa istilah untuk menggambarkan pendekatan
pembelajaran kontekstual, seperti: pengalaman nyata siswa, pendidikan dunia
nyata, pembelajaran yang aktif, pembelajaran yang saling berkaitan (integrated
learning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning), sekolah untuk
karier, pembelajaran terapan.
Pendekatan kontekstual mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa
memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan
masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Pendekatan
kontekstual menekankan pada tingkat berpikir yang tinggi dalam pengumpulan
data, pemahaman terhadap isu-isu atau pemecahan masalah. Pemaduan materi
pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa dalam pendekatan
kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam
sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
105

Pendekatan kontekstual menekankan pada bagaimana belajar di sekolah
dikaitkan ke dalam situasi nyata, sehingga hasil belajar dapat lebih diterima dan
berguna bagi siswa bilamana mereka meninggalkan sekolah. Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat diidentifikasi bahwa dalam penerapannya akan
efektif apabila: 1) menekankan pada pemecahan masalah, 2) mengakui perlunya
pembelajaran terjadi dalam beberapa konteks, 3) mengajarkan siswa untuk
menjadi siswa mandiri, 4) menghargai keberagaman siswa, 5) mendorong siswa
untuk belajar kelompok dan 6) menggunakan penilaian autentik.
Pendefinisian pendekatan kontekstual yang dikemukakan oleh para ahli
sangatlah beragam, tetapi pada dasarnya memuat faktor-faktor yang sama yaitu
mengaitkan konten materi pembelajaran dengan kehidupan nyata. Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, yang dimaksud dengan pendekatan kontekstual dalam
penelitian ini adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep seperti itu, maka proses pembelajaran akan berlangsung secara bermakna.
Proses pembelajaran akan berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses
pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran. Dalam konteks ini, siswa
harus sadar tentang makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan
bagaimana mencapainya. Siswa sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan
berguna dalam kehidupannya.
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama CTL, yakni: (a) Konstruktivisme
(constructivism), Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih
bermakna jika diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (constructivism). (b) Masyarakat
Belajar (learning community), Membentuk group belajar yang saling tergantung
(interdependent learning groups) yaitu agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain, maka pembelajaran hendaknya selalu dilaksanakan
dalam kelompok-kelompok belajar atau proses pembelajaran yang melibatkan
siswa dalam kelompok. (c) Menemukan (inquiry), Memfasilitasi kegiatan
penemuan (inquiry), yaitu agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan
melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta). (d)
Bertanya (questioning), Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui
pengajuan pertanyaan (questioning). Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing, dan memahami kemampuan berpikir siswa,
sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya untuk menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan menunjukkan perhatian pada
aspek yang belum diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan
siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan
orang baru yang didatangkan di kelas. (e) Pemodelan (modeling), maksudnya
dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi
model tentang bagaimana cara belajar, namun demikian guru bukan satu-satunya
106

model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau dapat juga
mendatangkan dari luar. (f) Refleksi (reflection), adalah cara berpikir tentang apa
yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita
lakukan dimasa yang lalu kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap
di benak siswa. (g) Penilaian sesungguhnya (authentic assesment), adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya
ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how
to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin
informasi diakhir periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses,
bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya itulah
hakekat penilaian yang sebenarnya.

Prestasi Belajar
Sebagai seorang guru yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan
proses belajar mengajar, salah satu tugas pokoknya adalah mengevaluasi taraf
keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat
sejauh mana taraf keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa secara tepat dan
dapat dipercaya diperlukan informasi yang didukung oleh data yang objektif dan
memadai tentang indikator-indikator perubahan tingkah laku siswa. Salah satu
data yang sering dijadikan acuan untuk menentukan taraf keberhasilan rencana
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar adalah prestasi belajar siswa. Skiner
dengan teorinya operan kondisioning mengemukan secara implisit bahwa pretasi
belajar adalah respon tingkah laku yang baru dalam Gredler (1986). Gagne (1977)
belajar merupakan sebagi seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat
stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahapan pemprosesan informasi yang
diperlukan untuk memperoleh kapabilitas yang baru. Kapabilitas yang baru inilah
disebut dengan prestasi belajar. Reigeluth (1983) berpendapat hasil belajar atau
prestasi belajar dapat dikatakan sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran
nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda.
Prestasi belajar merupakan suatu indikator yang dapat menunjukkan
tingkat kemampuan dan pemahaman siswa dalam belajar. Prestasi belajar dapat
diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses
belajar dalam jangka waktu tertentu. Menurut Nasution (2001) prestasi belajar
adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu
dalam suatu mata pelajaran, yang lasimnya diperoleh dari nilai tes atau angka
yang diberikan guru. Berdasarkan pendapat Nasution perstasi belajar dapat dilihat
dari nilai transkrip yaitu nilai raport, karena nilai raport merupakan perumusan
terakhir dari upaya yang dilakukan pendidik (guru) dalam pemberian penilaian
belajar terhadap peserta didik selama satu semester. Nilai raport mempunyai arti
dan manfaat yang sangat penting bagi siswa, guru, sekolah dan orang tua siswa,
karena nilai ini merupakan terjemahan dari prestasi belajar siswa yang nantinya
bisa berguna dalam mengambil keputusan terhadap siswa bersangkutan atau
sekolah. Lebih jauh menurut Woodworth dan Marquis (1962) mengemukakan
bahwa prestasi belajar merupakan kemampuan aktual yang dapat diukur secara
langsung dengan tes. Sedangkan Bloom (1971) mengungkapkan, prestasi belajar
merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotor. Prestasi belajar bisa juga disebut sebagai abilitas
107

atau kecakapan (Azwar, 1998). Abilitas ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1)
abilitas aktual (actual ability), yaitu abilitas yang telah diterjemahkan dalam
bentuk performansi nyata. Abilitas ini diperoleh siswa setelah mengalami proses
belajar mengajar; 2) abilitas potensial (pontensial ability), yaitu suatu kemampuan
dasar yang berupa disposisi yang dimiliki oleh individu untuk mencapai prestasi.
Abilitas potensial merupakan atribut yang diasumsikan laten (bawaan) yang
belum tampak pada performasi. Atribut bawaan ini ini terdapat dalam setiap
individu dalam kadar yang berbeda-beda. Hal inilah yang menyebabkan tidak
semua orang memilki potensi dan kesempatan yang sama untuk mencapai
perfomansi yang sama. Kecakapan aktual dan kecakapan potensial ini dapat
dimasukkan ke dalam suatu istilah yang lebih umum yaitu kemampuan (ability).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, yang dimaksud dengan prestasi
belajar matematika dalam penelitian ini adalah tingkat penguasaan kognitif siswa
terhadap materi pelajaran matematika setelah mengalami proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu, berupa nilai yang dituangkan dalam bentuk angka
yang diperoleh dari hasil menjawab tes prestasi belajar matematika yang diberikan
pada akhir penelitian. Prestasi yang dimaksud dalam hal ini adalah kecakapan
nyata yang diperoleh siswa setelah belajar, bukan kecakapan potensial, sebab
prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata yang berupa nilai setelah
mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar
sering diistilahkan dengan tes prestasi belajar. Sesuai dengan pendapat Bloom
seperti yang diungkapakan di atas, maka idealnya pengungkapan prestasi belajar
siswa meliputi ketiga ranah tersebut yang berubah sebagai akibat pengalaman dan
proses belajar siswa. Tes prestasi belajar secara luas tentu mencakup ketiga ranah
tersebut. Tetapi pada penelitian ini akan dibatasi hanya mengungkap prestasi
belajar siswa pada ranah konitif saja dengan penekanan pada tes bentuk tertulis.

METODE PENELITIAN
Di dalam penelitian ini, meta-analisis diterapkan terhadap lima buah tesis
baik yang diterbitkan dalam jurnal maupun yang tidak diterbitkan. Tesis-tesis
tersebut merupakan tugas akhir dari mahasiswa Program Pascasarjana Undiksha
program studi penelitian dan evaluasi pendidikan (PEP). Kelima penelitian
tersebut dapat dilihat pada lampiran 1. Dari hasil pemberian kode temuan-temuan
penelitian, diperoleh 6 subpenelitian, yang selanjutnya disebut sebagai subjek
penelitian. Adapun Langkah-langkah yang ditempuh dalam mengumpulkan data
penelitian adalah sebagai berikut.
1) Mengumpulkan data primer
Mengumpulkan data hasil penelitian berupa tesis sejenis yang mengambil
tema penelitian tentang penerapan CTL di perpustakaan Pascasarjana
Undiksha. Dari beberapa hasil penelitian yang diseleksi akhirnya diperoleh
lima buah tesis yang memiliki tema yang sama dan dalam bentuk penelitian
eksperimen sehingga diperoleh nilai F, rata-rata kelompok eksperimen, rata-
rata kelompok kontrol maupun deviasi standar dari kelompok kontrol.
2) Pengkodean
Dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa lembaran pemberian kode
(coding sheet) seperti yang digunakan oleh Juliati S (1993) dan Soekamto
(1989). Coding sheet tersebut berupa sebuah tabel, dengan kolom-kolom
untuk menuliskan beberapa informasi maupun variabel dari hasil penelitian
108

yang dianalisis. Setelah diperoleh hasil penelitian sejenis, kemudian
memberikan kode pada penelitian dalam bentuk tabel. Kode tersbut antara
lain: a) nama peneliti, tahun penelitian, b) lamanya waktu penelitian, c)
variabel bebas penelitian, d) veriabel terikat penelitian, e) jenis atau bentuk
perlakuan dan f) data hasil penelitian yang paling tidak memuat: F hitung,
rerata kelompok eksperimen, rerata kelompok kontrol dan standar deviasi
kelompok kontrol.
3) Melakukan analisis dengan menghitung besarnya pengaruh atau effect size
dengan menggunakan formula Glass dkk. (1981) berdasarkan rerata dan
deviasi standar tersebut.
Untuk keperluan meta analisis, data statistik dasar yang diperlukan adalah
F hitung, rerata kelompok eksperimen, rerata kelompok kontrol dan simpangan
baku kelompok kontrol. Jadi meta analisis ini hanya dapat diterapkan pada
penelitian yang bersifat eksperimental dan sejenisnya. Besarnya penegaruh (effect
size) dilakukan pada setiap data penelitian. Setelah diperoleh besarnya pengaruh (
A) dari setiap kelompok data, kemudian dicari harga rerata besar pengaruh ( A)
dari keseluruhan penelitian yang dianalisis dengan meta analisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Lima buah hasil penelitian berupa jurnal dan tesis yang dianalsisi dalam
penelitian ini terbagi menjasi enam subpenelitian yang dilakukan sesuai dengan
jenis variabel yang diteliti. Keenam subpenelitian tersebut adalah 5 merupakan
sub penelitian yang meneliti tentang prestasi belajar matematika dan 1 sub
penelitian yang meneliti tentang kemampuan pemecahan masalah matematika.
Berikut ini akan disajikan analisi hasil penelitian berupa besarnya pengaruh (effect
size) pendekatan kontekstual terhadap pestasi belajar matematika.
Setelah dilakukan analisis effect size untuk semua subpenelitian (seperti
terlihat pada lampiran 2), pertama-tama dihitung interval rerata besar pengaruh,
sebagai berikut.

N 6
3,4173
A
0,5695
0,091

Interval rerata besar pengaruh pada taraf signifikan 5% ( = 0,05) dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
A
N
S x Z A

di mana:
N : jumlah subjek/subpenelitian
: jumlah besar effect size semua N
A : Rata-rata effect size semua N
S : Deviasi standar effect size semua N
Z : Nilai pada kurva normal untuk = 0,05

109

Dengan mensubtitusi angka-angka di atas ke dalam rumus maka,
0,5695
6
091 , 0 x 96 , 1

= 0,5695 0,0728
= 0,4967 --------- 0,6424
Jadi, interval rerata besar pengaruh berada pada rentangan 0,4967 sampai dengan
0, 6424.
Dari hasil analisis di atas, dapat dilihat bahwa interval rerata besar
pengaruh berada pada arah positif, yaitu sebesar 0,4967 sampai 0,4967. Hal ini
berarti secara keseluruhan, penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual
berpengaruh positif terhadap prestasi belajar matematika. Dengan kata lain,
penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual menyebabkan prestasi belajar
matematika kelompok eksperimen lebih tinggi 0,5695 kali deviasi standar prestasi
belajar matematika kelompok kontrol.

Pembahasan
Secara keseluruhan, pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi
belajar matematika. Hasil ini sesuai dengan temuan pada studi meta-analisis
keefektifan strategi instruksional yang dilakukan oleh Marhaeni (2003) dan
Nurdin Ibrahim (2009), bahwa strategi instruksional dapat meningkatkan hasil
belajar. Dalam pembelajaran matematika, pembelajaran kontekstual secara
keseluruhan terbukti lebih baik dan efektif dibandingkan pembelajaran
konvensional. Lebih efektifnya pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran
matematika, tidak lepas dari substansi matematika itu sendiri. Matematika adalah
disiplin ilmu yang tidak hanya berisi konsep-konsep, rumus-rumus, atau prinsip
tetapi juga memuat proses bagaimana konsep-konsep, rumus-rumus, atau prinsip
itu diperoleh. Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh tidak cukup hanya
dengan transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi lebih ditekankan pada
pengonstruksian pengetahuan lewat berbagai aktivitas berpikir dan dialog
pengalaman belajar. Pada pembelajaran matematika, proses konstruksi
pengetahuan oleh siswa nampaknya lebih terkondisikan dalam pembelajaran
kontekstual. Penelitian ini juga mengukuhkan konsep belajar matematika, yaitu
bahwa dalam proses pembelajaran matematika harus dapat menghubungkan
antara ide abstrak matematika dengan situasi dunia nyata yang pernah dialami
ataupun yang pernah dipikirkan siswa, karena matematika muncul dari kehidupan
nyata sehari-hari. Sebagai contoh, bangun ruang dan datar pada dasarnya didapat
dari benda-benda kongkrit dengan melakukan proses abstraksi dari benda-benda
nyata. Pembelajaran yang bisa mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia
nyata adalah pembelajaran kontekstual. Belajar matematika tidak hanya sekadar
belajar tentang konsep-konsep tetapi belajar secara bermakna. Bermakna dalam
hal ini siswa tahu tujuan mereka belajar matematika. Siswa belajar bermakna jika
materi dalam pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata yang dekat
dengan keseharian siswa. Salah satu tujuan belajar matematika adalah untuk
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan, sehubungan dengan itu siswa memerlukan matematika untuk
memenuhi kehidupan praktis dan memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-
110

hari, selain itu agar siswa mampu memahami bidang studi lain, berpikir logis,
kritis, rasional, praktis serta bersifat positif dan kreatif.
Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep seperti itu, maka proses pembelajaran akan
berlangsung secara bermakna. Proses pembelajaran akan berlangsung secara
alamiah dalam bentuk kegiatan bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa.

SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan kontekstual, efektif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika.
Berdasarkan hasil meta analisis ini, perlu disarankan kepada para guru matematika
untuk lebih mengoptimalkan penggunaan pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran matematika. Selanjutnya, mengingat manfaat yang diperoleh
melalui penelitian meta analisis, perlu dilakukan penelitian sejenis untuk bidang-
bidang lain dan menggunakan lebih banyak sampel penelitian eksperimental.

DAFTAR RUJUKAN
Azwar, Saifuddin. 1996. Tes Prestasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Berns, Robert G. and Patricia M. Erickson. 2001. Contextual Teaching and
Learning: Preparing Students for the New Economy. The Highlight Zone
Research @work. online. Contextual TeachingLearning.pdf&ei, diakses
Tanggal 2 Maret 2012.
Bloom B.S. 1971 Handbook on Formative and Sumative of Student Learning.
New York: McGraw-Hill Book Co.
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Elaine B Johnson. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin.
Press, Inc.
Glass, G.V., McGaw B. , & Smith, M.L. (1981). Meta-Analysis in Social
Research. London: Sage Publications.
Gredler, Margaret E. Bell.1986. Belajar dan Membelajarkan. Penterjemah.
Munandir. Jakarta. Rajawali Pers
Juliati S. (1993). Meta-Analisis Hubungan Hasil Belajar terhadap Sikap. Jurnal
Lemlit dan P2M Univ. Darma Persada. Tahun II no. 1 (Sept.) (22-33).
Kalchik, Stephanie and Kathleen Marie Oertle. 2010. The Theory And
Application Of Contextualized Teaching And Learning In Relation To
Programs Of Study And Career Pathways. Transition highlights, Issue 2,
September 2010.
Kulik, Jemes A. Snd Kulik, Chen-Lin. 1989. International of Educational Journal
Reseach. Meta analysis in education. Volume 13 Number 3. New York,
Pergamon Press.
Marhaeni, Ngurah. 2003. Meta-Analisis Pengaruh Strategi Pembelajaran
Terhadap Kemampuan Berbahasa Inggris. Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober.
111

Nasution. 2001. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara.
Nurdin Ibrahim. 2009. Meta-Analisis Pengaruh Pembelajaran Berbantuan
Komputer terhadap Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan dan kebudayaan
Vol. 15 No. 1 Januari.
Reigeluth Charles M. 1983. Instructional Theories in action, lessons illustrating
selected Theories and Models, New Jersey. Lawrence Erlbaum
ASSOCIETIES, In.
Sears, Susan. Teaching and Learning. 2002. A Primer for Effective Instruction.
Phi Delta Kappa Educational Foundation.
Shamsid-Deen, Ifraj and Bettye P. Smith. 2006. ontextual Teaching And Learning
Practices In The Family And Consumer Sciences Curriculum. Journal of
Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1,
Spring/Summer, (online) diakses tanggal 5 januari 2012.
Soekamto, Toeti. (1989). Keefektifan Strategi Instruksional suatu Meta-Analisis
(laporan penelitian tak terpublikasikan). Jakarta: Lembaga Penelitian
IKIP Jakarta
Woodworth, R.S & Marquis, D.G. 1962. Psychologi. New York: Rinehart and
Winston

Lampiran 1: DAFTAR TESIS DAN JURNAL YANG DIANALISIS

No. Judul Artikel Peneliti/tahun Nama Jurnal
Tahun
Publikas
i
1. Pengaruh Penerapan Pembelajaran
Kontekstual dan Gaya Berpikir
Terhadap Prestasi Belajar Matematika
I Wayan Eka
Mahendra (2007)
JIPP Program
Pascasarjana
Undiksha
2007
2. Pengaruh Penerapan Pendekatan
Kontekstual dan Jenis Tes Terhadap
Prestasi Belajar Matematika
I Made Aryantha
(2008)
- -
3. Pengaruh Penerapan Pendekatan
Kontekstual Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Prestasi
Belajar Matematika
Ni Luh Putu Ella
Damayanti (2009)
- -
4. Pengaruh Penerapan Pendekatan
Kontekstual Berbasis LKS Terhadap
Prestasi Belajar Matematika Ditinjau
Dari Motivasi dan Itelegensi Berprestasi
Siswa SMP N 1 Gianyar
Dewa Putu Kandel
(2009)
- -
5. Pengaruh Pendekatan Kontekstual dan
Penalaran Verbal Terhadap
Kemampuan Menyelesaikan Soal-Soal
Aplikasi Matematiak (Studi Eksperimen
Pada Siswa Kelas VII SMP PGRI
Denpasar)
K.Agus Widarma
Putra (2011)
- -
112

Lampiran 2.: HASIL TABULASI DATA DAN PENGHITUNGAN EFFECT SI ZES

No
Nama Peneliti,
Tahun
Jenjang
Pendd.
Waktu
Total
Sampel
Variabel Bebas
Variabel
Terikat
Jenis
Pendekatan

E X
K X
S
K
Fhit
Effect
Size
Eks Kon
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1.
I Wayan
Eka Mahendra
(2007)
SMP
12
Minggu
92 orang
Pendekatan
Pembelajaran dan
Gaya Berpikir
Prestasi Belajar
Matematika
CTL Konv. 48,37 43,41 8,25 9,50 0,6012
2
I Made Aryantha
(2008)
SMP
8
Minggu
96 orang
Pendekatan
Pembelajaran dan
Jenis Tes
Prestasi Belajar
Matematika
CTL Konv. 47,74 43,02 8,74 9,972 0,5400
3
Ni Luh Putu
Ella Damayanti
(2009)
SMP
8
Minggu
100 orang
Pendekatan
Pembelajaran dan
Gaya Berpikir
Prestasi Belajar
Matematika


CTL Konv. 49,90 45,36 8,05 6,005 0,5640
Kemampuan
pemechan
Masalah
Matematika
CTL Konv. 27,72 25,54 5,08 7,24 0,4291
4
K. Agus Widarma
Putra (2011)
SMP
10
Minggu
80 orang
Pendekatan
Pembelajaran dan
Penalaran Verbal
Prestasi Belajar
Matematika
CTL Konv. 45,72 40,32 7,34 8,49 0,7357
5
Dewa Putu
Kandel (2009)
7 Minggu 74 orang
Pendekatan
Pembelajaran,
Motivasi Berprestasi
dan Intelegensi
Prestasi Belajar
Matematika
CTL Konv. 35,86 34 3,399 7,01 0,5472


113

Lampiran 3. MENGITUNG RATA-RATA EFFECT SI ZE DAN DEVIASI STANDAR
EFFECT SIZE SEMUA N

3.1 Rata-rata Effect Size

A = 3,4173
N = 6
A
N

A
=

6
4173 , 3
=
= 0,5695

3.2 Deviasi Standar Effect Size

No X
) ( A A
2
) ( A A
1 0,6012 0,0317 0,001003
2 0,5400 -0,0295 0,00087
3 0,5640 -0,0056 3,1E-05
4 0,4291 -0,1404 0,019716
5 0,7357 0,1661 0,027605
6 0,5472 -0,0223 0,000499
Jumlah 3,4173 0,0000 3,08E-33


N
) (
S
2

A A
= A

6
33 E 08 , 3
=
00828 , 0 =
= 0,091






114

Pengaruh Air Rendaman Beras Dan Air Limbah AC Terhadap Pertumbuhan Vegetatif
Anggrek Bulan (Phalaenopsis Amabilis)

Ni Nyoman Parmithi
1)
, Ni Putu Yenny Andari
2)

Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
1)
Nyomanparmithi@yahoo.com

The Effect of Using Rice Soaking Water and Wastewater AC on Orchid Moon
(Phalaenopsis Amabilis) Plant Vegetative Growth
Wastes are substances or waste material resulting from a production process, both
industrial and domestic (household waste) whose presence at a particular moment is not
desirable because it can lower the quality of the neighborhood environment. On the other hand
liquid waste such as rice soaking water and wastewater AC can be used for watering the orchid
moon plants because it contains the elements needed for vegetative growth of orchids moon.
This study aimed to determine the effect of the use of rice soaking water and wastewater AC on
vegetative growth of orchids moon (Phalaenopsis amabilis). Formulation of the hypothesis
proposed in this study is "that there is the effect of using rice soaking water and wastewater AC
on vegetative growth of orchids moon (Phalaenopsis amabilis).
This study classified research experiments conducted by using a pattern of "the post-test
only control group design". The population was 120 orchid moon plants aged 60 days, which is
derived from month 4 bottles of orchid moon seeds. Of the population taken at random (random)
90 plants, which is divided into three replications. One replicates consisting of 30 samples (10
samples as a control, 10 samples of rice using water immersion, 10 wastewater samples using
AC).
The data obtained are in the form of wet weight data of each crop that has been aged 30 days in
each group. The data will be analyzed using statistical analysis techniques, namely Variant
Analysis (ANAVA). To test the hypothesis used in the calculation of the F-ratio significance
level of 5%. From the analysis of the data obtained Fempiris (Fo) of 107 while the F table (Ft)
with a significance level of 5% is equal to 3.35. Thus the null hypothesis (Ho) is rejected and
accept the alternative hypothesis. It can be concluded that no effect of the use of rice soaking
water and wastewater conditioned on the growth of orchids moon.

Keywords: Soak Rice Water, Wastewater AC, Orchid moon (Phalaenopsis
amabilis) plants in vegetative growth.

PENDAHULUAN
Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik
industri maupun domestik (limbah rumah tangga) yang kehadirannya pada suatu saat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena dapat menurunkan kualitas lingkungan (Andara, 2011).
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga dilakukan upaya penanganan terhadap
limbah tersebut. Tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis limbah dan
karakteristiknya.
Banyak orang berpendapat limbah tidak bisa dimanfaatkan dan tidak bernilai lagi. Namun
ada beberapa limbah yang masih bisa dimanfaatkan, misalnya limbah air rendaman beras dan air
limbah AC. Air limbah ini sangat cocok dimanfaatkan untuk menyiram tanaman, karena air
115

rendaman beras dan air limbah AC mengandung unsur-unsur yang diperlukan dalam
pertumbuhan vegetatif tanaman.
Berdasarkan observasi awal di tempat pembudidayaan anggrek di Flora Bali Jalan Hayam
Wuruk, Renon, Denpasar bahwa air rendaman beras dapat digunakan untuk menyiram tanaman
anggrek karena berfungsi mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman khususnya anggrek
bulan (Phalaenopsis amabilis). Dari informasi yang diperoleh di media internet selain air
rendaman beras ternyata air limbah AC dapat dimanfaatkan untuk menyiram tanaman anggrek
bulan (P. amabilis). Anggrek bulan merupakan tanaman hias berbunga berasumsi mewah yang
selalu digemari oleh seluruh lapisan masyarakat baik itu golongan bawah, menengah ataupun
golongan atas. Akan tetapi dalam proses pembudidayaannya banyak sekali mengalami
hambatan misalnya pemeliharaan tanaman itu sendiri. Pemeliharaan ini meliputi penempatan
tanaman, pemupukan dan pengairan (penyiraman) (Rukmana, 2000). Penempatan tanaman
anggrek bulan harus disesuaikan dengan lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman.
Anggrek bulan juga memerlukan unsur-unsur hara untuk pertumbuhannya, unsur hara ini bisa
didapatkan dalam pupuk. Pupuk tanaman anggrek bulan setidaknya mengandung 16 macam
unsur hara yang terdiri dari unsur hara makro dan unsur hara mikro. Pengairan (penyiraman)
tanaman anggrek bulan membutuhkan keadaan lingkungan yang lembab namun tidak banyak air.
Air terlalu banyak selain memicu pertumbuhan mikroorganisme, misalnya cendawan (jamur),
bakteri dan ganggang juga menyebabkan membusuknya akar serta mengeriputnya daun.
Penyiraman anggrek bulan tidak hanya menggunakan air biasa tetapi dapat juga
menggunakan alternatif lain yaitu memanfaatkan limbah air rendaman beras dan air limbah AC,
seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya selain berfungsi untuk menyiram tanaman kedua
limbah tersebut juga mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Serta dapat
memacu pertumbuhan vegetatif tanaman. Maka dari itu air rendaman beras dan air limbah AC
sangat cocok digunakan untuk menyiram tanaman anggrek bulan.
Dari urain di atas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang : Pengaruh
penggunaan air rendaman beras dan air limbah AC terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman
anggrek bulan (P. amabilis).
Berdasarkan pada latar belakang tersebut maka masalah akan dikaji untuk ditemukan
jawabannya adalah berupa dua permasalahan pokok sebagai berikut yaitu (1) Adakah pengaruh
penggunaan air rendaman beras dan air limbah AC terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman
anggrek bulan (P. amabilis) ? (2) Manakah yang paling baik digunakan untuk pertumbuhan
vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis) ?. Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah (1)
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh air rendaman beras dan air limbah AC terhadap
pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis). (2) Untuk mengetahui air apa yang
paling baik digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis).
Secara teoretis tanaman anggrek bulan merupakan tanaman hias dan termasuk tanaman
budi daya yang dideskripsikan oleh G. E. Rumphius ahli taksonomi Belanda pada tahun 1750
(Anonim, 2005). Tanaman anggrek bulan termasuk Famililia Orchidaceae (anggrek-
anggrekan), Genus Phalaenopsis, dan spesies Phalaenopsis amabilis (Sumber : Rukmana,
2000). Umumnya tanaman anggrek bulan bersifat epifit, tetapi terkadang dijumpai pula tumbuh
diatas bebatuan yang berada di lereng-lereng pegunungan. Tanaman ini juga banyak ditemui di
hutan-hutan basah, gelap, lembab, dan rimbun disepanjang aliran sungai (Anonim, 2005).
Morfologi tanaman anggrek bulan terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman anggrek bulan diantaranya (1) Faktor
alamiah yaitu cahaya, suhu (temperatur), kelembaban, keadan iklim, hama dan penyakit
116

tanaman. (2) Faktor secara buatan misalnya pemeliharaan. Pemeliharaan meliputi pemupukan,
penyiangan dan pengairan (penyiraman). Hal ini sangat menentukan pertumbuhan vegetatif
tanaman anggrek bulan. Penyiraman tanaman anggrek bulan dapat memanfaatkan limbah cair
yaitu air rendaman beras dan air limbah AC.
Air rendaman beras adalah salah satu dari berbagaimacam limbah yang dapat
dimanfaatkan kembali. Air rendaman beras dapat dimanfaatkan untuk menyiram tanaman. Air
rendaman beras adalah air yang dihasilkan oleh limbah rumah tangga (limbah dapur) yang
berasal dari air yang dipakai untuk merendam beras sebelum proses menanak nasi. Beras adalah
padi yang terkelupas kulitnya untuk ditanak menjadi nasi (Poerwadarminta, 1984). Saat
merendam beras, biasanya air rendaman akan berwarna keruh. Warna keruh menunjukkan bahwa
lapisan terluar dari beras ikut terkikis. Meskipun banyak nutrisi yang telah hilang, namun pada
bagian kulit ari masih terdapat sisa-sisa nutrisi yang sangat bermanfaat tersebut. Misalkan posfor
(P), salah satu unsur utama yang dibutuhkan tanaman dan selalu ada dalam pupuk majemuk
tanaman misalnya NPK. Posfor berperan dalam memacu pertumbuhan akar dan pembentukan
sistem perakaran yang baik dari benih dan tanaman muda. Kekurangan posfor berakibat buruk
bagi tanaman karena dapat mempengaruhi metabolismenya, pertumbuhan tanaman terhambat,
daun tua cepat rontok karena posfor mempunyai sifat bergerak dari daun tua ke daun muda. Air
rendaman beras juga mengandung karbohidrat yang tinggi. Nutrisi lainnya adalah zat besi yang
penting bagi pembentukan hijau daun (klorofil) juga berperan penting dalam pembentukan
karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu kulit ari juga mengandung karbohidrat, vitamin,
mineral, dan fitonutrien yang tinggi. Vitamin sangat berperan dalam proses pembentukan
hormon dan berfungsi sebagai koenzim (komponen non-protein untuk mengaktifkan enzim)
(Anonim, 2011). Semua unsur yang terkandung dalam air rendaman beras ini dapat memacu
pertumbuhan vegetatif tanaman.
Sedangkan Air Limbah AC yaitu air yang dihasilkan oleh alat pendingin ruangan. Sejarah
penemuan AC yaitu berawal dari akhir abad ke-18, orang-orang mulai mengembangkan mesin
pendingin untuk mencetak es. Kemudian munculah alat yang diberi nama kotak es sebagai alat
untuk mengawetkan makanan. Alat pendingin yang dilengkapi freezer (sekarang kita
menyebutnya kulkas), baru mulai dibuat orang pada awal abad ke-19 (Kurniawan, 2006). Sejak
itu, sistem pendingin berkembang dengan pesat. Orang tidak hanya menggunakan sistem
pendingin untuk mengawetkan makanan, melainkan juga untuk pengondisian udara atau yang
sekarang kita kenal dengan nama AC (Air Conditioner).
Proses kerja AC ini adalah penyerapan panas oleh evaporator, pemompaan panas oleh
kompresor, serta proses ekspansi. Evaporator AC bekerja dalam kondisi di bawah temperatur
embun dan selalu dalam keadaan basah. Air yang timbul akibat pengembunan ditampung dalam
wadah penampung lalu dialirkan kesaluran drainase. Saluran drainase ini adalah saluran yang
akan dialirkan limbah air AC tersebut (Kurniawan, 2006).
Banyak orang membuang air limbah AC secara sembarangan tanpa memanfaatkannya
lebih lanjut karena mereka beranggapan air limbah AC kotor. Namun banyak orang yang tidak
tahu air AC dapat dimanfaatkan untuk menyiram tanaman karena mengandung Oksigen (O
2
).
Oksigen adalah unsur yang sangat penting dalam proses pernafasan makhluk hidup.
Berdasarkan Uji Laboratorium air limbah AC pada tanggal 13 Februari 2013 sampai
dengan 16 Februari 2013 yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Instalansi Laboratorium Klinik menyatakan bahwa air limbah AC mengandung Klorida (Cl-)
88,2 mg/L air limbah AC, Nitrat sebagai N (NO
3
-N) 0,09 mg/L air limbah AC, Nitrit sebagai N
(NO
2
-N) 1,55 mg/L, dan Zat Organik sebagai (KMnO
4
) 12,1 mg/L air limbah AC.
117

Peranan masing-masing unsur yang terkandung dalam limbah AC tersebut adalah Klorida
berperan mendorong pembentukan klorofil dan dapat mengurangi transpirasi (penguapan)
sehingga daun-daun akan menjadi lebih berair serta meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil
tanaman, Nitrat sebagai N berfungsi sebagai memacu pertumbuhan vegetatif tanaman dan
membantu proses fotosintesis bagi tanaman hijau, Nitrit sebagai N berfungsi memacu
pembentukan protein (Rukmana, 2000). Dan zat organik berfungsi memperkecil angka kematian
tanaman. Dapat disimpulkan air limbah AC selain dapat dimanfaatkan sebagai air untuk
menyiram tanaman juga dapat memenuhi unsur-unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman
anggrek untuk memacu pertumbuhan vegetatif anggrek tersebut. Berdasarkan masalah, tujuan,
dan paparan teoretis maka diajukan hipotesis yaitu ada pengaruh penggunaan air rendaman beras
dan air limbah AC terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis).

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Penelitian eksperimen yaitu bertujuan untuk menyelidiki
kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel kontrol dan variabel perlakuan.
Tujuan penelitian eksperimen ini adalah untuk menetapkan hukum sebab-akibat dengan
mengisolasi variabel kausal (Emzir, 2007). Penelitian ini menggunakan pola dasar the post tes
only control group desaign yang model penelitiannya menggunakan randomisasi dan
perbandingan kedua kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan
di Banjar Silakarang, Singapadu Kaler, Sukawati, Gianyar, Bali. Penelitian ini dilaksanakan 30
hari , yaitu dimulai tanggal 2 Februari 2013 sampai tanggal 4 Maret 2013. Alat dan bahan yang
digunakan adalah pot plastik (ukuran disesuaikan), semprotan/sprayer, ember besar, kertas koran
bekas, kawat kecil, Neraca Ohaus, bibit tanaman anggrek bulan botolan, air ledeng/air sumur, air
rendaman beras,air limbah AC dan mos. Seluruh individu yang menjadi objek penelitian ini
adalah 120 tanaman anggrek bulan berumur 60 hari yang berasal dari 4 bibit anggrek bulan
botolan yang dibeli di Flora Bali, Jln.Hayamwuruk, Denpasar. Dari jumlah populasi tersebut
diambil sebanyak 90 tanaman anggrek bulan yang telah berumur 60 hari yang diambil secara
random (acak) dengan teknik undian. Dari 90 tanaman anggrek bulan tersebut dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu satu kelompok kontrol, dan dua kelompok eksperimen, sehingga masing-
masing kelompok mendapat 30 sampel. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan tiga kali
pengulangan. Data yang dikumpulkan berupa data pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan
yang dilakukan dengan cara menimbang berat basah masing-masing sampel tanaman.
Penimbangan dilakukan dua kali yaitu pada awal percobaan dan akhir percobaan. Berat basah
tanaman diukur dengan cara menimbang tanaman pada akhir percobaan yaitu setelah 30 hari
pemeliharaan, kemudian dikurangi dengan berat tanaman awal, dengan menggunakan Neraca
Ohaus.
Data yang diperoleh dari hasil penimbangan berupa berat basah selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan analisis statistik. Sedangkan untuk menguji hipotesis dipergunakan teknik
Analisis Varian (ANAVA) satu jalur dengan rumus :




(Sumber : Sugiyono, 2011)
Keterangan :
F
ratio
= angka-angka perbandingan antara MK
ant
dan MK
dal
MK
ant
F
hitung
=
MK
dal
118

MK
ant
= mean kuadrat antar kelompok yakni variabilitas antar kelompok
MK
dal
= mean kuadrat dalam kelompok yakni variabilitas dalam kelompok

Sebelum menghitung F-ratio, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut
a. Menghitung jumlah kuadrat (JK)
1. Menghitung jumlah kuadrat total (JK
tot
)
2. Menghitung jumlah kuadrat antar kelompok (JK
ant
)
3. Menghitung jumlah kuadrat dalam kelompok (

)
b. Menghitung derajat kebebasan (dk

)
1. Menghitung derajat kebebasan total (dk
tot
)
2. Menghitung derajat kebebasan antar kelompok (dk
ant
)
3. Menghitung derajat kebebasan dalam kelompok (dk
dal
)
c. Menghitung kuadrat tengah (MK)
1. Menghitung kuadrat tengah antar kelompok (MK
ant
)
2. Menghitung kuadrat tengah dalam kelompok (MK
dal
)

Kriteria yang berlaku untuk menguji tarap signifikansi 5 % adalah : jika harga F- ratio
yang diperoleh lebih besar atau sama dengan F-ratio dalam tabel, maka hipotesis nol (H
o
) ditolak
dan berlaku hipotesis alternatif (H
1
). Ini berarti pemberian air yang berbeda memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis).
Sedangkan jika F-ratio yang diperoleh dalam perhitungan lebih kecil dari F-tabel, maka
hipotesis nol diterima dan menolak hipotesis alternatif. Ini berarti air yang berbeda tidak
memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis).

Untuk
mengetahui perlakuan yang mana yang memberikan pengaruh yang paling besar terhadap
variabel terikat, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji LSD (Least Significance
Difference). Adapun rumusannya sebagai berikut.



(Sumber : Wirawan, 2002)
Keterangan
n = jumlah individu dalam kelompok
K = banyak kelompok perlakuan
MK = kuadrat tengah dalam kelompok
N = total sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dalam eksperimen ini adalah data tentang berat basah tanaman
anggrek bulan (gram). Data tersebut kemudian akan direkapitulasikan berat rata-ratanya pada
tiap tanaman dari tiga kali ulangan pada setiap kelompok perlakuan yaitu sebagai berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Berat Rata-rata Tiap Tanaman dari Tiga Kali Ulangan Pada Setiap
Kelompok Perlakuan (dalam gram)
No.
Kelompok Perlakuan
Kontrol (P
o
) Air Rendaman Beras (P
1
) Air Limbah AC (P
2
)
LSD 5% = t (1/2;N-K).
.



119

1 1,12 1,32 1,58
2 1,18 1,36 1,68
3 1,17 1,37 1,85
4 1,12 1,33 1,60
5 1,19 1,40 1,52
6 1,16 1,33 1,49
7 1,18 1,38 1,70
8 1,22 1,34 1,53
9 1,26 1,66 1,86
10 1,15 1,46 1,57
Jumlah
11,75 13,95 16,38
Rata-rata
1,17 1,39 1,63

Pada rekapitulasi berat rata-rata tiap tanaman dari tiga kali ulangan pada setiap kelompok
perlakuan diperoleh perbedaan berat basah tanaman anggrek bulan yaitu pada kontrol (P
o
) 1,17
gram, air rendaman beras 1,39 gram dan air limbah AC 1,63 gram. Rata-rata berat basah
tanaman anggrek yang paling tinggi adalah pada kelompok air limbah AC yaitu 1,63 gram.
Berdasarkan berat rata-rata data yang disajikan dalam tabel tersebut, selanjutnya juga
disajikan dalam bentuk grafik untuk menggambarkan perbedaan berat basah tanaman anggrek
bulan (P. amabilis) pada masing-masing kelompok kontrol (P
o
), air rendaman beras (P
1
) dan air
limbah AC (P
2
).

Gambar 1. Grafik Rata-rata Berat Basah Tanaman Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) Pada
Ulangan I, II dan III dalam satuan gram.
Dari grafik rata-rata berat basah tanaman anggrek bulan pada ulangan I, II dan III tersebut
dapat dilihat kelompok kontrol rata-rata berat basahnya adalah 1,17 gram, pada kelompok air
rendaman beras 1,39 gram dan pada kelompok air limbah AC adalah 1,63 gram. Berdasarkan
grafik tersebut didapatkan bahwa pada ulangan I,II dan III rata-rata berat basah yang paling
tinggi adalah pada kelompok air limbah AC yaitu 1,63 gram.
Selanjutnya untuk membuktikan hipotesis penelitian, maka data yang telah dikumpulkan
sesuai dengan tabel diolah dengan analisis statistik, sedangkan untuk menguji hipotesis
digunakan teknik analisis varian (ANAVA) satu jalur
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian hipotesis adalah sebagai
0
0.5
1
1.5
2
P0
P1
P2
120

berikut: (1) Merumuskan Hipotesis Nol (H
o
) menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
penggunaan air rendaman beras dan air limbah AC terhadap pertumbuhan vegetatif anggrek
bulan (P. amabilis). (2) Menyusun Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai F

Tabel 2. Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai F
No Kelompok Perlakuan
Kontrol
(P
o
)
Air Rendaman
Beras (P
1
)
Air Limbah AC
(P
2
)
Total
X
1
X
1
2
X
2
X
2
2
X
3
X
3
2
X
total
X
total
2
1
1,12 1,25 1,32 1,74 1,58 2,49 4,02 5,48
2
1,18 1,39 1,36 1,84 1,68 2,82 4,22 6,05
3
1,17 1,36 1,37 1,87 1,85 3,42 4,39 6,65
4
1,12 1,25 1,33 1,76 1,6 2,56 4,05 5,57
5
1,19 1,41 1,40 1,96 1,52 2,31 4,11 5,68
6
1,16 1,34 1,33 1,76 1,49 2,22 3,98 5,32
7
1,18 1,39 1,38 1,90 1,70 2,89 4,26 6,18
8
1,22 1,48 1,34 1,79 1,53 2,34 4,09 5,61
9
1,26 1,58 1,66 2,75 1,86 3,45 4,78 7,78
10
1,15 1,32 1,46 2,13 1,57 2,46 4,18 5,91
Jumlah
11,75 13,77 13,95 19,50 16,38 26,96 42,08 60,23
Tabel 3. Ringkasan Analisa Varian (Anava) Hasil Percobaan



Dari hasil
analisa data dengan Analisis Varian (Anava) diperoleh nilai F
hitung
(F
o
) pada percobaan adalah
107 sedangkan nilai penolakan untuk dk
ant
= 2 dan dk
dal
= 27 dengan taraf signifikansi 5 %
adalah 3,35. Dengan demikian nilai F
hitung
> F
tabel.
Ini berarti hipotesis nol (H
o
) yang diajukan
ditolak dan menerima hipotesis alternatif (H
1
).
Untuk menentukan kelompok air terbaik, maka setelah uji hipotesis dilanjutkan dengan
menggunakan uji LSD (Least Significance Difference) dengan rumus :
LSD 5% = t
(1/2 ; N - K)
.
.


= t
(0,025; 30-3)
.


= 2,052 .


Sumber
Variasi
(SV)
dk JK MK
F
empiris

(F
o
)
F
teori
(F
t
)
Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Antar
Kelompok
2 1,07 0,535
107 3,35 Signifikan
Dalam
Kelompok
27 0,14 0,005
121

= 2,052 .



= 2,052 . 0,031

= 0,063

Selanjutnya menentukan perbedaan rata-rata berat basah tanaman anggrek bulan pada
kontrol, air rendaman beras dan air limbah AC. Nilai perbedaan rata-rata yang lebih besar dari
LSD menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata berat basah tanaman
anggrek bulan.

Tabel 4. Perbedaan Rata-rata Berat Tanaman Anggrek Bulan dalam gram pada Kontrol, Air
Rendaman Beras dan Air Limbah AC.
P
0
P
1
P
2
P
0
P
0
0,24 0,46
P
1
0,24 P
1
0,22
P
2
0,46 0,22 P
2

Dari tabel 04 dapat dilihat nilai perbedaan rata-rata berat basah tanaman anggrek bulan
dimana kelompok kontrol berbeda nyata dengan kelompok air rendaman beras, kelompok air
rendaman beras berbeda nyata dengan kelompok air limbah AC, dan kelompok kontrol berbeda
nyata dengan kelompok air limbah AC. Berdasarkan perolehan tersebut menyatakan bahwa ada
perbedaan pengaruh penggunaan air rendaman beras dan air limbah AC terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis).

1. Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis
Dari hasil analisa data dengan Analisis Varian (ANAVA) diperoleh nilai F
hitung
(F
o
) pada
percobaan adalah 107 sedangkan nilai penolakan untuk dk
ant
= 2 dan dk
dal
= 27 dengan taraf
signifikansi 5 % adalah 3,35. Dengan demikian nilai F
hitung
> F
tabel.
Ini berarti hipotesis nol (H
o
)
yang diajukan ditolak dan menerima hipotesis alternatif (H
1
). Oleh karena itu dapat
diinterpretasikan bahwa, dengan menggunakan air rendaman beras dan air limbah AC terhadap
tanaman anggrek bulan (P. amabilis), maka pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan
berbeda-beda pula.
Untuk mengetahui air limbah terbaik yang memberikan hasil optimal maka dilakukan uji
lanjut yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji LSD 5 %. Hasil perhitungan Uji LSD
diperoleh bahwa jenis air limbah yang digunakan dalam penelitian ini berbeda nyata seperti pada
tabel 04. Oleh karena itu diinterpretasikan bahwa ada perbedaan pengaruh penggunaan air
rendaman beras dan air limbah AC terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P.
amabilis). Untuk perlakuan terbaik pada eksperimen ini ditunjukan oleh perlakuan dengan
menggunakan air limbah AC (P
2
) data pada tabel 13.

Pembahasan
Dari hasil data yang diperoleh F
empiris
(F
o
) hasil percobaan ternyata lebih dari nilai F
tabel
(F
t
). Ini berarti hipotesis nol (H
o
) ditolak dan hipotesis alternatif (H
1
) diterima. Hasil perhitungan
uji LSD diperoleh hasil bahwa antara air rendaman beras dan air limbah AC beda nyata seperti
122

pada tabel 04, sehingga dapat diartikan bahwa ada perbedaan pengaruh penggunaan air
rendaman beras dan air limbah AC terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P.
amabilis). Pada tabel 04 dapat dilihat pula perbedaan nilai rata-rata yang paling tinggi adalah air
limbah AC. Ini berarti diantara perlakuan tersebut, air limbah AC yang memiliki pengaruh paling
baik untuk pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis). Air limbah AC sangat
baik untuk menyiram tanaman anggrek bulan karena mempunyai kandungan unsur-unsur yang
diperlukan oleh tanaman anggrek bulan. Berdasarkan Uji Laboratorium, pada Februari 2013 di
Laboratorium Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, bahwa air limbah AC mengandung Klorida
(Cl-) 88,2 mg/L air limbah AC, Nitrat sebagai N (NO
3
-N) 0,09 mg/L air limbah AC, Nitrit
sebagai N (NO
2
-N) 1,55 mg/L, dan Zat Organik sebagai (KmnO
4
) 12,1 mg/L air limbah AC.
Peranan masing-masing unsur yang terkandung dalam limbah AC tersebut adalah klorida
berperan mendorong pembentukan klorofil dan dapat mengurangi transpirasi (penguapan)
sehingga daun-daun akan menjadi lebih berair serta meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil
tanaman, nitrat sebagai N berfungsi sebagai memacu pertumbuhan vegetatif tanaman dan
membantu proses fotosintesis bagi tanaman hijau, nitrit sebagai N berfungsi memacu
pembentukan protein (Rukmana, 2000). Dan zat organik berfungsi memperkecil angka kematian
tanaman. Dapat disimpulkan air limbah AC selain dapat dimanfaatkan sebagai air untuk
menyiram tanaman juga dapat memenuhi unsur-unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman
anggrek. Oleh karena itu air limbah AC sangat baik untuk memacu pertumbuhan vegetatif
anggrek bulan (P. amabilis). Dari hasil pengamatan kelompok (P
2
) air limbah AC

karakteristik
fisik tanaman anggrek bulan diantaranya : (1) Daun tampak lebar dan segar, (2) Adanya
pertumbuhan tunas baru, (3) Pertumbuhan akar yang baik dan tampak subur.
Air rendaman beras merupakan salah satu alternatif untuk menyiram tanaman anggrek
bulan, hasil yang diperoleh cukup baik karena air rendaman beras mengandung unsur-unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman, namun dapat menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan
anggrek bulan (P. amabilis) yaitu munculnya cendawan (jamur). Oleh karena itu air limbah AC
lebih baik digunakan untuk menyiram tanaman jika dibandingkan dengan air rendaman beras.
Dari hasil pengamatan kelompok (P
1
) air rendaman beras

karakteristik fisik tanaman anggrek
bulan diantaranya : (1) Pada daun tampak beberapa bintik-bintik hitam dan putih serta daun
terlihat kurus memanjang (2) Ada pertumbuhan tunas baru, (3) Pertumbuhan akar yang kurang
baik dan berwarna kecoklatan.
Air ledeng sangat umum digunakan dalam penyiraman tanaman anggrek bulan (P.
amabilis), namun air ini mengandung sedikit unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman anggrek
bulan. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan berjalan
lamban dibandingkan dengan menggunakan air rendaman beras dan air limbah AC. Dari hasil
pengamatan kelompok air ledeng

(P
o
) sebagai kontrol karakteristik fisik tanaman anggrek bulan
diantaranya : (1) Pada daun tampak segar tetapi daun terlihat kurus dan pertumbuhan daun
berjalan lambat, (2) sangat sedikit tunas baru yang tumbuh, (3) Pertumbuhan akar yang kurang
baik.
Berdasarkan pembahasan dan hasil pengamatan karakteristik fisik tanaman, dapat
disimpulkan air limbah AC paling baik digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek
bulan (P. amabilis) jika dibandingkan dengan air rendaman beras dan air ledeng sebagai kontrol.




123

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Penggunaan air rendaman beras dan air limbah AC berpengaruh terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis).
2. Air yang paling baik bagi pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek bulan (P. amabilis)
adalah air limbah AC, karena terbukti bahwa pada kelompok air limbah AC berat rata-rata
tanaman anggrek bulan paling tinggi yaitu 1,63 gram.
Saran-saran
1. Dari hasil penelitian, air limbah AC sangat baik digunakan dalam pertumbuhan anggrek
khususnya anggrek bulan (P. amabilis). Oleh karena itu bagi penggemar tanaman anggrek
bulan apabila memilki pendingin ruangan (AC) , agar airnya tidak terbuang percuma dapat
digunakan sebagai media alternatif untuk menyiram tanaman anggrek bulan.
2. Bagi para penjual anggrek agar menggunakan air limbah AC untuk menyiram tanaman
anggrek bulan selain berfungsi untuk menyiram juga mengandung unsur-unsur yang
dibutuhkan tanaman anggrek bulan dan dapat mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman
anggrek tersebut.
3.
DAFTAR RUJUKAN
Andara, Resta. 2011. Limbah. available : http://limbah.blogspot.com. dikunjungi tanggal 16
April 2013.
Anonim. 2005. Phalaenopsis. TRUBUS : Depok
Anonim. 2012. Faktor-faktor Penting Dalam Pertumbuhan Anggrek. available :
http://anggrekist.blogspot.com. dikunjungi tanggal 26 September 2012.
Anonim. 2012. Jendela Ilmu Morfologogi Anggrek. available : http://anggrekist.blogspot.com.
dikunjungi tanggal 24 November 2012.
Anonim. 2011. Kandungan Air Rendaman Beras. available : http://www.sehatcommunity.com.
dikunjungi tanggal 12 Desember 2012
Antari, I Gusti Ayu Putri. 2012. Pengaruh Penggunaan Pupuk Kandang dan Pupuk Kompos
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman Kamboja Jepang (Adenium waterval). Skripsi
(tidak diterbitkan).
Emzir. 2007. Metodologi penelitian pendidikan kuantitatif dan Kualitatif. PT Raja Grafindo
Persada : Jakarta.
Indawati. 2011. Pengaruh Berbagai Media Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Anggrek Cattleya. Skripsi (tidak diterbitkan).
Kurniawan, Iwan. 1998. Merawat dan Memperbaiki AC. PUSPA SWARA : Jakarta.
Lamria, dkk. 2011. Makalah Oksigen Kimia. available : http://www.scribd.com. dikunjungi
tanggal : 17 Desember 2012.
Matnawy, Hudi. 1989. Perlindungan Tanaman. KANISIUS (Anggota IKAPI) : Yogyakarta.
Poerwadaminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta.
Rahmawati. 2009. Memanfaatkan Bekas Air AC. available : http://gudang-informasi.com.
dikunjungi tanggal : 17 Desember 2012.
Ria. 2012. Penyakit pada Tanaman Anggrek Pengendalian Hama dan Penyakit Anggrek.
available: http://ria555.wordpress.com. dikunjungi tanggal : 17 Maret 2013.
Rukmana. 2000. Budi Daya Anggrek Bulan. KANISIUS (Anggota IKAPI) : Yogyakarta.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sutrisno, Toto. 1989. Pemupukan dan Pengelolaan Tanah, CV. ARMICO : Bandung.
124

Vendra. 2009. Air dari AC (Air Conditioner). available : http://sakidaka.blogspot.com.
dikunjungi tanggal : 17 Desember 2012
Wirawan, Nata. 2002. Statistika 2 (Statistika Inferensia). Keraras Emas : Bali.










































125

Perbandingan Pengklasifikasian Antara Regresi Logistik Dan Support Vektor Machine(SVM) Studi
Kasus Diagnosis Pasien Kanker Payudara

I Wayan Sudiarsa
Email : wsudiarsa72@yahoo.com

ABSTRACT
Classification Comparison Between Logistic Regression and Support Vector Machine (SVM) Case
Study Diagnosis of Breast Cancer Patients.
A methods it is can be use for modelized between response variables which binary data with one or
more predictor variable are regression binear (RLB) methods and Support Vector Machine (SVM).
Research purposed is find out which is the best methods in give or show the classification to breast cancer
patient. The data that use in this case are sekunder data of breast cancer patient get from hospitals in Bali
with 267 data. Bared on research analysis data it is found that regression logistic binear methods result
minimum classification and there are 3 effect factor to malignat breast cancer, which are : intermediate,
birads, and ages in others SVM methods give 94,34 % minimum classification all predictor variable that
used effected to malignat breast cancer.

Key Words : RLB, SVM, Breast Cancer, Classification

PENDAHULUAN
Salah satu model linier tergenerialisir adalah model untuk data binear yaitu dengan variabel
respon bersifat dikotomus berupa kanker jinak (bening) atau ganas (malignat) pasien dari suatu penyakit
kanker payudara (Purwantaka. 2010) suatu metode yang dapat dipakai untuk memodelkan antara variabel
respon yang berupa data binear dengan satu atau lebih variabel prediktor adalah model Regresi Logistic
Binner (RLB) dan Support Vector Machine (SVM). (Purnami, S.W.,Mbong,A., 2008). Kedua metode ini
sangat baik dipakai untuk menduga atau memprediksi dari suatu parameter di dalam memberikan atau
menunjukkan ketepatan klasifikasi (Keless, A., dan Yavus, U., 2011). Regresi Logistik Biniar adalah
analisis regresi logistic antara variabel prediktor dengan variabel respon yang terdiri dari dua kategori
(dikotomus) yaitu 0 dan 1. Variabel respon Y mengikuti distribusi berrnouli (Hosmer dan Limeshow,
2000). Sedangkan Support Vector Machine (SVM) adalah salah satu metode klasifikasi untuk
mendapatkan optimal hiperplane yang memisahkan dua set data dari dua kelas yang berbeda (Nugroho
dan Witarto, 2003). Misalkan himpunan X = {x1, x2,..,xn} dengan Xi.eR
n
, i = 1,2, n dengan x
berpola tertentu, dengan xi termasuk dalam suatu class. Maka Xi diberikan lebel yi = +1 dan tidak diberi
lebel yi = -1. Dengan demikian klasifikasi himpunan vector berupa set data berpasangan : (x
1
, y
1
), (x
2
,
y
2
),, (x
i
, y
i
). X e R
n
, y e (-1,1).
126

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Support Vector
Machine (SVM) memberikan ketepatan klasifikasi di atas 95 % (D., She, L., dan Hang, P, A, 2009). Hal
ini menunjukkan keunggulan metode Support Vector Machine yang menghasilkan akurasi yang tinggi.
Bertitik tolak dari hal ini penulis akan mencoba membandingkan Metode Regresi Logistik Binner (RLB)
dan Support Vector Machine (SVM) dengan studi kasus data momografi pada pasien kanker payudara
untuk membandingkan ketepatan klasifikasi dari kedua metode tersebut. Berdasarkan latar belakang dapat
dirumuskan masalah manakah metode yang paling baik diantara keduanya dalam memberikan atau
menunjukkan ketepatan klasifikasi pada pasien kanker payudara. Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui metode mana yang paling baik dalam memberikan atau menunjukkan ketepatan
klasifikasi pada pasien kanker payudara.

Regresi Logistik Biner.
Regresi logistik merupakan suatu metode analisis data yang mendeskripsikan antara variabel respon
dengan satu atau lebih variabel prediktor. Regresi logistik biner variabel responnya yang bersifat
dikotomus yang terdiri dan dua kategori yaitu 0 dan 1, sehingga variabel respon akan mengikuti distribusi
Bernoulli dengan fungsi probabilitas sebagai berikut (Hosmer dan Lemeshow, 2000).
i i
y i
i
y
i i
x x y f

= )) ( 1 ( ) ( ) ( t t dengan y
i
= 0,1
Jika y
i
= 0, maka ) ( 1 )) ( 1 ( ) ( ) 0 (
0 1 0
i i i
x x x f t t t = =


Jika y
i
= 1, maka (1) = t (x
i
)
1
(1 - t (x
i
))
1-1
= t ( x
i
)
Penyusunan model regresi logistik ini dapat terdiri dari banyak variabel prediktor yang dikenal
sebagai model multivariabel. Rata-rata bersyarat dari y jika diberikan nilai x adalah t ( x
i
) = E(Y/x).
berdasarkan Hosmer dan Lemeshow (2002) model regresi logistik adalah sebagai berikut.
t (x) =
) ... ( exp 1
) ... ( exp
1 1 0
1 1 0
p p
p p
x x
x x
| | |
| | |
+ + + +
+ + +

(1)
Regresi logistik biner adalah analisis regresi logistik antara variabel prediktor dengan variabel
respon yang terdiri dari dua kategori (dikotomus), yaitu 0 dan 1. Variabel respon (y) mengikuti distribusi
Bernoulli (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Regresi logistik biner bertujuan untuk mencari pola hubungan
antara variabel x dengan t ( x
i
) dimana t ( x
i
) adalah probabilitas kejadian yang disebabkan variabel x
sehingga hasil fungsi logistik kemungkinan bernilai 0 atau 1. Berikut adalah model regresi logistik
berdasarkan Hosmer dan Lemeshow (2000) adalah sebagai berikut.
t (x) =
) ... ( exp 1
) ... ( exp
1 1 0
1 1 0
p p
p p
x x
x x
| | |
| | |
+ + + +
+ + +

(2)

127

Fungsi logit model regresi logistik biner dengan p variabel prediktor adalah sebagai berikut.
t (x) =
p p
x x | | | ...
1 1 0
+ +
(3)
Selanjutnya model regresi logistik pada persamaan (2.2) dapat ditulis sebagai berikut
t (x) =
)) ( ( exp 1
)) ( ( exp
x g
x g
+

(4)
Pendugaan Parameter
Metode Maximum Likelihood Estimator (MLE) adalah metode yang digunakan untuk menduga
parameter-parameter yang terdapat dalam model regresi logistik. Metode ini menduga dengan
memaksimumkan fungsi likelihood. Fungsi likelihood yang dimaksimumkan adalah (Hosmer dan
Lemeshow, 2000).
1() =
[
=
n
i 1
t ( x
i
)
y
i
(1 - t ( x
i
))
1-y
i
dengan t ( x
i
) =
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|

=
=
p
j
ij j
p
j
ij j
x
x
0
0
exp 1
exp
|
|

L() = In (l()) =

= = = = (
(

|
|
.
|

\
|
+
(

n
i
p
j
ij j j
n
i
ij i
p
j
x x y
1 0 1 0
exp 1 ln | | (5)
Persama (2.5) dideferensialkan terhadap , sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.
( )

= =
=
c
c
n
i
ij ij
n
i
i
J
x x x y
L
1
1
1
) ( t
|
|

(6)
Setelah dideferensialkan terhadap , persamaan (2.6) disamakan dengan nol, namun cara ini
sering kali diperoleh hasil yang eksplisit sehingga dilakukan metode iterasi Newton Rhapson untuk
memaksimumkan fungsi likelihood (Agresti, 2002). Berikut adalah langkah-langkah bagaimana metode
Newton Rhapson mendapatkan nilai
,
| dari sebuah fungsi L() yang telah dimaksimumkan.

Pengujian Parameter
Pengujian parameter dalam regresi logistik biner dilakukan baik secara serentak maupun individu.
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian parameter secara serentak adlah sebagai berikut.
H
0
:
1
=
2
= =
P
= 0
128

H
1
: paling sedikit terdapat satu
k
0 dengan k = 1,2,,p.
Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji G atau likelihood ratio test.
G = -2 In
(
(
(
(
(

H
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|

=
,
) 1 (
1
0
0
1
1
) 1 (
i
y
i
i
yi n
i
n n
y
n
n
n
n
t

(7)
dengan n
1
=
1 0
1 1
0
; ) 1 ( ; n n n y n y
n
i
i
n
i
i
+ = =

= =

n
1
adalah banyaknya observasi berkategori 1, dan n
0
adalah banyaknya observasi berkategori 0. Penolakan
terhadap H
0
dilakukan jika nilai G > nilai X
(a,v)
dengan derajat bebas v = p -1 dimana p adalah banyaknya
variabel prediktordalam model atau dapat disimpulkan Tolak H
0
jika nilai P-value < .
Hipotesis yang digunakan untuk pengujian secara parsial ini adalah sebagai berikut.
H
0
:
j
= 0
H
1
:
j
0 dengan j = 1,2,,p
Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji Wald (Hosmer dan Lemeshow, 2000).
W =
,
,
) (
J
J
SE |
|

(8)
Dengan ES(
,
|
J
) = ) var(
,
i
| adalah Taksiran standard error parameter. Penolakan terhadap H
0
dilakukan
jika W > Z
/2
atau W
2
> X
2
) , ( o db
dimana db adalah derajat bebas dengan nilai sama dengan 1.

Interpretasi Koefisien Parameter
Salah satu ukuran yang digunakan untuk menginterpretasikan koefisien variabel prediktoradalah
Odds ratio. Odds ratio menunjukkan perbandingan peluang munculnya suatu kejadian dengan peluang
tidak munculnya kejadian tersebut. Tabel 2.2 menunjukkan nilai model regresi logistik dengan variabel
prediktor bersifat dikotomus.


129

Tabel 1 Nilai Model Regresi Logistik dengan Variabel Predikat Bersifat Dikotomus.
Variabel Respon (Y)
Variabel Prediktor (X)
x = 1 x = 0
y = 1
1 0
1 0
1
) 1 (
| |
| |
t
+
+
+
=


0
0
1
) 1 (
|
|
t

+
=
y = 0
1 0
1
1
) 1 ( 1
| |
t
+
+
=


0
1
1
) 0 ( 1
|
t
+
=
Total 1 1

odds ratio didefinisikan Hosmer dan Lemeshow (2000) sebagai berikut.
OR =
1
0
1 0

(1)] (0)[1
(0)] (1)[1
(0)] (0)/[1
(1)] (1)/[1
= =


(9)
In (OR) = In
1 1
) (e In g(0) g(1)
(0)] (0)/[1
(1)] (1)/[1
= = =
(

(10)

Uji Kesesuaian Model. Statistik uji yang dipakai adalah statistik Hosmer-Lemeshow (
,
C ) dengan
hipotesis berikut (Hosmer dan Lemeshow, 2000).
H
0
: model sesuai (tidak ada perbedaan yang nyata antara hasil observasi dengan hasil prediksi).
H
1
: model tidak sesuai (ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil
prediksi.
Statistik uji yang digunakan adalah Hosmer-Lemeshow Chi-Square seperti pada persamaan
berikut (Hosmer dan Lemeshow, 2000).
,
C =

8
1
,
2 ,
) 1 (
) (
k
k
k
k
k k k
n
n o
t t
t

(11)
dimana
130

o
k
=

=

=
=
K K
C
j k
j j
k
C
j
j
n
m
y
1
,
,
1
;
t
t
keterangan :
g = Jumlah group
n
,
k
= Banyaknya observasi pada kelompok ke-k
o
k
= Jumlah nilai variabel respon pada kelompok ke-k
m
j
= Banyaknya observasi yang memiliki nilai
,
j
t

k
t = Rata-rata Taksiran probabilitas
H
0
ditolak jika
,
C > X
2
(,g-2)
atau Tolak H
0
jika P-value < .

Support Vector Machine (SVM). Support vector machine (SVM) pertama kali dikenalkan oleh Vapnik
pada tahun 1992 pada saat dipresentasikan di Annual Workshop on Computational Learning Theory
(Nugroho dan Witarto, 2003). SVM adalah salah satu metode klasifikasi untuk mendapatkan optimal
hyperplane yang memisahkan dua set data dari dua kelas yang berbeda.
Klasifikasi Linier Separabel . Prinsip dasar SVM adalah linier classifier, kasus klasifikasi yang secara
linier dapat dipisahkan. Misalnya diberikan himpunan X = {x
1
, x
2
,,x
n
}, dengan x
i
R
n
, i = 1,,n.
diketahui bahwa X berpola tertentu, yaitu apabila x
i
termasuk dalam suatu class maka x
i
diberikan label
(target) y
i
= +1, jika tidak diberi label y
i
= -1. Sehingga data yang diberikan berupa pasangan (x
1
, y
1
), (x
2
,
y
2
),, (x
n
, y
n
). SVM melakukan klasifikasi himpunan vector training berupa set data berpasangan dari
dua kelas,
(x
1
, y
1
), (x
2
, y
2
),, (x
1
, y
1
), x R
n
, y {-1,1},
dengan fungsi pemisah (hyperplane)
(w.x) + b = 0
(12)
dimana parameter w,b dibatasi oleh persamaan
min
i
x
x.m + b= 1
(13)
Pemisahan hyperplane dengan bentuk canonical mengikuti constraint atau batasan berikut,
131

y
i
[(w.x
i
) + b]1,i = 1,l
(14)
Hyperplane yang optimal diperoleh dengan memaksimumkan
w
2
atau meminimumkan | (w) =
2
1
2
w . problem optimasi ini dapat diselesaikan dengan menggunakan fungsi Lagrange berikut.
L(w,b,) =
2
1 2
w - 1} b .w) {(x
i
y
l
1 i
i i
+

=
(15)
Dimana
i
adalah pengganda fungsi Lagrange. Persamaan (2.15) merupakan primal problem sehingga
perlu ditransformasi menjadi dual problem untuk mempermudah penyelesaian. Berikut penyelesaian hasil
dual problem.

o = argmin
2
1

=

l
j i
l
i
i j i j i j i
x x y y
1 , 1
) ( o o o
(16)
dengan batasan,

i
0,I = 1,2,,l

=
=
l
i
j i
y
1
0 o
(17)
Penyelesaian (2.16) dengan batasan persamaan (2.17) dalam menentukan pengganda fungsi
Lagrange dan hyperlane pemisah yang optimal adalah.
| |
s r
x x w + = = =

2
1
- dan a 1 i . w
n

(18)
Fungsi klasifikasi input x (f(x) dalam bentuk hard margin adalah sebagai berikut
F(x) = sign ( ( ) b x w + . .
(19)
Sedangkan fungsi klasifikasi dalam bentuk soft margin adalah sebagai berikut
) . ( ) ( b x w h x f + = dengan

s s
<
=
1 1
1 x 1 - x
-1 x 1
h(x) (20)
Klasifikasi Linear Non Separabel. Pada kasus non separable beberapa data mungkin tidak bisa
dikelompokkan secara benar atau terjadi missclasificatuion, Metode SVM juga dapat digunakan dalam
kasus non-separabel dengan memperluas formulasi yang terdapat pada kasus linier. Masalah optimasi
132

sebelumnya baik pada fungsi obyektif maupun kendala dimodifikasi dengan mengikutsertakan variabel
slack 0 > . Formulasinya menjadi sebagai berikut (Gunn, 1998).

=
+ u


1
2
2
1
) (w.
i
i
X w
(21)
Dengan kedua | | n i b x w y
i i i
...., 2 , 1 , ) . ( = > + +
Bentuk dual dari fungsi Lagrange menjadi :
a
) (
2
1
- max (a) max w
1 1 ,

= =
+ =
n
i
i j i j i
I
j i
j i
a x x y y a a
(22)
Penyelesaian dari problem dual persamaan solusinya adalah

= =
+ =
n
i
i j i j i
I
j i
j i
a x x y y a a
1 1 ,
) (
2
1
min arg a

(23)
Dengan batasan 0
i
C, i = 1,.., n dan

=
=

1
0
i
i i
y a
Pada kasus separable dan kasus non separable terlihat bahwa perbedaan keduanya hanya terletak
dengan adanya penambahan kendala 0
i
C pada non separabel.
Klasifikasi Non Linear. Pada kasus non-linier optimasi persamaan (23) menjadi sebagai berikut (Gunn,
1998)

= =
+ =
n
i
i j i j i
I
j i
j i
a x x K y y a a
1 1 ,
) , (
2
1
min arg a

(24)
Dengan batasan : 0
i
C, i = 1,.., n dan

=
=

1
0
i
i i
y a (25)
K(x
i
, x
j
) adalah fungsi karnel yang menunjukkan pemetaan non-linier pada feature space. Berdasarkan
langkah-langkah yang telah dijelaskan dalam kasus linier, diperoleh fungsi sebagai berikut :
|
.
|

\
|
+ u u =

=

1
)) ( ), ( ( ) (
i
i i
b x x a y sign x f
133

|
.
|

\
|
+ u =

=

1
)) ( ), , ( (
i
i
i
i
b x x x K a y sign
(26)
Dimana
) ( .
,
x x K y a x w
i i
SVs
i
=
(27)
| | ) ( ) , (
2
1
, i s i r i i
SVs
x x K x x L y a b + =


(28)
Estimasi parameter dalam metode machine learning biasanya menggunakan fungsi kernel. Fungsi
kernel yang biasanya digunakan dalam literatur SVM (Haykin., 1999 dalam Santosa, 2008)
1. Kernel Linier (x
T
x)
2. Kernal Polinominal : (x
T
x + 1 )
P

3. Kernal Gaussian Radial Basis Function (RBF) : : K(x,y) = exp
|
|
.
|

\
|

2
2
2
) (
o
y x

Seleksi Variabel dengan SVM. SVM dapat digunakan untuk melakukan pemilihan variabel sekaligus
melakukan tugas klasifikasi. SVM yang digunakan adalah Li-norm atau disebut Linear Programming
SVM (LP-SVM). Misalkan data dalam p dimensi, maka kelas dari suatu titik baru x ditentukan dengan
mamasukkan x ke dalam hyperlane atau fungsi z = wx+b yang ditentukan dalam data training.
Hyperplane z didefinisikan sebagai berikut.
0
1
= + = + = +

= =
n x w b x w b wx z
p p
wp
p
i
p p

(29)
Jika nilai dari elemen vaktor bobot w
p
= 0, maka variabel ke-p dalam vector input tidak
menentukan kelas dari x dalam penentuan kelas x. jadi hanya vairiabel-variabel dimana 0 =
p
w yang
mempunyai kontribusi dalam penentuan kelas suatu data. Minimasi Meminimasi L
1
norm dari vector
1
w dapat dilakukan dengan penjumlahan nilai absolute dari semua elemen w. Jadi L
1
norm dari vector
1
w
p
p
i
w

=
=
1
. Sehingga problem dari SVM bisa diformulasikan sebagai berikut.
b w,
w min
1

(30)
Dengan batasan : y
i
(wx
i
+ b) 1, I = 1.,,,.
134

Dalam kasus dimana masalah klasoifikasinya adalah infeasible atau beberapa data tidak bisa
diklasifikasikan secara tepat, maka perlu menambah variabel slack t
i.
b w,
w min
1
1

=
+

i
i
t C

(31)
Dengan batasan :
....., 1 , 0 t
1 ) ( y
i
i
>
> + +
i i
t n wx

Formulasi persamaan (2.41) dapat diubah ke dalam bentuk linear programming dengan mendefinisikan
variabel baru v
p
u
p
dimana v
p
= u
p
sehingga
p p p
v u w = jadi L
1
-norm dari
1
w
v u v u
p p
p
i
+ = + + =

=1

Formulasi problem optimasi dari SVM dalam persamaan (2.41) menjadi linear programming SVM atau
LP-SVM sebagai berikut :
i
u
t c v u

=
+ +

1
min
1 ) ) (( > + +
i i i
t b x v i y
Dengan batasan ,...., 1 , 0 = > i t
i

{ } p v u
p p p
,..., 1
,
=
Dimana nilai C ditentukan oleh peneliti. Pada seleksi variabel ini bekerja dalam primal space dan tidak
memerlukan kernel-map seperti dalam SVM regular, kita mencari nilai Langrange multiplier yang
banyaknya sama dengan jumlah titik data.
Kanker Payudara. Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan
payudara seseorang. Payudara wanita terdsiri dari lobules-lobulus (kelenjar susu), duktus-duktur (saluran
susu), lemak dan jarinagan ikat, pembuluh darah dan limfe. Sebagian besar kanker payudara bermula
pada sel-sel yang melapisi duktus (kanker duktal), beberapa bermula di lobulus (kanker lobular). serta
sebagian kecil bermula di jaringan lain. (Ellis dkk, 2003). Penyakit ini apabila sudah sampai stadium
lanjut, pengangkatan payudara kadang-kadang dilakukan untuk keselamatan pasien. Hal ini tentu menjadi
sesuatu yang menakutkan bagi seorang wanita. Hampir semua jenis kanker memiliki penyebab spesifik.
Misalnya sebagian besar kasus kanker kulit disebabkan oleh sinar ultraviolet matahari. Sedangkan kanker
paru-paru disebabkan karena rokok. Namun tidak ada penyebab tunggal yang pasti untuk kanker
payudara. Beberapa faktor bisa menjadi penyebab kanker payudara. Misalnya faktor genetika,
lingkungan, dan hormon kemungkinan turut berperan dalam kanker payudara. Wanita yang rentan
terhadap faktor-faktor tadi bisa jadi memiliki risiko yang lebih tinggi. (Anonim, 2010).
135

Mamografi. Mammografi adalah foto payudara dengan sinar X dosis rendah. Pada
mammografi dapat dilihat gambaran payudara secara keseluruhan. Mammografi merupakan alat yang
terbaik untuk skrining atau deteksi dini kanker payudara, karena sinar X pada mammografi mempunyai
kemampuan menembus jaringan payudara yang mengalami kelainan berupa tumor dan menunjukkan
kelainan dalam payudara tersebut secara memuaskan. Selain itu mamografi juga dapat melihat adanya
tnikrokalsifikasi yang sangat halus, kurang dan 200 milimikron.
Faktor-faktor yang dilihat pada saat pemeriksaan mamografi antara lain (1) Intermediate
Findings (IF). Intermediate findings merupakan variabel yang menjelaskan keadaan sel atau jaringan
yang terdapat dalam payudara. Dimana variabel mi terdiri dan lima indikator yaitu well defined,
developing, architectural, skin thickening, dan asymmetry. Well defined adalah sel yang memiliki potensi
untuk menjadi sel yang tidak baik namun keadaan ini tidak menginfiltrasi sel lainnya. Keadaan
developing hampir sama seperti well defined namun sel yang tidak baik mi sudah keluar dan batas.
Architectural distortion adalah keadaan dimana sel-sel yang tidak membentuk jaringan yang
beruhubungan antara satu dengan lainnya. Skin thickening adalah terjadi penebalan kulit di sekitar
payudara. Asymetri adalah keadaan payudara kin dan payudara kanan tidak simetnis. (2) Suspicious for
Malignancy (SFM) Merupakan variabel sang menjelaskan bentuk tumor yang terdapat dalam payudara
atau tanda-tanda keganasan yang terlihat pada payudara yang terdiri dan mass, calcification, dan
speculated sign. Definisi dan mass berarti tumor berbentuk padatan, calcification adalah sel pada
payudara mengalami pengapuran atau berbentuk titik-titik kecil, dan speculated sign adalah penanda
batas tumor dimana batas dan tumor tidak beraturan. (3) BIRADS Catego.y. Breast Imaging Reporting
and Data System (BIRADS) digunakan untuk memprediksi tingkat keganasan pasien kanker payudara
dalam sknining mamografi. (4) Letak abnormal. Akan dilihat letak keahnormalannya berada pada
payudara kanan atau payudara kin. Pemeriksaan mamografi adalah pemeriksaan yang sensitif untuk
mendeteksi lesi yang tidak teraba (unpalpable). Oleh karena itu diperlukan kualitas mamografi yang
optimal untuk mendeteksi lesi unpalpable. Prediksi malignansi dapat dipermudah dengan menerapkan
kategori BIRADS (Breast Imaging Reporting and Data System). Adapun kategori BIRADS adalah
sebagai berikut (Kardinah, 2002), C-0 : perlu pemeriksaan lanjut; C-1: normal; C-2 : kelainan jinak;
C-3 : kelainan yang mungkin jinak. disarankan untuk evaluasi ketat; C-4: kelainan yang mungkin
mengarah keganasan; C-5 : sangat mungkin ganas.

METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam kasus ini adalah data sekunder pasien kanker payudara yang
diperoleh dari Rumah Sakit X Bali tahun 2012 sebanyak 267 data. Data tersebut adalah data pasien
yang melakukan pemeriksaan memografi dengan kategori BIRADS C-2 sampai C-5. Variabel respon
dalam kasus ini adalah diagnosis kanker jinak (benign) atau ganas (malignant) pada pasien kanker
payudara di Rumah Sakit X Bali. Sedangkan variabel prediktornya adalah data hasil memografi dan
usia pasien di duga mempengaruhi kanker payudara. Variabel-variabel yang digunakan dalam kasus ini
diperoleh dari hasil diskusi bersama pihak medis di Rumah Sakit X Bali. Berikut merupakan variabel-
variabel prediktor yang digunakan pada penelitian ini.


136

Tabel 2. Variabel Prediktor
Variabel Definisi Kategori Skala
X
1
Intermediate
Findings
1. Tidak ada tanda
2. Terdapat 1 tanda
3. Terdapat > 1 tanda

Nominal
X
2
BIRADS
Category
1. C-2
2. C-3
3. C-4
4. C-5

Ordinal
X
3
Supicious for
Malognancy
1. Tidak ada ciri
keganasan
2. Mass
3. Calficiation
4. Speculated Sign
5. Mass, Calcification
6. Mass, Speculated Sign
7. Calcification,
Speculated Sign
8. Mass, Calcification,
Speculated Sign


Nominal
X
4
Usia - Rasio
X
5
Letak abnormal 1. Kanan
2. Kiri
Nominal

Metode Analisis Data
Langkah-Langkah analisis yang dilakukan pada kasus ini adalah sebagai berikut.
1. Melakukan pengumpulan data sekunder, yaitu data pasien kanker yang melakukan mamografi di
Rumah sakit X Bali Tahun 2012.
2. Melakukan pengkodingan terhadap data sekunder karena data hasil mamografi adalah pemaparan
dokter radiologi.
3. Melakukan analisis statistika deskriptif untuk mengetahui karakteristik pasien kanker payudara
4. Membagi data menjadi data training dan testing dengan beberapa persentase partisi yaitu 50 : 50; 70 :
30; dan 80 : 20.
5. Memodelkan menggunakan analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pasien kanker payudara dalam pengelompokan kanker jinak atau ganas dengan
langkah sebagai berikut, (a) Melakukan analisis regresi logistik secara serentak terhadap data
training. (b) Melakukan analisis regresi logistik secara parsial terhadap data training. (c) Membentuk
model regresi logistik menggunakan metode Enter. (d) Menginterpretasi adds ratio untuk mengetahui
besarnya pengaruh masing-masing variabel yang signifikan berpengaruh dari data training. (e)
Melakukan uji kesesuaian model yang diperoleh dari data training. (f) Menghitung ketepatan
klasifikasi dari data testing.
6. Melakukan pengelompokkan pasien kanker payudara dengan menggunakan metode SVM. Berikut
adalah algoritma dan metode SVM. (a) Melakukan transformasi data sesuai dengan format software
SVM yang akan digunakan. (b) Melakukan seleksi variabel dan data training dengan menggunakan
137

L1-norm. (c) Melakukan analisis berdasarkan nilai koefisien W1 yang diperoleh dan seleksi variabel
untuk mengetahui besanya variabel prediktor terhadap variabel respon. (d) Menentukan fungsi kernel
untuk permodelan. (e) Menentukan nilai-nilai parameter kernel dan parameter cost untuk optimasi. (f)
Memilih nilai parameter terbaik untuk optimasi data training untuk klasifikasi data testing. (g)
Menghitung ketepatan klasifikasi.
7. Membandingkan ketepatan kiasifikasi yang diperoleh dan metode regresi logistik dengan SVM
8. Membuat kesimpulan dan saran

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tabulasi Silang
Analisis tabulasi silang digunakan untuk menyajikan data-data kualitatif dalam bentuk tabulasi yang
mempunyai hubungan secara deskriptif sebagai berikut.
Tabel 3. Analisis Tabulasi Silang Wanita yang Melakukan Mamografi
Variabel Ketegori Diagnosis (%)
Benign Maligant Total
Intermediate Findings Kategori 1 6,1 48,8 54,5
Kategori 2 23,9 10,8 34,7
Kategori 3 6,6 4,2 1,8
BIRADS C-2 24,4 5,2 29,6
C-3 8,5 1,4 9,9
C-4 3,3 13,6 16,9
C-5 0,5 43, 43,7
Suspicious For Maligancy Ketegori 1 33,8 5,2 39,0
Ketegori 2 0,9 5,2 6,1
Ketegori 3 0,5 5,2 5,6
Ketegori 4 0 2,3 2,3
Ketegori 5 0 3,8 3,8
Ketegori 6 0,5 19,7 20,2
Ketegori 7 0 2,3 2,3
138

Ketegori 8 0,9 19,7 20,7
Letak Abnormal Kanan 21,1 31,5 52,6
Kiri 15,5 31,5 47,4

Berdasarkan Tabel 3 analisis tabulasi silang menunjukkan pada variabel intermediate findings
pada kategori 1 dan 54,5% wanita yang melakukan mamografi, wanita yang tidak terdeteksi memiliki
tanda sel yang nakal didiagnosis kanker payudara malignant sebesar 48,4% dan sebesar 6,1% hash
diagnosisnya benign. Wanita dengan hasil diagnosis malignant mayonitas terdekteksi memiliki kategori
BIRADS C-S yaitu sebesar 43,2%. Wanita yang memiliki ciri keganasan kategori 8 (mass, calcification,
dan speculated sign) didiagnosis malignant sebesar 19,7%. Dan 47,4% wanita yang memiliki letak
abnormal payudara sebelah kid, 3 1,9% didiagnosis malignant.

Tabel 4. Statistika Deskriptif Usia Pasien Kanker Payudara
Variabel Min Max Rata-rata usia
pasien benign
Rata-rata
usia pasien
malignant
Usia 19 87 44,41 51,45

Usia rata-rata wanita yang didiagnosis terkena kanker payudara benign adalah 44 tahun
sedangkan wanita yang basil diagnosisnya menyatakan kanker payudara malignant rata-rata berumur 51
tahun. Hal mi menujukkan bahwa pasien kanker payudara malignant lebih tua beberapa tahun dan pasien
kanker payudara benign. Berdasarkan Tabel 4. juga dapat diketahui bahwa usia wanita yang melakukan
pemeriksaan mamografi pada tahun 2011 di rumah sakit X rata-rata berumur 48 tahun dengan usia
paling muda adalah 19 tahun dan usia paling tua adalah 87 tahun.

Pemodelan Diagnosis Kanker Payudara dengan Regresi Logistik
Sebelum melakukan analisis regresi logistik biner data dibagi menjadi training dan testing
dengan beberapa partisi (%) yaitu 50:50,70:30, 80:20.
(a) Analisis Regresi Logistik Biner Secara Serentak
Regresi logistik biner secara serentak dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi diagnosis kanker payudara secara serentak dengan uji hipotesis sebagai berikut.
Ho = 0
4 3 2 1
= = = = | | | |
H
1
= paling sedikit ada satu =
j
| dengan j = 1,2,3,4
139

Nilai statistik uji yang diperoleh adalah G = 206,348 dan P-value 0,0000. Sehingga tolak Ho
karena P-value<a yang berarti secara serentak koefisien yang didapatkan signifikan terhadap model
regresi logistik biner.
(b) Analisis Regresi Logistik Biner Secara Parsial
Regresi logistik biner parsial dilakukan untuk memeriksa kemaknaan koefisien | secara parsial
dengan cara membandingkna dugaan | dengan penduga standar erornya. Hipotesis yang digunakan
adalah sebagai berikut :
H
0
= 0 =
j
|
H
1
= 0 =
j
| dengan j = 1,2,3,4
Statistik Uji Wald dapat dilihat pada tabel 5. dengan = 5 %

Tabel 5. Regresi Logistik Biner Secara Parsial
B Walid P-value
X
1(1)
X
1(2)

Constant
2,197
-0,693
0,000
8,641
0,994,
0,000
0,003*
0,319
1,000
X
2(1)
X
2(2)
X
2(3)

Constant
-5,271
-5,282
-2,825
4,078
24,222
19,234
5,962
16,349
0,000*
0,000*
0,015*
0,000
X
3(1)

X
3(2)

X
3(3)

X
3(4)

X
3(5)
X
3(6)

X
3(7)

Constant
-4,301
34,248
-1,350
-3,296
-2,043
-0,993
34,248
3,296
16,401
0,000
0,836
3,577
2,485
0,622
0,000
10,475
0,000*
1,000
0,361
0,059*
0,115
0,430
1,000
0,001
X
4
Constant
0,078
-2,977
13,627
9,703
0,000*
0,002
140

X
5
Constant
-0,740
1,012
3,900
12,007
0,048*
0,001
*) Signifikan pada saat = 5 %
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa parameter dan variabel intermediate findings (X
1
),
kategori BIRADS (X
2
), suspicious for malignancy (X
3
), dan usia (X
4
) signifikan terhadap model secara
parsial karena F- value < .

Pembentukan Model Regresi Logistik liner
Metode yang digunakan dalam pembentukan model adalah metode Enter dengan memasukkan
semua variabel prediktor yang ditunjukkan oleh Tabel 6.

Tabel 6. Pembentukan Model Regresi Logistik Biner
B Wald P-value
X
1(1)
2,984 4,699 0,03*
X
1(2)
0,777 0,381 0,537
X
2(1)
-4,059 11,473 0,001*
X
2(2)
-2,793 4,372 0,037*
X
2(3)
-2,593 3,263 0,071
X
3(1)
-1,754 1,553 0,213
X
3(2)
38,080 0,000 1,000
X
3(3)
0,688 0,136 0,712
X
3(4)
-0,354 0,022 0,882
X
3(5)
-1,600 0,882 0,348
X
3(6)
0,443 0,069 0,793
X
3(7)
36,182 0,000 1,000
X
4
0,035 0,868 0,351
X
5(1)
-0,511 0,574 0,449
Constant 1,297 0,219 0,640
*) signifikan pada saat = 5 %

141

Diagnosis malignant pada kanker payudara dipengaruhi oleh faktor intermediate findings,
kategori BIRADS, dan usia. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.4 dimana P-value < a. Sehingga
transformasi logit dan model tersebut adalah:
4 ) 2 ( 2 ) 1 ( 2 ) 1 ( 1
073 , 0 806 , 3 125 , 4 212 3 805 1 ) ( X X X X m m x g + + =

Interprertasi Model
Interpretasi model regresi logistik digunakan untuk menentukan hubungan fungsional antara
variabel prediktor (X) dengan variabel respon (Y) untuk mengetahui seberapa besar faktor tersebut
berpengaruh terhadap diagnosis malignant pada pasien kanker payudara.
Tabel 7. Nilai Odds Ratio
Variabel Exp (B)
Intermediate findings (X
1
)
X
1
(1)

19,061
Kategori BIRADS (X
2
)
X
2
(1)
X
2
(2)

0,017
0,061

Berdasarkan Tabel 7, besarnya pengaruh masing-masing variabel prediktor yang signifikan
dapat dijelaskan berdasarkan odds ratio sebagai berikut. (a) Intermediate findings. Pasien kanker payudara
dengan intermediate findings yang tidak terdeteksi tanda apapun cenderung memiliki diagnosis malignant
19,065 kali dibandingkan dengan yang memiliki lebih dan I tanda pada set payudaranya. (b) Kategori
BIRADS. Pasien kanker payudara yang terdeteksi C-2 dalam pemeriksaan mamografi cenderung akan
memiliki diagnosis malignant 0,017 kali dibandingkan dengan pasien yang terdeteksi C-5. Sedangkan
pasien kanker payudara yang terdeteksi C-3 cenderung memiliki diagnosis malignant 0,061 kali
dibandingkan dengan pasien yang terdeteksi C-5.

Fungsi probabilitas adalah.
( )
( )
) 2 ( 2 ) 1 ( 2 ) 1 ( 1
) 2 ( 2 2 ) 1 ( 1
793 , 2 059 , 4 948 , 2 297 , 1 exp 1
793 , 2 ) 1 ( 059 , 4 948 , 2 297 , 1 exp
) (
X X X
X X X
x
+ +
+
= t



142

i. Uji Kesesuaian Model Regresi Logistik
Uji kesesuaian model regresi logistik digunakan untuk mengetahui apakah model sesuai atau
tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil observasi dengan prediksi model. Hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut :
H0: model sesuai (tidak terdapat perbedaan yang nyata antara observasi dengan prediksi model)
H1: model tidak sesuai (terdapat perbedaan yang nyata antara observasi dengan prediksi model)

Tabel 8.Hosmer and Lemeshow Test
Chie-Square Df P-value
5,603 8 0,692

Nilai Chi-Square pada Tabel 8. yang diperoleh sebesar 5,603 dan P-value = 0,692. P-value >
sehingga gagal Tolak H
0
yang artinya model sesuai atau tidak terdapat perbedaan nyata antara observasi
dengan prediksi model.

ii. Ketepatan Klasifikasi Model
Setelah dilakukan uji kesesuaian model, maka dilakukan pengukuran ketepatan klasifikasi model
berdasarkan 54 data testing dengan menggunakan Tabel confusion matrix.

Tabel 9. Confusion Matrix
Actual Predicted
Benign Maligant
Benign 38 14
Maligant 1 80
Classification accuracy 88.72%
Sensitivity 73,07 %
Specificity 98,76 %

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa classification accuracy atau ketepatan klasifikasinya
sebesar 88,72%. Selain 1w dapat diketahui juga nilai sensitivity yaitu akurasi ketepatan yang tepat
143

diprekdisikan masuk ke dalam kategori benign yaitu sebesar 73,07%. Sedangkan akurasi ketepatan yang
tepat diprediksikan masuk ke dalam kategori malignant atau specificity yaitu sebesar 98,76%.

b. Seleksi Variabel Menggunakan SVM
Seleksi variabel pada penelitian ini menggunakan SVM Lj-norm. Hasil seleksi variabel menujukkan
bahwa SVM memilih semua variabel prediktor untuk masuk ke dalam proses klasifikasi.

Tabel 10. Nilai w dan b
W
t
(abs) W
t
W
1
-0,8678 0,8678
W
2
0,7831 0,7831
W
3
0,3409 0,3409
W
4
0,0248 0,0248
W
5
0,3616 0,3616
b -3,5868

Berdasarkan Tabel 10. dapat diketahui bahwa kelima variabel berpengaruh karena nilai w = 0.
Variabel prediktor yang memberikan pengaruh paling besar berdasarkan koefisien w
1
, adalah intermediate
findings, kemudian diikuti kategori BIRADS, suspicious for malignancy, letak abnormal dan usia.

c. Klasifikasi Menggunakan SVM
Klasifikasi SVM pada penelitian ini menggunakan fungsi kernel linear, polynomial, dan Radial
Basis Function (RBF). Data training dan testing dipartisi menjadi beberapa bagian yaitu 50:50, 70:30, dan
80:20, nilai parameter kernel dan nilai C berdasarkan trial and error. Berikut hasil akurasi klasifikasi
menggunakan SVM yang ditunjukkan pada Tabel 11.






144

Tabel 11. Tingkat Akurasi Klasifikasi SVM
Kernel Parameter Persentase Partisi
P C 50 : 50 70 : 30 80 : 20
Linier 0 1 92,23 87,65 86,68
10 90,23 88,89* 90,57
100 90,23 88,89* 90,57



Polynomial
1 1 86,56 82,72 88,68
10 87,22 79,01 88,68
100 87,22 79,01 88,68
2 1 87,22 87,22 88,68
10 87,22 79,01 88,68
100 87,22 79,01 88,68
3 1 87,22 87,22 88,68
10 87,22 79,01 88,68
100 87,22 79,01 88,68





RBF
5 = o 1 87,97 81,48 83,33
10 89,47 80,25 83,03
100 89,47 77,78 83,33
10 = o 1 87,22 80,25 81,13
10 89,47 81,48 90,57
100 90,98 80,25 90,57
20 = o 1 87,97 77,78 81,13
10 90,23 83,95 90,57
100 90,98 82,72 92,45
35 = o 1 75,94 77,78 81,13
145

10 87,97 83,95 92,45
100 92,84* 85,19 94,34*
*)Ketepatan klasifikasi maksimum
Berdasarkan Tabel 11. ketepatan klasifikasi maksimum yang dihasilkan oleh metode SVM dan
partisi data training dan resting 80:20 yaitu sebesar 94,34% dengan menggunakan fungsi kernel RBF
dimana nilai C=100 dan 35 = o

4.6 Perbandingan Akurasi Kiasifikasi Regresi Logistik din SVM
Salah satu hal penting untuk mengevaluasi sebuah prosedur klasifikasi adalah dengan mengukur
akurasi klasifikasi. Evaluasi performansi model yang digunakan adalah confusion matrix. Tabel 12.
menujukkan perbandingan akurasi klasifikasi yang diperoleh dan regresi logistik biner dan SVM.

Tabel 12. Perbandingan Akurasi Klasifikasi
Akurasi %)
50 : 50 70 : 30 80 : 20
Regresi Logistik 88,72 86,42 84,90
SVM 92,84 88,89 94,34

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui performansi akurasi klasifikasi terbaik dimiliki oleh
SVM yaitu untuk partisi data training dan testing 50:50 sebesar 92,84%, partisi data training dan testing
70:30 sebesar 88,89%, dan untuk partisi data training dan testing 80:20 sebesar 94,34%. Hal ml
menunjukkan akurasi klasifikasi dengan menggunakan SVM lebih balk daripada regresi logistik.







146

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Analisis statistik deskriptif dan pengklasifikasian pada diagnosis kanker payudara yang dilakukan
dengan menggunakan metode regresi logistik dan support vector machine (SVM) menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut.
1. Berdasarkan analisis statistik dekriptif penderita kanker payudara yang melakukan mamografi
mayoritas hasil diagnosisnya adalah kanker payudara malignant yaitu sebesar 63%. Untuk
intermediate findings yang ditemukan dan penderita kanker payudara hanya 10% yang memiliki
lebih dan satu tanda sel nakal pada payudaranya. Sedangkan untuk kategori BIRADS mayonitas
pasien memiliki BIRADS C-5 yaitu sebesar 44%. Suspicious for malignancy atau ciri-ciri keganasan
pada pasien kanker payudara yang paling besar adalah kategori satu atau pasien kanker payudara
yang tidak terdeteksi memiliki ciri-ciri keganasan yaitu sebesar 41%. Kemudian usia paling muda
pasien kanker payudara berumur 19 tahun dan yang paling tua berumur 87 tahun. Sedangkan untuk
letak abnormal payudara pada pasien kanker payudara mayoritas terletak di sebelah kanan dengan
persentase sebesar 52% dan 48% untuk payudara sebelah kid.
2. Pada regresi logistik biner, kanker payudara malignant dipengaruhi oleh faktor intermediate findings
dan kategori BIRADS dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Sedangkan pada metode SVM, kanker
payudara malignant dipengaruhi oleh semua variabel yaitu intermediate findings, kategori BIRADS,
suspicious for malignancy, usia dan letak abnormal.
3. Performansi akurasi klasifikasi terbaik dimiliki oleh SVM yaitu untuk partisi data training dan
testing 50:50 sebesar 92,84% sedangkan regresi logistik sebesar 88,72%, untuk partisi data training
dan testing 70:30 yaitu 88,89% dan regresi logistik sebesar 86,42%, dan untuk partisi data training
dan testing 80:20 sebesar 94,34% sedangkan regresi logistik sebesar 84,90%.

Saran
Berdasarkan kesimpulan dapat diketahui bahwa faktor intermediate findings, BIRADS, dan usia
berpengaruh terhadap kanker payudara malignant. Akan tetapi data pada intermediate findings dan
suspicious for malignancy terdapat beberapa data yang missing value, oleh karena itu diharapkan pihak
Rumah Sakit X memperhatikan data- data missing value karena variabel ini berpengaruh signifikan
terhadap kanker payudara malignant sehingga nantinya akan diperoleh analisis yang lebih tepat. Selain itu
metode dalam penentuan parameter Support Vector Machine sebaiknya tidak menggunakan trial and
error agar efisien dan menghasilkan akurasi yang optimum.




147

DAFFAR RUJUKAN
Anonim. (2010). Hadapi Kanker Payudara diakses pada tanggal diakses path tanggal 31 Januari 2012 dari
http://kumpulan.info /sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/260-mengatasi-kanker-
payudara.html
Agresti, A. (2002). Categorical Data Analysis, Second Edition. John Willey & Sons, New York.
Djatmiko, A., Mi, I., Ristanto, W., Redjeki, S., Wahyuningsih, S., Sindrawati, Ashaniati, A., Sanlyanto,
M. (2009). Breast Physician Course. Surabaya: Klinik Onkologi Surabaya.
Ellis, E.O., Schnitt, S.J., S.-Garau, X., Bussolati, G., Tavassaoli, F.A., Eusebi, V. Pathology and Genetic
of Tumours of The Breast and Female Genital Organs 1 WHO Classification of Tumours.
Washington: IARC Press; 2003. P.10, 34-6.
Gunn, Steve. (1998). Support Vector Machine for Classification and Regression. Southampton:
University of Southaton.
Huang, C-L., Liao, H-C., dan Chen, M-C. (2008). Prediction Model Building and Feature Selection With
Support Vector Machine. Expert System with Application 34. 578-587.
Hosmer, D. W., dan Lemeshow, S. (2000). Applied Logistic Regression. New York: John Wiley & Sons,
Inc.
Kardinah (2002). Penatalaksanaan Kanker Padara Terkini oleh Penanggulangan & Pelayanan Kanker
Payudara Terpadu Paripurna R.S. Kanker Dharmais. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Keles, A., Keles, A., dan Yavuz, U. (2011). Expert System Based On Neuro-Fuzzy Rules For Diagnosis
Breast Cancer. Expert Systems with Applications. 38. 5719-5726.
Kerami, I)., dan Murfi, H. (2004). Kemampuan Generalisasi Support Vector Machine Pengenalan Jenis
Splice Sites Pada Barisan DNA. MAKARA, SAJNS, VOL.8.89-95.
Kompas. (2009). Pemeriksaan kanker payudara dengan mamografi tak mahal loh!. Diakses pada tanggal
29 januari 2012 dari http://kesehatan.kompas.com/read-/2009/10/l6/1
1020910/Peniksa.Pavudara.dengan Mamografi,Tak.Mahal.Loh.
Liu H.X., Zhang, LS., Luan, F., Yao, X.J., Liu. M.C., Hu, Z.D, dan Fan, B.T. (2003). Diagnosing Breast
Cancer Basedon Support Vector Machines. J. Chem. Inf Comp. Sci 43. 900-907.
Polat, K., dan Gimes, S. (2007). Breat Cancer Diagnosis Using Leat Square Support Vector Machine.
Digital Signal Processing 17. 694-701.
Pumaini, S. W., dan Embong, A. (2008). Smooth Support Vector Machine For Breast Cancer
Classification. The 4 IMJ-GT 2008 Conference on Mathematics, Statistics, and Their Applications
(ICMSAO8), Banda Aceh, Indonesia.
148

Purwantaka, R. L (2010). [Tugas Akhir] Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Penyebab Penderita
Kanker Payudara Dengan Menggunakan Pendekatan Regresi Logistik. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
Santosa, B. (2006). Data Mining: Teknik Pemanfaatan Data Untuk Keperluan Bisnis. Yogyakarta: Graha
ilmu.























149

Efek Toksik Pb Terhadap Struktur Tubulus Seminiferus
Testis Mencit (Mus musculus strain Balb/C)

Kadek Yuniari Suryatini
Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI BALI
Email : yuniari_suryatini@yahoo.com

ABSTRACT
The effect of Pb solution on the seminiferous tubules structure in Balb/C mice
Lead (Pb) has been long recognized as an occupational toxicant. Health hazards from increased
Pb exposure as a result of industrial and environmental pollution are recognized. Now, lead is considered
to be one of the major environmental pollutans which have serious potential threat to human health. An
experiment was carried out to verify the effect of Pb solution on mice seminiferous tubules testes
structure. This research used Completely Randomised Design with 5 treatments and 9 replicates (group K
= control, A = 120 ppm received Pb solution, B = 360 ppm received Pb solution, C = 600 ppm received
Pb solution and D = 840 ppm received Pb solution).
The result showed a decrease of mices testes weight on group A, B, C and D of 42,86, 38,10,
42,86, and 38,10% respectively. The amount of spermatogonium A cell on group A and B increased, 1,43
and 12,04% respectively. Otherwise, group C and D decreased of 5,44 and 0,90% respectively.
Respective spermatosit pakhiten cells group A, B, C and D decreased 40,14, 36,91, 49,84 and 55,25 %. It
also happened on spermatid 7 cell, all of the treatment group (A, B, C and D) showed a decreased in
amount of cells of 16,21, 13,09, 18,31 and 16,82 % respectively. For spermatozoa cells group A, B, C and
D also showed decreased in amount of cells of 47,51, 43,30, 62,27 and 71,74 % respectively.
Amount of sertoli cells group A, C and D decreased of 4,70, 5,97 and 9,91% respectively.
Otherwise, group B increased 0,76% in amount of cell. The amount of leydig cell also decreased on group
A, B, C and D of 2,71, 13,11, 12,82 and 17,38% respectively. Diameter of lumen tubulus seminiferus
group A, B and C become narrow for respective number of 2,47, 6,23 and 2,11%. However, on group D,
lumen become bigger 7,82% compared with the control. From the result, Pb obviously destroy cells on
reproduction organ, where the cells destruction in equal to Pb concentration.

Keywords: mice, Pb, seminiferous tubules.


150

PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian di Amerika ditemukan balita merupakan kelompok umur yang paling
rentan terhadap Pb karena mereka lebih aktif dan menghirup udara lebih banyak sehingga akumulasi
polutan yang terhirup semakin besar (Djunaydi, 2001). Hasil penelitian Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia menyebutkan lebih dari 60% polisi lalu lintas di Jakarta mengalami gangguan kejiwaan. Selain
faktor psikologis, bukan tidak mungkin faktor keracunan Pb juga ikut menentukan gangguan kejiwaan
tersebut (Hendriati, 1996).
Pb banyak digunakan untuk berbagai keperluan industri dan menyebabkan terjadinya akumulasi
senyawa Pb di lingkungan (Shaw dan Wood, 1984). Pb adalah logam yang sangat beracun, sebagai unsur
pada dasarnya tidak dapat dimusnahkan dan sekali terlepas ke lingkungan, tetap menjadi ancaman
makhluk hidup (Hazen dan Steiner, 1998). Sembilan puluh persen Pb cenderung berakumulasi dalam
tulang manusia dan 10 % pada organ lain seperti aorta, hati, ginjal, testis. jantung dan otak (Gunaya,
1992). Pb yang masuk ke dalam tubuh akan didistribusikan melalui darah yang hampir semuanya ada di
eritrosit (Linder, 1992). Target organ utama dari Pb adalah saraf. Dalam konsentrasi tinggi Pb
menyebabkan kerusakan pada lambung, menurunkan kesuburan dan menyebabkan kehamilan tidak
normal (Ronauli, 2000).
Efek toksik Pb pada sistem reproduksi pria dapat mengganggu spermatogenesis dan
menyebabkan atrofi testis. Toksikan bekerja langsung pada sistem reproduksi atau secara tidak langsung
melalui organ endokrin tertentu (Lu, 1994). Salah satu faktor etiologik pada kegagalan kerja tubulus
seminiferus adalah keracunan Pb dimana Pb akan memberikan efek sitotosik langsung pada tubulus
seminiferus (Greenspan dan Baxter, 2000). Fakta fakta diatas diperkuat oleh hasil penelitian pada
kelinci jantan yang diberikan Pb asetat menyebabkan kerusakan testis sehingga mengganggu sistem
reproduksi (Ahmed et al., 2012). Pengamatan pada darah tikus dan hewan rodentia lainnya
mengindikasikan Pb pada konsentrasi lebih dari 30 40 g/dL menyebabkan terganggunya
spermatogenesis dan menurunkan konsentrasi hormon androgen (Apostoli, et al., 2013).
Dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh Pb terhadap jumlah sel sel spermatogenik tubulus
seminiferus testis mencit. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai efek toksik Pb pada organ reproduksi pria yang diakibatkan oleh adanya pencemaran
lingkungan.

METODE PENELITIAN
Sejumlah 45 ekor mencit jantan berumur 10 12 minggu dengan berat 14,06 23,92 gram dibagi
dalam 5 kelompok secara random masing masing 9 ekor. Kelompok kontrol (K) adalah mencit yang
tidak mendapat perlakuan apapun. Kelompok A, B, C, dan D adalah kelompok mencit yang diberikan
larutan Pb dengan konsentrasi masing masing 120 ppm, 360 ppm, 600 ppm dan 840 ppm yang dibuat
dari larutan stok 1000 ppm. Pemberian perlakuan secara oral dengan metode gavage selama 16 hari.
Pembuatan preparat irisan testis meliputi fiksasi dengan formalin buffer selama 8 jam, washing
dengan alkohol 70 %, dehidrasi dengan alkohol bertingkat, clearing dengan xilol, infiltrasi dan
embedding dengan parafin cair dan sectioning dengan mikrotom. Object glass yang sudah ditempel
151

jaringan dipindahkan ke hot plate yang suhunya diatur 60
o
C dan pewarnaan dengan menggunakan
Hematoksilin Eosin.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah sel sel spermatogenik tubulus seminiferus
tingkat VII dan VIII, sel sertoli, sel leydig dan diameter lumen tubulus seminiferus. Penghitungan
dilakukan pada 10 tubulus seminiferus testis kiri dan 10 tubulus seminiferus testis kanan. Data hasil
pengamatan dianalisis rnenggunakan analisis varians untuk menguji perbedaan antar perlakuan. Jika
didapatkan perbedaan nyata diantara perlakuan, dilanjutkan dengan Uji BNT (Beda Nyata Terkecil).
Perhitungan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan dipakai tingkat kepercayaan (Significant
Level) 5% (P < 0,05) dan 1% (P < 0,01), menurut (Gaspersz, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Testis Mencit (Mus musculus strain Balb/C) (g)
Berat testis mencit disajikan pada Tabel 1. Terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
terhadap berat testis mencit antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Berat testis kelompok
perlakuan (A, B, C, D) mengalami penurunan dibandingkan kelompok kontrol masing-masing sebesar
42,86, 38,10, 42,86 dan 38,10%. Secara statistik hasil tersebut menunjukkan bahwa larutan Pb
memberikan pengaruh yang signifikan menurunkan berat testis mencit. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Graca et al. (2004), bahwa pemberian Pb dapat menurunkan berat testis mencit sehingga
mengganggu fertilitas.
Tabel 1. Hasil uji beda perlakuan pada mencit jantan (Mus musculus strain Balb/C)
No. Parameter yang diamati Perlakuan (ppm)
0 (K) 120 (A) 360 (B) 600 (C) 840 (D)
1. Berat testis (g) 0,21 a 0,12 b 0,13 c 0,12 b 0,13 c
2.
Jumlah sel spermatogonium
A (sel/tubulus)
18,94 a 19,21 a 21,22 a 17,91 a 18,77 a
3.
Jumlah sel spermatosit pakhiten
(sel/ tubulus)
27,93 a 16,72 b 17,62 c 14,01 d 12,50 e
4.
Jumlah sel spermatid 7
(sel/ tubulus)
126,68 a 106,14 b 110,10 c 103,48 d 105,37 e
5. Jumlah sel spermatozoa
(sel/ tubulus)
39,17 a 20,56 b 22,21 c 14,78 d 11,07 e
6. Jumlah sel sertoli 7,87 a 7,50 a 7,93 a 7,40 a 7,09 b
152

(sel/ tubulus)
7. Jumlah sel leydig
(sel/ 3 tubulus)
7,02 a 6,83 a 6,10 b 6,12 c 5,80 d
8. Diameter lumen tubulus
seminiferus (m)
112,74 a 109,95 a 105,72 a 110,36 a 121,56 a
Keterangan:
Huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan hasil perlakuan berbeda nyata.

Pb menyebabkan kegagalan kerja tubulus seminiferus (Greenspan dan Baxter, 2000).
Menurunnya berat testis atau atrofi setelah perlakuan disebabkan karena menurunnya ukuran sel.
Terjadinya peristiwa tersebut diduga akibat berkurangnya sekresi testosteron dari sel leydig (Spector dan
Spector, 1993). Testosteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi
jantan. Akibat terjadinya keracunan Pb pada tubulus seminiferus menyebabkan terjadinya kegagalan kerja
testis sehingga ukuran dan fungsi organ-organ seks menurun (Sherwood, 2000).
Atrofi testis kemungkinan juga disebabkan oleh timbulnya stres pada hewan percobaan
(Darmono, 1995) karena Pb bersifat neurotoksik (racun saraf) (Hardjopranjoto, 1995). Hal ini diduga
bahwa Pb telah meracuni saraf melalui mekanisme penghambatan hipotalamus. Pb akan terikat pada
protein sitosol di otak dan mengggantikan kedudukan Ca (Linder, 1992). Ketika kerja hipotalaraus
terhambat maka secara tidak langsung menurunkan produksi testosteron (Leeson et al., 1996) karena
terhambatnya kerja hipotalamus akan menghambat sekresi GnRH yang mengontrol hipofisis anterior
dalam memproduksi LH. Dalam hal ini, LH memberikan rangsangan perkembangan sel leydig dan jika
daya rangsang LH turun maka akan berpengaruh pada produksi testosteron.
Jumlah Sel Spermatogonium A (sel/ tubulus)
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
pada jumlah sel spermatogonium A antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (Tabel 1 dan
Gambar 1). Jumlah sel spermatogonium A kelompok A dan B mengalami peningkatan dibandingkan
dengan kelompok kontrol masing-masing sebesar 1,43% dan 12,04%, sedangkan kelompok C dan D
mengalami penurunan sebesar 5,44% dan 0,90%. Dalam hal ini terdapat tendensi peningkatan jumlah sel
spermatogonium A. Menurut Turner dan Bagnara (1988), hasil tersebut merupakan indikator tidak
terganggunya tahap awal spermatogenesis sehingga menyebabkan sel-sel spermatogonium A mengalami
proliferasi.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak tampaknya hambatan pada jumlah sel
spermatogonium A setelah perlakuan mungkin disebabkan oleh sifat pembelahan sel yang diatur oleh
mekanisme Feedback Control terhadap keterbatasan ruang dimana sel-sel spermatogonia akan berhenti
bermitosis apabila ruangan sudah mencukupi dan akan terus bermitosis bila terjadi kegagalan dalam
pembelahan sel (Adi, 1992). Hal tersebut menunjukkan larutan Pb tidak mampu menghentikan
153

pembelahan sel-sel germinal sejak spermatogenesis awal sehingga banyak spermatogonium A yang
berhasil lulus hidup dan melanjutkan tahap pembelahan mitosis menjadi spermatosit primer.








Gambar 1. Penampang melintang tubulus seminiferus testis mencit dengan pewarnaan HE. K (kontrol), A, B, C, dan
D (kelompok perlakuan dengan pemberian larutan Pb 0,1 mL/hari selama 16 hari masing masing 120
ppm, 360 ppm, 600 ppm, dan 840 ppm). Sel spermatogonium A (1), sel spermatosit pakhiten (2), sel
spermatid 7 (3), sel spermatozoa (4), sel sertoli (5), sel leydig (6), dan lumen tubulus seminiferus (7).

Jumlah Sel Spermatosit Pakhiten (sel/ tubulus)
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol (Tabel 1 dan Gambar 1). Jumlah sel spermatosit pakhiten kelompok
A, B, C dan D mengalami penurunan dibandingkan kelompok K masing-masing sebesar 40,14, 36,91,
49,84 dan 55,25%.
Faktor hormonal diduga berperan dalam penyusutan jumlah sel spermatosit pakhiten. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Toelihere (1979) yaitu proses perubahan dari sel spermatogonium menjadi
spermatosit berada dibawah pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone). Sherwood (2001)
menyatakan bahwa FSH merupakan salah satu hormon yang disekresikan oleh hipofisis anterior yang
bekerja pada sel sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis.
Penurunan jumlah sel spermatosit pakhiten merupakan indikasi adanya gangguan
spermatogenesis. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Hidayati (2000) tentang spermatogenesis
yaitu adanya gangguan spermatogenesis ditandai dengan terjadinya perubahan jumlah sel-sel
spermatogenik dalam potongan melintang tubulus seminiferus testis dan terjadinya penurunan jumlah sel-
sel spermatogenik menjadi penyebab menurunnya kesuburan mencit jantan.
Kemungkinan hasil tersebut juga disebabkan oleh sifat toksik Pb sebagai logam berat yang
merusak enzim (Hardjasasmita, 2000) dengan bekerja langsung pada sistem reproduksi yang berikatan
dengan sistem enzim yang berada di testis yaitu sitokrom P-450 dan NADPH sitokrom P-450 reduktase
154

(Lu, 1994). Dalam hal ini telah terjadi peningkatan toksisitas bahan kimia sehingga menyebabkan
penyusutan jumlah sel spermatosit pakhiten.
Sel spermatosit primer yang merupakan hasil diferensiasi sel spermatogonium B akan memasuki
tahap profase dari pembelaham meiosis I. Dalam tahap ini, sel melewati fase leptoten, zigoten, pakhiten,
diploten dan diakinesis (Junquiera et al., 1998). Hal tersebut berarti sebelum mencapai tahap pakhiten,
toksikan akan menghambat fase leptoten dan zigoten sehingga efeknya berupa penurunan jumlah sel pada
fase pakhiten. Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa diantara sel-sel yang terdapat pada tubulus
seminiferus dari testis, spermatosit primer merupakan sel-sel yang paling peka terhadap rangsangan.

Jumlah Sel Spermatid 7 (sel/ tubulus)
Jumlah sel spermatid 7 dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1. Berdasarkan hasil analisis data
didapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara kelompok perlakuan dengan kontrol. Jumlah sel
spermatid 7 kelompok perlakuan (A, B, C, D) mengalami penurunan dibandingkan kelompok kontrol
masing masing sebesar 16,21, 13,09, 18,31 dan 16,82%.
Penurunan jumlah sel spermatid 7 merupakan indikator bahan perlakuan bersifat sitotoksik dan
memberikan efeknya pada proses meiosis (Lu, 1994). Kemungkinan menurunnya jumlah sel disebabkan
oleh menurunnya kadar hormon testosteron dan FSH pada tubulus seminiferus sehingga mengganggu
proses meiosis (Sherwood, 2001). Penurunan jumlah sel spermatid 7 menunjukkan bahwa Pb
mempengaruhi proses perubahan dari spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder, kemudian
pengaruh perlakuan tetap bekerja ketika terjadi perubahan dari spermatosit sekunder menjadi spermatid.
Menurut Sherwood (2001), pengaruh tersebut bekerja ketika sel berada pada tahap meiosis I dan II.

Jumlah Sel Spermatozoa (sel/ tubulus)
Hasil pengamatan terhadap jumlah sel spermatozoa disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Hasil
analisis data menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara kelompok perlakuan dengan
kontrol. Persentase penurunan jumlah sel spermatozoa untuk kelompok A = 47,51%, kelompok B =
43,30%, kelompok C = 62,27%, dan kelompok D = 71,74%. Hasil tersebut menunjukkan Pb
mempengaruhi perubahan dari spermatid menjadi spermatozoa (spermiogenesis).
Kemungkinan Pb mempengaruhi kerja hipotalamus untuk merangsang hiposisis anterior dalam
mensekresi LH, dimana Pb akan menurunkan daya rangsang LH terhadap set leydig sehingga sekresi
testosteron juga menurun. Kernungkinan lainnya, LH tetap mampu merangsang sel leydig untuk
mensekresi testosteron namun sel leydig tidak bisa merespon akibat penyusutan jumlah sel sehingga
sekresi testosteron menjadi turun. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh
Anonim (1998) bahwa Pb menekan testosteron dan spermatogenesis. Toelihere (1979) menyebutkan
hormon testosteron dan LH mempengaruhi spermiogenesis. Sherwood (2001) menjelaskan bahwa kadar
testosteron testis yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan pembentukkan sperma karena (Geneser,
1994) testosteron penting untuk perkembangan pematangan spermatozoa yang sempurna dan fertilitas.
155


Jumlah Sel Sertoli (sel/ tubulus)
Jumlah sel sertoli disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1, terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05))
terhadap jumlah sel sertoli antara kelompok perlakuan dengan kontrol, namun pengaruh yang paling
signifikan didapatkan pada kelompok D. Jumlah sel sertoli kelompok A, C, dan D mengalami penurunan
dibandingkan dengan kelompok K masing-masing sebesar 4,70, 5,97 dan 9,91%, sedangkan kelompok B
mengalami peningkatan sebesar 0,76 %.
Dalam hal ini efek toksik Pb telah menurunkan jumlah sel sertoli yang kemungkinan berpengaruh
pada penurunan kadar testosteron dalam tubulus seminiferus. Menurut Greenspan dan Baxter (2000),
penurunan kadar testosteron disebabkan oleh adanya penurunan sekresi protein pengikat androgen akibat
terganggunya sel. Protein pengikat androgen penting untuk mengikat testosteron. Leeson et al. (1996)
menambahkan sekresi inhibin oleh sel sertoli juga terganggu dimana inhibin adalah hormon yang bekerja
dengan mekanisme umpan balik negatif untuk mengatur sekresi FSH. Dengan terganggunya inhibin
kemungkinan poros hipotalamus hipofisis testis tidak berjalan dengan normal.
Menurut Junquiera et al. (1998), sel sertoli mengatur pertukaran bahan makanan dan metabolik
sel-sel spermatogenik. Akibat terjadinya penurunan jumlah sel sertoli, kemungkinan fungsi tersebut tidak
berjalan dengan normal sehingga dapat mengganggu spermatogenesis.
Jumlah Sel Leydig (sel/ 3 tubulus)
Jumlah sel leydig (Tabel 1 dan Gambar 1) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Jumlah sel leydig kelompok A, B, C dan D
mengalami penurunan dibandingkan dengan kelompok K masing-masing sebesar 2,71, 13,11. 12,82 dan
17,38%. Hal tersebut menunjukkan pemberian Pb mempengaruhi pembentukan sel leydig. Berdasarkan
analisis data diperoleh penurunan jumlah sel leydig dari peristiwa tersebut kemungkinan menyebabkan
penurunan produksi testosteron pada jaringan interstitial. Akibatnya, kadar testosteron dalam tubulus
seminiferus menjadi rendah padahal (Sherwood, 2001) testosteron merupakan hormon yang sangat
penting dalam mempertahankan produksi sperma.
Testosteron disintesis oleh enzim-enzim yang terdapat dalam mitokondria dan retikulum
endoplasma halus dari sel leydig (Junquiera et al., 1998). Perkembangan sel leydig akan dirangsang oleh
LH yang dihasilkan oleh hipofisis anterior (Geneser, 1994) sehingga penurunan jumlah sel leydig
merupakan indikator menurunnya daya rangsang LH dari hipofisis anterior. Mekanisme kerja hipofisis
anterior berada di bawah pengaruh GnRH yang disekresikan oleh hipotalamus (Leeson et al., 1996).
Pernyataan tersebut sejalan dengan Ganong (1991) yang menyebutkan bahwa aktivitas dan jumlah sel
leydig tergantung pada rangsangan hormonal

Diameter Lumen Tubulus Seminiferus (m)
Diameter lumen tubulus seminiferus disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Berdasarkan hasil
analisis data didapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
156

Lumen kelompok A, B, dan C menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kelompok K, masing-masing
sebesar 2,47, 6,23 dan 2,11%, sedangkan lumen kelompok D menjadi lebih besar 7,82%. Secara statistik
dapat diketahui terdapat tendensi lumen menjadi lebih besar sebanding dengan peningkatan konsentrasi
Pb. Hal ini diduga dipengaruhi oleh jumlah sel dan penyebaran sel dalam epitel tubulus seminiferus.
Kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi sehubungan dengan jumlah dan penyebaran sel ke arah
lumen dalam epitel tubulus seminiferus antara lain : jika jumlah selnya sedikit dan tingkat penyebarannya
rendah maka diameter lumen menjadi lebih lebar, jika jumlah selnya sedikit tetapi tingkat penyebarannya
tinggi maka diameter lumen menjadi lebih sempit, jika jumlah selnya banyak tetapi tingkat
penyebarannya rendah maka diameter lumen menjadi lebar, jika jumlah selnya banyak dan tingkat
penyebarannya tinggi maka diameter lumen menjadi sempit. Mengacu pada pernyataan-pernyataan
tersebut, kemungkinan (Leeson et al., 1996), sel-sel spermatogenik masih tersebar dalam kisaran normal
lapisan sel (4 - 8 lapisan) sehingga perubahan diameter lumen adalah tidak signifikan.
Longgarnya susunan sel sel spermatogenik tubulus seminiferus testis mencit dengan pemberian
Pb pada penelitian ini disebabkan oleh adanya kerusakan sel sel spermatogenik yang selanjutnya akan
berdegenerasi dan difagositosis oleh sel sertoli (Sukmaningsih, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil
penghitungan jumlah sel sel spermatogenik dimana terjadi penurunan jumlah sel spermatosit pakhiten,
spermatid 7, dan spermatozoa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai efek toksik Pb terhadap struktur tubulus seminiferus testis
mencit maka dapat diambil kesimpulan yaitu terjadi penurunan berat testis mencit secara signifikan,
larutan Pb menekan proses spermatogenesis pada mencit secara signifikan yaitu pada fase
spermatositogenesis, meiosis dan spermiogenesis, larutan Pb menekan populasi sel sertoli dan sel leydig
secara signifikan, tendensi melebarnya diameter lumen tubulus seminiferus serta Pb menyebabkan
kerusakan sel-sel pada alat reproduksi jantan dimana kerusakan sel-sel tersebut sebanding dengan
konsentrasi Pb.









157

DAFTAR RUJUKAN
Adi, W. A. 1992. Pengaruh Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus G. Don) terhadap
Spermatogenesis pada Mencit. (Skripsi). Universitas Udayana. Denpasar.
Ahmed, Y. F., Mahmoud, K.G.H.M., Farghaly, A. A., Abozeid, M. A. and Ismail, E. M. 2012. Some
Studies on The Toxic Effects of Prolonged Lead Exposure in Male Rabbits : Chromosomal and
Testicular Alteration. Global Veterinaria Vol. 8 (4) : 360 366.
Anonimous. 1997. Prosedur Tetap Pembuatan Sediaan Histopatologi. Laboratorium Patologi Anatomi
RSAD dr. Soetomo/FK Unair, Surabaya.
Apostoli, P., Kiss, P., Porru, S., Bonde, J. P. and Vanhoorne, M. 1998. Male Reproductive Toxicity of
Lead in Animals and Human. Occup Environ Med Vol. 55 : 364 374.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Djunaydi, S. 2001. Bensin Bertimbal Ganggu Kesehatan. Bali Post. 8 Juli 2001. Hlm 7. Denpasar.
Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.
Graca, A., Santos, J. R., and Pereira, M. L. 2004. Effect of Lead Chloride on Spermatogenesis and Sperm
Parameters in Mice. Asian J. Androl Vol.(I) 6 : 237 241.
Greenspan, F. S dan Baxter, J. D. 2000. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Jakarta.
Gunaya, 1. K. 1992. Kandungan Logam Berat di Muara Sungai Badung dan Sungai Mati. (Skripsi).
Universitas Udayana. Denpasar.
Handajani, N.S. dan Wiryanto. 2000. Pengaruh Pemberian Pb Asetat Secara Oral terhadap Struktur
Histologis Ingluvies dan Proventriculus Columba livia var. domestica. J. BioSmart Vol. II (2) :
33-36.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya.
Hardjasasmita, H. P. 1999. Ikhtisar Biokimia Dasar B. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Hazen, R. dan N. Steiner. 1998. Logam-Logam Beracun: Timbal, Merkuri dan Kadmium. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Hendriati, A. 1996. Pancaroba Teknologi Ramah Lingkungan. Penerbit Dana Mitra Lingkungan. Jakarta.
Hidayati, D. 2000. Pengaruh Ekstrak Tanaman Cantel (Andropogon sorghum) terhadap Spermatogenesis
Mencit (Mus musculus). J. Kappa. Vol. I (1) : 27-35.
Junquiera, L. C., Carneiro, J., dan Kelley, R. O. 1998. Histologi Dasar. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
158

Leeson, T. S., Leeson, C. R., dan A. A. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi. Alih Bahasa: Koesparti
Siswojo. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Linder, M, C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral. Buku Biokimia Nutrisi dan Metabolisme.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Lu, F. C. 1994. Toksikologi Dasar. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Ronauli, I. 2000. Jakarta: Megah Kotanya, Padat Penduduknya, Sesak Udaranya. Penerbit Kabar Bumi.
2000).
Shaw, E. dan Wood, G 1984. Chemistry of The Element. Pergamen Press. New York.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Spector, W. G. dan Spector, T. D. 1993. Pengantar Umum Patologi. Penerbit Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Sukmaningsih, A. A. S.A.2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakhiten dan Spermatid Tubulus
Seminiferus Testis pada Mencit (Mus musculus) yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Biologi
XIII (2) : 31 35.
Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Turner, C. D. dan Bagnara, J.D. 1988. Endokrinologi Umum. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya.













159


Revitalisasi Pendidikan Karakter dengan Optimalisasi Fungsi Otak dalam Pembelajaran
Oleh :
I Made Subrata
e-mail: imadesubrata_m@ymail.com
Dosen Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP PGRI Bali

ABSTRACT

Revitalisation of Character Education with Optimization of Brain Function in Learning
Globalization continue to impact on the life of the nation and the State. Positive impact
will bring progress to the nation, while the negative impacts may result in moral degradation.
Moral degradation of society are reflected in the behavior often deviates from the rules of
morality and religion.Implementation of Character Education at every level of education is
believed to alleviate the moral degradation of the nation, with the assumption that the character
of a nation can be formed through education. Character education has a very wide sscope with
regard to human life as individual beings and as social creatures, which include: spiritual &
emotional development, intellectual development, affective and creativity development and
physical & kinesthetic development
The fourth aspect of character education is closely related to the intelligence stored in the
brain, namely the rational intelligence, emotional intelligence and spiritual intelligence. Third
intelligence is divided into two hemispheres, the left hemisphere and right brain. Learning
against a field of science which also implicitly must instill character education, should optimize
all parts of the brain function to express the three aspects of intelligence.
Cooperative learning is highly relevant to the optimization of brain function, due to
cooperation for mutual aid, mutual tolerance, and motivate each other so as to create a harmony.
Aspects of the humanities in learning also needs to be created. The learning environment also
needs to be pursued to create a learning situation is relaxed, friendly and fun to be able to
optimize the function of the right brain to support the left brain in learning process of knowledge.

Keywords : character education, optimization of brain function

PENDAHULUAN
Globalisasi yang ada merupakan sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri, yang meliputi
revolusi teknologi,informasi, transportasi dan komunikasi serta tatanan ekonomi dunia yang
mengarah pada pasar bebas. Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam
interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu
makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia.
Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan bangsa suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh negatif dari proses globalisasi mengakibatkan pertahanan moral dan agama.
Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun
generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang
160

dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa
(Anonim, 2011).
Banyak pakar pendidikan menganggap bahwa penerapan pendidikan di Indonesia
cenderung berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis), yang lebih
mengembangkan intelligence quotient (IQ), sedangkan kemampuan soft skill yang tertuang
dalam emotional quotient (EQ) dan spiritual quotient (SQ) dirasakan sangat kurang. Praktek
pembelajaran di berbagai sekolah bahkan perguruan tinggi , lebih mengejar target kurikulum.
Hal ini tidak bisa dianggap benar karena kesuksesan bangsa tidak semata mata ditentukan oleh
pengetahuan dan hard skill, tetapi juga oleh keterampilan soft skill, termasuk di dalamnya
pembentukan karakter. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.
Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional, diantaranya
adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan
akhlak mulia.
Keinginan pemerintah dari akhir proses pendidikan di Indonesia, yakni, kemampuan anak
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini berarti
proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau
intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan. Ketiga aspek inilah
merupakan arah dan tujuan pendidikan nasional yang dapat ditumbuhkembangkan dengan
mengoptimalkan fungsi otak dalam pembelajaran. Telah terbukti bahwa selain memiliki
kemampuan untuk menyimpan informasi, otak juga memiliki kemampuan untuk menyusun
ulang informasi tersebut dengan cara baru, sehingga tercipta ide baru (Kushartanti, 2004).
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimanakah
penerapan pola pembelajaran yang memungkinkan optimalisasi seluruh bagian otak sehingga
penerimaan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan informasi terjadi secara efisien.
Tujuan tulisan ini adalah untuk mengungkapkan pola pembelajaran yang memungkinkan
optimalisasi seluruh bagian otak sehingga penerimaan, pengolahan, penyimpanan, dan
penggunaan informasi terjadi secara efisien.
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah dengan mendeskripsikan pemecahan
permasalahan tersebut berdasarkan kajian pustaka yang relevan dan berdasarkan pengalaman di
lapangan sebagai pendidik.

BAGIAN INTI

I. Kepribadian dan Karakter
Pada awalnya, manusia itu lahir hanya membawa personality atau kepribadian secara
genetik. Secara umum kepribadian manusia ada 4 macam yaitu:
(1) Koleris, yaitu tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka
tantangan.
(2) Sanguinis, yaitu tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, bahagia dan ceria selalu, suka
kejutan, suka sekali dengan kegiatan sosial dan bersenang-senang.
(3) Phlegmatis, yaitu tipe ini bercirikan suka bekerja sama, menghindari konflik, tidak suka
perubahan mendadak, teman bicara yang baik dan menyukai hal yang pasti.
(4) Melankolis, yaitu tipe ini bercirikan suka dengan hal detail, menyimpan kemarahan,
perfectionis, suka instruksi yang jelas dan kegiatan rutin sangat disukai.
161

Kepribadian diturunkan secara genetik, bukan muncul melalui pembelajaran. Setiap
kepribadian memiliki kelebihan dan kelemahan. Manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya
dan memperbaiki kelemahannya dengan memunculkan kebiasaan positif yang baru, yang disebut
dengan karakter.. Karakter tidak bisa diwariskan, karakter harus dibangun dan dikembangkan
secara sadar melalui suatu proses yaitu pendidikan. Pendidikan Karakter adalah pemberian
pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan
lain-lainnya (Wibowo, 2013).
II. Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat
sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab (PB PGRI, 2013). Pendidikan bukan
merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi harus menyentuh dimensi kemanusiaan
yang mencakup sekurang-kurangnya tiga hal yaitu:
(1) Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi
pekerti menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
luhur serta kepribadian unggul dan kompetensi estetis;
(2) Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk; dan
(3) Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis,
kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis (PB PGRI, 2013).
Tujuan pendidikan nasional sesuai dengan UU Sisdiknas merupakan rumusan mengenai
kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena
itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan karakter bangsa.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi
keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan
melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran
yang efektif.
1. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha dan media massa.
2. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18
nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1)
Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8)
Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12)
Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca,
(16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Puskur. Pengembangan
dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10) dalam PB PGRI
(2013).
162

3. Proses Pendidikan Karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural
dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis
dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut
(Gambar 1) .
Ga
mba
r 1
Rua
ng
Lin
gku
p
Pen
didi
kan
Kar
akte
r
P
rose
s
ters
ebut secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta
masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung
sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas (Desain Induk Pendidikan
Karakter, 2010: 8-9) dalam PB PGRI (2013).
William Kilpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berprilaku baik
meskipun telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena tidak terlatih
untuk melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat dari pemikiran ini maka kesuksesan pendidikan
karakter sangat bergantung pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter (Husen dkk., 2010).
Knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, yaitu (1) kesadaran moral (moral
awareness), yaitu kesediaan seseorang untuk menerima secara cerdas sesuatu yang seharusnya dilakukan.
(2) pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), yaitu mencakup pemahaman mengneai
macam-macam nilai moral seperti menghormati hak hidup, kebebasan, tanggung jawab, kejujuran,
keadilan, tenggang rasa, kesopanan dan kedisiplinan. (3) penentuan sudut pandang (perspective taking),
yaitu kemampuan menggunakan cara pandang orang lain dalam melihat sesuatu. (4) logika moral (moral
reasoning), adalah kemampuan individu untuk mencari jawaban atas pertanyaan mengapa sesuatu
dikatakan baik atau buruk. (5) keberanian menentukan sikap (decision making), yaitu kemampuan
individu untuk memilih alternatif yang paling baik dari sekian banyak pilihan. (6) pengenalan diri (self
knowledge), yaitu kemampan individu untuk menilai diri sendiri. Keenam unsur adalah komponen-
komponen yang harus diajarkan untuk mengisi ranah kognitif peserta didik.
Selanjutnya Moral Loving atau Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik
untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus
dirasakan , yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain
(emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility).
OLAH
HATI
OLAH
PIKIR
OLAH
RASA/
KARSA
OLAH
RAGA
beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil,
bertanggung jawab,
berempati, berani
mengambil resiko,
pantang menyerah, rela
berkorban, dan berjiwa
patriotik
ramah, saling
menghargai, toleran,
peduli, suka menolong,
gotong royong,
nasionalis, kosmopolit ,
mengutamakan
kepentingan umum,
bangga menggunakan
bahasa dan produk
Indonesia, dinamis,
kerja keras, dan beretos
kerja
bersihdan sehat,
disiplin, sportif,
tangguh, andal,
berdaya tahan,
bersahabat,
kooperatif,
determinatif,
kompetitif, ceria,
dan gigih
cerdas, kritis,
kreatif, inovatif,
ingin tahu, berpikir
terbuka, produktif,
berorientasi Ipteks,
dan reflektif
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER
163

Kata hati memiliki dua sisi yaitu mengetahui apa yang baik, dan rasa wajib untuk mengerjakan yang baik
itu.
Setelah dua aspek tadi terwujud, maka Perilaku moral (Moral Acting) sebagai outcome akan
dengan mudah muncul baik berupa competence, will, maupun habits.
III. Hakikat Pembelajaran
Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang terjadi bersamaan, tetapi memiliki makna
yang berbeda, sebagaimana yang diungkapkan Suherman (2003) dalam PB PGRI (2013) bahwa
Peristiwa mengajar selalu disertai dengan peristiwa belajar, ada guru yang mengajar maka ada
pula siswa yang belajar. Namun, ada siswa yang belajar belum tentu ada guru yang mengajar,
sebab belajar bisa dilakukan sendiri.
Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yakni: Pertama, dalam proses pembelajaran
melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar
mendengar, mencatat akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua,
dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus-menerus yang
diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir yang dapat membantu
siswa untuk memperoleh pengetahuan yang dikonstruksi sendiri.
Agar para guru mampu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya, terlebih dahulu dipahami
hal-hal yang bertalian dengan proses belajar-mengajar, yaitu:
(1) Siswa (dengan segala karakteristiknya), yang terus berusaha mengembangkan dirinya seoptimal
mungkin melalui berbagai kegiatan (belajar) guna mencapai tujuannya sesuai dengan tahapan
perkembangnan yang dialaminya.
(2) Tujuan (ialah apa yang akhirnya diharapkan tercapai setelah adanya kegiatan belajar-mengajar), yang
merupakan seperangkat tugas atau tuntutan yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus tampak
dalam perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa yang dapat dievaluasi (terukur).
(3) Guru (ialah orang dewasa yang karena jabatannya secara formal), selalu mengusahakan terciptanya
situasi yang tepat (mengajar) sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada
diri siswa, dengan mengerahkan segala sumber dan menggunakan strategi belajar mengajar yang
tepat.
IV.Tinjauan Singkat tentang Otak pada Manusia
Otak terletak dalam batok kepala dan melanjut menjadi saraf tulang belakang (medulla
spinalis). Berat otak kurang lebih 1400 gram atau kira-kira 2% dari berat badan. Tidak ada
hubungan langsung antara berat otak dan besarnya kepala dengan dengan tingkat kecerdasan.
Otak bertambah besar, namun tetap berada dalam tengkorak sehingga semakin lama akan
semakin berlekuklekuk. Semakin dalam lekukan pertanda semakin banyak informasi yang
disimpan, dan otak semakin cerdas (Gambar 2 dan 3).

164



Gambar 2 Anatomi otak manusia Gambar 3 Anatomi otak penampakkan atas
Sumber : Campbell dan Reece, 2005 Sumber : Campbell and Reece, 2005

Apabila otak dibelah secara vertikal, akan terlihat otak bagian luar (cortex cerebri) yang
berwarna abu-abu, dan otak bagian dalam yang berwarna putih. Cortex cerebri mempunyai tiga
fungsi yaitu: 1) sensorik yang berfungsi untuk menerima masukan; 2) asosiasi yang bertugas
mengolah masukan, dan 3) motorik yang bertugas mereaksi masukan dengan gerakan tubuh.
Masukan informasi dari luar ditangkap melalui panca indra baik penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, maupun pengecapan. Sebagai contoh apabila telinga menerima masukan
suara maka akan dibawa oleh saraf pendengaran ke pusatnya di cortex bagian samping.
Selanjutnya masukan dikirim ke daerah asosiasi untuk dicocokkan makna katanya. Akhirnya
dikirim ke pusat bicara di cortex depan untuk kemudian diperintahkan lidah dan tangan agar
bertindak sebagai reaksinya. Semua proses tersebut disimpan di gudang memori dalam cortex
untuk sewaktu-waktu dapat dipanggil kembali.
Otak menyimpan informasi dengan menggunakan asosiasi. Apabila ada penguatan
informasi lama dan penambahan informasi baru maka sel-sel otak segera berkembang
membentuk hubungan baru. Semakin banyak jalinan saraf terbentuk, semakin lama dan kuat
informasi itu disimpan. Hubungan antar sel saraf terjadi di sinaps yang mengubah energi listrik
menjadi energi kimia dengan mengeluarkan neurotransmiter. Energi kimia ini kemudian diubah
menjadi energi listrik kembali pada sel saraf berikutnya. Rangsangan yang terus menerus akan
mempercepat jalannya energi listrik di saraf, dan energi kimia di sinaps sehingga akan membuat
otak semakin segar.
Dirumuskan 10 Hukum Dasar Otak (Dryden, 2001) dalam Kushartanti (2004) sebagai
berikut: (1) Otak menyimpan informasi dalam sel-sel saraf (2) Otak mempunyai komponen
untuk menciptakan kebiasaan dalam berpikir dan berperilaku. (3) Otak menyimpan informasi
dalam bentuk kata, gambar, dan warna.(4) Otak tidak membedakan (fakta). (5) Imajinasi dapat
memperkuat otak dan mencapai apa saja yang dikehendaki. (6) Konsep dan informasi dalam otak
disusun dalam bentuk pola pola. (7) Alat indra dan reseptor saraf menghubungkan otak dengan
dunia luar. Latihan indra dan latihan fisik dapat memperkuat otak. (8) Otak tak pernah istirahat.
Ketika otak rasional kelelahan dan tak dapat menuntaskan pekerjaan, otak intuitif akan

165

melanjutkannya. (9) Otak dan hati berusaha dekat. Otak yang diasah terus menerus akan menjadi
semakin bijak dan tenang (10) Kekuatan otak juga ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi
Eksplorasi otak selama era otak (Brain Era) yaitu tahun 1990 - 2000 berhasil
menunjukkan fakta bahwa otak menyediakan komponen anatomis untuk aspek rasional
(Intelligence Quotient = IQ), aspek emosional (Emotional Quotient = EQ), dan aspek spiritual
(Spiritual Quotient = SQ). Seperti diketahui bahwa dalam satu otak memang ada tiga cara
berpikir yaitu rasional, emosional, dan spiritual. Padji (2003) menguraikan, keseluruhan
fungsi otak berpusat pada kedua belahan otak (Tabel 1).

Tabel 1. Deskripsi perbedaan fungsi otak kiri dan kanan
Otak kiri Otak Kanan
Menjelaskan dengan kata-kata
Mengingat dengan bahasa
Berpikir secara bertahap
Mengendalikan emosi
Memandang hidup dengan serius
Bekerja dengan fakta
Menganalisis
Berpikir logis
Tugas-tugas praktis
Kegiatan yang terpola
Organisasi
Menjelaskan dengan gambar
Mengingat dengan gambaran /bayangan
Berpikir secara global
Menyatakan emosi
Memandang hidup dengan santai
Bekerja dengan gambaran
Membuat sintesis/perpaduan
Berpikir secara intuitif
Tugas-tugas abstrak
Kegiatan yang terbuka/bebas
Improvisasi

1. Otak Rasional dan Pembelajaran
Otak rasional berpusat di cortex cerebri atau bagian luar otak besar yang berwarna abu-
abu. Volumenya cukup besar sampai mencapai 80% dari volume seluruh otak. Besarnya volume
cortex cerebri memungkinkan manusia berpikir secara rasional dan menjadikan manusia sungguh
sebagai manusia. Semakin beradab dan berbudaya, manusia akan menggeser perilakunya lebih
ke pusat berpikir rasional. Cortex cerebri ini terbelah menjadi otak kiri dan kanan. Otak kiri
dengan cara berpikir yang linier dan sekuensial, dan otak kanan dengan kreativitasnya akan
bekerjasama untuk memahami dan memecahkan permasalahan secara holistik. Sistem
pendidikan yang baik harus dapat menyediakan model pembelajaran untuk optimalisasi kedua
belah otak.
Dalam cortex cerebri terdapat lobus frontal (di dahi), lobus occipital (di kepala bagian
belakang), lobus temporal (di seputaran telinga), dan lobus parietal (di puncak kepala). Lobus
frontal bertanggung jawab untuk kegiatan berpikir, perencanaan, dan penyusunan konsep. Lobus
temporal bertanggung jawab terhadap persepsi suara dan bunyi. Memori dan kegiatan berbahasa
(terutama pada otak kiri) juga menjadi tanggung jawab lobus ini. Lobus parietal bertanggung
jawab juga untuk kegiatan berpikir terutama pengaturan memori. Bekerjasama dengan lobus
occipital ia turut mengatur kerja penglihatan. Lobus-lobus otak menjadi penting karena mereka
menyokong cortex cerebri yang mengemban fungsi vital terutama untuk berpikir rasional dan
daya ingat.
Di lobus temporal ini juga terjadi pemaknaan dari apa yang didengar dan dicium.
Pendidikan yang ada sekarang terlalu berfokus ke otak kiri, padahal untuk menjadi pintar otak
kanan harus difungsikan seperti otak kiri. Otak kiri berkaitan dengan kata-kata dan bahasa,
sedangkan otak kanan dengan musik, gambar, dan warna. Memahami emosi dari peserta didik
166

merupakan salah satu kunci untuk membangun motivasi belajar mereka. Jika informasi hanya
dikemas dalam bentuk kata, ia hanya disimpan dalam otak kiri, sedangkan apabila dikemas juga
dalam bentuk gambar yang penuh warna, otak kanan juga akan ikut menyimpannya. Dengan
demikian informasi yang disajikan dalam paduan kata dan gambar akan lebih cepat terserap dan
tersimpan. Dalam pendidikan karakter hal ini terkait dengan olah pikir.
Pembelajaran yang tepat untuk mengoptimalkan fungsi otak rasional adalah: (1)
Melaksanakan pembelajaran dengan berbagai variasi stimulus, yaitu penggunaan gambar sebagai
media pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik (Sadiman dkk., 1986),
penggunaan papan tulis dengan spidol berwarna, penggunaan slide dengan animasi yang
menarik, pengunaan CD pembelajaran, variasi suara dan gerakan guru yang tidak monoton
sehingga ada aspek penekanan pada hal-hal yang penting. (2) Pembelajaran diawali dengan
penyampaian tujuan dan peta konsep agar tercipta sistematika berpikir secara runut. (3) Ruangan
kelas dijaga supaya tetap sejuk, bersih, dinding ruangan dihiasi dengan gambar-gambar yang
menarik dan berwarna warni serta aroma ruangan yang wangi. (4) Pembelajaran diselingi dengan
musik, sehingga perlu dipasang alat audio visual. (5) Diupayakan pembelajaran dengan rasa
humor yang cukup. (6) Dilaksanakan penilaian proses (authentic assessment). (7) Diciptakan
motivasi belajar yang tinggi dengan pemberian penghargaan bagi siswa yang berprestasi.

2. Otak Emosional dan Pembelajaran
Otak emosional berpusat di sistem limbik. Sistem ini secara evolusi jauh lebih tua
daripada bagian cortex cerebri. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan otak manusia
dimulai dengan pikiran emosional sebelum pikiran rasional berfungsi untuk merespon
lingkungan. Keputusan bijak dan cerdas merupakan hasil kerjasama antara otak emosional
dengan otak rasional. Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati, dan
tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Suasana hati positif seperti perasaan senang dan santai sebelum dan pada saat belajar
akan mempertinggi efektivitas belajar. Dengan demikian seseorang baru merasa bahwa sesuatu
itu benar atau penting kalau sistem limbik menerima hal itu sebagai sesuatu yang benar dan
penting. Untuk itulah pada saat meyakinkan peserta didik, guru harus menggunakan suara
lantang dinamis dan ekspresi kuat penuh perasaan.
Kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak, dan naluri
moral. Banyak bukti menunjukkan bahwa sikap dan etika dasar dalam kehidupan berasal dari
kemampuan emosional. Kemampuan mengendalikan dorongan hati merupakan basis kemauan
(will) dan watak (character), sedangkan cinta sesama merupakan akar dari empati. Kurikulum
berbasis kompetensi yang dikelola dengan benar sangat memungkinkan untuk memenuhi
kebutuhan pengajaran tersebut. Kecerdasan emosional pada dasarnya terdiri atas lima wilayah
yaitu: 1) mengenali emosi diri; 2) mengelola emosi; 3) memotivasi diri; 4) mengenali emosi
orang lain, dan 5) membina hubungan.
Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif mendorong berfungsinya otak
emosional. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan membentuk kelompok yang
anggotanya heterogen berjumlah 4 orang, akan terjadi peristiwa saling bantu, saling diskusi,
menekan persaingan antar individu, memacu kemampuan anggota kelompok, menigkatkan rasa
tanggung jawab masuing-masing anggota kelompok, meningkatkan toleransi, rasa simpati dan
empati sesame anngota kelompok (Slavin, 2005). Banyak model pembelajaran kooperatif yang
167

bisa dipilih tergantung faktor pendukung yang ada. Model mana pun yang dipilih akan tercipta
suasana pembelajaran yang bersifat humaniora (Sumaji dkk., 1998). Optimalisai otak emosional
berkaitan dengan olah hati dan olah rasa/karsa dalam pendidikan karakter.

3. Otak Spiritual dan Pembelajaran
Otak spiritual berpusat di noktah Tuhan yang ditemukan oleh Ramachandran di lobus
temporal. pada bagian inilah kesadaran tingkat tinggi manusia yaitu eksistensi diri tereksplorasi.
Kesadaran tersebut dibangun oleh adanya sel-sel kelabu dalam otak manusia. Bila sel-sel ini
bekerja lahirlah pikiran rasional yang merupakan titik pijak awal menuju kesadaran tingkat tinggi
manusia. Otak spiritual, tempat terjadinya kontak dengan Tuhan, hanya akan berperan jika otak
rasional dan pancaindra telah difungsikan secara optimal. Kegiatan spiritual yang bisa berperan
sebagai pendukung proses pemebelajaran adalah mengucapkan salam umat sebelum
pembelajaran dimulai dan setelah berakhirnya pembelajaran, di Bali yang mayoritas beragama
Hindu, diupayakan setiap hari menghaturkan sesajen berupa canang di ruang kelas, serta
melaksanakan persembahyangan bersama setiap hari Purnama (Bulan penuh) dan Hari Tilem
(bulan mati) di tampat suci yang ada di lingkungan lembaga pendidikan. Akan sangat ideal bila
persembahyangan disertai dengan dharmawacana tentang agama dan keimanan. Hal ini
berkaitan dengan olah hati dalam pendidikan karakter.

V. Optimalisasi Otak dalam Pembelajaran
Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otak secara
bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak. Penggunaan
berbagai media pembelajaran merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian otak,
baik kiri maupun kanan, rasional maupun emosional, atau bahkan spiritual. Permainan warna,
bentuk, tekstur, dan suara sangat dianjurkan untuk terciptanya suasana gembira karena rasa
gembira akan merangsang keluarnya endorfin dari kelenjar di otak, dan selanjutnya
mengaktifkan asetilkoloin di sinaps. Seperti diketahui sinaps yang merupakan penghubung antar
sel saraf dengan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmiternya. Dengan aktifnya
asetilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Suasana gembira akan
mempengaruhi cara otak dalam memproses, menyimpan, dan mengambil kembali informasi
(Kushartanti, 2004).
Optimalisasi fungsi seluruh bagian otak dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan :
(1) Membuat situasi dalam keadaan waspada yang relaks sebelum dimasuki informasi.
(2) Memperdengarkan musik yang menenangkan dan latihan pernapasan yang dapat
menghilangkan pikiran yang mengganggu dan mengkondisikan otak agar waspada dan
relaks.
(3) Rekayasa lingkungan belajar yang nyaman dan relax akan memudahkan pengambilalihan
tugas dari otak kiri yang rasional ke otak intuitif yang menerima asupan informasi dari
bawah sadar. Intuisi adalah persepsi yang berada diluar pancaindra meskipun tetap bukan
hal mistik, karena tetap bersifat logis. Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak
linier merupakan langkah pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum
dikembangkan.
(4) Diupayakan belajar melalui praktik, karena akan melibatkan banyak indra sehingga memori
akan lebih mantap. Setiap orang memiliki dominasi indra secara individual. Apabila guru
dapat mengenali dominasi indra pada masing-masing peserta didiknya maka akan dapat
memberi layanan dengan tepat.
168

(5) Ruangan kelas sebaiknya dilengkapi dengan tanaman dalam pot, sedangkan di luar kelasagar
dibuat kebun sekolah/kampus untuk senantiasa menyediakan pasokan Oksigen yang cukup
untuk pernafasan, terutama pernafasan pada sel-sel otak.
(6) Diusahakan setiap peserta didik ikut serta dalam kegiatan ekstra kurikuler, baik bidang olah
raga maupun seni. Hal ini akan mengoptimalkan fungsi otak kanan. Jika dikaitkan dengan
pendidikan karakter, hal ini merupakan bagian dari olah raga yang menciptakan kesehatan
pada setiap peserta didik.

SIMPULAN DAN SARAN
Pendidikan karakter dapat menumbuhkan kebiasaan moral yang positif, sehingga perlu
diterapkan secara optimal pada setiap satuan pendidikan. Upaya penerapan pendidikan karakter
tersebut diharapkan dapat mencegah pengaruh negatif dari globalisasi dunia.
Pendidikan karakter yang meliputi olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa serta olah
raga, merupakan seluruh komponen keterampilan hidup manusia, yang meliputi hard skill
maupun soft skill. Kedua komponen keterampilan tersebut harus diselaraskan dalam perumusan
tujuan pembelajaran, sehingga dapat dipilih model pembelajaran yang dapat mengekspresikan
pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Model pembelajaran kooperatif yang berkembang di
era ini merupakan alternatif untuk dilaksanakan.
Pemberdayaan otak juga berperan penting dalam proses pembelajaran. Otak yang dikenal
memiliki tiga kecerdasan yaitu kecerdasan rasional atau intelektual, kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual, dapat dioptimalkan kerjanya dalam pembelajaran. Keseluruhan fungsi otak
tersebut terbagai atas dua tempat yaitu pada belahan otak kiri dan otak kanan. Proses
pembelajaran yang mengutamakan otak kiri saja, akan menciptakan terbentuknya hard skill.
Keadaan ini perlu diseimbangkan dengan pembelajaran yang mengoptimalkan fungsi otak kanan
sehingga terbentuk keterampilan soft skill yang meliputi nilai-nilai moral yang luhur yang
merupakan cerminan karakter bangsa yang bersifat adi luhung.
Suasana pembelajaran yang aktif, santai, imajinatif, toleransi, serta kerja kelompok
seperti halnya pada pebelajaran kooperatif, dapat mengoptimalkan fungsi otak sehingga ketiga
aspek kecerdasan pada manusia dapat terwujudkan.



















169

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2011. Pendidikan-karakter. http://www.sman2-tsm.sch.id/2011/10/pendidikan-
karakter/. Diakses tanggal 29 Mei 2013.
Campbell Neil A. and Jane B. Reece. 2005. Biology, Seventh Edition, Benjamin Cummings. San
Fransisco, Boston, New York.
Husen, Achmad , Muhammad Japar dan Yuyus Kardiman. (2010). Model Pendidikan Karakter Bangsa.
Universitas Negeri Jakarta. Kementerian Pendidikan Nasional.
Kushartanti, BM Wara. 2004. Optimalisasi Otak dalam Sistem Pendidikan Beradab, Orasi
Ilmiah pada Dies Natalis ke 40 UNY. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/
131405898/Optimalisasi%20Otak%20Dalam%20Sistem%20Pendidikan%20Berperadab
an.pdf. Diakses tanggal 29 Mei 2013.
Padji. 2003. Meningkatkan Keterampilan Otak Anak (Psikologi Perkembangan Anak). Pionir
Jaya, Bandung.
PB PGRI,2013. Pendidikan Karakter. http://www.pgri.or.id/download/category/126-buku-
pendidikan-karakter.html. Diakses tanggal 25 Mei 2013.
Sadiman, Arief S., R.Rahardjo, Anung Haryono dan Rahardjito. 1986. Media Pendidikan
Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. CV Rajawali. Jakarta.
Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Tahun 2003.
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Nusa Media. Bandung.
Sumaji, R.M.J.T. Soehakso, Y.B. Mangunwijaya Pr. , Liek Wilarjo, Paul Suparno, S.J., .Y.
Marpaung, St. Sularto, F. Kartika Budi, F.Sinaradi, T. Sarkim dan R. Rohandi. 1998.
Pendidikan Sains yang Humanistis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Wibowo, Timothy. 2013. Peran pendidikan Karakter dalam Melengkapi Kepribadian. http:/
/www. pendidikankarakter.com/peran-pendidikan-karakter-dalam-melengkapiKe-
pribadian/. Diakses 29 Mei 2013.











170

Efektivitas Pendekatan Kontekstual Berbasis Media Interaktif terhadap Kemampuan
Memecahkan Masalah Matematika pada Siswa Kelas X SMA Taman Rama Denpasar
Tahun 2012/2013
I Made Surat
Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Bali
Email: madesurat@gmail.com


ABSTRACT
Effectiveness of Interactive Media-Based Contextual Approach to Mathematics Problem
Solving Ability in Class X Denpasar Taman Rama High School Year 2011/2013
This study aims to determine the effectiveness of the contextual approach (CTL) which is
based on interactive media to increase mathematics problem solving ability in class X SMA Park
Rama Denpasar Academic Year 2012/2013, as well as how the learning activities of students in
CTL. CTL application of learning is a concept which helps teachers learn the material being
taught relate to real world situations students, assisted interactive media that is expected to bring
the learning environment. Subsequently see its effect on problem solving ability.
Type of research is a quasi experiment, with a design that is used as a strategy to address
the problem is a design study only mathcing posttest only control group design. The use of this
design is that the experimental and control groups equality actually met through equalization on
the basis of previous test scores public. Of a population of 3 classes (107 people) through
sampling techniques gradually been 2 classes respectively as experimental and control groups. In
the next phase is the installation of each individual based on previous test score, and as many as
30 pairs of samples obtained. In the experimental group treated with a CTL-based learning and
interactive media for learning applied conventional control group. Data was collected using test
instruments and nontes. Analysis use statistical techniques t test at significance level of 5%, to
test hypotheses about the effectiveness of learning, and descriptive statistics to examine the level
of learning in the development of CTL activity.
Based on the analysis of data dipeoleh value of t-count = 29.59 is greater than t-table at
29 db and = 5% (= 2.045), this means that Ho is rejected and Ha accepted. In conclusion
contextual approach is effective in improving Mathematics problem-solving skills in class X
SMA Rama Garden Denpasar Year 2012/2013, while the activity levels of students who take an
active classified contextual learning. From these findings it may be advisable to education
practitioners or teachers to implement and develop a contextual learning as a model of innovative
learning so that learning becomes more meaningfull.
Keywords: Effectiveness, Contextual, Interactive Media and Problem solving.

PENDAHULUAN
Dewasa ini nampak kemampuan anak dalam memecahkan masalah masih sangat rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia hanya mampu memahami
30% dari materi bacaan, dan mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal berbentuk uraian
yang memerlukan penalaran (Nanang Hanafiah, 2009). Tidak jauh berbeda halnya dengan
kondisi siswa klas X SMA Taman Rama Denpasar. Dalam menjawab soal-soal berbentuk
ceritera masih sangat rendah, padahal dilihat dari segi status sosial ekonomi keluarga yang
berhubungan dengan segala fasilitas pendidikan semuanya di atas rata-rata. Disisi lain,
171

kemampuan menyelesaikan soal ceritera sebagai salah satu bentuk kemampuan pemecahan
masalah merupakan kompetensi yang paling penting dalam belajar matematika. Sebab semua
kompetensi baik berupa keterampilan hitung, menalar atau logika dalam matematika diarahkan
untuk memecahkan masalah. Ini sejalan dengan peranan matematika sebagai alat bantu dalam
bidang ilmu lain. Menurut Anurrahman (2012), kemampuan memecahkan masalah merupakan
salah satu kompetensi yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena hal ini merupakan
bagian dari proses pertumbuhan. Pertumbuhan Intelektual dan emosional anak didorong oleh
proses pemecahan masalah.
Demikian pentingnya kemampuan pemecahan masalah sebagai kompetensi tingkat
tinggi, maka perlu dicari suatu pendekatan pembelajaran yang inovatif dan efektif, sehingga
mampu menghantarkan anak didik menuju kepada kemampuan pemecahan masalah. Berbagai
bentuk pendekatan pembelajaran matematika yang inovatif telah dikembangkan berdasarkan
teori-teori belajar. Terkait dengan pembelajaran matematika, banyak kecendrungan baru tumbuh
dan berkembang sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran yang diharapkan sesuai
dengan tantangan sekarang dan mendatang. Beberapa di antaranya adalah: (1) contextual
learning; (2) cooperative learning; (3) Realistic Mathematics Education; (4) problem solving;
(5) mathematical investigation; (6) guided discovery; (7) open ended; (8) manipulative material;
(9) concept map; (10) quantum teaching and learning; dan (11) writing in mathematics (Gatot
Muhsetyo, dkk., 2007)
Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar
lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Semakin dekat lingkungan dengan situasi belajar
di kelas maka transfer of learning akan terjadi sehingga retensinya akan meningkat. Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi memang terbukti berhasil dalam
kemampuan mengingat jangka pendek, tetapi gagal membekali anak dengan kemampuan
memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang ( Nurhadi, 2002). Hal itulah yang terjadi
di kelas-kelas sekolah kita. Apalagi pembelajaran yang berorientasi pada menghabiskan isi
materi, hal ini tidak banyak bermanfaat bagi anak didik dalam upaya meningkatkan penguasaan
life skill. Pembelajaran konvensional merupakan pendekatan yang hingga kini sering digunakan
guru. Pendekatan ini cukup ampuh untuk menuntaskan isi materi pelajaran. Apalagi beban
kurikulum yang demikian sarat dan jumlah siswa dalam satu kelas cukup besar. Sejauh ini
pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-
fakta yang harus dihapal. Kelas masih berfokus kepada guru sebagai sumber utama pengetahuan,
kemudian ceramah dengan segala variasinya menjadi strategi pembelajaran. Untuk itu diperlukan
strategi pembelajaran yang lebih bermakna sehingga lebih memberdayakan siswa. Sebuah
strategi pembelajaran yang tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta-fakta, tetapi sebuah
strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Melalui landasan filosofi konstruktivisme pendekatan kontekstual dirancang menjadi alternative
pendekatan pembelajaran yang bermakna. Sebab pengetahuan bukanlah sekedar seperangkat
fakta dan konsep yang siap diterima, melainkan sesuatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh
siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa Knowledge is constructed by
humans. Knowledge is not a set of facts, concepts, or laws waiting to be discovered. Its is not
something that exists independent of a knower. Human create or construct knowledge as they
attempt to bring meaning to their experience. Everything that we know, we have made (Zahorik,
1995).
172

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada
hasil.. Melalui 7 komponen CTL yang meliputi (1) constructivism; (2) inquiry; (3) questioning;
(4) learning community; (5) modeling; (6) reflection; (7) authentic assessment, maka Siswa
diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal. Dalam pendekatan CTL guru bukan
satu-satunya model. Model dapat diakses dari berbagai sumber. Dengan berkembangnya era
teknologi informasi maka pembelajaran CTL dengan media interaktif akan lebih membuka
wawasan anak dalam mengenal dunia luar, dunia sain dan teknologi sebagai implementasi dari
konsep-konsep dan model-model matematika. Hal ini akan lebih mendekatkan situasi nyata
dengan menghadirkan model atau visual yang tidak mungkin semuanya dapat dijangkau dalam
pembelajaran diluar kelas sekalipun. Dengan penggunaan media interaktif maka kemustahilan
tersebut dapat diatasi. Manfaat media dalam pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara
guru dengan anak, begitu pula dengan materi yang dipelajari, sehingga pembelajaran menjadi
lebih efektif dan efisien (Depdiknas, 2003). Media interaktif berbentuk multimedia dapat berupa
kombinasi antara teks, grafik, suara, audio dan animasi, serta internet sekalipun yang dapat
digunakan untuk mengakses objek-objek yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika.
Melalui media interaktif juga siswa dapat melakukan manipulasi dan eksplorasi tentang konsep-
konsep matematika dengan melibatkan seluruh kemampuannya. Suatu kegiatan pembelajaran
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis dan logis adalah merupakan aktivitas discovery dan inquiry.
Menurut M. Takdir (2012) bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah salah satu implikasi
dari penerapan strategi discovery dan inquiry. Sebab pada pembelajaran discovery dan inquiry
siswa merasa tertantang melakukan aktivitas untuk mencari solusi dari suatu permasalahan yang
dihadapi.
Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu: (1) apakah pendekatan
kontekstual yang berbasis media interaktif efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah siswa kelas X SMA Taman Rama Denpasar?; (2) Bagaimana Aktivitas siswa selama
mengikuti pembelajaran?. Secara teoritis permasalahan di atas terjawab melalui kajian teori yang
melahirkan hipotesis penelitian yang berbunyi: pendekatan kontekstual yang berbasis media
interaktif efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X SMA
Taman Rama Denpasar. Untuk mendukung hipotesis penelitian maka diperlukan bukti empiris
yang akan dikaji pada bagian berikut.

METODE PENELITIAN
Untuk mencari dukungan empiris terhadap hipotesis yang di ajukan sehingga masalah
yang diajukan dapat terjawab, maka dibuat suatu rancangan penelitian. Mengacu pada
permasalahan penelitian maka jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experiment (Campbell
dan J.C. Stanley, 1996). Hali ini disebabkan kondisi yang tidak memungkinkan melakukan
control secara ketat, sebagaimana pada penelitian dilaboratorium. Disain yang digunakan adalah
Mathcing only posttest only control group design ( Frankel and Wallen, 2003). Dua kelompok
sampel digunakan yang diambil secara acak bertahap (multi stage random sampling). Dari
173

populasi yang berjumlah 3 kelas (107 siswa), pada tahap pertama dipilih secara acak 2 kelas
sebagai sampel. Kelas yang terpilih adalah kelas X1 ( berjumlah 35 orang) sebagai keompok
control dan kelas X3 (berjumlah 37 orang) sebagai kelompok eksperimen. Pada tahap kedua
dilakukan peruses matching (pemasangan). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kelompok
yang setara. Menurut Sutrisno Hadi (2004), cara yang terbaik untuk menyeragamkan kedua
kelompok adalah memasangkan individu ke dalam salah satu karakteristik yang dianggap
mempunyai kaitan dengan variabel yang diteliti. Indikator yang digunakan untuk mensejajarkan
ke dua kelompok adalah skor tes ulangan umum siswa pada semester ganjil. Dari hasil
penyetaraan ini hanya diperoleh 30 pasang yang dianggap setara. Variabel yang terlibat dalam
penelitian ini adalah variabel pendekatan pembelajaran sebagai variabel bebas, dan variabel
kemampuan memecahkan masalah sebagai variabel terikat.
Hal-hal yang dipersiapkan dalam eksperimen ini adalah: menyiapkan perangkat
pembelajaran CTL lengkap dengan media interaktifnya berupa CD pembelajaran dan akses
internet, menyiapkan instrument pengumpul data yang berupa tes uraian dan lembar observasi
serta pencatat dokumen. Dalam pelaksanaannya peneliti hanya melakukan observasi, sedangkan
guru kelas yang melakukan pembelajaran di depan kelas, setelah melakukan kolaborasi dan
koordinasi dengan peneliti. Sumber, Jenis, teknik dan alat pengumpul data adalah sebagai
berikut:
Table 1.
Sumber Data Jenis Data Teknik Pengumpul
Data
Instrumen
Dokumen Skor Tes Ulangan Umum I Dokumenter Pencatat Dokumen
Siswa

Siswa
Skor Kemampuan
Pemecahan Masalah
(Kuantitatif)
Aktivitas (kualitatif)
Tes

Non Tes
Tes Uraian

Pedoman Observasi
Skor kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dari tes uraian sebanyak 10 butir, skornya
merentang dari 0 100. Sebelum digunakan diuji reliabelitas dan validitasnya melalui uji coba
pada klas yang tidak terpilih sebagai sampel. Menentukan validitas butir soal, dihitung dengan
menentukan koefisien korelasi. Koefisien korelasi ini dihitung menggunakan rumus Product
Moment dari Pearson dengan formula sebagai berikut:
( )( )
( ) | | ( ) | |
2
2
2
2





=
Y Y N X X N
Y X XY N
r
xy
; Keterangan:
xy
r = koefisien korelasi antara X
dan Y; N = Jumlah responden; X = Skor butir tes; Y = Skor total. Untuk mengetahui
reliabilitas instrumen tes tersebut digunakan rumus Alpha, yaitu;
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|

=

2
2
11
1
1
t
b
k
k
r
o
o
;
Keterangan:
11
r = koefisien reliabilitas; k = Banyak butir soal;

2
b
o = Jumlah varians skor
setiap butir soal;
2
t
o = Varians skor total; (Arikunto, 2009). Setelah koefisien
xy
r dan r
11

diketahui, kemudian dibandingkan dengan harga r
tabel
dengan taraf signifikansi 5%. Apabila
xy
r
dan r
11
lebih besar dari r
tabel
maka dapat dikatakan instrumen tersebut valid dan reliabel. Untuk
instrument pedoman observasi uji validitasnya menggunakan uji validitas isi melalui judgement
2 orang pakar. Hasil uji coba tentang Validitas dan reliabilitas instrument dapat diketahui bahwa
dari 10 item tes uraian ada 2 item yang tidak valid. Yaitu butir nomor 3 dan 8. Setelah direvisi
174

dari segi bahasa dan angka-angka yang dianggap sebagai penyebab yang mengganggu validitas
butir maka ke 2 butir yang kurang valid tersebut digunakan kembali agar indicator dalam kisi-
kisi tetap terpenuhi. Hal ini berdasarkan diskusi dengan guru kelas dan siswa-siswa yang
menjawabnya. Hasil analisis reliabilitas tes kemampuan pemecahan masalah matematika
diperoleh r
11
sebesar 0.5131 dengan taraf signifikan 5% diperoleh r
tabel
sebesar 0.279. Karena
r
11
> r
tabel
maka, tes kemampuan pemecahan masalah tersebut reliabel.

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik t-test untuk
sampel berkorelasi. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat
analisis penggunaan uji t. Asumsi yang harus dipenuhi adalah normalitas populasi dan
homogenitas varians. Uji normalitas menggunakan rumus Chi-Kuadrat, yaitu:

(
(
(


=
e
f
e
f
o
f
2
) (
2
_ ; Keterangan:
2
_ = nilai Chi-Square; f
o
= frekuensi observasi;
f
e
= frekuensi harapan (Sugiyono, 2010). Kriteria pengujian: Jika
2
_
hitung
<
2
_
tabel

dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan db = (k-1) maka dapat disimpulkan bahwa
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Homogenitas varians diuji dengan
menggunakan uji F dengan rumus sebagai berikut.
terkecil Varians
terbesar Varians
= F (Sugiyono, 2010).
Kreteria pengujian, jika
tabel hitung
F F > maka varians dalam sub-sub populasi tidak homogen
dan jika
tabel hitung
F F < maka varians dalam sub-sub populasi besifat homogen. Pengujian
dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Membandingkan F
hitung
dengan F
tabel
digunakan rumus
sebagai berikut. db
pembilang
= n 1 (untuk varians terbesar), db
penyebut
= n 1 (untuk varians
terkecil). Jika terbukti bahwa populasi berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji
hipotesis nol (H
0
) pada penelitian ini digunakan uji-t dengan taraf signifikansi 5% dengan rumus.
) 1 (
2

n n
b
M M
t
k e
hit
;
keterangan:
e
M = ratarata post-test kelompok eksperimen ;
k
M = ratarata post-test kelompok
control;

2
b = jumlah deviasi dari mean perbedaan; n

= jumlah subjek yang dipasangkan;
(Sugiyono, 2010). Dalam pengujian ini, digunakan taraf signifikan 5% dan db = n-1. Jika dalam
perhitungan haga t
hitung
> t
tabel
maka nilai t tersebut signifikan. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol
(H
0
) ditolak dan hipotesis alternatif (H
a
) diterima, dan bila diperoleh harga t
hitung
< t
tabel
maka t
tidak signifikan, hal ini berarti hipotesis nol (H
0
) diterima dan hipotesis alternatif (H
a
) ditolak.
Analisis tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL
yang berbasis media interaktif dikumpulkan melalui lembar observasi tentang aktivitas yang
terdiri dari 5 asfek pengamatan (5 item). Dengan menggunakan skala Likert ada 5 alternatif
pengamatan setiap item, yaitu SA (Sangat Aktif), A (Aktif), CA (Cukup Aktif); KA (Kurang
Aktif) dan TA (Tidak Aktif). Skor masing-masing item berjenjang yaitu 5,4,3,2, dan 1. Data
tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL yang berbasis
media interaktif dianalisis dengan statistik deskriptif. Pedoman konversi yang digunakan adalah
sebagai berikut:
175

Rentang Skor Kategori

> Mi + 1,5.Sdi
Mi + 0, 5

Mi + 1,5 Sdi
Mi - 0, 5

Mi + 0,5 Sdi
Mi - 1, 5

Mi - 0,5 Sdi

Mi - 1,5 Sdi
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif
Tidak Aktif
(Nurkencana dan Sunartana,
2002)
Keterangan: Mi = Mean Ideal = . ( skor maksimal ideal + skor minimal ideal); Sdi = 1/3 . Mi
dan

= rata-rata kelas dari skor setiap lembar observasi. Dengan skor terendah setiap item
adalah 1 dan tertingginya adalah 5, maka skor ninimalnya 5 dan skor maksimalnya adalah 25 .
ini berarti Mi = (25 +5) = 15 dan Sdi = 1/3 (15) = 5 dan rentang skor untuk setiap kategori
adalah sebagai berikut:
Rentang Skor Kategori

> 22,5
17,5

22,5
12,5

17,5
7,5

12,5

7,5
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif
Tidak Aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN
Skor kemampuan memecahkan masalah pada kelompok eksperimen dapat dideskripsikan
sebagai berikut. Dari jumlah sampel sebanyak 30 orang setelah disajikan ke dalam table
distribusi frekuensi menjadi 6 kelompok, ternyata ada 50 % siswa yang memperoleh skor di
sekitar rata-rata 75. Terdapat 20 % siswa yang memperoleh skor di atas rata-rata, dan 30 % siswa
dengan skor berada di bawah rata-rata. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel berikut:
Distrbusi Skor Kemampuan Memecahkan Masalah pada Kelompok Eksperimen
Kelas Interval Frekuensi Persentase
50 56
57 63
64 70
71 77
78 84
85 90
1
3
5
15
4
2
3,33 %
10,00%
16,67%
50,00%
13,33%
6,67%
J u m l a h 30 100 %

Pada kelompok control, terlihat bahwa ada 13,33 % siswa memperoleh skor di sekitar
rata-rata 60. Terdapat 6,67 % siswa yang memperoleh skor di atas rata-rata, dan ada 80 % berada
di bawah rata-rata.
Distrbusi Skor Kemampuan Memecahkan Masalah pada Kelompok Kontrol
Kelas Interval Frekuensi Persentase
50 56
57 63
64 70
71 77
78 84
1
3
6
14
4
3,33%
10,00%
20,00%
46,6%
13,33%
176

85 90 2 6,67%
J u m l a h 30 100 %

Hasil uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas diperoleh kesimpulan bahwa
populasi berdistribusi normal. Pada kelompok eksperimen diperoleh X
2
= 4,72 sedangkan pada
kelompok control diperoleh X
2
= 3,16 yang dibandingkan dengan table pada db = 6 1 = 5 dan
didapat X
2
(5, 5%)
= 11,07. Uji homogenitas varians juga menunjukkan bahwa varians
dari kedua kelomok sampel bersifat homogen. Nilai F
hitung
= 1,33 dan F
tabel
pada db pembilang
dan penyebut masing-masing 30-1=29 dan sebesar 1,85.
Hasil perhitungan uji t untuk sampel yang berkorelasi secara singkat dapat ditampilkan
sebagai berikut: ; 00 , 54
30
1620
n
K
= = =

k
M

; 67 , 72
30
2180
n
E
= = =

e
M


; 67 , 18
30
560
n
B
= = =

MB

MB; - B b =

) 1 (
t
2
hit

n n
b
M M
k e

) 1 30 ( 30
67 , 346
54 67 , 72

=

870
67 , 346
67 , 18
=
398 , 0
67 , 18
t
hit
=

631 , 0
67 , 18
=

59 , 29 =
Nilai t yang diperoleh dalam perhitungan sebesar 29,59. Berdasarkan taraf signifikansi 5% dan
derajat kebebasan db = 30-1 = 29 diperoleh nlai t
tabel
sebesar 2,045 , ini berarti t
hitung
> t
tabel

maka H
o
: ditolak berarti H
a
: diterima. Kesimpulannya adalah pendekatan
kontekstual yang berbasis media interaktif sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah matematika pada siswa kelas X SMA Taman Rama Denpasar Tahun
2012/2013.
Analisis data tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran CTL menggunakan statistic
deskriptif. Menurut Arikunto ( 2008) analisis ini didasarkan atas rata-rata kelas (

), Mean Ideal
(Mi) dan Standar Deviasi Ideal Sdi. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

. Rata-rata kelas dari skor aktivitas sebesar


19,87 ini jika dibandingkan ke dalam tabel konversi untuk skor aktivitas sebelumnya, maka


berada pada kategori Aktif , yaitu berada pada rentang interval 17,5

.
Uji hipotesis menunjukkan hasil yang sangat signifikan, dengan nilai t = 29,59 jauh
melampaui di atas t-tabel = 2,045. Hal ini mengindikasikan bahwa kuatnya pengaruh
pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah. Apabila dicermati jalannya
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada awal eksperimen tampak menemui banyak
hambatan. Hambatan yang dialami pada awal-awal pembelajaran adalah sulitnya merubah
kondisi belajar anak yang biasanya bersifat pasif, duduk dengan tenang dan guru mentransfer
pengetahuan ke siswa. Walaupun kadang-kadang diselingi dengan tanya jawab untuk
membangun proses interaksi antara guru dengan siswa. Biasanya pembelajaran seperti itu
berorientasi pada target penguasaan materi. Apabila ketuntasan belajar telah tercapai, maka
pembelajaran sudah dianggap berhasil.
Proses kolaborasi antara peneliti dengan guru sebagai pelaksana pembelajaran di depan
kelas benar-benar dapat dirasakan manfaatnya. Peneliti sebagai seorang akademisi, sedangkan
guru sebagai praktisi pembelajaran di depan kelas, melakukan proses take and give dan sharing
pengalaman yang sangat bermanfaat dalam mengembangkan pembelajaran kontekstual. Dengan
177

demikian hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual dapat di atasi, dan
pada gilirannya dapat memaksimalkan efektifitas pembelajaran. SAngat penting untuk
memahami kondisi kelas dan karakteristik materi yang akan disajikan dalam pembelajaran CTL.
Pokok bahasan yang disajikan dengan pendekatan kontekstual adalah tentang Trigonometri.
Karakteristik materi ini adalah cukup banyak terdapat fakta-fakta yang harus dikenali, konsep
dan prinsip yang harus dipahami serta perlu latihan untuk penerapannya. Topik ini memang tepat
disajikan dengan pendekatan kontekstual, karena cukup banyak dan mudah mencari contoh-
contoh penerapan di dunia nyata. Guru dapat memulainya dari suatu bangun-bangun yang sudah
dikenal anak. Dari objek-objek tersebutlah anak didik dapat mengkonstruksi pengetahuan
berdasarkan pengalaman nyata. Kesulitan demi kesulitan dialami guru dan baru pada
pertemuan keempat mulai menunjukan titik terang tentang penerapan pembelajaran kontekstual.
Suasana kelas Nampak hidup dengan berbagai aktivitas siswa. Anak benar-benar asyik belajar
dengan lingkungan alamiahmeskipun hal itu terjadi di dalam kelas. Disinilah peran media
interaktif yang dapat menghadirkan dunia luar ke dalam kelas, baik secara langsung lewat media
internet, maupun berupa tampilan gambar-gambar yang dapat dimanipulasi oleh anak.
Anak didik benar-benar menyadari bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi
mereka harus mengkonstruksikan pengetahuannya di benak mereka sendiri. Anak benar-benar
belajar dari mengalami, melakukan usaha trail and error hingga anak dapat menemukan sendiri
pola-pola yang bermakna dari pengetahuan baru. Suatu tindakan yang penting adalah anak didik
harus dibiasakan terlatih memecahkan masalah. Untuk itu anak harus tahu makna belajar dan
menggunakan pengetahuannya serta keterampilan yang diperoleh untuk memecahkan masalah
dalam hidupnya. Tugas guru adalah mengatur strategi belajar membantu anak menghubungkan
pengetahuan lama dan baru, jadi berperan sebagai fasilitator belajar.
Interpretasi lain dari sangat signifikannya hasil uji t adalah kecocokan disain eksperimen
yang digunakan. Upaya penyetaraan setiap individu berdasarkan skor tes ulangan umum
semester ganji, benar-benar dapat membuat kedua kelompok menjadi setara ditinjau dari
keterkaitannya dengan variabel kemampuan pemecahan masalah. Hal yang lainnya juga berperan
adalah instrumen yang digunakan dapat mendukung untuk memperoleh data penelitian sesuai
harapan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pendekatan kontekstual yang berbasis media interaktif sangat efektif dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Taman
Rama Denpasar tahun 2012/2013
2. Tingkat aktivitas siswa dalam pembelajaran kontekstual yang berbasis media interaktif
tergolong aktif
Saran
Kepada para praktisi pendidikan hendaknya mencoba untuk menerapkan pembelajaran
CTL yang berbasis media interaktif sesuai dengan karakteristik materi yang akan
disajikan. Selalu melakukan inovasi pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi
bermakna dan aktifvitas siswa meningkat.




178


DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Arends, R. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill Company
Aunurahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Campbell, D.T. & J.C. Stanley. 1996. Eksperimental and Quasy-Eksperiment Designs for
Research. Chicago: Rand Mc. Nally College Publishing Company
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta : Gava Media.
Firdaus, Ahmad. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-
matematika/ diunduh tanggal 8 Januari 2012.
Fraenkel, J. R. and Wallen, N. E. (2003). How to design and evaluate research in education (5th
ed.). Boston: McGraw-Hill.
Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik. Yogyakarta: Andi Johnson, E.B. 2006. Contextual Teaching and
Learning, Menjadikan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakana. Bandung:
Mizan Learning Center
Muhsetyo, Gatot. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Mustofa, Ahmad. 2009. Strategi Pemecahan Masalah
http://amustofa.brinkster.net/?k=5&qq=tulisanku&judul=Strategi%20Pemecahan%20M
asalah%20Matematika diunduh tanggal 8 Januari 2012.
Nurkancana, Wayan dan P.P.N. Sunartana. 2002. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional
Sudrajat, Akhmad. 2008. Pembelajaran Kontekstual (CTL)
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/ diunduh
tanggal 8 Januari 2012.
Santayasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran. Singaraja: FPMIPA,,
Undiksa.
Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, dan James D. Russell. 2011. Instructional Technology
and Media For Learnin, 9
th
edition. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Siswanto, E. 2005. Pengaruh Penggunaan Media Gambar Dalam Penerapan Langkah-langkah
Pemecahan Masalah Versi Polya terhadap kemampuan Menyelasaikan Soal Cerita
Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
Sudjana, Nana dan Rivai. 2010. Media Pengajaran. Bandung: CV Sinar baru
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta
_______. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Al-Badri. 2012.Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika.
http://pengalaman-al-badri.blogspot.com/2012/04/pemecahan-masalah-dalam-
pembelajaran.html diunduh tanggal 30 April 2012.
Wulandari, Danubroto. 2011. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kemampuan Siswa
Memecahkan Masalah Matematika (Mathematics Problem Solving).
http://p4tkmatematika.org/file/Karya%20WI-
14%20s.d%2016%20Okt%202011/Faktor%20dalam%20Problem%20Solving.pdf
diunduh tanggal 8 Januari 2012.
____________________. Media Pembelajaran
179

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/konsep-media-pembelajaran/
diunduh tanggal 8 januari 2012.
Zahorik, John A. 1995. Constructivist Teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana: Phi-
Delta Kappa Educational Foundation









































180

Identifikasi Keanekaragaman dan Dominansi Jenis Tanaman Mangrove di Taman Hutan
Raya (TAHURA) Ngurah Rai Bali

I Gusti Ayu Rai dan I Ketut Widiarta
Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali

ABSTRACT
Identification of Plant Diversity and Dominance Types in the Mangrove Forest Park
Ngurah Rai Bali
Mangrove forest is a forest vegetation was located in estuaries, tidal areas and seaside.
Today,many hectares of mangrove forests which belong to the people already converted into
fish/shrimp farms, residential, industrial, shopping center and other infrastructure.Garbage
especially synthetic garbage bins is one of the factors that can cause a reduction of mangrove
forest vegetation.
The Purpose of research is to determine the level of diversity and the dominant species
of mangrove plant in the Forest Park Ngurah Rai Bali. This forest area is under the supervision
of the Central Management of Mangrove Forests (BPPH) Region I Bali. This study classified to
the descriptive study were all the subjects is a true mangrove plants (major and minor).The
object under study is the diversity of mangrove plant species, and the dominant mangrove
species in the area.This study uses multiple plots method, and the vegetation sampling plots
method used in all observed area evenly.
For simplicity, the forest is divided into 5 blocks, the first block is located from the west
region of the Mangrove Information Center in to Kuta, block II located in the Mangrove
Information Center including Suwung Kauh region, regional blocks Pemelisan III, block IV was
in the Kerta Petasikan, and blocks V was in Merta Sari Sanur region.To facilitate the retrieval of
data, each block was take five plots.Based on the research that has been done, found 17 species
of mangrove spread in Forest Park Ngurah Rai Bali.The dominant mangrove plant species was
found is a type of Rhizophora mucronata species.

Keyword: Diversity, dominance, mangrove forests

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya hutan mangrove yang sangat luas, bahkan
terluas di dunia. Akan tetapi, hutan mangrove di Indonesia dinilai dalam keadaan kritis karena
terdapat kerusakan sekitar 5,9 juta hektar, dari luas keseluruhan 8,6 juta hektar. Tahun demi
tahun luas kawasan hutan mangrove mengalami penurunan yang sangat signifikan dalam
hitungan waktu yang relatif cepat. Saat ini berhektar-hektar hutan mangrove milik rakyat sudah
beralih fungsi menjadi areal pertambakan intensif, pemukiman, industri, pertokoan dan sarana
prasarana pendukung lainnya, sehingga dari tahun ke tahun luas hutan mangrove semakin
menurun jumlahnya. Di samping hal tersebut, sampah terutama sampah sintetis juga merupakan
faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove.
Hutan mangrove adalah hutan yang vegetasinya hidup di muara sungai, daerah pasang
surut air laut dan tepi laut (Kustanti, 2011). Hutan mangrove mampu tumbuh di dalam air payau
dan cukup lama tergenang dalam air (halofit). Hal ini dimungkinkan karena mangrove memilik
akar nafas, selain itu hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata, rapat dan selalu hijau
(evergreen). Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting
181

di wilayah perairan pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis, hutan mangrove juga berfungsi
sebagai penyedia nutrient bagi biota perairan, tempat pemijahan (spawning ground), habitat dari
berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan dan tsunami, penyerapan limbah,
dan sebagai pencegah intrusi air laut. Hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting
seperti penyedia kayu, pemanfaatan obat, tempat rekreasi, dan dapat diolah menjadi aneka
makanan seperti wajik, dodol, dawet, roti dan lain sebagainya.
Mengingat pentingnya fungsi hutan mangrove tersebut, maka perlu dilakukan upaya-
upaya untuk pelestariannya. Upaya yang dapat dilakukan selain melalui rebosisasi dan
konservasi, adalah dengan melakukan identifikasi keanekaragaman jenis mangrove, yang
bertujuan agar keanekaragaman tersebut dapat dipelihara, dijaga dan dilestarikan.
Hutan mangrove di Bali sampai saat ini sudah mencapai sekitar 3.000 hektar dimana pada
awalnya luas hutan mangrove tahun 1980-an ketika booming harga udang adalah 1.375,5 hektar.
Kemajuan yang diperoleh dalam upaya peningkatan luas hutan mangrove karena adanya kerja
sama antara Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan Departemen Kehutanan
yang mendirikan pusat informasi mangrove (Mangrove Information Centre). Kerja sama ini
cukup membuahkan hasil dalam upaya melestarikan dan memulihkan populasi hutan mangrove
di Bali, khususnya daerah pesisir Denpasar melalui reboisasi dari tahun 1992-2002 dan juga
melalui konservasi (Sarwa, 2012). Peran masyarakat dan lembaga lain yang perduli terhadap
lingkungan juga merupakan faktor penting dari keberhasilan yang telah dicapai.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat keanekaragaman dan dominansi jenis mangrove yang berada di kawasan Bali Selatan.
Hasil identifikasi yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya
dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 Februari sampai 15 April 2013 di Taman
Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai Bali, yang merupakan kawasan hutan mangrove di bawah
pengawasan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah I Denpasar. Subjek
penelitian ini adalah seluruh tanaman mangrove yang berada di Taman Hutan Raya (TAHURA)
Ngurah Rai Bali. Objek PENELITIAN adalah tingkat keragaman dan dominansi jenis tanaman
mangrove yang berada di kawasan tersebut. Metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan
data adalah metode petak ganda. Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak
dilakukan merata pada areal yang diobservasi.
Untuk mengumpulkan data tentang keanekaragaman jenis tanaman mangrove, maka
kawasan tanaman mangrove dibagi menjadi lima blok, yaitu blok I terletak dikawasan barat
Mangrove Information Center hingga Kuta, blok II berada di kawasan Mangrove Information
Center termasuk juga wilayah Suwung Kauh, blok III di kawasan Pemelisan, blok IV di kawasan
Kerta Petasikan, dan blok V berada dikawasan Merta Sari Sanur. Untuk memudahkan
pengambilan data, maka setiap blok diambil sebanyak lima petak.
Peletakan petak dilakukan secara sistematik. Karena tingkat dan bentuk
pertumbuhan mangrove yang heterogen, maka petak yang digunakan dalam penelitian
ini berukuran 20 m x 20 m, fase tiang adalah 10 m x 10 m, fase pancang adalah 5 m x
5 m, dan untuk fase semai serta (tumbuhan bawah menggunakan petak berukuran 1 m
x 1 m atau 2m x 2m. Dominansi jenis tanaman mangrove pada areal yang diteliti dicari
dengan persentase keanekaragaman, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

182


Keterangan :
P = Persentase
X = jumlah skor tanaman
n = jumlah total tanaman
(Anonim, 2012)


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan sebanyak 17 jenis tanaman mangrove
yang tumbuh dan tersebar di Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai Bali. Data tersebut
diperoleh dari masing-masing blok dan disajikan dalam bentuk tabulasi data sebagai berikut.

Tabel 01. Data Jumlah Tanaman Mangrove Sejati pada Blok I
No Nama Petak
I
Petak
II
Petak
III
Petak
IV
Petak
V
Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Rhizophora apiculata 10 7 10 1 5 33
2 R. mucronata 20 22 5 19 12 78
3 R. stylosa 1 - - - 1 2
4 Bruguiera gymnorrhiza 2 5 10 3 3 23
5 B. cilindrica 2 1 1 2 1 7
6 Ceriops tagal 1 2 1 4 1 7
7 Sonneratia alba 5 8 4 6 2 25
8 S. caseolaris - - 2 - 10 12
9 Avicennia marina - - - - 2 2
10 A. lanata - - - 2 - 2
11 Aegiceras corniculatum - - - 1 - 1
12 Xylocarpus granatum - 2 - 3 - 5
13 Lumnitzera racemosa 4 1 2 - 1 8
14 Excoecaria agallocha - - - 1 3 4
Jumlah 209














Tabel 02. Data Jumlah Tanaman Mangrove Sejati pada Blok I
No Nama Petak
I
Petak
II
Petak
III
Petak
IV
Petak
V
Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Rhizophora apiculata 10 7 10 1 5 33
2 R. mucronata 20 22 5 19 12 78
183

3 R. stylosa 1 - - - 1 2
4 Bruguiera gymnorrhiza 2 5 10 3 3 23
5 B. cilindrica 2 1 1 2 1 7
6 Ceriops tagal 1 2 1 4 1 7
7 Sonneratia alba 5 8 4 6 2 25
8 S. caseolaris - - 2 - 10 12
9 Avicennia marina - - - - 2 2
10 A. lanata - - - 2 - 2
11 Aegiceras corniculatum - - - 1 - 1
12 Xylocarpus granatum - 2 - 3 - 5
13 Lumnitzera racemosa 4 1 2 - 1 8
14 Excoecaria agallocha - - - 1 3 4
209



Tabel 03. Data Jumlah Tanaman Mangrove Sejati pada Blok III
No Nama Petak I Petak II Petak III Petak IV PetakV Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Rhizophora apiculata 1 8 6 2 1 18
2 R. mucronata 11 9 9 12 2 43
3 R. stylosa 1 2 - - 1 4
4
Bruguiera
gymnorrhiza
2 2 4 4 8 20
5
B. cilindrica
1 - - 2 1 4
6
Ceriops tagal
- 4 1 2 3 21
7
C. decandra
- - - 1 4 5
8
Sonneratia alba
12 3 2 6 2 25
9
S. caseolaris
- 2 2 - 2 6
10
Avicennia marina
- - 1 - 2 3
11
A. lanata
- - - 1 - 1
12
A. alba
- - 2 - - 2
13
Xylocarpus granatum
4 3 - 2 1 10
14
X. mullocensis
- - - 2 - 2
15
Lumnitzera racemosa
- 1 1 - - 2
16
Excoecaria agallocha
1 - 1 2 - 4
Jumlah 170




Tabel 04. Data Jumlah Tanaman Mangrove Sejati pada Blok IV
No Nama Petak I Petak II Petak III Petak IV PetakV Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Rhizophora apiculata 2 6 5 5 10 28
2 R. mucronata 8 12 6 10 2 36
3 R. stylosa - - - - 6 6
4
Bruguiera
gymnorrhiza
15 8 12 4 6 45
5
Ceriops tagal
3 3 3 5 6 20
6
Avicennia marina
- - - - 3 3
7
Aegiceras
corniculatum
- 2 - - - 2
8
Xylocarpus granatum
2 - 8 6 1 17
184

9
Lumnitzera racemosa
2 1 1 1 6 11
10
Excoecaria agallocha
1 1 2 1 1 6
Jumlah 174

Tabel 05. Data Jumlah Tanaman Mangrove Sejati pada Blok V
No Nama Petak I Petak
II
Petak
III
Petak
IV
PetakV Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Rhizophora apiculata 11 9 8 9 6 43
2 R. mucronata 10 13 8 10 7 48
3 R. stylosa 5 4 7 3 6 25
4
Bruguiera
gymnorrhiza
2 2 5 3 5 17
5
B. cilindrica
- 2 - - - 2
6
Ceriops tagal
4 - 2 3 4 13
7
Sonneratia alba
5 1 7 6 2 21
8
S. caseolaris
3 - - 2 - 5
9
Aegiceras
corniculatum
- - - - 3 3
10
Xylocarpus granatum
2 - 4 - 1 9
11
Lumnitzera racemosa
- 2 1 1 - 4
12
Excoecaria agallocha
- - - 2 - 2
Jumlah 192

Berdasarkan data yang telah disajikan pada masing-masing tabel di atas, maka dominansi
jenis tanaman mangrove pada setiap blok, diperoleh dengan menggunakan persentase dan
direkapitulasi seperti tabel 06 sebagai berikut.






Tabel 06. Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data
No Nama Blok
I
Blok
II
Blok III Blok
IV
Blok
V
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Rhizophora apiculata 15,78% 17,41% 10,58% 16,09% 22,39%
2 R. mucronata 37,32% 22,32% 25,29% 20,68% 25%
3 R. stylosa 0,95% 3,57% 2,35% 3,44% 13,02%
4
Bruguiera gymnorrhiza
11% 5,35% 11,76% 25,86% 8,85%
5
B. cilindrica
3,34% 1,78% 2,35% 0% 1,04%
6
Ceriops tagal
3,34% 9,37% 12,35% 8,62% 6,77%
7
C. decandra
0% 2,23% 2,94% 0% 0%
8
Sonneratia alba
11,96% 6,25% 14,7% 2,87% 10,93%
9
S. caseolaris
5,74% 0,89% 3,52% 0% 2,59%
10
Avicennia marina
0,95% 0% 1,76% 1,72% 0%
11
A. lanata
0,95% 0,44% 0,58% 0% 0%
12
A. lanata
0% 0,44% 1,17% 0% 0%
13
Aegiceras corniculatum
0,47% 5,35% 0% 1,14% 1,56%
14
Xylocarpus granatum
2,39% 9,82% 5,88% 9,77% 4,68%
185

15
X. mullocensis
0% 0,89% 1,17% 0% 0%
16
Lumnitzera racemosa
3,82% 2,23% 1,17% 6,32% 2,08%
17
Excoecaria agallocha
1,91% 3,57% 2,35% 3,44% 1,04%

Pembahasan
Berdasarkan rekapitulasi data tersebut di atas, dapat diketahui bahwa keragaman jenis
tanaman mangrove yang ditemukan pada setiap blok berbeda-beda. Namun secara keseluruhan
ditemukan sebanyak 17 jenis tanaman mangrove yang tersebar di seluruh kawasan Taman Hutan
Raya (TAHURA) Ngurah Rai Bali. Pada blok I yang berada di kawasan barat Mangrove
Information Centerhingga Kuta, jenis tanaman mangrove yang dominan ditemukan adalah jenis
R. mucronata yaitu 37,32%, dan jenis mangrove yang paling sedikit adalah Aegiceras
corniculatum yaitu 0,47%. Jenis C. decandra, A. alba, dan Xylocarpus mullocensis tidak
ditemukan pada blok I.
Jenis R. mucronata mendominasi pada blok I, karena jenis mangrove ini lebih toleran
terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Tumbuh berkelompok, dekat atau pada pematang
sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air
pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah
yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting dan
paling tersebar luas (Anonim, 2013). Selain itu mampu tumbuh dengan berbagai kondisi,
akarnya mampu tumbuh dengan kedalaman satu meter, buah yang langsung jatuh ke lumpur
cepat tumbuh menjadi individu baru setelah mendapatkan zat oganik dalam tanah. Jenis yang
tidak dijumpai pada blok I seperti Ceriops decandra, Avicennia alba, dan Xylocarpus
mullocensis, karena jenis ini hidupnya sangat bergantung pada lumpur. Kadar garam yang
kurang sesuai dan pasang surut air laut yang tidak menentu juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhannya.
Blok II berada di kawasan Mangrove Information Center termasuk juga wilayah Suwung
Kauh. Jenis tanaman mangrove yang dominan pada blok II adalah R. mucronata yaitu 22,32%,
dan yang paling sedikit adalah jenis mangrove A. lanata dan A. alba yaitu 0,44%. Jenis
mangrove A. marina tidak ditemukan pada blok II. Jenis tanaman mangrove yang dominan
ditemukan pada blok II sama dengan blok I yaitu R. mucronata. Jenis ini dapat tumbuh dan
mendominasi pada suatu tegakan dan tumbuh optimal pada areal yang tergenang dalam, yang
kaya akan humus serta toleran terhadap daerah yang berpasir. R. mucronata tumbuh di atas tanah
lumpur. Lumpur tanah liat bercampur bahan organik merupakan tempat tumbuh yang paling
umum bagi hutan bakau, selain tanah bergambut, lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi,
bahkan juga dominan pada lumpur yang mengandung pecahan karang, di pantai-pantai yang
berdekatan dengan terumbu karang. Jenis mangrove A. marina tidak ditemukan di semua petak
pada blok II, karena kawasan ini lebih menjorok ke daratan, sedangkan jenis A. marina lebih
toleran pada daerah pasang surut.
Pada blok III yang berada di kawasan Pemelisan, jenis tanaman mangrove yang dominan
ditemukan adalah R. mucronata yaitu 25,59%, dan yang paling sedikit jenis mangrove A. lanata
yaitu 0,58%). Jenis mangrove Aegiceras corniculatum tidak ditemukan pada III.
Jenis R. mucronata, dapat tumbuh dan mendominasi pada suatu tegakan dan tumbuh
optimal pada areal yang tergenang dalam yang kaya akan humus. Dengan banyaknya buah yang
jatuh kepermukaan tanah yang berlumpur juga mempercepat tanaman untuk berkembang biak.
Jenis mangrove Aegiceras corniculatum tidak ditemukan pada semua petak di blok III, karena
186

daerah pasang air laut tidak normal yang membuat kadar garamnya tidak menentu, disamping
tidak terdapatnya bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman.
B. gymnorrhiza merupakan tanaman mangrove yang dominan ditemukan pada blok IV
yaitu 25,86%. Blok IV berada dikawasan Kerta Petasikan. Jenis Aegiceras corniculatum
merupakan jenis mangrove yang paling sedikit ditemukan di kawasan ini yaitu 1,17%.
Sedangkan jenis B. cilindrica, Ceriops decandra, S. alba, S. caseolaris, A. lanata, A. alba, dan
Xylocarpus mullocensis, tidak ditemukan.
Jenis B. gymnorrhiza memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Pohon ini kerap
mendominasi hutan bakau tua, menandai tahap akhir perkembangan zona litoral dan transisi ke
zona daratan yang lebih kering. Meski lebih umum ditemukan di bagian pedalaman
dibandingkan dengan di zona intertidal bawah atau di sisi yang berhadapan langsung dengan
laut, pohon ini mampu hidup di berbagai kondisi salinitas dari yang hampir tawar hingga air laut,
dengan berbagai tingkat penggenangan hutan bakau dan aneka jenis substrat. B. gymnorrhiza
tumbuh baik di area berlumpur, area yang berpasir, dan kadang-kadang dijumpai pada lumpur
bergambut ( Anonim, 2013). Sedangkan jenis tanaman mangrove yang tidak ditemukan pada
blok IV seperti C. decandra, S. alba, S. caseolaris, A. lanata, A. alba, dan Xylocarpus
mullocensis, karena kebanyakan dari tanaman ini tidak toleran bila tergenang air tawar terlalu
lama, dan justru lebih toleran pada areal yang tergenang oleh pasang tinggi.
Jenis tanaman mangrove yang paling dominan pada blok V adalah R. mucronata yaitu
25%, sedangkan jenis tanaman mangrove B. cilindrica dan Excoecaria agallocha hanya 1,04%.
Blok V berada di kawasan Merta Sari Sanur. Di kawasan ini tidak ditemukan adanya jenis C.
decandra, A. marina, A. lanata, A. alba, dan Xylocarpus mullocensis.
Jenis R. mucronata, mampu tumbuh dan mendominasi pada suatu tegakan dan tumbuh
optimal pada areal yang tergenang dalam yang kaya akan humus serta mampu beradaptasi
hampir disegala jenis cuaca dan lingkungan. Kondisi pada blok V dengan blok IV yang tidak
jauh berbeda. Jenis C. decandra, Avicennia marina, A. lanata, A. alba, dan Xylocarpus
mullocensis tidak ditemukan, faktor penyebabnya juga sama karena kebanyakan dari tanaman ini
tidak toleran bila tergenang air tawar terlalu lama serta tumbuh pada areal yang tergenang oleh
pasang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa tidak semua jenis mangrove
selalu ada pada setiap blok. Sehingga jumlah jenis pada setiap blok berbeda. Pada blok I dan
blok II ditemukan sebanyak 14 jenis, blok III 16 jenis, blok IV 10 jenis, dan pada blok V 12
jenis. Disadari bahwa setiap jenis mahluk hidup memiliki habitat yang berbeda, kemampuan
untuk beradaptasi juga berbeda, termasuk di dalamnya adalah tumbuhan mangrove, yang
tempatnya berada pada kawasan yang berbeda antara blok yang satu dengan blok yang lainnya.
Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab berbedanya jumlah jenis mangrove yang
ditemukan pada masing-masing blok atau kawasan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Ditemukan sebanyak 17 Jenis tanaman Mangrove di kawasan Taman Hutan Raya
(TAHURA) Ngurah Rai Bali. Jenis tanaman mangrove yang berhasil diidentifikasi adalah:
1) Rhizophora apiculata ; 2) R. Mucronata; 3) R. Stylosa; 4) Bruguiera gymnorrhiza; 5) B.
Cilindrica; 6) Ceriops tagal; 7) C. Decandra; 8) Sonneratia alba; 9) S. Caseolaris; 10)
Avicennia marina; 11) A. Lanata ; 12) A. Lanata; 13) Aegiceras corniculatum; 14)
187

Xylocarpus granatum; 15) X. Mullocensis; 16) Lumnitzera racemosa; dan 17) Excoecaria
agallocha.
2. Jenis tanaman mangrove yang paling dominan ditemukan adalah jenis Rhizophora
mucronata atau yang lebih dikenal dengan bakau kurap. Dari hasil rekapitulasi data
diketahui bahwa bakau ini selalu ditemukan pada setiap blok dengan jumlah yang paling
dominan.
3. Masing-masing kawasan atau blok mempunyai tingkat keragaman jenis tanaman mangrove
yang berbeda. Tinggi rendahnya tingkat keragaman jenis yang ditemukan sangat bergantung
pada daerah atau areal yang menjadi habitatnya.

Saran
1) Mengingat pentingnya fungsi hutan mangrove, maka baik lembaga pemerintah atau instansi
terkait, maupun seluruh komponen masyarakat, hendaknya bersama-sama ikut mengawasi
dan menjaga luas kawasan hutan mangrove agar tetap dapat dilestarikan.
2) Perlu dilakukan pembudidayaan, agar keanekaragaman jenis mangrove yang ada tidak punah
dan menjadi sumber kekayaan alam yang berkelanjutan.
3) Berkaitan dengan banyaknya sampah, terutama sampah plastik (sintetis) yang ditemukan di
beberapa areal hutan mangrove, maka perlu dilakukan pembersihan secara rutin dan
berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat sampah sintetis bersifat non
biodegradable, yang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mangrove.










DAFTAR RUJUKAN
Ardhana, I Putu Gede. 2012. Ekologi Tumbuhan. Denpasar: Udayana University Press
Anonim. 2013. Bruguiera gymnorrhiza. http : //i d.wikipedia.org / wiki / Bruguiera_ gymnorrhiza,
diakses 23 April 2013, pukul 13.00.
_____ .2011. Pengertian Pengelolaan. http://id.shvoong.com/writing-and-
speaking/presenting/2108155-pengertian-pengelolaan/#ixzz2Fqptg9eP, diakses pada
tanggal 25 Desember 2012, jam 13.00.
_____ . 2008. Rhizophora Mucronata. http : // oryzss .wordpress. com / 2008 /09/18/rhizopora-
mucronata/, diakses 23 April 2013, pukul 13.00.
. 2011. Rumus Persentase. http://rumushitung.com/2012/12/10/cara-menghitung-
persentase/, diakses 01 april 2013, jam 19.20.
.2012. Tanaman Mangrove.
http://www.wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id=24, diakses 28 Maret
2013, jam 16.00.
Asihing, Kustanti. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bandar Lampung: IPB Press
188

Hachinohe H, dkk. 2007. Manual Persemaian Mangrove di Bali. Denpasar: Departemen
Kehutanan dan Perkebunan
Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Kitamura S, dkk. Handbook of Mangroves in Indonesia. Denpasar: Jaya Abadi.
Metungun J, dkk. 2011. Kelimpahan Gastropoda Pada Habitat Lamun Di Perairan Teluk Un
Maluku Tenggara.
http://paparisa.unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_permama.php?jrnl_nm=Permama, diakses
pada tanggal 8 Januari 2013 jam 12.30.
Oto Sumarwoto, 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung : Jambatan.
Purnama Tussabat, I Komang. Peran Hutan Mangrove dalam Upaya Konservasi di Daerah
Pesisir. Skripsi Institut Teknologi Bandung 2005.
Siregar, Syofian. 2011. Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press

Anda mungkin juga menyukai